Jika saja ia tak terbakar nafsu, keluarganya tak akan terkena efek begini. Mulanya hidupnya baik-baik saja. Apotek, bisnis yg ia jalankan bareng istrinya berlangsung tanpa hambatan memberi pendapatan tetap. Ia memiliki keluarga yg layak. Punya rumah, punya kendaraan beroda empat keluarga, setiap ahad mampu makan ke luar. Pengeluaran & pemasukan seimbang. Bahkan, ia masih bisa menabung.
Hingga musim pemilu tiba menarik hati. Ia tertantang untuk mengikuti. Sahabat-sahabatnya meyakinkan. “Bos, ananda punya modal Bos. Eman-eman kalau tak dipakai. Dalam perebutan kekuasaan begini, tak hanya modal duit yg diperlukan, tapi pula popularitas & mesin pelopor. Kamu punya itu. Kamu mantan ketua organisasi kepemudaan tingkat provinsi. Punya anak buah di setiap kabupaten. Anak buahmu itu tinggal dioperasikan, jadi. Tidak semua calon punya modal seperti kamu. Banyak yg cuma modal nekat,” rayu temannya yg nanti menjadi ketua tim sukses.
Memang, hidupnya kini monoton. Ia hanya bergumul dgn anak-istri, mengevaluasi toko, begitu-begitu saja. Hanya sesekali junior di organisasinya dahulu datang meminta anjuran atau mengajak diskusi tentang politik. Kadang-kadang memintanya menjadi pembicara pendidikan politik dasar.
Itu berbeda dgn ketika ia menjabat sebagai ketua organisasi kepemudaan. Ia dulu sibuk luar biasa. Ia keliling provinsi membuka & menutup program, melantik pengurus tingkat kabupaten, koordinasi ke pusat, audiensi dgn pemerintah, & segala kegiatan lain. Berpolitik pernah ia jalani, bukan politik praktis, ya politik merebut bangku ketua itu. Penuh tantangan & persaingan. Ada lobi-lobi, konsolidasi, bahkan duit pula bergerak. Politik ialah dunianya. Teman-temannya banyak yg sudah melangkah ke jalur ini.
Ia hubungi kolega-koleganya. Ia bentuk tim pemenangan hingga tingkat kecamatan. Ia ambil utang dgn tanah sebagai jaminan. Ia pesan kaus, ia pasang iklan, ia bagi uang.
Betapa pun hidup harus dilanjutkan. Anak-anak mesti tetap makan, sekolah, & hidup layak. Anak-anak ikut menerima konsekuensi. Kualitas makan di keluarganya turun, mutu pakaiannya pula begitu. Jika dulu makan ke luar, jalan-jalan sore menggunakan mobil, saat ini membawa sepeda motor. Saat hujan turun harus ngiyup.
Saat linglung begitu ia mengaji. Saat mengaji itu ia ingat guru ngajinya saat kecil dulu. Tiba-tiba ia ingin bertemu. Ia berkunjung ke sana sendirian. Ia masuk ruangan, tempat ia dulu belajar mengaji bareng teman-sahabat kecilnya. Di sini ia mencar ilmu mengenal abjad-huruf hijaiyah, menghafalkan doa-doa, belajar salat, & wiridan. Wiridan adalah melafalkan kalimah-kalimah baik, asma Allah, dengan-cara berulang-ulang. Guru ngajinya melakukan pengajaran tanpa dibayar. ia tulus menyayangi murid-murid. Ia duduk di ruangan itu menanti, mengenakan sarung kotak-kotak, baju warna putih.
Mulai hari ini Lana menenteng bekal dr istrinya, namun ia resah mau makan di mana. Jika ia memakan bekal di meja kerja, ia tak yummy dgn sobat-temannya. Orang-orang mungkin berpikir kalau ia terlalu berhemat. Perutnya sudah mengundang, menyuruhnya untuk membuka tepak bekal dr istrinya. Tangannya sudah mengelus-elus. Tapi ia tak sampai hati membukanya. Ia ingat sayur kluwih yang diolah istrinya berbumbu petai beraroma tajam. Ini akan tercium oleh sahabat-temannya. Bisa mengusik fokus kerja. Apalagi gereh goreng itu.
Duh. Ia ingin bawa bekal itu ke lantai atas, & memakannya di sana, tetapi ia takut kepergok satpam atau petugas kebersihan. Tentu ia sangat aib jikalau tertangkap basah makan sembunyi-sembunyi. Kabar itu mampu menjadi obrolan orang sekantor. Sampai bel pulang berbunyi, bekal dr istrinya masih terbukus. Ia tidak punya nyali untuk membuka. Gengsi. Ia memilih menahan lapar ketimbang aib.
Ia bawa bekal itu kembali pulang. Tetapi hatinya pula berkecamuk. Andai tahu ia tak memakan bekalnya, istrinya niscaya sakit hati. Ia resah. Ia mencari tempat memakan bekal itu. Ia berencana makan bekal itu di pom bensin.
Baru berhenti & mau membuka jok, ada juniornya di organisasi kepemudaan menghampiri. “Eh Mas, apa kabar? Setelah berbasa-basi, ia berjalan lagi & berhenti di taman kota. Di taman, lagi-lagi ia kepergok sahabat.
Ia sikat bekal itu dgn cepat. Ia masukan nasi & lauk ke dlm ekspresi dgn sendokan besar. Tandas sudah. Tepak yg kosong itu akan ia tunjukkan pada istrinya. Itu lah cara membahagiakan istri.