Biografi Imam Bukhari, Lengkap Dari Lahir Hingga Wafat

Hadits yaitu sumber hukum kedua dlm Islam, sehabis Al Qur’an. Bicara hadits, tak mungkin kita bisa lepas dr jasa Imam Bukhari penyusun kitab hadits paling shahih. Siapakah beliau? Ini biografi Imam Bukhari.

Nama Asli & Nasab Imam Bukhari

Imam Bukhari memiliki nama asli Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah. Kuniyahnya adalah Abu Abdillah. Ia berasal dr Bukhara, kini masuk Uzbekistan, sehingga terkenal dgn istilah Al Bukhari.

Ismail, ayah Al Bukhari, yakni seorang ulama hadits di tempat Bukhara. Ia murid dr Imam Malik bin Anas, Hammad bin Zaid & Abdullah bin Mubarak.

Ismail pula seorang usahawan. Ia tergolong orang kaya, tetapi sungguh waspada dlm mempertahankan hartanya semoga tak tercampur dgn yg syubhat, apalagi haram.

 “Aku tak mengetahui bahwa ada di antara hartaku satu dirham pun yg haram maupun syubhat,” kata Ismail dikala sakit menjelang wafat.

Kelahiran & Masa Kecil

Muhammad bin Ismail lahir di Bukhara pada hari Jumat, tepatnya sehabis Sholat Jumat, pada tanggal 13 Syawal tahun 194 Hijriyah. Bukhara, waktu itu merupakan wilayah Khurasan. Bukhara merupakan kota yg indah. Islam masuk ke sana pada masa Daulah Bani Umayyah. Sebelumnya, Bukhara merupakan ibu kota Samaniyin.

Al Bukhari dibesarkan di keluarga ulama yg sungguh menjunjung ilmu & adab. Demikian pula situasi ibadah & ketaqwaan keluarganya, terutama ayahnya yg seorang ulama.

Namun tak lama kemudian, tatkala Al Bukhari masih kecil, sang ayah wafat. Jadilah Al Bukhari menjadi anak yatim. Kendati demikian, di bawah pengasuhan sang ibu yg mahir ibadah, Muhammad bin Ismail berkembang menjadi anak shalih yg cinta ilmu.

Sewaktu kecil, Imam Bukhari sempat mengalami kebutaan. Awalnya penghilatannya berkurang, makin usang makin tak terperinci sampai tak mampu menyaksikan. Sang ibu yg taat beribadah terus mendoakan Al Bukhari. Terutama di sepertiga malam terakhir, usai sholat tahajud.

Suatu malam, ibunda Al Bukhari bermimpi. Nabi Ibrahim menemuinya dlm mimpi itu lantas menyampaikan, “Wahai ibu, sungguh Allah telah mengembalikan kedua mata putramu alasannya kau-sekalian sering berdoa kepada-Nya.”

Pagi harinya, kejaiban terjadi. Muhammad bin Ismail sembuh dr buta. Matanya kembali mampu menyaksikan seperti sedia kala.

Jenius Sejak Belia

Kejeniusan Imam Bukhari telah terlihat sejak belia. Ia sudah hafal Al Qur’an pada usia 10 tahun. Ia pula mulai hafal banyak hadits tanpa mencatat.

Di usia itu, sewaktu masih belajar di Kuttab sampai Ashar, Al Bukhari tak eksklusif pulang. Saat sahabat-temannya pulang untuk bermain, ia meneruskan membaca & berguru. Semangatnya menuntut ilmu sungguh luar biasa. Dan lebih hebat lagi, kecerdasan yg Allah anugerahkan padanya. Dalam sekejap, Al Bukhari mampu menghafal apa yg dibacanya.

Pada usia 11 tahun, Al Bukhari sudah menghafal banyak hadits beserta sanadnya. Karenanya, dgn mudah ia mampu mengoreksi tatkala ada kesalahan hadits yg ia dengar.

Suatu hari ada yg membacakan hadits, “Sufyan dr Abu Az Zubair dr Ibrahim..” Al Bukhari mengingatkannya. “Wahai Abu Fulan, bantu-membantu Abu Az Zubair tak meriwayatkan dr Ibrahim.”

Mendengar itu, orang tersebut malah menghardik Al Bukhari. “Jika kau-sekalian memiliki catatan orisinil, bukalah catatanmu,” kata Al Bukhari tanpa rasa takut. Orang itu kemudian mengambil catatannya & ternyata memang benar. Memang tertulis Az Zubair tapi bukan Abu Az Zubair.

“Engkau benar, Nak. Lantas siapakah perawi itu?” kata laki-laki tersebut menyadari kekeliruannya. “Dia yakni Az Zubair bin Addi.” Lalu laki-laki itu membetulkan catatannya.

Pada usia 16 tahun, Al Bukhari telah hafal Musnad Abdullan bin Mubarak serta kitab karya Waqi’. Tak cuma hafal, ia mengetahui maksud perkataan dua ulama itu dlm kitab-kitab tersebut.

Di usia yg sama, Al Bukhari menunaikan ibadah haji ke Makkah. Itu pula yg menjadi rihlah pertamanya. Rihlah dlm dua hadits ini tujuannya bukan liburan atau rekreasi, melainkan bepergian untuk mencari & mencar ilmu hadits. Di Makkah, ia berguru pada banyak ulama tergolong Al Humaidi.

Pada usia 17 tahun, Muhammad bin Ismail sudah hafal Al Jami’ Sufyan Ats Tsauri. Ia pula banyak membetulkan catatan para ulama.

Rihlah ke Berbagai Negeri

Memasuki usia 18 tahun, Imam Bukhari rihlah ke Madinah, setelah keilmuannya mendapat sanjungan dr Al Humaidi. Bahkan menjadi referensi dikala terjadi perbedaan pendapat di golongan jago hadits.

Di Madinah, Al Bukhari berguru pada banyak ulama. Terutama ulama tabiut tabi’in yg masih hidup. Di antaranya Ibrahim bin Al Mundzir, Mathraf bin Abdillah, Ibrahim bin Hamzah & Abu Tsabit Muhammad bin Ubaidillah. Juga menuliskan karya pertama, At Tarikh, yg ia tuntaskan di makam Rasulullah (Ar Raudhah).

Pada usia 19 tahun, Al Bukhari rihlah ke Bashrah. Ia berguru pada banyak ulama di sana. Di antaranya Abu Ashim bin An Nabil, Shafwan bin Isa, Badil bin Tsabit, & yang lain. Lalu rihlah ke Kufah & berguru pada Abdullah bin Musa, Abu Nu’aim bin Ya’kub, Hasan bin Rabi’ & para ulama lainnya.

Pada usia 20 tahun, Al Bukhari rihlah ke Baghdad. Sebagai pusat pemerintahan Abbasiyah, banyak ulama berdiam di kota tersebut. Maka Al Bukhari pun berguru pada banyak ulama tergolong Imam Ahmad. Namun alasannya kondisi keselamatan yg mulai tak stabil, Imam Ahmad menyarankan Al Bukhari untuk secepatnya keluar dr Baghdad.

Al Bukhari pula rihlah ke Syam. Di sana ia berguru pada Yusuf Al Farabi, Abu Ishaq bin Ibrahim & para ulama yang lain. Ia pula rihlah ke Mesir. Berguru pada Utsman bin Ash Shaigh, Said bin Abi Maryam & sejumlah ulama lainnya.

Dari rihlah demi rihlah ini, Imam Bukhari memiliki sangat banyak guru. “Aku menulis hadits dr 1.080 orang guru. Mereka semua ialah para ulama ahli hadits yg telah menghafal hadits,” kata Al Bukhari.

Keilmuan & Kecerdasan Imam Bukhari

Sejak muda, Imam Bukhari sudah melaksanakan rihlah. Mujahadah-nya demi mendapatkan hadits sangat hebat. Ia pernah menempuh perjalanan hingga sebulan demi menerima suatu hadits shahih. Namun ia pula bisa mendapatkan hadits yg sungguh banyak dr seorang ulama.

Ia berguru pada 1.080 ulama, mulai tabi’ut tabi’in sampai ulama yg seusia dengannya. Dari mereka semua, Al Bukhari hafal raturan ribu hadits. Syaikh Ahmad Farid menuliskan, Imam Bukhari hafal 200.000 hadits. 100.000 di antaranya ialah hadits shahih. Bahkan ada yg menyebut Al Bukhari hafal 600.000 ribu hadits.

Dari 100.000 hadits yg shahih menurut kriteria sebagian ulama itu, Al Bukhari menyaringnya dgn sungguh ketat. Dan sebagaimana kita tahu, hadits shahih dgn syarat Bukhari memang paling ketat dibandingkan dgn hadits shahih syarat ulama lainnya. Akhirnya terbitlah karya monumental Jami’ Ash Shahih yg menampung 7.275 hadits shahih.

Keilmuan & kecerdasan Al Bukhari sudah diakui oleh para ulama semenjak usianya masih muda. Tatkala masuk ke suatu kota, bukan cuma kaum muslimin dengan-cara biasa yg menyambutnya, bahkan terkadang para ulama ingin mengujinya.

Misalnya dikala Al Bukhari mau tiba ke Baghdad. Para ulama jago hadits berkumpul, mereka hendak menguji keilmuan Al Bukhari dgn mengacak 100 hadits. Hadits yg sudah acak urutannya itu lalu dipercayakan pada 10 ulama. Masing-masing akan membawakan 10 hadits.

Ketika Imam Bukhari tiba, mereka mengundangnya dlm forum yg ulama luar Baghdad pula menghadirinya. Satu ulama tampil membaca 10 hadits acak lalu menanyakannya pada Al Bukhari. Beliau cuma menjawab, “saya tak tahu.”

Berikutnya ulama kedua membacakan 10 hadits acak kemudian menanyakannya. Kembali Al Bukhari menjawab, “saya tak tahu.” Demikian seterusnya sampai 10 ulama itu selesai. Banyak ulama yg sempat meremehkan Al Bukhari mengetahui ulama tersohor itu hanya menjawab “saya tak tahu.”

Namun asumsi mereka secepatnya sirna ketika Al Bukhari sesaat kemudian membacakan seluruh hadits itu dgn membetulkan susunannya sehingga semuanya menjadi hadits yg benar. Yang lebih menakjubkan, Al Bukhari bisa mengingat 100 hadits itu tanpa mencatatnya. 10 ulama yg mengujinya kagum dgn keilmuan Al Bukhari. Ulama yang lain geleng-gelang kepala menyaksikan imam hadits jenius di depan mereka.

Begitu banyak pujian pada Al Bukhari. Cukuplah pernyataan Ibnu Khuzaimah merangkumnya. “Tidak ada manusia di bawah langit ini yg lebih mengetahui hadits dibandingkan dengan Al Bukhari.”

Keilmuan Al Bukhari pula terlihat dr betapa banyak muridnya yg menjadi ulama. Murid Al Bukhari berjumlah 90.000 orang. Di antaranya ialah Imam Muslim, Tirmidzi, An Nasa’i, Ad Darimi, Ibnu Khuzaimah serta banyak ulama besar lainnya.

Ketika memasuki sebuah kota & Al Bukhari menyampaikan ceramah, kaum muslimin niscaya menyambutnya dgn sarat bersemangat . Jumlah jamaahnya bisa meraih puluhan ribu orang. Di Baghdad, pengajian Al Bukhari didatangi 20.000 orang.

Ibadah, Zuhud & Wara’nya

Sungguh benar firman Allah tentang hakikat ulama. Mereka bukan cuma yg ilmunya tinggi tetapi ketinggian ilmunya makin menambah takut pada Allah. Bukan hanya khauf, tetapi khasyah.

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

Sesungguhnya yg takut pada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. (QS. Fathir: 28)

Ibadah, zuhud & wara’ Imam Bukhari sungguh pantas kita teladani. Pernah ia shalat jamaah Dzuhur di perkebunan. Lalu ia shalat ba’diyah cukup panjang. Usai shalat, ia minta temannya menyaksikan ada apa di balik bajunya alasannya adalah ia merasa ada yg menggigitnya. Rupanya ada 17 bekas gigitan lalat kerbau.

“Mengapa kamu-sekalian tak membatalkan shalatmu, kan Cuma shalat sunnah?” tanya temannya itu.
“Aku sedang membaca Surat & gue tak suka memutusnya sampai akhir Surat,” jawab Al Bukhari.

Ulama bergelar syaikhul muhadditsin itu terbiasa shalat malam 13 rakaat. Sholat tahajud & sholat witir sebagaimana hadits shahih yg ia riwayatkan. Demikian pula ia mengamalkan hadits-hadits shahih yang lain menjadi bukti kegigihannya dlm mengikuti sunnah.

Pada bulan Ramadhan, setiap malam Al Bukhari khatam Al Qur’an dlm shalatnya. Di pagi hari ia tilawah 10 juz, siang 10 juz & sebelum buka puasa 10 juz. Sehingga dlm bulan Ramadhan ia khatam 60 kali.

Jangan tanya zuhud & wara’-nya. Cukuplah Sulaim bin Mujahid mewakili dgn kesaksisannya. “Selama 60 tahun, gue belum pernah melihat orang yg lebih pintar dlm bidang fikih, lebih wara’ & lebih zuhud melampaui Muhammad bin Ismail.”

Karya-Karya Imam Bukhari

Mungkin banyak di antara kita yg hanya tahu Shahih Bukhari & Adabul Mufrad. Padahal, karya Imam Bukhari sangat banyak. Mulai kitab-kitab hadits, sampai sejarah & fiqih. Antara lain selaku berikut:

  1. Al Jami’ Ash Shahih (Shahih Bukhari)
  2. Adab Al Mufrad
  3. At Tarikh Al Kabir
  4. At Tarikh Al Ausath
  5. At Tarikh As Shaghir
  6. Khalqu Af’al Al Ibad
  7. Adh Dhu’afa Ash Shaghir
  8. Juz’u Al Yadain
  9. Juz’u Al Qira’ah Khalfa Al Iman
  10. Kitab Al Kuna
  11. Al Masbuth
  12. Birrul Walidain
  13. Al Asyribah
  14. Al Wihdan
  15. Qadhaya Ash Shahabah wa At Tabi’in
  16. At Tafsir Al Kabir
  17. Al Hibah

Wafatnya Imam Bukhari

Di penghujung usianya, Imam Bukhari menerima ujian yg kemudian ia lalui dgn penuh ketabahan. Amir Bukhara, Khalid bin Ahmad Adz Dzahuli, meminta Al Bukhari datang ke istananya untuk mengajar anak-anaknya dengan-cara khusus.

Al Bukhari menolak. Ia berprinsip ilmu itu mulia & tak boleh terhina walaupun di depan penguasa. Ilmu harus didatangi, bukan mendatangi. Apalagi kalau mesti mengorbankan kaum muslimin sehingga mereka tercegah tak bisa menerima ilmu alasannya adalah ia hanya mengajar belum dewasa penguasa.

Adz Dzahuli marah. Ia memobilisasi “ulama” istana untuk menjelek-jelekkan & memfitnah Al Bukhari. Bahkan ia kemudian mengusir Al Bukhari.

Imam Bukhari pun dgn tabah hijrah ke Samarqand. Sebulan sehabis Al Bukhari meninggalkan Bukhara, Adz Dzahuli lengser & dijebloskan ke penjara. Anak-anaknya pula menghadapi petaka yg tak biasa.

Sejak hijrah & aspek usia juga, kondisi kesehatan Al Bukhari kian menurun. Imam Bukhari wafat pada 256 H dlm usia 62 tahun. Tepat di malam Idul Fitri.

Kaum muslimin berbondong-bondong menawarkan penghormatan terakhir untuknya. Sholat mayat & menghadiri pemakamannya. Pemakaman ulama hadits yg tak ada duanya. Beliau sudah tiada, tetapi ilmu & karyanya terus abadi sepanjang masa. [Muchlisin BK/Wargamasyarakat]

Referensi:
1. 60 Biografi Ulama Salaf karya Syaikh Ahmad Farid
2. Mushtalah hadits karya Mahmud Ath Thahhan
3. Mabahits fi Ulumil Hadits karya Manna Al Qaththan

  Biografi Imam Syafi'i