Permasalahan yang dihadapi Koperasi di Indonesia.
Kenyataan dewasa ini menunnjukkan, bahwa koperasi di Indonesia belum memiliki kemampuan untuk melaksanakan perannya secara efektif. Hal ini disebabkan koperasi masih menghadapi kendala structural dalam penguasaan factor buatan utamanya permodalan.
Kelangkaan modal pada koperasi menjadi factor ganda yang membentuk hubungan alasannya adalah akhir lemahnya perkoperasian di Indonesia selama ini. Hubungan tadi menjadi bundar setan yang membelit dan makin memperlemah koperasi. Upaya untuk memutus bundar setan ini tak dapat diserahkan pada prosedur pasar, namun mesti dillakukan melalui upaya terobosan structural dalam bentuk restrukturisasi dalam penguasaan factor produksi, khususnya permodalan.
Restrukturisasi penguasaan factor buatan di anataranya dijalankan melalui dukungan akses yang lebih besar kepada koperasi untuk mendapatkan modal. Teori ini didasarkan atas perkiraan bahwa terdapat relasi nyata antara tingkat penguasaan modal dengan tingkat pemanfaatan hasil pembangunan. Dengan terusan yang lebih besar kepada modal, koperasi diperlukan mampu menikmati perolehan pembangunan secara lebih besar pula. Secara mikro, dengan modal yang mencukupi maka anggota koperasi dapat meraih faedah yang lebih besar atas aktivitas dan usaha koperasi. Dengan demikian, anggota dibutuhkan bekemampuan untuk memajukan kesejahteraannya.
Koperasi di Indonesia, anggotanya sebagian besar masih terdiri dari penduduk yang tingkat ekonomi dan pengetahuannya rendah. Kehadirannya sering dikaitkan dengan sebuah organisasi yang cuma member tunjangan pada anggotanya. Jika kondisi ini tetap dibiarkan, maka selamanya koperasi akan susah untuik berkembang pesat. Perkembangan koperasi di Negara-negara maju, alasannya masyarakatnya mempunyai asumsi bahwa koperasi merupakan sebuah organisasi terbaru, yang setara dengan perusahaan swasta lainnya dan perusahaan miliki Negara (BUMN di Indonesia). Justru sebaliknya di Indonesia, koperasi masih dianggap selaku wadah yang memiliki semangat tradisional, dan identik dengan golongan ekonomi lemah.
Hambatan lain bagi koperasi diIndonesia hingga saat ini, terletak pada motif masyarakat. Kebanyakan pengelola dan anggotanya masih bermental lemah, semenjak permulaan sudah memiliki niat buruk terhadap koperasi, dimana kepentingan langsung lebih diutamakan daripada kepentingan kalangan dan kepentingan sosialnya.
Dari segi manajemen, koperasi di Indonesia kebanyakan mempunyai manajemen kekeluargaan dan berorientasi taktis jangka pendek. Manajemen koperasi seharusnya dikembangkan secara modern sejak dari awal, dan mesti diarahkan pada orientasi strategic. Gerakan koperasi mesti mempunyai manusia-insan yang bisa menghimpun dan memobilisasi berbagai sumber daya yang diperlukan untuk memamanfaatkan kesempatan usaha. Dan lebih penting harus ditumbuhkan semangat kewirakoprasian dari seluruh jajaran koperasi, terutama para pengurusnya. Pengurus mesti mempunyai kesanggupan untuk melaksanakan dan mengelola administrasi, berani mengambil resiko, selain bisa memanfaatkan berbagai potensi usaha.
Memang koperasi berlainan dengan badan usaha swasta. Meskipun koperasi juga ialah tubuh perjuangan namun mempunyai karakteristik tersendiri. Ada beberapa hal yang dikambing hitamkan sehubungan dengan tidak berkembangnya koperasi. Dan karakteristik koperasi itulah yang di anggap penyebabnya. Yang Pertama, fungsi social dari koperasi. Pandangan bahwa fungsi social koperasi merupakan hambatan, bekerjsama itu keliru besar. Justru fungsi social meerupakan dasar berpijak yang kuat untuk memperjoangkan kepentingan anggota secara bantu-membantu. Mungkin ini terlalu idealis, namun jelas bukan uthopis. Yang Kedua, Azas dan sendi dasar, koperasi berazaskan kekeluargaan dan untuk kepentingan bersama sering dianggap selaku sebuah hambatan yang mengurangi ruang gerak individu di dalam koperasi. Ini juga kurang tepat, alasannya memperjoangkan kepentingan bersama yang dikerjakan sedcara kekeluargaan akan lebih besar lengan berkuasa dibandingkan dengan sendir-sendiri. Koperasi memang diresmikan bukan cuma untuk kepentingan sendir, namun juga untuk kepentingan bareng , mirip yang terkandung dalam gerakan koperasi di Jerman, yang berbunyi “Fur Alle, Alle fur einen”.
Salah satu problem yang spintas kemudian sederhana, namun tidak jarang menjadikan perbedaan usulan yang sungguh tajam yaitu perihal “keuntungan” pada koperasi. Dipihak lain, koperasi lebih menekankan pada upaya-upaya meningkatkan kemakmuran anggota-anggotanya atau memperjuangkan kepentingan bareng . Mestinya kedua hal tersebut tidak perlu dipertentangkan, alasannya adalah kalau koperasi tidak untung, maka telah tentu tidak dapat mensejahterakan para anggotanya. Kaprikornus sebagai organisasi perjuangan koperasi mesti mengejar-ngejar keuntungan sebagaimana perusahaan lainnya. Tetapi jangan dibalik, bahwa asosiasi koperasi diresmikan angota-anggotanya dengan tujuan mencari keuntungan. Orang-orang yang mendirikan koperasi yakni orang-orang yang secara tolong-menolong, sadar dan berupaya mengembangkan kemakmuran mereka.
Pengembangan Koperasi
Masyarakat Indonesia kebanyakan sudah maklum bahwa perkembangna koperasi remaja ini bila dilihat dari segi kuantitas memang sungguh mengasyikkan, akan namun bila dari sisi mutu masih sangat memperihatinkan. Hal ini ini juga terlihat dari akidah yang diberikan pemerintaah pada koperasi boleh dikatakn belum sepenuhnya. Ini dengan mudah kita amati dari aneka macam bahan yang dikontrol atau dikendalikan oleh pemerintah, sebahagianj besar penyalurannya belum diberikan terhadap koperasi, tetapi diberikan terhadap perusahaan swasta.
Koperasi merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar 1945, dengan demikian diperlukan partisipasi aktif dari koperasi untuk mensejahterakan masyarakat dan Bangsa Indonesia. Yang menginginkan semoga koperasi mempunyai kesanggupan untuk mensejahterakan anggota-anggotanya, bukan hanya dari pihak pemerintah namun juga seluruh rakyat Indonesia, dimana anggota koperasi juga merupakan bab dari penduduk Indonesia.
Berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, di Indonesia ada tiga pilar ekonomi untuk mensejahterakan seluruh bangsa Indonesia, yaitu :
- Sektor ekonomi yang dikuasai oleh koperasi ( Badan hokum koperasi koperasi).
- Sektor ekonomi yang dikuasai oleh Negara (BUMN).
- Sektor ekono mi yang dikuasai oleh pihak swasta (Perusahaan Swasta nasional).
Koperasi diaharapkan menjadi soko guru perekonomian nasional kita, ini juga tampakbagaiaman penempatan koperasi pada Undang-Undang Dasar 1945 yang berada diurutan pertama.
Perkembangan sejarah menunjukkan bahwa kehadiran koperasi dalam kancah usaha perekonomian nasional sampai abad waktu sekarang, telah menawarkan kiprahnya yang penting, baik itu dari segi politik, ekonomi maupun dari segi sosialnya. Diharapkan peranan koperasi terus diperhatikan oleh pemerintah sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33, yang menempatkan koperasi pada urutan yang pertama. Porsi koperasi harus ditingkatkan perannya dalam pembangunan ekonomi nasional.
Dalam menghadapi suasana sekarang, dimana perekonomian dunia condong tidak menentu, kedatangan koperasi yang sungguh-sungguh mandiri sangat diperlukan. Kehadiran kopewrasi dalam kancah perekonomian nasional, selaku salah satu pelaku ekonomi diperlukan akan bisa ikut dalam memecahkan permasalahan nasional yang timbul, yakni menangani dilema pengangguran atau memperluas kesempatan kerja, mengembangkan pemasukan penduduk serta pemerataan kegiatan pembangunan. Masalah nasional akan dapat diselesaikan setidaknya bila koperasi meningkat sebagaimana yang diharap baik pemerintah ataupun masyarakat dan bangsa Indonesia.
Dalam pengembangan koperasi, bukan peranan pemerintah yang menentukan perkembangannya, namun juga masyarakat itu sendiri, yang turut menentukan meningkat atau tidaknya sebuah koperasi, baik sebagai anggota koperasi ataupun sebagai anggota masyarakat yang berada dalam ruang lingkup koperasi tersebut. Organisasi/forum koperasi, ialah organisasi ekonomi yang terdiri dari kumpulan orang-orang yang secara gotong royong dan sukarela meningkatkan kepentingan ekonomi bagi anggotanya dan penduduk dalam lingkungan kerjanya. Dan sebab koperasi merupakan sekumpulan orang-orang yang berupaya untuk mencapai tujuan yang sudah mereka programkan bersama, telah barang pasti perkembangan dan perkembangnnya tergantung pada orang-orang yang menjadi anggotanya, khususnya orang yang berada dalam kepengurusan atau yang mengurus koperasi tersebut.
Perkembangan koperasi tidak akan lepas dari perkembangan anggota atau pengurusnya secara individu, demikian perilaku mental dan harga diri setiap anggotanya. Sikap mental yang bagus dapat menggerakkan kperasi dengan azas dan semangat tolong-menolong, sehingga mereka terdorong keras oleh kehendak untuk melaksanakan sebuah kolaborasi secara lebih aktif demi memajukan masyarakat secara keseluruhan.
Selain pertumbuhan anggota secara individu, peranan pemerintah akan lebih mendorong koperasi untuk berkembang. Jika peranan anggota untuk mengurus atau mempertahankan gambaran koperasi dimatamasyarakat, maka peranan pemerintah selaku Pembina akan terus mengarahkan, dan yang terpenting memberiukan derma dan fasilitas yang diperlukan koperasi dalam usahanya merealisasikan kemandireiannya.
Berbagai kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah untuk mewujudkan suatu koperasi yang berdikari, mampu dibagi dalam tiga tahapan, ialah :
Memperkenalkan konsep koperasi, mengambil inisiatif unmtuk mendorong pertumbuhan, dan terus menunjukkan pinjaman dan fasitas yang dibutuhkan koperasi.
Koperasi dibutuhkan semakin mampu berdiri diatas kaki sendiri. Koperasi mesti dapat mengambil keputusan sendiri dalam menyusun rencana dan pelaksanaan acara perjuangan serta permodalannya, dan berupaya terus mengurangi ketergantungan pada pemerintah.
Koperasi sudah sungguh-sungguh mencapai kedudukan otonomi berswadaya dan berdiri diatas kaki sendiri.
Profesinalisme ialah syarat lain yang harus dipenuhi supaya koperasi mampu meningkat . Hal ini penting untuk dihayati, sebab tanpa profesionalisme maka koperasi akan senantiasa dihadang oleh duduk perkara-duduk perkara kelasik yang itu-itu juga. Agar hal tersebut tidak terjadi, maka ada beberapa hal yang perlu diamati sehubungan dengan profesinalisme ini, diantaranya ialah :
Para pengurus koperasi, sebaiknya memahami lebih teliti dan teliti apa bantu-membantu yang dimaksud dengan manajemen dalam kehidupan koperasi.
Guna merealisasikan administrasi koperasi yang tepat, perlu pula disusun sebuah prosedur kerja yang benar-benar mampu berbagi jiwa bisnis dalam koperasi.
Perlu adanya bhubungan yang lebih terang atara koperasi dengan pelaku ekonomi yang lain seperti BUMN dan swasta, sehingga diperoleh hubungaan kemitraan kerja yang berangkat dari satu tujuan yang sama.
Perkembangan kehidupan berkoperasi kini ini dapat dikatakan masih jauh ketinggalan apabial ketimbang pertumbuhan perjuangan swasta lainnya. Hal ini disebabkan adanya dilema-persoalan yang dihadapi koperasi sebagaimana sudah dijelaskan di atas, terutama aspek kelembagaan koperasi. Aspek kelembagaan mirip keyakinan pemerintahdan masyarakat serta partisipasi anggota yang belum maksimal, alat kelengkapan organisasi ( Rapat Anggota, Pengurus, dan Badan Pemeriksa) belum sepenuhnya berfungsi dengan baik. Disamping aspek kelembagaan tersebut, maka aspek perjuangan juga merupakan suatu permaslahan sendiri bagi kopwerasi, adalah belum mampu memanfaatkan peluang usaha secara maksimal.