Memuliakan Tamu, Buah dari Keimanan

“Silahkan disantap, Mbak” katanya sambil menghi&gkan beberapa potong gorengan, donat & dua gelas es yg gres dibuatnya. Saya & seorang sahabat aku cuma tersenyum kecil, aib.

Kami lalu memulai obrolan ringan sembari menikmati donat yg disuguhkannya terhadap kami. Beberapa dikala lalu, mbak Ria masuk ke dlm rumah lantas keluar dgn satu bakul mangga di tangannya.

“Mbak, ini ada mangga. Silahkan dikonsumsi”

Kini satu bakul mangga di hadapan kami. Tanpa rasa aib, saya eksklusif menyergap buah mangga itu. Wah betapa tak, kemaren saya gres saja niat membeli mangga di tempat biasanya, eh kini telah ada di depan mata.

Belum habis mangga di tangan saya, mbak Ria masuk ke dapur lagi. Saya mengekor di belakangnya sekalian mau melihat-lihat ruangan rumah. Aah ternyata perabotannya belum banyak, pikir aku waktu itu.

“Mbak membuat apa?” tanya aku sambil memperhatikan isi rumah

“kolak kacang ijo” jawabnya sambil mematikan kompor gas. Di atasnya suatu panci kecil dgn kolak kacang ijo yg masih mengeluarkan uap.

Kami kemudian berlangsung ke ruang tamu dgn dua mangkuk kolak kacang ijo. Hmm…. Padahal, sebelum berangkat tadi aku sempat ngelirik gerobak pedagang kacang ijo di samping pedagang bubur ayam. Alhamdulillah kini ada di depan mata

“Mbak? Apalagi ini?” tanya aku dikala menyaksikan mbak Ria mengeluarkan nasi beserta lauk pauknya, ada mie, ada sambil teri, telur dadar & sayur lodeh. Alamaaak… apa pula ini?

“Ayuk dikonsumsi” katanya lagi diantara kebengongan saya melihat perlakuan mbak Ria & suami terhadap kami. Super istimewa!!!

Kami cuma diam menatap semua masakan di depan kami. “Kenapa mampu sebanyak ini?” asumsi saya terbang entah ke mana. Sementara terdengar bunyi sepasang suami istri ini terus mempersilahkan kami.

  Faktor Yang Perlu Dipertimbangkan Dalam Menentukan Besarnya Skala Peta Yaitu

Aaah… ya sudahlah makan saja lagi… meskipun bantu-membantu saya aib alasannya adalah tak dinyana silaturrahmi kami kali ini bakal menerima perlakuan seistimewa ini.

“Udah mbak, ga usah dicuci. Biar nanti saya aja yg cuci”

“Ah kagak apa mbak” saya memaksakan diri menjinjing beberapa buah piring bekas makan kami kewastafel.

“Sudah mbak, ga usah dicuci. Tamu tiba bukan untuk mencuci piring” kata suami mbak Ria dari ruang tamu yg hanya berjarak beberapa meter dari dapur.

Tapi aku tak menghiraukannya, saya terus melanjutkan mencuci piring hingga usai meski tak semua.

Setengah jam lalu, kami pamit pulang. Namun mbak Ria, tak tinggal membisu. Satu kantong plastik yg berisi mangga & kolak kacang ijo disuruhnya untuk kami bawa pulang ke asrama. Aduuuh… kami jadi malu. Ke sini tak bawa apa-apa, eh pulang kenyg. Dapat mangga pula. Subhanallah!

Dalam perjalan menuju asrama saya terus berpikir dgn perlakuan sepasang seorang suami istri yg telah hafal 30 juz ini. Perlakuan yg istimewa untuk seorang tamu. Padahal kami gres mengenalnya dua pekan yg kemudian, dikala mbak Ria mulai mengajar di sekolah kami.

Ini adalah pelajaran berguna sekaligus tamparan buat kami. Bagaimana kami seharusnya memperlakukan seorang tamu. Bahwa telah seyogyanya seorang tamu diperlakukan istimewa.

Walaupun sering kali memang berat, apalagi kondisi ekonomi se&g terhimpit mirip mbak Ria. Tapi cara dia & suami memperlakukan tamu, yakni implikasi dari keimanannya sekaligus memperlihatkan kemuliaan & kebersahajaan akhlaknya yg selama ini kami kenal kebaikannya.

Saya jadi ingat hadits Rasululllah, yg artinya “dari Abu Hurairah ra, dari Nabi saw bersabda : ”Barang siapa yg beriman terhadap Allah & hari akhir, hendaknya beliau memuliakan tamunya. Barang siapa yg beriman kepada Allah & hari akhir hendaklah ia menyambung tali perasudaraan. Dan barang siapa yg beriman terhadap Allah & hari final, hendaklah beliau berkata baik atau membisu.” (Muttafaq ‘alaih)

  Puisi Tentang Gundah Hati | Puisi Galau

Waallahu a’lam bish-showab….