|
Dua anak Eropa sedang mencuci piring ketika berkemah di tempat Cipananjung Pangalengan 1938 |
Ik woon ni in he sombere Holland
maar mijn hart is in de Oost
waar de kembang sepatoes bloein
en de krontjong mij vertroost.
Kini aku tinggal di Holland nan muram
tetapi hatiku terpaku di negeri Timur
di mana kembang sepatu bermekaran
dan bagiku lagu kroncong jadi penghibur.
P. ven den Munchof
Dromen, Mijmeren,weemoed, 1979.
Sejak tanggal 29 Desember 1949, tatkala peralihan kedaulatan berjalan di Indonesia, nyaris seperempat juta orang Belanda (Nederlanders) khususnya dari kelompok berdarah adonan atau lebih di sebut Indo (Indo-Eurepeane) pada ngungsi ke Negeri Belanda. Mereka kini hidup bertebaran membentuk koloni-koloni kecil dibeberapa kota di Holland.
Hampir 60.000 orang Belanda Indonesia (Indische Nederland) berdesakan tinggal di kota Denhaag. Koloni pemukiman mereka sering di sebut orang Kampong van Nederland atau Weduwe van Indie (janda dari Nusantara).
Namanya saja Belanda Indonesia, jadi sikap kehidupan mereka tak ubahnya seperti orang Indonesia asli. Dari soal menata rumah, program hidup sehari-hari, cara memasak dan menentukan menu kuliner, hingga cara mandi dan buang air besarpun, masih tetap bertahan budpekerti mirip orang Indonesia.
Kalau buang hajat, mereka tidak biasa memakai kertas tissue buat lap pembersih. Sehingga closet mereka dikengkapi dengan kran penyemprot otomatis dari bawah. Entah bila trend salju, cuek membeku, apakah mereka masih suka main air seperti di Indonesia ?
Kehidupan para transmigran dari Indonesia tempo dulu itu,sempat mewarnai kota Denhaag,s ehingga harian Haagsche Courant yang terbit di kota itu, berturut-turut setiap senin selama 10 minggu, membuka Rublik khusus Indische Den Haag En Zijn sangat menawan isinya.
Di antara orang-orang Belanda yang hatinya masih terpaut di Hindia-Belanda (Nusantara), banyak terdapat Bandoengrs (mereka yang dilahirkan dan dibesarkan di Bandung).
Seperti Opa Van de Munchof mantan Polisi di Hindia-Belanda yang tak kuasa memupus ingatan indah masa lalunya, demikian pun para Bandoengers mereka tak lekang mengingat Bandung. Sumber : Wajah Bandoeng Tempo Doeloe – Haryoto Kunto