Metode, Tujuan, Dan Prinsip Ekonomi Islam Menurut Para Mahir


Sistem Ekonomi Islam – Sebelum diuraikan lebih jauh hingga pada pemahaman ihwal prinsip ekonomi islam, apalagi dulu kita perlu memahami arti kata tersebut mulai dari sistem. Mempersoalkan tata cara bergotong-royong bukan membahas hal yang gres. Memang di dunia ini tidak ada yang sama sekali gres. Kalau ada yang baru, bantu-membantu sesuatu itu telah lama ada. Dinilai baru, karena gres ditemukan, baru diungkapkan, baru dikenali oleh orang banyak. 
 
 Sebelum  diuraikan lebih  jauh sampai pada pemahaman tentang prinsip ekonomi islam Sistem, Tujuan, dan Prinsip Ekonomi Islam Menurut Para AhliUntuk hingga pada kesepakatan di antara orang-orang kepada sesuatu yang sepertinya baru itu, terlebih dahulu terjadi pertentangan pertimbangan yang berlanjut pada perdebatan. Perdebatan ini menciptakan sebuah keputusan yang seolah-olah gres, pada hakekatnya bukanlah hal yang gres (Onong Uchjana Effendy, Sistem Informasi dalam Manajemen, Bandung: Penerbit Alumni, 1981, halaman 42).

Sistem ialah sesuatu yang memiliki bab-bab yang saling berinteraksi untuk meraih tujuan tertentu lewat tiga tahapan, ialah Input, proses dan output. Dalam arti luas perumpamaan “tata cara” telah disamakan maknanya dengan ungkapan “cara”. Pada dasarnya sesuatu dapat disebut metode apabila memenuhi dua syarat. Pertama yakni memiliki bagian-bab yang saling berinteraksi dengan maksud untuk mencapai tujuan tertentu. Syarat yang kedua adalah bahwa suatu tata cara mesti memiliki tiga unsur, ialah input, proses dan output (Nugroho Widjajanto, Sistem Informasi Akuntansi, Jakarta: Erlangga, 2001, hlm. 2)

Kata ekonomi diambil dari bahasa Yunani kuno (greek), yang bermakna “mengontrol permasalahan rumah tangga”, dimana anggota keluarga yang bisa, ikut terlibat dalam menghasilkan barang-barang berguna dan menolong memperlihatkan jasa (Taqyuddin An-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif;Perspektif Islam, Surabaya: Risalah Gusti, 1996, hlm. 47).

Meskipun ilmu ekonomi dan sistem ekonomi sama-sama membicarakan ekonomi, kedua hal ini sangat berlainan. Ilmu ekonomi pembahasannya meliputi kegiatan yang menertibkan untuk memperbanyak kekayaan. Sedangkan, tata cara ekonomi tidak dibedakan berdasarkan banyak sedikitnya kekayaan, bahkan sama sekali tidak terpengaruh oleh kekayaan. Sistem ekonomi masing masing mempunyai hal corak, bentuk dan tujuannya yang berlainan-beda. Sistem ekonomi sendiri terbagi menjadi tiga adalah tata cara kapitalis, sosialis dan Islam.

Ekonomi Islam ialah kumpulan dari dasar-dasar umum ekonomi yang diambil dari Al-Qur‟an dan sunnah Rasulullah serta dari tatanan ekonomi yang dibangun di atas dasar-dasar tersebut. Dari kedua dasar tersebut secara konsep dan prinsip yaitu tetap, tetapi pada praktiknya untuk hal-hal dan suasana serta kondisi tertentu mampu saja berlaku luwes ada pula yang bisa mengalami pergeseran (Ahmad Izzan, Syahril Tanjung, Referensi Ekonomi Syariah Ayat-ayat Al-Qur’an yang Berdimensi Ekonomi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2006, hlm. 32).

  Pemahaman Dan Sumber-Sumber Pemasukan Asli Daerah (Pad)

Yang dimaksud metode ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi yang dilaksanakan dalam praktek (penerapan ilmu ekonomi) sehari-hari dalam rangka mengorganisasi aspek buatan, distribusi, dan pemanfaatan barang dan jasa yang dihasilkan tunduk dalam peraturan perundang-usul Islam. Dengan demikian, peraturan perundangan perekonomian Islam yakni Al-Qur‟an dan Sunnah (Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Cet. 1, Jakarta: Sinar Grafika, 2000, h. 14).

Sistem ekonomi Islam yang berlandaskan pada Al-Qur‟an dan sunnah dalam semua uraiannya selalu menatap insan secara utuh, sehingga Al-Qur‟an dalam memaparkan ajarannya dengan memperhatikan kepentingan individu dan masyarakat. Individu dilihatnya secara utuh, fisik, akal, dan kalbu, dan masyarakatdihadapinya dengan menekankan adanya kalangan lemah dan berpengaruh, tetapi tidak menyebabkan mereka dalam kelas-kelas yang saling berlawanan sebagaimana halnya komunis, tetapi mendorong mereka semua untuk bekerja sama guna menjangkau kemaslahatan individu tanpa mengkorbankan penduduk atau sebaliknya (M. Quraish Shihab, Menabur Pesan Illahi Al-Qur’an dan Dinamika Kehidupan Masyarakat, Jakarta: Lentera Hati, 2006, h. 194).

Sistem ekonomi Islam lahir selaku sistem yang mampu menunjukkan kemaslahatan bagi seluruh masyarakat. Karena Islam memandang persoalan ekonomi tidak dari sudut pandang kapitalis yang memberikan keleluasaan serta hak pemilikan kepada individu dan menggalakkan usaha secara perorangan. Tidak pula dari sudut pandangsosialis yang ingin menghapuskan semua hak individu dan menimbulkan mereka mirip budak ekonomi yang dikendalikan oleh negara. Tetapi Islam membenarkan sikap mementingkan diri sendiri tanpa membiarkannya menghancurkan masyarakat (Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid I, Jakarta: PT. DanaBhakti Wakaf, 1995, h. 10).

Di bawah sistem ekonomi Islam, penumpukan kekayaan oleh sekelompok orang dihindarkan dan tindakan dikerjakan secara otomatis untuk memindahkan aliran kekayaan kepada anggota penduduk yang belum bernasib baik.

Keberhasilan tata cara ekonomi Islam terletak pada sejauh mana keharmonisan atau keseimbangan dapat dikerjakan diantara keperluan dan keperluan budbahasa manusia. Sistem ekonomi berfungsi atau bekerja untuk meraih tujuan atau hasil tertentu yang mempunyai nilai. Sistem ekonomi harus tersusun dari seperangkat nilai-nilai yang mampu membangun kerangka organisasi kegiatan organisasi kegiatan ekonomi menurut kerangka tumpuan tertentu. Sehingga mampu diungkapkan tiga unsur penting yang menyusun eksistensinya suatu ekonomi adalah filsafat metode, nilai-nilai dasar metode dan nilai instrumental tata cara (Ahmad M. Saefuddin, Studi Nilai-nilai Sistem Ekonomi Islam, Cet. 1, Jakarta: Media Dakwah, 1984, h. 15).

Filasafat tata cara ekonomi yang Islami ialah alternatif jalur keluar bagi mahir pikir yang mempunyai sikap jujur dalam mencari kebenaran. Filsafat dari ilmu ekonomi yang paradigmanya berkaitan dengan nilai-nilai logik, etik dan estetik sehingga dapat difungsionalkan pada tingkah laris ekonomi manusia.

  Pengertian Inflasi Menurut Para Mahir Dan Secara Umum

Tujuan Ekonomi Islam

Menurut As-Shatibi tujuan utama syariat Islam yaitu mencapai kesejahteraan manusia yang terletak pada pinjaman kepada lima kemashlahah-an, yaitu keimanan (ad-dien), ilmu (al-‘ilm), kehidupan (an-nafs), harta (al-maal), dan kelancaran keturunan (an-nasl). (Saefuddin, Studi Nilai-Nilai Sistem Ekonomi Islam, h.79-104).

Mashlahah diraih cuma jikalau kehidupan insan hidup dalam keseimbangan, diantaranya mencakup keseimbangan antara tabiat dan spiritual sehingga terciptanya kesejahteraan yang hakiki. Tujuan ekonomi Islam lainnya menggunakan pendekatan antara lain :

(a) konsumsi insan dibatasi sampai pada tingkat yang diharapkan dan berguna bagi kehidupan insan, (b) alat pemuas kebutuhan insan seimbang dengan tingkat kualitas manusia supaya ia mampu meningkatkan kecerdasan dan kemampuan teknologinya guna menggali sumber-sumber yang masih terpendam, (c) dalam pengaturan distribusi dan sirkulasi barang dan jasa, nilai-nilai sopan santun harus dipraktekkan, (d) pemerataan pendapatan dilakukan dengan mengingat sumber kekayaan seseorang yang diperoleh dari perjuangan halal, maka zakat selaku sarana distribusi pendapatan ialah fasilitas yang ampuh (Halide, Majalah, Mimbar Ummi, 1982, hlm. 15)

Secara biasa tujuan ekonomi dalam Islam adalah untuk membuat al-falah atau kemenangan, keamanan dan kebahagian dunia dan darul baka. Untuk mencapai hal demikian maka insan mesti bekerja keras mencari rezeki dalam rangka menyanggupi keperluan-keperluan hidupnya baik yang bersifat materi maupun non material (rohaniah), serta berbuat baik dengan harta yang dimilikinya dengan mengamati nilai-nilai dan norma-norma anutan Islam, berbentukpelaksanaan perintahnya dan menjauhkan larangannya supaya tercipta kemashlahatan yang sesungguhnya baik untuk dirinya sendiri dan orang lain (Anwar Abbas, Dasar-Dasar Sistem Ekonomi Islam, Jakarta: Fakultas Syariah Dan Hukum, Uin Syahid, 2009, h. 14)

Prinsip-prinsip Ekonomi Islam

Salah satu bukti ketidakmampuan manusia membagi rezeki duniawi ialah keinginan semua manusia untuk meraih sebanyak mungkin untuk diri dan keluargnya. Tetapi ternyata, banyak yang tidak menemukan dambaannya, bahkan insan durhaka tidak pernah merasa puas dengan perolehanya. Karena itu Allah yang membaginya dengan cara dan kadar yang mampu mengantar terjalinnya kekerabatan timbal balik antara anggota penduduk .

Pada umumnya nilai-nilai Islam termasuk dalam bidang ekonomi terangkum dalam empat prinsip, yaitu tauhid, keseimbangan, keinginanbebas, dan tanggung jawab (M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudhu’i, Bandung: Mizan,1998, h. 402.).

a. Tauhid

Prinsip pertama dalam metode ekonomi Islam yakni tauhid. Dari sinilah lahir prinsip-prinsip yang bukan saja dalam bidang ekonomi, namun juga menyangkut segala faktor kehidupan dunia dan darul baka (M. Quraish Shihab, Menabur Pesan Illahi Al-Qur’an dan Dinamika Kehidupan Masyarakat, Jakarta: Lentera Hati, 2006, h. 198).

  Rangkuman Materi Kuliah Ihwal Pasar Modal Syariah

Tauhid dapat diumpamakan selaku matahari sebagai sumber kehidupan di bumi dan planet sekelilingnya. Tauhid mengantarkan insan mengakui bahwa keesaan Allah mengandung konsekuensi dogma bahwa segala sesuatu bersumber serta alhasil rampung pada Allah Swt. (M. Quraish Shihab, Menabur Pesan Illahi Al-Qur’an dan Dinamika Kehidupan Masyarakat, Jakarta: Lentera Hati, 2006, h. 402).

b. Keadilan dan Keseimbangan

Prinsip ekonomi islam yang kedua ini dimaksudkan bahwa seluruh kebijakan dan kegiatan ekonomi mesti dilandasi paham keadilan, yakni mengakibatkan pengaruh konkret bagi pertumbuhan dan pemerataan pemasukan dan kemakmuran seluruh lapisan masyarakat. Adapun yang dimaksud dengan keseimbangan ialah suatu keadaan yang mencerminkan kesetaraan antara pemasukan dan pengeluaran, pertumbuhan dan pendistribusian dan antara pemasukan kaum yang mampu kurang mampu (Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011, h. 415).

c. Kehendak bebas

Kehendak bebas yaitu prinsip yang mengirim seorang Muslim menyakini bahwa Allah Swt. mempunyai keleluasaan mutlak, tetapi insan juga mendapatkan anugerah kebebasan untuk menentukan jalan yang terhampar dihadapannya baik dan jelek. Manusia yang bagus di sisi-Nya ialah insan yang mampu menggunakan kebebasan itu dalam rangka penerapan tauhid dan keseimbangan. (M. Quraish Shihab, Menabur Pesan Illahi Al-Qur’an dan Dinamika Kehidupan Masyarakat, Jakarta: Lentera Hati, 2006, h. 403).

Setiap orang dapat menikmati kebebasan sepenuhnya untuk berbuat sesuatu atau mengambil pekerjaan apapun atau memanfaatkan kekayaan dengan cara yang dia sukai. (Afzalur Rahman, Al-Qur’an Sumber Ilmu Pengetahuan, terj. H. M. Arifin, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000, h. 194).

d. Tanggung Jawab

Menurut Islam, bahwa sangat manusia diberikan kebebasan untuk memilih jalan hidup dan menentukan bidang usaha ekonomi yang akan dilakukan, namun kebebasannya ini mesti bertanggungjawab. (Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011, h. 419).

Konsepsi tanggung jawab dalam Islam secara komprehensif diputuskan. Ada dua aspek dari konsep ini yang mesti dicatat sejak awal. Pertama, tanggung jawab menyatu dengan status kekhalifahan manusia keberadaannya sebagai wakil Tuhan di wajah bumi. Kedua, desain tanggung jawab dalam Islam pada dasarnyabersifat sukarela dan tidak harus dicampuradukkan dengan ‘pemaksaan’ yang ditolak sepenuhnya oleh Islam.

Demikian secara ringkas penjelasan berafiliasi dengan metode ekonomi islam, tujuan ekonomi islam serta sejumlah Prinsip Ekonomi Islam yang mampu kami share lewat blog ini. Semoga dapat member faedah bagi para pembaca.