Selepas Ramadhan, Apa yang Tersisa?

Hampir sebulan kita berpisah dgn Ramadhan. Bulan mulia yg membuat kita tiba-datang sungguh bergairahuntuk berinfak. Siangnya kita berpuasa, malamnya shalat tarawih, masih ditambah shalat tahajud, hingga kita berik’tikaf di 10 malam terakhirnya. Pun, tilawah & sedekah kita melejit. Kita merasa begitu bersahabat dgn-Nya.

Kini, selepas Ramadhan pergi, apa yg tersisa? Masihkah kita berkala membaca Al Qur’an? Sungguh luar biasa bila kita mampu bertahan dua juz per hari di bulan Syawal ini. Masihkah kita berkala bangun malam untuk bertahajud & bermunajat terhadap Tuhan? Rasulullah pernah mengingatkan sahabatnya, satu hal yg agaknya sangat secara umum dikuasai kita alami selepas Ramadhan pergi. “Wahai Abdullah,” kata Rasulullah menciptakan bergetar hati yg disapa, “Janganlah kamu-sekalian mirip Fulan. Dulu beliau bersungguh-sungguh shalat malam, sekarang sudah tak lagi.” Coba kita raba hati kita, apakah kita seperti dgn Fulan yg dimaksud Rasulullah. Jika iya, mari beristighfar. Astaghfirullah.

Di bulan Ramadhan, kita dimudahkan Allah menjaga hati. Tak ada marah, tak ada emosi. Tiba-datang suasana menjadi damai. Tetangga, sahabat, rekan kerja, hanyut dlm situasi religi. Bahkan televisi juga dipenuhi dgn taygan program & iklan yg menyejukkan. Masihkah kita mencicipi suasana ini? Minimal dlm satu faktor, mengatur marah. Masihkah kita mudah mengendalikan emosi masa berinteraksi dgn suami, anak-anak, & orang-orang yg kita jumpai? Atau, selepas Ramadhan pergi kita menjadi cepat tersinggung? Tidak bersabar dgn tingkah buah hati kita? Suami telat sedikit pulang kerja kita marah pa&ya? “Laa taghdhab walakal jannah, janganlah murka & bagimu nirwana”.

Keberhasilan puasa & Ramadhan kita sebenarnya bisa dilihat setelah bulan suci itu pergi meninggalkan kita. Apa bekasnya? Masih banyakkah efek Ramadhan memperbaiki dlm diri kita? Jika kita hanya baik ketika Ramadhan, hanya banyak ibadah dikala Ramadhan, cuma semangat shalat malam dikala Ramadhan, hanya bersungguh-sungguh tilawah saat Ramadhan, jangan-jangan kita seperti yg diistilahkan para ulama: hamba Ramadhani. Bukan hamba yg Rabbani.

  Biografi Galileo Galilei

Dan saat kita memperoleh ketika ini diri terjatuh, kembali dlm kubangan kemalasan ibadah, mari secepatnya beristighfar & berbenah. “Fafirruu ilallah…” Bersegeralah menuju Allah. Mau ke mana diri ini jika tak berlari mendekat kepada Allah? Siapa yg mau kita unggulkan untuk menolong kita & menjadi tempat bergantung selain Dia? Fafirruu ilallah… Dan biarlah situasi Ramadhan itu selalu tersadar. Kalaupun tak mampu semuanya, janganlah hilang semuanya. Ada bekasnya. Ada efeknya. Sebab kalau Ramadhan adalah syahrut tarbiyah, bulan pendidikan & bulan pembinaan, maka ketika inilah implementasi training itu. Pembuktian, apakah latihan kita berhasil atau tak. [Tim Redaksi Webmuslimah.com]