Kesenian Betawi Lenong Dan Topeng Betawi


Pada dasarnya kedua jenis teater ini mempunyai tiga buah drip (adegan), adalah pembukaan, lakon dan penutup.
Didalam adegan pembukaan, baik lenong maupun topeng mempersoalkan sebuah persoalan, yang jawabnya dicari di dalam lakon, dan simpulan dari duduk perkara akan di jawab dalam penutupan.


Adegan pembukaan biasanya adalah obrolan dalam keluarga, atau dalam hutan, oleh penjahat, atau orang-orang yang seperguruan silat. Dalam lakon banyak diperlihatkan adegan silat, alasannya disinilah terjadinya konferensi antara pihak baik dan pihak jahat. Pertunjukan topeng lebih banyak memakai bagian silat dari pada teater lenong.

Perbedaan yang terperinci antara teater lenong dan teater topeng Betawi adalah bahwa teater lenong pertunjukannya di antar oleh musik gambang kromong, dan teater topeng oleh kliningan Sunda.

Perbedaan musik yang mengiringi kedua jenis teater ini secara tidak pribadi bantu-membantu erat pula berafiliasi dengan pendukung  teater termaksud.

Lenong yang hidup dikalangan masyarakat Betawi yang banyak terpengaruh oleh kebudayaan Cina, kadang mereka pun mampu  dilihat sebagai orang-orang keturunan Cina. Sedangkan teater lenong hidup dikalangan orang Betawi yang berpengaruh dipengaruhi oleh kebudayaan Sunda.

Perbedaan lain antara kedua jenis teater ini yaitu bahwa teater lenong senantiasa memakai panggung dalam pertunjukan, sedangkan dalam teater topeng, cuma beberapa beberapa asosiasi saja yang memakai panggung berskala rendah.


Dekor digunakan oleh teater lenong, hanya dan tidak pada teater topeng. Kedua jenis teater ini memakai perlengkapan pokok satu buah meja dan dua buah bangku. Pemain masuk dari sebelah kiri dan keluar dari sebelah kanan meja. Teater topeng memakai kursi dan meja tersebut selaku penyekat kawasan para pemain duduk menunggu gilirannya dengan siaga serta arena daerah pertunjukkan diadakan.

Aspek yang sangat menawan penonton kedua jenis teater ini yaitu “ronggengan” yaitu tari yang ditarik dengan gaya exotis oleh penari perempuan.

Cerita-cerita lenong dan topeng diambil dari cerita rakyat setempat (Si Pitung, Mat Condet) ,bacaan-bacaan ringan yang banyak beredar di kampung-kampung (putri siluman) atau dari film – film nasional. adakala kisah-dongeng yang berkisar di sekitar hantu-hantu, misalnya : gagak Sawang, Pendekar Putri dari Gunung Sindur,dan sebagainya.

Kekhususan dari teater topeng yakni tarian yang ditarikan oleh “kembang topeng” . Kalau tarian ini telah mulai ditarikan,bermakna pertunjukkan topeng telah di mulai. Tari kembang topeng ini fungsinya mirip “ngremo” dalam ludruk. Kembang topeng berpakaian seperti penari Bali, sedangkan pemain yang lain mengenakan busana sehari-hari. Hanya beberapa tokoh-tokoh misalnya “pendekar”, atau haji-yang mengenakan pakaian khusus.

Kembang topeng menari sambil menyanyi lagu “Ailo”. Syair lagu ini mengisahkan seorang pemuda yang berjalan menari kekasihnya yang turun ke bumi alasannya adalah dikutuk para dewa.
Mendengar syair lagu “Ailo” mengingatkan kita pada dongeng-cerita Panji di Jawa.

Di kawasan Pasundan (Jawa-Barat) terutama Karawang dan Citarum orang mengenal “topeng banjet” . Jenis pertunjukannya dalam teater topeng banjet berkisar di sekitar percintaan muda-mudi tani, atau kisah ihwal seorang petani yang dikungkung oleh kekuasaan tuan tanah di daerahnya yang mesti mengeluarkan uang pajak pada pemerintah Belanda, mereka juga harus menyetorkan hasil panennya.

Sumber: Selekta Manifestasi Budaya Indonesia.1986.PT.Alumni.Bandung