Urgensi Hadis Dan Defenisi Perumpamaan-Ungkapan Dalam Hadis

 Pendahuluan

Ulūm al-Hadits terdiri dari dua suku kata. Ilmu diartikan sebagai sesuatu yang menancap dalam-dalam pada diri seseorang yang dengannya beliau dapat mendapatkan atau mengenali sesuatu. Sedangkan kata hadits bermakna gres, dekat, informasi. Dengan demikian Ulūm al-Hadits adalah ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan dengan hadis Nabi Muhammad saw.[1]

 Pembahasan

Al-Qur’an dan Hadis merupakan sumber utama Islam sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Muhammad saw. Al-Qur’an adalah kalam Allah swt yang diturunkan terhadap Nabi Muhammad saw lewat perantara malaikat Jibril as yang membacanya bernilai ibadah.[2] Sedangkan hadis secara sederhana diartikan segala sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad saw baik berbentukperkataan, tindakan, ketetapan, dan juga sifat.

Terdapat beberapa ungkapan terkait hadis, ialah sunnah, khabar dan atsar. Sunnah dan hadis dimaknai sama dengan hadis, adalah segala yang bersumber dari Nabi Muhammad saw. Sedangkan secara bahasa sunnah dimaknai jalan yang dijalani baik terpuji atau tidak. Sesuatu yang telah menjadi kebiasaan dinamai sunnah, walaupun tidak baik.[3]

Namun para ulama ada yang membedakan antara sunnah dan hadis. Menurut ulama hadis, sunnah yaitu sabda, perkataan, ketetapan, sifat, dan tingkah laku Nabi Muhammad saw. Sedangkan menurut ulama fikih, sunnah yaitu hal-hal yang berasal dari Nabi Muhammad saw baik ucapan maupun pekerjaan, namun hal itu tidak wajib kerjakan.[4]

Khabar secara bahasa diartikan informasi. Kebanyakan ulama menyamakan artinya dengan hadis.Khabar digunakan untuk segala sesuatu yang diterima dari yang selain Nabi Muhammad saw.  Sedangkan atsar lebih diidentikkan apa yang diterima dari teman. Makara secara biasa ketiga ungkapan ini –sunnah, khabar, dan atsar merupakan sinonim dari hadis itu sendiri.

Atsar berdasarkan etimologis, ialah bekasan sesuatu atau sisa dari sesuatu. Dan nukilan (yang dinukilkan), sesuatu do’a umpamanya yang dinukilkan dari nabi dinamai doa ma’tsur. Menurut terminologis jumhur ulama menyatakan bahwa atsar sama artinya dengan khabar dan hadits.[5]

Sebagaimana ulama mengatakan atsar lebih biasa dibandingkan dengan khabar, yakni atsar berlaku bagi segala sesuatu dari Nabi Saw. Maupun dari selain Nabi Saw. Sedangkan khabarkhusus bagi segala sesuatu dari nabi saja. Dengan mengamati definisi-definisi tersebut terdapat perbedaan, namun kita dapat mengerti bahwa hadits, khabar, sunnah maupun atsar pada prinsipnya sama-sama bersumber dari Rasulullah SAW.[6]

  Tari Remo Berasal Dari Jawa Timur

Hadis di sisi muadditsīn dibagi menjadi tiga, adits al-aī, adits al-asan, dan adits al-dhaif.[7] adits al-ṣaḥīyakni hadis yang bersambung sanadnya serta perawinya ḍabidan ‘adl.

Tujuan dan urgensi mempelajari ilmu hadis yakni untuk mengenali dan menetapkan status hadis-hadis apakah menjadi dalil yang diterima (maqbul) ataukah tertolak (mardud). Dengan demikian, kegunaan mempelajari ilmu hadis sangat banyak, di antaranya dapat mengenali kemajuan dan pertumbuhan hadis dan ilmu hadis dari kala ke periode semenjak kurun Nabi Muhammad saw sampai ke kala sekarang.[8]

 Penutup

Hadis adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad saw, baik berbentukperkataan, perbuatan, sifat, dan ketetapan. Terdapat perumpamaan lain selain hadis, adalah Sunnah, Khabar, dan Atsar. Ilmu hadis sungguh penting dipelajari untuk mengenali status hadis-hadis Nabi Muhammad saw, apakah maqbul atau mardud.

Referensi

Al-Qattan, Manna’. Mabahits Fi Ulum Al-Qur’an, 1995. https://ia802506.us.archive.org/15/items/WAQmbolqumbolqu/mbolqu.pdf.

Andariati, Leni. “Hadis Dan Sejarah Perkembangannya.” Diroyah : Jurnal Studi Ilmu Hadis 4, no. 2 (2020): 1–18. https://doi.org/10.15575/diroyah.v4i2.4680.

Herdi, Asep. Memahami Ilmu Hadis. Bandung: Tafakur, 2014.

Muhammad ’Ajaj al-Khatib. Ushul Al-Hadis. Damaskus: Dar el-Fikr, n.d.

Rahman, Abu ‘Amru Utsman bin Abdur. Muqaddimah Ibn Shalaḥ, tahqiq: Muhammad Munsyawi. Mesir: Dar el-Hadits, 2010.

 



[1] Leni Andariati, “Hadis Dan Sejarah Perkembangannya,” Diroyah : Jurnal Studi Ilmu Hadis 4, no. 2 (2020): 1–18, https://doi.org/10.15575/diroyah.v4i2.4680.

[3] Asep Herdi, Memahami Ilmu Hadis, (Bandung: Tafakur, 2014): 3.

[4] Muhammad ’Ajaj al-Khatib, Ushul Al-Hadis (Damaskus: Dar el-Fikr, n.d.).

[5] Asep Herdi, Memahami Ilmu, 5-6.

[6] Asep Herdi, Memahami Ilmu, 6.

[7] Abu ‘Amru Utsman bin Abdur Rahman, Muqaddimah Ibn Shalaḥ, tahqiq: Muhammad Munsyawi (Mesir: Dar el-Hadits, 2010): 19.

[8] Andariati, “Hadis Dan Sejarah Perkembangannya.”, 9.