Anjing Belanda | Cerpen Yuditeha

Pada bulan Februari tahun 1949 terjadi beberapa kesemrawutan di Kota Kediri & salah satu kesemrawutan itu ialah maut tuanmu yg ditikam bambu runcing oleh segerombolan laskar rakyat. Sejak itu hidupmu menjadi sebatang kara.

MASIH beruntung waktu itu ananda tak ikut dibantai oleh mereka yg sedang kalap. Saat itulah mungkin ananda menyadari bahwa pertempuran sesungguhnya tak mengenal baik & buruk. Di medan tabrak cuma ada dua opsi, dibunuh atau membunuh. Tatkala tuanmu mati, ananda terlihat begitu sedih. Kesedihanmu mungkin kian menyayat saat mengenali tak ada yg bersedia mengubur dgn pantas jasad tuanmu yg mati itu. Berhari-hari ananda tunggui jasadnya, bahkan ananda rela untuk tak beranjak meninggalkannya. Barulah tatkala bacin busuk itu mungkin menguar sampai ke permukiman penduduk, datanglah beberapa warga untuk menyeret jasad tuanmu, kemudian mengubur dgn ala kadarnya.

Sejak tuanmu dikubur itulah ananda mulai menggelandang & hidupmu terlunta-lunta. Tak ada orang yg mau peduli lagi padamu. Bahkan, dr percakapan beberapa orang yg pernah ananda dengar, sebagian besar di antara mereka sudah menganggap ananda selaku antek Belanda. Sudah tak terhitung berapa kali ananda mendapat penganiayaan yg tentu saja sikap mereka itu sebagai pelampiasan atas kejengkelan yg selama ini dipendam terhadap orang-orang Belanda. Tubuhmu semakin tak terawat, bahkan banyak luka di sana sini. Lambat laun badanmu kurus hingga terlihat tinggal tulang & kulit. Setiap kali mendapatkan perlakuan kasar dr mereka, mungkin ananda berpikir akan lebih baik jikalau dahulu ananda mampu ikut mati saja bareng tuanmu.

Tentu saja ananda tak pernah melewatkan jasa tuanmu. Di ketika penderitaanmu begitu mendera, kenangan perihal tuanmu mengemuka di pelupuk mata. Kamu mengenang cerita perjalananmu hingga risikonya berjumpa dgn ia. Sesungguhnya ananda hanyalah seekor anjing kampung tanpa tuan. Kamu tak tahu anjing mana yg dahulu menjadi perantara hingga ananda ada di dunia ini. Pada saat ananda menyadari siapa dirimu, ananda sudah berada di jalanan. Hidup bebas tanpa ada yg mengarahkan. Makan & minum sekadar dr sisa-sisa kuliner yg ananda temui di sepanjang perjalananmu.

Sampailah di suatu malam yg teramat hambar, sesudah seharian berjalan, sementara ananda belum memperoleh sedikit pun asupan masakan menciptakan tubuhmu tak berdaya hingga karenanya roboh di erat pintu gerbang sebuah rumah yg megah. Tatkala penghuni rumah itu melintas di pintu gerbang, ia menyaksikan ke arahmu, kemudian berhenti & mendekatimu. Sementara ananda tetap bergeming sebab seluruh tenagamu telah hilang. Orang itu memegang salah satu belahan di tubuhmu, & mungkin karena orang itu masih merasakan denyut nadimu, ia memutuskan menggendongmu untuk membawamu masuk ke rumahnya. Setelah meletakkanmu di sebuah kursi yg cukup besar, ia mengobati luka-lukamu dgn cairan berwarna merah. Setelah itu, ia menyelimutimu dgn kain yg amat tebal. Meski ananda tak mampu bergerak, ananda masih bisa merasakan hal itu dgn kesadaranmu. Di sepanjang hidupmu selama ini, gres kali itu ananda mirip hidup dlm ketenangan & ketentraman. Bahkan karenanya ananda sempat berpikir, mungkinkah bahwasanya ananda sudah mati & sosok yg mengangkat dirimu dr jalan itu yaitu malaikat. Dan tempat di mana ananda dibaringkan sesungguhnya adalah nirwana, daerah di mana segala ketentraman berada.

  Pedagang Senja | Cerpen Sungging Raga

Jikapun memang benar kejadiannya mirip itu ananda nrimo, bahkan rasa syukur mungkin ananda lontarkan alasannya kenyataannya pada dikala ananda berada di dunia sebagai makhluk tak berharga, namun kini mampu tinggal di surga, tempat suci yg diidamkan banyak orang. Tetapi, apa yg ananda bayangkan rupanya bukan kenyataan. Sosok yg mengangkatmu dr jalan ternyata betul-betul insan. Meski begitu, ucap syukur pastinya tetap ananda lanjutkan alasannya adalah ananda merasa masih beruntung telah dipertemukan dgn orang baik. Kebaikan itu sudah terbukti & hal itu masih berlanjut sebab sesudah ananda siuman dr tidur lelap, di hadapanmu telah tersedia secawan susu yg memang ia sediakan untukmu.

Opdrinken,” ucap orang itu sembari menyorongkan cawan itu. Dengan bergairah ananda meminum susu itu, sembari hatimu berjanji akan mengabdi kepadanya seumur hidupmu.

Ketika ingatanmu hingga pada peristiwa itu, dgn sekuat tenaga ananda bangkit, kemudian kembali berlangsung menuju kuburan tuanmu. Meski sesungguhnya ananda sendiri merasa kedinginan & butuh selimut untuk menghalaunya, ananda tak memedulikannya. Kamu justru memeluk tanah kuburnya seperti ananda sedang menyelimuti tuanmu yg ananda pikir tentu lebih merasa kedinginan. Bahkan ananda berharap esok pagi tak bangun lagi supaya bisa bareng -sama lagi dengannya.

Ketika pagi datang & matamu masih mampu melihat gundukan kubur tuanmu, ananda menjadi sadar bahwa ananda masih diperkenankan untuk hidup. Lalu ananda berpikir, mungkin untuk membalas kebaikan tuanmu bukan dgn cara ikut mati, namun dgn melanjutkan hidup. Sejak pemikiran itu bercokol dlm kepalamu, ananda permisi pada tuanmu untuk pergi melanjutkan hidupmu. Tapi, keputusan yg ananda pilih itu bukan kasus gampang karena banyak orang sudah menganggapmu selaku makhluk yg teramat hina.

Langkah pertama yg ananda tempuh yaitu memulihkan tenagamu, oleh karenanya ananda mesti segera mendapat makan & minum. Pada ketika ananda berpikir begitu ananda teringat Kasim, pedagang warung makan yg meski tak sepenuhnya bersedia menerimamu, tapi setidaknya selama bertemu denganmu ia tak pernah berlaku kasar terhadapmu. Pikirmu ananda mampu menanti sisa-sisa makanan dr orang-orang yg jajan di warungnya. Setelah hingga di sana, ananda duduk agak ke belakang warung supaya tak terlihat oleh orang-orang yg sedang makan. Terlebih warung itu termasuk satu-satunya kawasan yg melayani laskar rakyat yg sedang beristirahat.

  Contoh Cerpen Pendidikan Kejujuran

Sekian lamanya ananda duduk, tapi tak pula mendapat masakan sisa yg ananda harapkan. Keadaan itu cukup membuatmu maklum. Kasim pastinya tak berani menempuh risiko dgn memberimu kuliner alasannya adalah kalau sampai hal itu tertangkap tangan laskar rakyat bisa jadi nasib warung Kasim akan selsai. Jangankan mendapat makanan, bahkan laskar rakyat yg umummakan di warung itu masih suka memperlakukanmu dgn kasar. Terkadang malah menjadikanmu selaku target untuk lantihan lempar bambu runcing.

“Antek Belanda gathel!” teriak salah satu di antara mereka sembari melempar bambu runcing ke arahmu.

Jika sudah begitu terpaksa ananda lari terbirit menghindarinya. Kasim yg menyaksikan hal itu hanya bisa geleng-geleng. Meski keadaannya seperti itu, tak ada opsi lain, di lain waktu ananda tetap kembali ke warung itu & berharap suatu ketika mendapat masakan sisa itu.

Kali ini hari yg berlawanan & situasinya pula agak berlawanan, sebab laskar rakyat yg sedang makan di warung Kasim tampaknya tak peduli dgn keberadaanmu. Hal itu dikarenakan mereka sedang asyik membahas sesuatu. Beberapa di antaranya sempat menyebut sebuah nama, Tan. Dari perbincangan mereka, ananda risikonya tahu bahwa orang yg disebut Tan itu ialah tokoh besar republik ini, bahkan kabarnya orang itu pula yg sesungguhnya membentuk laskar rakyat itu.

“Besok siang Tan ke sini.”

“Dia makin bergairah, tak mengenal kompromi dgn penjajah.”

“Berita terbarunya ia menentang Perjanjian Renville yg ingin merebut kembali keutuhan republik.”

“Tapi karena itu kabarnya justru ia dicurigai.”

“Dicurigai gimana?”

Mendengar percakapan mereka & berita perihal planning kedatangan orang yg disebut Tan itu sejenak ananda bergidik. Pikirmu perlakuan dr anak buahnya saja sudah keterlaluan, apalagi orang yg disebut-sebut itu. Orang yg kata mereka tak mengenal kompromi dgn penjajah. Kamu jadi takut membayangkannya.

“Pergilah,” ucap Kasim pelan sembari memberimu tulang yg masih ada sisa-sisa dagingnya. Kamu terjaga dr lamunan. Sejenak ananda menatap Kasim, mirip ada haru yg tergambar di bola matamu.

“Lekas pergilah,” ulang Kasim.

Kamu tak ingin menundanya lagi, segera menggigit tulang itu & berlalu.

“Datanglah lagi,” ucap Kasim lirih, tapi telingamu masih mampu menangkap suaranya dgn terperinci.

  Warung Tetangga | Cerpen Sulistiyo Suparno

Esok harinya warung Kasim sudah ramai oleh laskar rakyat. Keramaian itu lebih dr lazimnya . Ternyata kabar yg beredar kemarin benar. Ada orang yg tiba ke markas laskar rakyat & sekarang sedang diajak makan di warung Kasim.

Berdasar pengalaman kemarin, tatkala laskar rakyat sedang asyik bercakap, justru ananda akan kondusif dr perlakuan kasar sebab mereka tak begitu memedulikanmu. Karena itu, dgn mantap ananda berjalan mendekat ke arah warung tanpa mempunyai pedoman jelek.

“Anjing siapa itu?” Kamu merasa belum hafal dgn bunyi orang itu & apa yg ananda pikirkan benar adanya alasannya adalah yg bicara yaitu tamu yg sedang berkunjung ke markas laskar rakyat. Jika benar orang itu yg mereka maksud kemarin, bermakna dialah yg umumdipanggil Tan.

Karena terkejut, ananda tak menyadari tatkala orang itu sudah berada di dekatmu. Bahkan orang itu telah jongkok, kemudian memegangmu & sempat mengelus-elus badanmu yg penuh luka. Tetapi, tiba-tiba ada bambu runcing yg melayang ke arahmu & sempat mengenai ekormu.

“Kaing!” teriakmu.

Orang yg bernama Tan itu tampak terkejut, lalu menoleh ke belakang. Sedangkan ananda cepat berbalik arah & berlalu. Agak jauh dr daerah itu ananda berhenti & melihat ke arah warung. Seketika mata Tan menjadi merah. ia bangkit, kemudian mendekati sekumpulan laskar rakyat. Sementara dr kejauhan ananda memperhatikan kejadian itu.

“Siapa yg melempar lembing tadi?” tanya Tan.

“Itu Anjing Belanda, Bung!” sahut salah satu di antara mereka.

“Saya tanya, siapa yg melempar lembing?”

Hening saat itu juga menyergap. Tak ada yg berani bersuara. Kewibawaan orang yg berjulukan Tan itu ternyata memang begitu besar.

“Kamu,” ucap Tan sembari menunjuk Kasim.

“Bukan saya, Tuan,” sahut Kasim cemas.

“Tolong, cari Anjing itu hingga ketemu.”

“Baik, Tuan,” jawab Kasim sembari berlalu.

“Bukan Anjing, bukan Belanda, tetapi perilakulah yg kita nilai!” ucap Tan kemudian. Waktu sejenak berlalu, tapi hening tetap terasa menyelimuti warung itu.

“Tangkap dia! Tangkap beliau!” Teriakan tiba memecah keheningan.

Tan & laskar rakyat yg mendengar teriakan itu terlihat resah sampai datanglah segerombolan orang yg mengaku sebagai delegasi pemerintah yg diberi peran untuk menangkap Tan. Menurut penjelasan mereka, Tan dianggap sudah mengacaukan keadaan & dicap sebagai pemberontak.

Sementara nyaris berbarengan dgn insiden itu, sesungguhnya Kasim sudah tiba di warung sedang menggendongmu. Tan yg balasannya menyadari keberadaanmu lalu melangkah mendekatimu yg sedang berada di gendongan Kasim. Tatkala tangan Tan hendak meraihmu, tiba-tiba beberapa tembakan terdengar. Ternyata tembakan itu melumpuhkan Tan. Seketika Tan roboh, bahkan sebelum tangannya berhasil menyentuhmu. (*)