Aktivitas Dalam Pembelajaran; Esensi, Prinsip dan Jenis-jenisnya

Pada prinsipnya berguru yakni berbuat. Berbuat untuk mengubah tingkah laris, jadi melaksanakan kegiatan. Tidak ada belajar, jika tak ada aktivitas. Itulah sebabnya kegiatan merupakan prinsip atau asas yg sungguh penting di dlm interaksi berguru-mengajar (Sardiman, 2008: 96).

 Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yg sangat penting di dlm intera Aktivitas Dalam Pembelajaran; Esensi, Prinsip & Jenis-jenisnya

Pendidikan modern menekankan pada kegiatan anak dlm proses pembelajaran mengajar. Anak aktif sendiri & mencari sendiri. Dengan demikian anak akan lebih bertanggungjawab & berani mengambil keputusan sehingga pemahaman mengenai suatu dilema benar-benar mereka pahami dgn baik.

Menurut persepsi psikologi setiap peserta didik hanya belajar 10% dr yg dibaca, 20 % dr yg didengar, 30 % dr yg dilihat, 50 % dr yg dilihat & didengar, 70% dr yg dikatakan, & 90 % dr yg dibilang & dilakukan (Ramayulis, 2005: 99).

Jean Jaques Rousseau, tokoh utama teori naturalisme, berpendapat bahwa anak mempunyai sejumlah peluangatau kesanggupan. mereka berasumsi bahwa individu bukan saja mempunyai kesempatanatau kemampuan untuk berbuat atau melakukan banyak sekali tugas, namun pula memiliki kemauan & kesanggupan untuk berguru & berkembang sendiri (Abuddin, 2012: 33).

Montessori sebagaimana dikutip Sardiman (2008: 96) pula memastikan bahwa anak-anak mempunyai tenaga-tenaga untuk berkembang sendiri, membentuk sendiri. Pendidik akan berperan pembimbing & mengamati perkembangan anak didiknya. Pernyataan Montessori ini menawarkan petunjuk bahwa yg lebih banyak melakukan kegiatan di dlm pembentukan diri ialah anak itu sendiri.

Kegiatan belajar lebih dipandang dr segi prosesnya dr pada sisi perolehan pengetahuan dr fakta-fakta yg terlepas-lepas. Proses tersebut berupa “…. constructing and restructuring of knowledge and skills (schemata) within the individual in a complex network of increasing conceptual consistency…..”. bantuan makna terhadap objek & pengalaman oleh individu tersebut tak dilaksanakan dengan-cara sendiri-sendiri oleh siswa, melainkan lewat interaksi dlm jaringan kelas yg unik, yg terbentuk baik dlm budaya kelas maupun di luar kelas.

Oleh sebab itu pengelolaan pembelajaran harus diutamakan pada pengelolaan siswa dlm memproses gagasannya, bukan semata-mata pengelolaan siswa, lingkungan belajarnya, & atau prestasi belajarnya (Asri, 2005: 58).

Disinilah letak pentingnya aktivitas dlm pembelajaran, yg tak lain merupakan untuk memperlihatkan pengalaman, pemrosesan gagasan serta derma makna oleh siswa itu sendiri. Karena inti dr pendekatan pembelajaran berbasis kegiatan ialah “mencar ilmu dgn melakukan”.

  Pandangan Supervisi Pembelajaran; Directive, Non Directive, dan Collaborative

Upaya melaksanakan pembelajaran yg menekankan pada pengaktifan belajar siswa didasarkan atas perkiraan-perkiraan tertentu. Ada sejumlah asumsi dasar pembelajaran yg berpusat pada siswa. Menurut Sumiati & Asra (2008: 39) ialah:

  • Kegiatan belajar merupakan sebuah proses kontinyu & bermacam-macam.
  • Dalam proses berguru ada keterlibatan mental dr siswa dengan-cara optimal.
  • Komunikasi dlm pembelajaran berlangsung dlm banyak arah.
  • Untuk mengarahkan kegiatan mencar ilmu siswa perlu menggunakan aneka macam sistem pembelajaran yg efektif.

Prinsip-prinsip Aktivitas

Dalam teori pendidikan usang, yg dikembangkan di dunia Barat, dibilang bahwa pertumbuhan seseorang cuma dipengaruhi oleh pembawaannya (nativisme). Sebagai lawannya meningkat pula teori yg mengajarkan bahwa perkembangan seseorang cuma ditentukan oleh lingkungannya (empirisme).

Sebagai sintesisnya dikembangkan teori ketiga yg menyampaikan bahwa pertumbuhan seseorang ditentukan oleh pembawaan & lingkungannya. Dalam Islam, kira-kira konvergensi inilah yg mendekati kebenaran (Tafsir, 2014: 34).

Sebagaimana Sabda Rasulullah saw yaang menjelaskan tentang keadaan seseorang tatkala hadir ke dunia, selaku berikut:

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ حَتَّى يُعْرَبُ عَنْهُ لِسَانُهُ, فَأبَوَاهُ يُهَوِّدَانَهُ أوْ يُنَصِّرَانَهُ أوْ يُمَجِّسَانَهُ. (ع طب هق) عن الأسود بن سريع (صح).

Artinya: Dari Aswad Bin Sari’: “ Setiap anak dilahirkan dlm keadaan menenteng fitrah sebelum lisannya dirubah, ayah & ibunyalah yg membuatnya Yahudi, Kristen, atau Majusi”. (Jami’us Shaghir, Hadis ke 6356: 415)

Prinsip-prinsip kegiatan dlm belajar dlm hal ini akan dilihat dr sudut pandang pertumbuhan konsep jiwa menurut ilmu jiwa. Secara garis besar dibagi menjadi dua persepsi, yakni ilmu jiwa usang & ilmu jiwa terbaru (Sardiman, 2008: 97).

Menurut Pandangan Ilmu Jiwa Lama

Dalam pendidikan kuno acara anak tak pernah diamati lantaran menurut pandangan mereka anak dilahirkan tak lain sebagai “orang sampaumur dlm bentuk kecil”. Ia mesti diajar menurut hasratorang dewas. Karena itu ia harus mendapatkan & mendengar apa-apa yg diberikan & disampaikan orang cukup umur/pendidik tanpa dikritik. Anak tak ubahya mirip kertas putih atau gelas kosong yg pasif mendapatkan apa saja yg dituangkan kedalamnya (Ramayulis, 2005: 107).

  45+ Teladan Perilaku Dan Perilaku Yang Menawarkan Cinta Tanah Air Di Lingkungan Sekolah Dan Masyarakat

John Locke (1632) dgn konsepnya Tabularasa, mengibaratkan jiwa (psyche) seseorang bagaikan kertas putih yg tak bertulis. Kertas putih ini kemudian akan menemukan coretan atau tulisan dr luar. Terserah unsur dr luar yg akan menulis, mau ditulisi merah atau hijau, kertas itu akan bersifat reseptif. Konsep semacam ini kemudian ditransfer ke dlm dunia pendidikan (Abuddin, 2012: 242).

Kaprikornus menurut teori ini, siswa diumpamakan kertas putih, sedang unsur dr luar yg menulisi adalah guru. Dalam hal ini terserah pada guru, mau dibawa kemana, mau diapakan siswa itu, karena guru yaitu yg memberi & mengendalikan siswa. Dengan demikian, aktivitas didominasi oleh guru, sedang siswa bersifat pasif & menerima begitu saja. Guru menjadi seseorang yg adidaya didalam kelas.

Menurut Pandangan Ilmu Jiwa Modern

Aliran terbaru merombak & mengganti pandangan itu & menggantikannya dgn penekanan pada kegiatan anak pada proses pembelajaran (Ramayulis, 2005: 107).

Aliran ilmu jiwa yg tergolong modern akan menerjemahkan jiwa insan selaku sesuatu yg dinamis, mempunyai potensi & energi sendiri. Oleh alasannya itu, peran pendidik yakni membimbing & menyediakan kondisi supaya anak didik dapat membuatkan talenta & potensinya. Dalam hal ini, anaklah yg beraktivitas, berbuat & aktif sendiri. Sehingga yg penting bagi guru adalah menyediakan kondisi yg kondusif (Sardiman, 2008: 97).

Yang dimaksud dgn kegiatan berguru ialah kegiatan yg bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan berguru kedua acara itu mesti selalu berkait. Contoh seseorang siswa yg sedang membaca buku, dengan-cara fisik siswa tersebut menghadapi suatu buku, namun mungkin pikiran & perilaku mentalnya tak tertuju buku yg dibaca. Ini menunjukkan tak ada keselarasan antara kegiatan fisik maupun aktivitas mental. Kalau telah demikian, mencar ilmu itu tak akan optimal (Sardiman, 2008: 100).

Jenis-jenis Aktivitas Belajar

Adanya pergeseran paradigma pendidikan dikala ini menuntut dilakukannya pergeseran proses pembelajaran di dlm kelas. Peran guru ketika ini diarahkan untuk menjadi fasilitator yg dapat menolong siswa dlm belajar, bukan sekedar menyampaikan materi saja. Guru harus bisa melibatkan siswa dlm kegiatan pembelajara dengan-cara optimal.

  Mengusut Tentang Pendidikan Anak Pada Usia Dini

Sekolah yakni salah satu sentra kegiatan belajar. Dengan demikian, disekolah merupakan arena untuk berbagi kegiatan. Banyak jenis acara yg dapat dijalankan oleh siswa di sekolah. Aktivitas siswa tak cukup cuma menyimak & mencatat seperti yg umum terdapat disekolah-sekolah tradisional.

Paul B. Diedrich dlm Ramayulis (2005: 108) membuat sebuah daftar yg berisi 177 macam kegiatan siswa yg antara lain dapat digolongkan selaku berikut:

  • Visual activities, yg termasuk di dalamnya misalnya, membaca, memerhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
  • Oral activities, mirip: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi rekomendasi, mengeluarkan usulan, menyelenggarakan wawancara, diskusi, interupsi.
  • Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.
  • Writing activities, seperti contohnya menulis kisah, karangan, laporan, angket, menyalin.
  • Drawing activities, contohnya: menggambar, menciptakan grafik, peta, diagram.
  • Motor activities, yg tergolong didalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model merepasi, bermain, berkebun, berternak.
  • Mental activities, sebagai pola mislanya: merespon, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, menyaksikan korelasi, mengambil keputusan.
  • Emotional activities, seperti contohnya, menaruh minat, merasa jenuh, besar hati, bersemangat, garang, berani, hening, gugup.

Jadi pembagian terstruktur mengenai kegiatan mirip diuraikan di atas, menunjukkan bahwa aktivitas di dlm pembelajaran cukup kompleks & beragam. Kalau banyak sekali macam kegiatan tersebut mampu diciptakan dlm pembelajaran, tentu Pembelajaran akan lebih dinamis, tak menjemukan & sungguh-sungguh menjadi pusat kegiatan mencar ilmu yg optimal & bahkan akan memperlancar peranannya selaku sentra & transformasi kebudayaan.

Tetapi sebaliknya semua ini merupakan tantangan yg menuntut balasan dr para guru. Kreativitas guru mutlak diharapkan biar dapat merencanakan kegiatan siswa yg sungguh beragam itu.

DAFTAR PUSTAKA

 

  • Asri, Budiningsih. 2005. Belajar & Pembelajaran, Jakarta: PT. Rineka Cipta
  • Jalaluddin Abdurrahman. Tt. Jami’us Shaghir Min Hadis al-Basyir al-Nadlir, Dar al-Kutub al-Nafidah.
  • Nata, Abuddin. 2012. Pemikiran Pendidikan Islam & Barat, Jakarta: Rajawali Pers.
  • Ramayulis. 2005. Metodologi Pendidikan Agama islam. Jakarta: Kalam Mulia
  • Sardiman. 2008. Interaksi dam Motivasi berguru-mengajar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
  • Sumiati, Asra. 2008. Metode Pembelajaran, Bandung: CV. Wacana Prima.
  • Tafsir, Ahmad. 2014. Ilmu Pendidikan dlm Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja Rosda Karya.