Khalifah (2011) Resensi Film

Review dan Analisis Film
“KHALIFAH”

Industri perfilman di indonesia pasca orde baru kelihatannya kian inovatif dalam menimbulkan film-film kususnya layar lebar , film yang ialah rekaman pristiwa, cuplikan atau miniatur dari suatu kehidupan positif tentusaja mampu mencerminkan bagaimana suatu huruf penduduk pengkonsumsi filmtersebut. Untuk masyarakat indonesia yang mayoritas ialah masyarakatberagama islam, film bergendre Agama menjadi isu terkini yang sungguh terkenal beberapa waktu belakangan ialah dengan munculnya ayat-ayat cinta, ketika cinta bertasbih dan seterusnya.

Salahsatunya yakni Film “Khalifah” pada tahun 2011 yang menceritakan tentang seorang wanita bernama Khalifah (Marsha Timothi), seorang gadis wanita anak seorang muazin masjid di desa dia tinggal, dengan latar blekang agama islam yang umum seperti penduduk pada umumnya, khalifah sendiri bekerja di sebuah salon keayuan untuk ikut membiayai kebutuhan keluarganya, utamanya untuk melanjutkan biaya sekolah adiknya. Karna sebenarnya khalifah pernah berniat untuk melanjutkan sekolah namun alasannya ongkos yang tidak memungkinkan membuatnya ikut menopang ekonomi keluarga, tetapi sebab argumentasi ekonomi yang makin sukar hasilnya Khalifah dinikahi oleh seorang laki-laki yang bahkan tak usang beliau identifikasi yang bernama Rasyid (Indra Herlambang), mereka lalu mengontrak rumah di kompleks yang tidak jauh dari kontrakan kluarga khalifah, setelah beberapa waktu menikah risikonya diketahui bahwa Rasyid seorang lelaki beraliran garis keras dengan profesi sebagai penjual prodak arab seperti minyak bacin dan obat-obatan, akantetapi Rasyid cenderung jarang pulang kerumah dan tidak pernah bersosialisasi dengan orang-orang di sekeliling rumah, bahkan menolak untuk menghadiri pemakaman seorang perjaka yang meninggal balasan overdosis dan menyampaikan “melayat orang seperti itu bukanlah kewajiban”. Akantetapi tidakdapat dibantah duit yang diberikan oleh rasyid dapat membantu kehidupan keluarganya dan adiknya mampu terus melanjutkan sekolah. Di depan kontrakan khalifah dan rasyid sendiri terdapat seorang lelaki yang kelihatannya memendam perasaan terhadap khalifah, ia ialah yoga (benjhosua) laki-laki yang berprofesi selaku penjahit yang seringkali memperhatikan khalifah.
Setelah sementara waktu menikah khalifah lalu mengandung anak rhosyid yang menciptakan khalifah dan rhosyid sungguh senang, tetapi karena sebuah hal kandungan khalifah menjadi keguguran, hal tersebut dimaknai oleh rhosyid bahwa kalifah dan dirinya tengah di tegur oleh allah SWT karena khalifah tidak menutup auratnya dengan baik. Khalifah cuma megenakan kerudung lazimyang tidak menutupi dada dan berpakaian seperti orang umum di indonesia. Akhirnya rasyid meminta memberikan sepotong kain pada khalifah yang oleh khalifah lalu di jait kepada yoga. Karena hal tersebut lalu korelasi yoga dan khalifah menjadi sedikit lebih akrab dan idak lagi canggung. Sebelumnya yoga bahkan mempertanyakan keyakinan khalifah untuk memakai cadar yang dianggap akan terlalu berlebihan, tetapi alasannya adalah dorongan suaminya dan rasa sedih sesudah kehilangan janin yang di kandungnya khalifah memutuskan untuk mengenakan cadar tersebut.
Pemakaian cadar/Burkha oleh khalifah tentu saja di tentang oleh orang-orang di sekelilingnya tergolong ayah kholifah, bahkan ketika di jalan khalifah acap kali di lihat oleh orang-orang secara sinis dan kadang kala di cap selaku istri teroris. Hal itu membuat khalifah menjadi terdiskriminasi, bahkan ia sempat di berhentikan oleh pemilik salon daerah dia bekerja, namun alasannya adalah tidak tega melihat keuangan khalifah, kesudahannya pemilik salon memberdayakan khalifah kembali dengan mengkushuskan hari untuk pelanggan muslimah/kusus wanita. Pekerjaannya pada salon kusus muslimah lalu mengantarkannya bertemu dengan seorang wanita yang juga mengenakan cadar yang diperankan oleh Titi Tsuma, namu mempunyai kehidupan yang tentusaja berlawanan mungkin tidak mengalami diskriminasi serupa seperti yng dialami oleh khalifah. Pada suatu hari bahkan khalifah pernah di serang oleh seorang ibu yang mengatakan suaminya pernah menjadi korban bom terorisme dan meluapkan kebencianya ada perempuan bercadar yang dikala itu khalifah sedang berada di halte bus. Kejadian tersebut makin membuat hati khalifah mengajukan pertanyaan dan berusaha untuk meneguhkan.
Setelah setibanya dirumah setelah mengalami rangkaian nasib buruk khalifah lalu mengetahui bahwa ia kembali mengandung dan sangat bergembira, dia menanti kepulangan rasyid untuk mengatakan kabar bangga tersebut, tetapi ternyata  rashyid dikabarkan sudah terbunuh oleh kepolisian lokal pada oprasi penggrebekan teroris. Sontak hal tersebut menciptakan khalifah menjadi kaget, ia kemudian mengunjungi rumahsakit untuk menyaksikan jasad suaminya, tetapi sehabis diketahui bahwa mayit tersebut memang benar suaminya, hal mengejutkan lain terungkap dikala seorang wanita yang juga mengenakan cadar menangis bareng putrinya.dan mengaku sebagai istri rasyid.

Analisis :
Dalam film Khalifah kita mampu mengetahui bagaimana suasana dan kondisi yang terjadi di indonesia sedang terjebak dalam isu terkini budaya terkenal yang mempergunakan konsumsi-konsumsi keagamaan sampai yang lang berbau agama danggap menawan. Budaya populer sendiri menurut Raimond Williams yakni bentuk konsumsi budaya yang digmari publik, lazimnya bukan suatu karya budaya yang bernilai tinggi. Barang budaya yang dihasilkan cuma untuk konsumsi. Dibuat untuk dirimereka sendiri, mirip halnya ekspresi dominan budaya film bergendre religi khususnya islam, sedangkan  ditinjau dari analisis film Khalifah itu sendiri muncul di tahun 2011 yaitu sesudah bumingnya film-film bergendre agama contohnya ayat-ayat cinta dan saat cinta bertasbih. Sedangkan dari sisi muatan cerita sendiri menurut aku film khalifat dianggap masih setandar, bahkan secara umum film yang ber gendre religi di indonisia malah kehilangan esan dari gendre itu sendiri, dan cuma mengakibatkan perhiasan agama selaku penarik, bukan selaku suatu fasilitas persuasif untuk menjadikan penduduk lebih kepincut untuk mempelajari agama tersebut melainkan menjebak khalayak untuk mengikuti ekspresi dominan agama tersebut. Misalnya saja kita perhatikan ekspresi dominan hijab akil balig cukup akal ini. Kita pahami bahwa maraknya penggunaan hijab di indonesia baru terjadi pasca runtuhnya orde gres, mulanya penggunaan hijab akan menyusahkan seseorang untuk mengisi persyaratan kerja maupun pendidikan alasannya adalah dianggap menutupi telinga dan ciri identitas mirip rambut dan tato.
Trand hijab kemudian mulai banyak digemari yang bermula pada jilbab setandar yang hanya melingkari kepala sampai saaat ini mulai banyak penggunaan hijab secara syar’i, konsumsi identitas hijab tersebut dilandasi oleh usulan untuk menutup aurat dalam agama, tetapi tidak dapat di pungkiri beberapa kelompok memaknai hijab selaku musim, contohnya ibu-ibu biasanya menggunakan hijab dikala keluar rumah alasannya akan merasa aib dikala lebih banyak didominasi memakai hijab, sedangkan akil balig cukup akal ini wanita yang tidak berkerudung akan dianggap sebagai perempuan yang tidak baik.
Dalam fil khalifah, pemakaian hijab didasari oleh usul rasyid menciptakan khalifah mengalami serangkaian problem yang begitu berat dikarenakan hijab bercadar/ burko di indoneia masih tidak populer, dan terlanjur telah memiliki stigma islam garis keras yang oleh penguasa politik dilebel sbagai terorisme, konsumsi identitas tersebut sebetulnya tidak di wajibkan dalam islam untuk memakai cadar, cadar ialah budaya wanita di timur tengah, bukan selaku budaya islam, namun karena tempatnya berasal dari timur yang oleh sebagian penganut fanatik dianggap selaku sentra peradaban islam maka mesti di tiru secara keseluruhan.
Bukan menjadi hal yang mustahil pemakaian burkho akan menjadi isu terkini dan di konsumsi khalayak banyak dan terlepas dari stigma negarif dikala media dan elite yang berkuasa memjadikan islam selaku budaya yang terkenal, di sisi lain kita mengenal tokoh rasyid selaku lebih banyak didominasi citra terosisme berlandaskan fatwa agama dari karakter yang dikenalkan mirip memiliki/ mengikuti islam garis keras, melakukan poligami, tidak senang berbaur dengan penduduk dan seterusnya yang di lebelkan pada terorisme, akantetapi cap terorisme sendiri bergotong-royong mulai melekat saat terjadinya pristiwa bom di wtc. Yang mengakibatkan dunia menuding agama islam selaku agama yang menginginkan perang.
Yang mampu kita pelajari dari film kahalifah disini yaitu bagaimana representasi penduduk dalam film memaknai hijab bercadar sebagai identitas yang terkonstruksi jelek  menciptakan khalifah mengalami stigma negatif. Secara sosiologis sendiri penggambaran tokoh khalifah dan rasyid cukup mempesona karena menggambarkan huruf yang sering kali termuat dalam surat kabar maupun perbincangan terkait keluarga teroris yang biasanya menganut islam garis keras, mempunyai lebih dari satu istri, tidak membaur dilingkungan sosial dan sebgainya.