Kali ini Kami akan menerangkan perihal pemahaman hadits shahih & misalnya. Ditinjau dr sisi nilainya, hadis itu mampu dibagi menjadi tiga macam yakni :
- Hadits Shahih
- Hadits Hasan
- Hadits dhaif
Karena hadits mutawatir sebagaimana telah diterangkan pasti shahih, maka pembagian tiga macam tersebut ialah menurut nilai dr hadis Ahad. Ulama yg pertama kali mengadakan pembagian tiga macam tersebut yakni Imam Turmudzi kemudian diikuti oleh ulama-ulama berikutny.
Sebelum Imam Turmudzi, ulama hadits membaginya hanya 2 macam, yakni Hadits Shahih & hadits dhaif. Hanya saja hadits dhaif itu ada dua macam yakni:
- Hadis Dhaif yg tak dapat atau tak boleh diamalkan & dipakai hujjah
- Hadis Dhaif yg tak seberapa kelemahannya sehingga tak ada hambatan untuk dipakai hujjah
Hadis Macam inilah yg oleh Imam turmudzi serta hebat hadits disebut hadis Hasan.
Shahih berdasarkan bahasa memiliki arti sehat, musuh dr sakim & mampu pula berarti hak musuh dr batal. Sedang berdasarkan pengertiannya ialah sebuah hadis yg bersambung-sambung sanadnya, dinukilkan oleh orang-orang yg adil lagi dobit dr orang yg semisal itu yakni orang yg adil lagi dobit & selamat dr ragu serta selamat dr Ilat qodih.
Dan Ibnu Hajar Al asqalani menunjukkan definisi Hadits Shahih yaitu hadis yg dinukilkan oleh orang-orang adil lagi sempurna kedobitannya, bersambung-sambung sanadnya tak ada cacat serta tak menyalahi riwayat yg lebih rajih.
Dari ke-2 definisi tersebut diatas, maka untuk dapat dikatakan hadis asli, harus memenuhi syarat-syarat berikut:
- Bersambung-sambung sanadnya
- Semua perawinya orang-orang adil
- Semua perawinya orang-orang dobit
- Hadis itu selamat dr cacat
- Hadis itu selamat dr syadz
Itisholus sanad artinya bersambung-sambung sanadnya mulai dr permulaan sanad sampai dgn selesai sanad & tak boleh ada yg putus atau gugur perawinya. Sebagai contoh hadis :
Maka Imam Bukhari menerima langsung dr Al Humaidi yg Humaidi ini menerimanya dr Sufyan & seterusnya sampai pada nabi. Jadi mulai dr Imam Bukhari sebagai mukharrij sampai dgn nabi sanadnya merupakan mata rantai yg tak terputus.
Semua perawinya yg meriwayatkan hadis itu ialah adil. Pengertian adil, disamping orang-orang harus muslim, balik, & akil sehat, para ulama berbeda usulan ihwal sifat yg lain yg mesti ada.
Sebagian ulama mengatakan mesti tak pernah berbuat dosa besar & tak melakukan perjuangan kecil yg beberapa kali, sebagian lagi beropini bahwa merupakan orang yg sudah sudah biasa dlm perbuatan-perbuatan & menjaga murahnya atau kehormatannya sesuai dgn kedudukannya.
Semua perawinya harus dobit, dobit artinya orang yg hafal serta teliti sehingga ia hafal apa yg ia ia mampu mengeluarkannya dgn mudah bilamana dikehendakinya. Kaprikornus mereka punya 3 fungsi otak yg baik yani :
- Mengecamkan
- Mengingat
- Mereproduksi kan kembali
Pengertian dobit sebagaimana tersebut di mana dinamakan dobit sodron. Selain debit sodron ada pula debit kita ban maksudnya cukup bersungguh-sungguh waspada untuk menuliskan apa yg mendengarnya, terhindar dr kekeliruan atau salah, kemudian ia memeliharanya goresan pena itu dgn baik-baik.
Sehingga di waktu ia hendak menyampaikan tulisannya tersebut pada orang lain, masih tetap seperti keadaan semula.
Hadits itu selamat dr syadz. Syadz berdasarkan bahasa memiliki arti menyendiri. Yang dimaksud di sini yaitu bahwa sanad atau Matan yg diriwayatkan orang yg adil & dobit, namun Sanad atau Matan itu menyalahi riwayat orang yg lebih tsiqoh. Atau hadits itu menyalahi riwayat beberapa orang tsiqoh yg lain dgn adanya embel-embel atau penghematan dr hadis itu.
Hadis itu selamat dr Ilat kodihah, maksudnya hadis itu tak terdapat didalamnya cacat. Cacat yg mampu mencatatkan hadits itu, baik cacat tersebut dlm Sanad mirip tampaknya Sanad itu bersambung-sambung padahal terputus, atau tampaknya sabda Nabi namun nyatanya kata sahabat.
Kalau hadits itu sudah menyanggupi 5 syarat sebagaimana tersebut di atas, jumhur ulama sudah sepakat menetapkan bahwa hadits itu merupakan Hadits Shahih. Hanya Sebagian ulama masih mengharapkan bahwa Hadits Shahih itu paling sedikit memiliki 2 sanad sehingga tiap thobaqot harus paling sedikit dua orang perawi.
Yang beropini demikian yakni Abu Ali Al Jubai dr golongan mu’tazilah. Yang demikian itu sama dgn langkah-langkah Khalifah Umar Bin Khattab kepada orang yg meriwayatkan hadis diharuskan ada saksi orang lain yg pula menerima hadis itu dr nabi.
Hal ini dikerjakan bila sobat yg meriwayatkan itu bukan teman yg sungguh-sungguh telah diyakini oleh beliau mirip sahabat Ali radiallahu’anhu, maka Umar tak meminta saksi pada orang lain.
Tetapi jumhur ulama tak mewajibkan atau mensyaratkan sekurang-kurangnyadua orang perawi tersebut, sehingga jikalau 5 syarat tersebut telah tercukupi maka hadits itu dinyatakan sebagai Hadits Shahih.
Jumhur ulama berlainan pertimbangan Bagaimana kalau salah satu syarat tersebut tak ada tak terpenuhi, apakah mutlak tak dapat dikatakan selaku Hadits Shahih ataukah masih ada kemungkinan untuk dapat dibilang selaku Hadis Shahih & dipakai menjadi hujjah.
Sebagian beropini mutlak tak dapat diterima sebagai Hadits Shahih, & sebagian lagi Masih Mungkin mampu dinyatakan sebagai hadis asli, kalau salat yg tak atau kurang dipenuhi itu tak begitu ketat.
Seperti hadis Mursal shahabi atau hadis yg diriwayatkan oleh seorang sobat namun ia tak mendengar atau melihat sendiri perbuatan atau perkataan nabi, dengan-cara formil hadis Mursal shahabi ini tak memenuhi syarat pertama dr syarat kesahihan suatu hadis sebab tak bersambung sanadnya.
Namun Sebagian ulama masih dapat mendapatkan hadis Mursal shahabi itu sebagai hadis otentik, asal syarat kawasan yg lain terpenuhi.
Demikian pula dlm definisi Ibnu Hajar tersebut, bahwa semua perawi mesti sempurna ke bawah, bagaimana kalau ada salah seorang perawi yg kurang sedikit kedobitannya, dengan-cara formal tak menyanggupi syarat yg ketiga, maka hadis tersebut paling tak dapat dibilang hadis Hasan, & hadis Hasan itu kalau banyak jalannya mampu berkembangmenjadi shohih yg shohih lighoirih.
Apakah maksud perkataan jago hadis kata-kata
Ucapan-ucapan andal hadits tersebut yaitu menurut observasi yg mendalam kepada hadis dengan-cara zahirnya berupa utamanya pada sanadnya baik kondisi & kualitas para perawi, persambungan yg antara perawi yg satu dgn yg lain memperlihatkan praduga yg keras bahwa nabi sudah berbuat atau berkata sebagaimana tersebut dlm Matan.
Walaupun masih ada kemungkinan kecil bahwa nabi bahu-membahu tak berbuat atau bersabda sebagaimana tersebut dlm Matan. Ketentuan berlaku kepada hadits-hadits yg shohih oleh Imam Bukhari & imam muslim dlm kitab shahihnya, alasannya adalah hadits yg terdapat dlm kitab itu adalah kebanyakan hadits ahad & hadits-hadits ahad menawarkan manfaat dzonni.
Demikian pendapat jumhur ulama. Tetapi berdasarkan pertimbangan Ibnu Salah & dibarengi oleh Ibnu Hajar & As Sayuthi bahwa hadis-hadis yg telah dinyatakan sohih oleh Imam Bukhari & Imam Muslim dlm kitab shahihnya, menunjukkan manfaat qot’i artinya harus diyakini akan kebenarannya. Makara hadis yg ada di kitab Shahih Bukhari Muslim ialah مقطوع بصحتهما tak cuma مظنون بصحتهما sebagaimana pertimbangan jumhur ulama.