Dengan sistem bermadzhab ini, anutan islam mampu terus dikembangkan, disebarluaskan & diamalkan dgn mudah pada semua lapisan & tingkatan umat islam. Melalui metode ini pola pewarisan & pengamalan pemikiran islam terpelihara kelurusan & terjamin kemurniannya.
Daftar Isi
Pengertian Madzhab (bermadzhab) Dan Taqlid
Madzhab (bermadzhab)
Sedangkan definisi lain diberikan oleh Dr. Sa’id Ramadhan Al-Buthi, menurutnya bermadzhab ialah mengikutinya orang awam atau orang-orang yg tak meraih kemampuan ijtihad.
Dan yg disebut Tidak Bermadzhab ialah tak mengikutinya orang awam atau orang-orang yg tak meraih kemampuan ijtihad, pada mujtahid manapun, baik dengan-cara tetap maupun tak tetap (Hasan, 2007: 77).
Taqlid
Syarat-syarat & Tingkatan Mujtahid
Dalam referensi ushul fiqh, bahwa tak semua mujtahid itu melahirkan mazhab yg mampu berdiri diatas kaki sendiri, tetapi sebagian besar mereka tetap mengakui sebagai pengikut Imam mazhab tertentu.
Selanjutnya berkaitan dgn tingkatan mujtahid, al-Ghazali & Ibu hammam Dalam Aceng (2007: 49-51) membagi tingkatan mujtahid menjadi dua, yakni:
- Mujtahid mutlak, yakni seseorang yg sudah memenuhi semua syarat-syarat yg ditetapkan.
- Mujtahid al-Muntashib, yaitu mujtahid yg hanya berijtihad dlm bidang-bindang tertentu saja.
Berbeda dgn pembagian terstruktur mengenai yg diajukan oleh Imam Al-Ghazali, Imam Syarifuddin Yahya Al-Imrithi dlm kitabnya Tashil al-Thuruqat halaman 57, yg mengklasifikasikan Mujtahid selaku berikut:
- Mujtahid Mutlak, yakni seseorang yg mempunyai metode lengkap dlm berijtihad seperti Imam Muhammad Bin Idris As-Syafi’i, Imam Ahmad Bin Hambal, Imam Abu Hanifah Dan Imam Malik bin Anas.
- Mujtahid Madzhab, yakni orang yg mempunyai kesanggupan mengenali kaidah-kaidah imam Madzhab, kemudian ia dapat menggali pertimbangan yg melampaui usulan imamnya, dr sebuah dalil. Seperti: Imam Muzani, Imam Buwaithi, & lain-lain.
- Mujtahid Fatwa, yakni orang yg sangat mendalam pengetahuannya ihwal madzhab imamnya sehingga bisa mentarjih salah satu diantara dua qoul, ketik dua qoul tersebut dimutlakkan oleh seorang imam. Seperti Imam Ar-Rofi’I & Imam An-Nawawi, Ibnu Hajar & Ar-Romli (Versi Kitab Tanwir Al-Qulub) (Muhibbul & Baihaqy, 2007: 16).
Syarat-syarat Dan Ketentuan Taqlid
Dan Kami tak menyuruh sebelum kau, kecuali orang-orang lelaki yg Kami beri wahyu pada mereka; Maka bertanyalah pada orang yg mempunyai wawasan jika ananda tak mengenali (An-Nahl: 43)
Melihat mafhum dr ayat diatas, berarti bagi orang yg mempunyai kemampuan untuk berijtihad, tak diperbolehkan taqlid atau mengikuti pendapatnya mujtahid lain. Seperti Imam Syafii tak boleh taqlid pada Imam Malik atau sebaliknya.
Mengapa Harus Bermadzhab Dan Kenapa Harus Empat Madzhab?
“ketahuilah! Bahwa sesungguhnya mengikuti salah satu dr empat madzhab (hanafi, maliki, Syafi’I, & hanbali) mengandung kemaslahatan yg besar & meninggalkan semuanya menenteng resiko kerusakan yg fatal”.
Alasan memilih kenapa empat madzhab saja Menurut Muchtar (2007, 24-25) dapat dijabarkan sebagai berikut:
Keempat madzhab tersebut merupakan Imam Mujtahid Mutlak Mustaqil, yakni imam Mujtahid yg bisa berfikir dengan-cara mandiri membuat Manhaj al-Fikr, pola, metode, proses & prosedur istinbath dgn seluruh perangkat yg dibutuhkan.
Keempat imam madzhab terebut mempunyai perilaku tawadlu’ & saling menghormati.
Pola-Pola Bermadzhab
- Metode Qauly (tekstual); yakni dgn merujuk eksklusif pada teks usulan imam mazhab empat atau usulan ulama pengikutnya (Masyhuri, 1997: 356).
- Metode Ilhaqi; yakni menyamakan hukum suatu kasus yg belum ada ketentuan hukumnya dgn masalah yg telah ada hukumnya dlm kitab-kitab fikih.
- Metode manhajiy (Bermadzhab Secara Manhajiy / Metodologis);Yaitu menyelesaikan permasalahan aturan dgn mengikuti jalan pikiran & kaidah penetapan hukum yg telah disusun oleh imam mazhab. Prosedur operasional metode manhajiyadalah dgn mempraktekkan qawaid ushuliyyah (kaidah-kaidah ushul fiqh) & qawaid fiqhiyyah (kaidah-kaidah fiqh).
Secara historis, mazhab dlm islam dapat di kenali menjadi dua kelompok besar, yakni ahl Al-ra’y & ahl al-Hadits, atau biasa dikenal dgn faksi hijaz & faksi kufah.
Sementara faksi kedua diwakili oleh imam Malik bin Anas ibn Amr, seorang faqih & ulama’ yg lebih banyak memakai hadits & tradisi penduduk Madinah sebagai referensi dlm pemikiran ijtihadnya.
Dalam konteks bermadzhab, terlihat bahwa eksistensi mazhab hanafi, Maliki, Syafi’I & Hambali mempunyai basis yg kuat dlm komunitas masyarakat islam, para pengikut & murid mazhab-mazhab tersebut mengembangkannya sehingga konstruksi tersebut kian mengakar.
Pluralisme Madzhab
Disinilah pentingnya tugas fiqh dlm menyampaikan solusi / pemecahan urusan. Tapi masih banyak diantara kita yg menatap fiqh selaku sesuatu yg sungguh dogmatik, gara-gara cara bermazhab yg terpaku pada mazhab qouli & tak disertai dgn pemahaman perihal madzhab manhaji (Masalah ini pernah disampaikan oleh ia Tholhah Hasan dlm lembaga halqoh Masa’il Diniyah di Pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang. Lihat Tholhah Hasan. 2007:: 84).
Mayoritas ulama’ mazhab, seperti Imam Rafi’I, Ibnu Hajib, Al-Amidi, Kamal Hamam & lain-lain menyetujui usulan yg menyetujui orang awam yg tak mampu berujtihad mengikuti pertimbangan atau fatwa iman mazhab dengan-cara tak tetap dlm aneka macam urusan.
Dengan pendapat tersebut seseorang bermakna dapt mengiktui mazhab tertentu (mazhab Syafi’I & hanbali seumpamanya) tetapi dlm persoalan tertentu ia mengikuti mazhab lain. Namun dirinya tetap menyatakan dirinya bermazhab Syafi’I atau Hanbali.
Rekontruksi Metode Bermazhab Secara Manhajiy
Dewasa ini fiqh Islam dianggap mandul lantaran tugas kerangka teoritik ilmu ushul fiqh dirasa kurang berhubungan lagi untuk menjawab problem kekinian. Oleh karenanya, timbul banyak tawaran metodologi gres dr para pakar Islam kontemporer dlm usaha menggali hukum Islam dr sumber aslinya untuk diadaptasi dgn dinamika pertumbuhan zaman.
Metode manhajiy merupakan suatu perkembangan yg ideal lantaran konsekuensi penggunaan metode ini yaitu harus mengacu pada metode penggalian hukum mazhab empat dengan-cara komprehensif dgn memperhatikan ragam & hirarkinya.
Akan tetapi itu saja tak cukup, karena baik kaidah fiqh maupun ushul fiqh dlm batas tertentu akan tak bisa memecahkan problem aturan kekinian. Oleh karenanya semoga metode itu compatible dengandunia modern, maka perlu ada pengembangan metodologi.
Sementara berijtihad dengan-cara manhajiy dgn pengertian di atas, masih mengambil & mengikuti apa yg sudah dihasilkan oleh ulama mazhab, belum hingga pada pengembangan metodologi yg mesti menjadi keperluan dlm kontek memecahkan problem hukum kekinian
Pengembangan metodologi dilatarbelakangi oleh realita ketidakcukupan metode klasik memecahkan problem-problem kontemporer. Sementara metode-metode sain terbaru karena meninggalkan peran wahyu pula dirasa tak cukup memberikan tanggapan kebutuhan muslim kontemporer.
Pada titik inilah Qodri Azizi mencoba memberikan suatu ide untuk mengisi ruang kosong dlm hal pengembangan metodologi, yakni bermazhab dgn menggunakan pendekatan ijtihad saitifik-terbaru.
Sementara itu KH. Sahal Mahfudz pula menyampaikan ide gres dlm menggali hukum islam, Bagi KH. Sahal bermazhab dengan-cara metodologis (manhaji) merupakan sebuah keharusan, karena teks-teks fiqh dlm kitab kuning dipandang sudah tak aplicableseiring dgn berubahnya ruang & waktu (Sumanto, 1999: 116).
Pada tataran aplikasi KH. Sahal Mahfudh sepertinya setuju dgn usulan Maliki & Hanbali dgn desain al-Maslahah al-Mursalah & asy-Syatibi dengann teori maqashid al-Syariah.
Cara ini ditempuh supaya dlm proses penggalian aturan (istinbath) tak terjerat ke dlm arus modernitas–liberal semata, dia memberikan tawaran pemikiran “Fiqih Sosial” (Sumanto, 1999: 119-120).
Menurut Muhibbul Aman Ali, bahwa pada zaman sekarang tak ada alasan untuk menolak taqlid pada imam madzhab empat, karena tak dimungkinkannya setiap insan mengambil aturan-hukum agama eksklusif dr sumbernya.
Sebagaimana pembahasan diatas, maka mampu disimpulkan bebarapa hal, yakni:
- Bagi orang-orang yg tak menyanggupi syarat-syarat ijtihad mirip diatas maka wajib baginya untuk taqlid dgn pertimbangan Imam Madzhab.
- Menurut sebagian pendapat bahwa berpindah madzhab dlm persoalan tertentu itu diperbolehkan.
- Metode penggalian hukum oleh para mujtahid dibagi menjadi tiga, yakni metode Qouli (tekstual), Metode Ilhaqi, & Metode Manhaji.
- Dalam perkembangan zaman yg makin terbaru, muncul aneka macam pertimbangan wacana desain baru dlm bermadzhab mirip yg digagas oleh Qodri Azizi wacana Santifik Modern & desain yg diajukan oleh KH. Sahal Mahfudz Tentang Fiqh Sosial.
Daftar Pustaka
- Aziz Masyhuri. 1997. Masalah Keagamaan NU. Surabaya: PP. RMI & Dinamika Press
- Ahmad Zahro. 2004. Tradisi Intelektual NU: Lajnah Bahtsul Masa’il 1926-1999. Yogyakarta: LkiS
- Aceng Abd. Aziz, dkk. 2007. Islam Ahlu Sunnah Waljama’ah Indonesia. Cet.II. Jakarta: Pustaka Ma’arif NU
- Masyhudi muchtar,dkk. 2007. Aswaja An-Nahdliyah. Cet.I. Surabaya: Khalista
- Syarifuddin Yahya Al-Imrithi. Tt. Tashil At-Thuruqot. Kediri: Hidayatul Mubtadi’in Lirboyo
- Tholhah Hasan. 2007. Aswaja Dalam Persepsi Dan Tradisi NU. Cet.V. Jakarta: Lantabora Press
- Muhibbul Amali.dkk. 2007. Ajaran, Fatwa Dan Amaliyah aswaja. Cet.III. Pasuruan: PCNU Kab. Pasuruan
- Sumanto al-Qurtubi. 1999. KH. M.A. Sahal Mahfudh, Era Baru Fiqih Indonesia. Yogyakarta: Penerbit CERMI
- Qodri Azizi. 2003. Reformasi Bermazhab, Sebuah Ikhtiar Menuju Ijtihad Saintifik Modern. Jakarta: Penerbit Teraju