Puisi Kritik Sosial | Lelaki Penikmat Sepi Mati

Lelaki Penikmat Sepi Mati “width=400>

PUISI LELAKI SEPI PENIKMAT MATIKarya YS Sunaryo

Aku singgahi hati laki-laki sepi di malam menjelang fajar. Terbaca tumpukan puisi dlm diksi yg menghambur sunyi. Juga bait-bait pemberontakan yg tak bisa menjadi sajak pergeseran. Di helai-helai nyeri, ia belum usai mengurai kusut silam yg menutup seluruh celah perjalanan.

Lelaki itu begitu dekat memanggil dirinya sebagai sang mati. Ia terkepung jejak-jejak salah di semua pijakan. Harga diri telah rontok bak gugur rambut saat itu juga. Segala tunggangan terhempas tanpa bekas. Terusir dr segala lezat jamuan.

Aku mengetahui makna sang mati yg ia sematkan di tubuhnya yg mulai tua. Mati alasannya adalah diri merasa tak lagi memberi arti di sekumpulan tangisan buah hati yg kehendaki ia kembali. Terutama di rumah belaian bareng ibunya yg sekarang masih teronggok di rerimbun duri.

“Ini karena ulahmu dahulu kan?” Tanyaku sambil menatap matanya yg makin sayu. “Itu aku!” jawabnya sambil menunjuk jari ke ruang gelap. Bersama arah telunjuknya, mataku mengamati sebuah tebal gulita. Tak ditemukan apa-apa, kecuali suara gemericik air di samping mushala.

Saat laki-laki itu kulihat lagi, nampak ia sedang berwudu. Katanya, ini wudu di sepertiga malam yg keseribu kurang satu; untuk rindu pada keabadian cinta. Di dunia yg ditikamnya, ia inginkan mati tepat dlm kalimat selesai “tiada Tuhan kecuali Dia”. Di akhir hayat berkalimat ini, katanya, segala cinta pasti kembali ada. Dan semua sepi – nyeri cuma kekal di tubuh tanpa kembali pada pelukan Ilahi.

Bandung, 14 Maret 2018

  Puisi Keyakinan [motivasi islami] - Oleh Chumairoh

Demikianlah puisi kritik sosial berjudul puisi laki-laki penikmat sepi mati baca pula puisi kritik sosial dgn satire atau puisi cerita kehidupan sosial yg telah dipublikasikan wargamasyarakat.org sebelumnya.

Semoga puisi lelaki penikmat sepi mati dapat menghibur & memberi gagasan untuk menulis puisi sosial masyarakat atau puisi sajak sepi lelaki kesepian.