√ Pola Pewarisan Sifat Organisme

Pola Pewarisan Sifat Organisme – Pada waktu SMP (Kelas IX), Anda sudah mempelajari pewarisan sifat dr induk pada anaknya, baik yg memakai satu sifat beda (monohibrid) maupun dua sifat beda (dihibrid). Di Kelas XII ini pada bab sebelumnya, Anda pun sudah mempelajari substansi genetika berupa senyawa kimia DNA & RNA selaku pembawa keterangan genetika. Selain itu, sudah dipelajari pula wacana aturan Mendel.

Pada penjelasan kali ini, Anda akan mempelajari sifat-sifat keturunan yg diturunkan ke generasi berikutnya (hereditas) melalui gamet dgn aturan tertentu. Sungguh besar kekuasaan Yang Maha Esa. Tentu saja pelajaran & wawasan ihwal reproduksi sel pada bab sebelumnya sangat menunjang materi ini.

Seperti apakah pola-pola hereditas itu? Apakah relasi reproduksi sel dgn hereditas? Apakah hipostasis & epistasis itu? Bagaimanakah terjadinya pindah silang? Apakah pautan seks itu? Apakah gen letal itu? Pada bagian ini dgn memakai gambar, versi, diskusi & menjalankan peran & latihan soal, Anda diperlukan mampu mengetahui pola pewarisan sifat pada organisme.

A. Pewarisan Sifat

Pada setiap proses perkawinan, tak semua sifat yg ada pada induk atau orangtua diwariskan pada anak-anaknya. Apabila salah satu orang tuamu memiliki rambut ikal (keriting) maka tidak semua anak akan mempunyai rambut keriting. Hal ini karena sifat yg diwariskan berasal dr kedua orangtua, bukan cuma satu.


Pada masalah rambut keriting, sifat rambut keriting ini bersifat lebih berkuasa dibandingkan dgn sifat rambut lurus sehingga anak akan lebih banyak mempunyai rambut keriting dibandingkan dgn rambut lurus. Sifat lebih berkuasa rambut keriting ini dinamakan dgn mayoritas dan sifat rambut lurus dinamakan resesif.


Rambut lurus disebabkan karena ada interaksi gen resesif dr ibu & ayah. Dalam ilmu Genetika, bentuk rambut yg dihasilkan dr interaksi gen itu disebut dgn fenotipe (penampakan), sedangkan interaksi gen di dlm tubuh diartikan selaku genotipe (penyebab penampakan sifat). Genotipe biasanya dituliskan dlm suatu simbol-simbol yg menerangkan suatu sifat. Sifat yg secara biasa dikuasai ditulis dgn aksara besar & sifat resesif ditulis dlm huruf kecil.


Pada rambut keriting dan lurus, genotipe yg dituliskan yakni KK atau Kk untuk keriting dan kk untuk rambut lurus. Kk tetap menghasilkan fenotipe rambut keriting karena K lebih banyak didominasi terhadap k penyebab rambut lurus.


Apabila rambut kedua orangtua Anda ialah keriting, sedangkan Anda berambut lurus maka Anda jangan berpikir bahwa Anda yakni bukan keturunan orang bacin tanah Anda karena tak mempunyai kesamaan rambut dgn mereka. Hal ini dimungkinkan jikalau kedua orangtua mempunyai gen heterozigot. Perhatikan Gambar 5.1 berikut.

Pola distribusi gen-gen dr kedua orangtua pada keturunannya.Bagaimana fenotipe anak anaknya?


Genotipe dr suatu sifat dapat ditulis dlm dua bentuk. Apabila genotipe rambut ikal tersebut yakni KK maka genotipe ini disebut dgn homozigot (terdiri atas genotipe yg sama). Jika Kk disebut heterozigot, terdiri atas genotipe yg berlainan, tetapi masih memengaruhi satu sifat. Dari gambar tersebut mampu disimpulkan bahwa seorang anak yg dilahirkan dr keluarga tersebut mempunyai potensi 75% berambut keriting dan 25% berambut lurus.

Baca juga

Mutasi

B. Pola-Pola Hereditas

Pewarisan sifat dr induk pada turunannya mengikuti suatu pola hereditas (pewarisan sifat) tertentu. Pola pewarisan sifat pertama kali diamati oleh Mendel.


Setelah diteliti lebih lanjut, para ilmuwan mendapati perbedaan- perbedaan yg tak sesuai dgn pola yg dikemukakan Mendel, antara lain penyimpangan semu aturan Mendel, pautan & pindahan silang, determinasi seks, & gen letal. 

1. Hukum Mendel

Pewarisan sifat dipelajari pertama kali oleh Gregor Johann Mendel (1822–1884). Mendel melaksanakan percobaan pewarisan sifat pada tanaman ercis (Pisum sativum) (perhatikanlah Gambar 5.2).

Percobaan yg dilakukan Mendel pada tanaman ercis (Pisum sativum)


Ada beberapa alasan kenapa tanaman ercis diseleksi oleh Mendel untuk mengawali percobaannya ini, di antaranya selaku berikut.

a. Tanaman ercis (Pisum sativum) mempunyai kombinasi yg cukup kontras, di antaranya :

  • warna biji : kuning & hijau
  • kulit biji : kisut & halus
  • bentuk buah/polong :  halus & bergelombang d. warna bunga : ungu & putih
  • tinggi batang : panjang & pendek
  • posisi bunga : aksial (ketiak daun) & terminal (ujung batang)
b. Dapat melakukan penyerbukan sendiri.

c. Cepat membuat keturunan. 

d. Praktis dikawinsilangkan.


Dalam percobaannya, Mendel selalu menuliskan wacana data yg diperolehnya & mendapatkan suatu keteraturan jumlah perbandingan pada setiap sifat yg dikawinkannya tersebut (perhatikan Gambar 5.3). 

Perbedaan sifat yg mencolok pada tanaman ercis (Pisum sativum)

Seluruh hasil pengamatan terhadap percobaannya itu menciptakan perbandingan 3 : 1. Dari percobaan pertamanya ini, Mendel kemudian merumuskan suatu hipotesis bahwa sifat yg ada pada organisme akan diturunkan dengan-cara bebas atau diketahui dengan Hukum I Mendel.

a. Monohibrid

Persilangan monohibrid merupakan persilangan yg hanya memakai satu macam gen yang berlainan atau memakai satu tanda beda. Anda sudah mengenali bahwa ada pasangan gen pada kromosom homolognya yg kuat terhadap suatu sifat. Melalui percobaan yg dijalankan oleh Mendel maka Anda mampu lebih mengerti mengenai dampak alel yg menawarkan kombinasi pada bentuk atau fenotipe makhluk hidup.

Mendel mengawinkan bunga ercis berwana ungu dgn bunga ercis berwarna putih. Perkawinan induk ini dinamakan dengan parental (P). Hasil perbandingan anakan yang diperoleh disebut dengan filial (F).

Hasil perkawinan pertama yakni semuanya mempunyai warna bunga ungu. Tumbuhan kacang ercis sesama bunga ungu ini kemudian dikawinkan sesamanya & diperoleh hasil 3 bunga ungu berbanding satu bunga putih. Perhatikan Gambar 5.4.

Persilangan monohibrid menciptakan rasio fenotipe 3 : 1.

Sebagai Contoh 5.1

Rambut lurus merupakan sifat resesif. Dari perkawinan orangtua yg keduanya berambut keriting heterozigot, berapakah kemungkinan perbandingan anak- anaknya?

Jawab


Jadi, keturunan F1 yg dihasilkan ialah 75% berambut keriting & 25% berambut lurus.
Pada beberapa problem, terdapat gen sealel yg tak lebih banyak didominasi terhadap yang lain. Keadaan ini disebut lebih banyak didominasi tak penuh. Pada secara biasa dikuasai tak sarat , individu heterozigot mempunyai fenotipe pencampuran dr kedua sifat gen sealel. Sifat ini disebut intermediet. Perhatikan diagram persilangan berikut.

b. Dihibrid

Persilangan dihibrid merupakan persilangan yg memakai dua tanda beda atau dua pasangan kromosom yg berlawanan. Suatu sifat dr organisme tidak cuma diturunkan lewat satu jenis alel saja, tetapi beberapa sifat juga mampu diturunkan oleh beberapa alel secara bersama-sama.

Sifat ini dipelajari oleh Mendel dalam percobaan kacang ercisnya. Mendel melihat adanya beberapa sifat kacang ercis yg disilangkan timbul dlm generasi selanjutnya. Ia mulai dgn menyilangkan dua sifat beda, ibarat kacang ercis biji lingkaran warna kuning dengan biji kisut warna hijau.

Jika kacang ercis biji lingkaran yakni BB dan kacang ercis biji warna kuning ialah KK maka kacang ercis biji bulat warna kuning adalah BBKK & kacang ercis biji kisut warna hijau yaitu bbkk. Dari persilangan parental kacang ercis biji bulat warna kuning (BBKK) dgn kacang ercis biji kisut warna hijau (bbkk), warna kuning semuanya (BbKk).


Perkawinan antara F1 dapat dilakukan dgn perkiraan selaku berikut.


Dari metode di atas, diperoleh perbandingan fenotipe = 9/16 biji lingkaran kuning, 3/16 biji bulat hijau, 3/16 biji kisut kuning, & 3/16 biji kisut hijau. Dalam banyak persilangan antara organisme heterozigot dgn dua pasang gen, maka kombinasi perbandingan 9 : 3 : 3 : 1 ialah jumlah yg sungguh lazim didapatkan. Perhatikanlah Gambar 5.5.

Persilangan dihibrid yg dilaksanakan Mendel menciptakan rasio fenotipe 9 : 3 : 3 : 1


Dari percobaan ini, Mendel mendapatkan bahwa setiap sifat dr kedua induk diturunkan dengan-cara bebas & tak terikat dgn sifat yg yang lain sehingga Mendel menamakannya hukum pemisahan dengan-cara bebas atau disebut Hukum II Mendel. Jika terdapat dua individu bertentangan dlm dua sifat atau lebih maka sifat yg satu akan diturunkan tak bergantung pada pasangan sifat yang lain.

Contoh 5.2

Pada percobaan yg yang lain, Mendel menjajal mengawinkan antara tanaman ercis batang tinggi biji bundar & tanaman ercis batang pendek biji kisut. Hasil keturunan F₁, semuanya berbatang tinggi dgn biji lingkaran. Jika tumbuhan ercis keturunan F1 tersebut dikawinkan dgn tumbuhan ercis batang pendek biji kisut, berapa keturunannya yg mempunyai batang panjang biji bulat?


Jawab :



Makara, keturunan F2 yg mempunyai fenotife batang panjang biji bulat yakni 25%.


Pada banyak  kejadian,  para ilmuwan mendapatkan  jumlah perbandingan anakan F2 yg berbeda perbandingan jumlah biasa yg didapatkan oleh Mendel dlm percobaannya. Perbandingan tersebut merupakan contohnya (15 : 1), (12 : 3 : 1 ), (9 : 3 : 4), atau (9 : 6 : 1). Namun, jika diperhatikan dgn saksama, perbandingan-perbandingan tersebut merupakan kombinasi dr perbandingan genotipe yg ditemukan oleh Mendel 9 : 3 : 3 : 1. Karenanya, beberapa perbandingan lain yg didapatkan selaku hasil dr perkawinan organisme dgn dua sifat beda dinamakan dgn penyimpangan semu hukum Mendel. Selain itu, terdapat pula beberapa pengembangan dr dasar-dasar  wawasan genetika Mendel yg digunakan untuk mengetahui banyak sekali macam pola pewarisan sifat yg akan Anda pelajari selanjutnya.

2. Penyimpangan Semu Hukum Mendel

Pada tahun 1906, W. Bateson dan R.C Punnet mendapatkan bahwa pada persilangan F2 bisa menghasilkan rasio fenotipe 14 : 1 : 1 : 3. Mereka menyilangkan kacang kapri berbunga ungu yg serbuk sarinya lonjong dengan bunga merah yang serbuk sarinya lingkaran. Rasio fenotipe dari keturunan ini menyimpang dari aturan Mendel yang sebaiknya pada keturunan kedua (F2) perbandingan rasionya 9 : 3 : 3 : 1.

Tahun 1910 T.H. Morgan, seorang sarjana Amerika mampu memecahkan misteri tersebut. Morgan menemukan bahwa kromosom mengandung banyak gen & mekanisme pewarisannya menyimpang dr Hukum II Mendel. Pada lalat buah, hingga sewaktu ini sudah dimengerti kira-kira ada 5.000 gen, sedangkan lalat buah cuma memiliki 4 pasang kromosom saja. Berarti, pada suatu kromosom tak terdapat suatu gen saja, melainkan puluhan bahkan ratusan gen.

Pada biasanya, gen memiliki pekerjaan sendiri-sendiri untuk menumbuhkan sifat, tetapi ada beberapa gen yg berinteraksi atau dipengaruhi oleh gen lain untuk menumbuhkan sifat. Gen tersebut mungkin terdapat pada kromosom yg sama atau pada kromosom yg berlawanan.

Interaksi antargen akan memunculkan perbandingan fenotipe yang keturunannya menyimpang dari aturan Mendel, keadaan ini disebut penyimpangan semu aturan Mendel. Jika pada persilangan dihibrid, berdasarkan Mendel perbandingan fenotipe F2 yakni 9 : 3 : 3 : 1, pada penyimpangan semu perbandingan tersebut dapat menjadi (9 : 3 : 4), (9 : 7), atau (12 : 3 : 1).

Perbandingan tersebut merupakan adaptasi dr 9 : 3 : 3 : 1. Interaksi gen yg menimbulkan terjadinya penyimpangan aturan Mendel terdapat 4 bentuk, yakni atavisme, kriptomeri, polimeri, epistasis, hipostasis, & komplementer.

a. Atavisme (Interaksi Gen)

Atavisme atau interaksi bentuk pada pial (jengger) ayam diungkap pertama kali oleh W. Bateson dan R.C. Punnet. Karakter jengger tak cuma dikelola oleh satu gen, tetapi oleh dua gen yg berinteraksi. Pada beberapa macam ayam, gen R menertibkan jengger untuk bentuk ros, gen P untuk fenotipe pea, gen R & gen P kalau berjumpa membentuk fenotipe walnut. Adapun  gen r berjumpa p memunculkan fenotipe singel (Gambar 5.6).

Bentuk jengger pada ayam (a) singel, (b) pea, (c) walnut, & (d) ros. Manakah sifat hasil interaksi gen?

Berdasarkan hasil persilangan tersebut, kita mendapatkan rasio fenotipe selaku berikut:

    9 Walnut : 3 Ros : 3 Pea : 1 Singel

Berbeda dgn persilangan yg dijalankan oleh Mendel dgn kacang ercisnya maka sifat dua buah bentuk jengger dlm satu ayam sangatlah ganjil. Dengan adanya interaksi antara dua gen mayoritas & gen resesif semuanya akan menciptakan kombinasi fenotipe gres, yakni ros & pea.


Gen lebih banyak didominasi R yg berinteraksi dgn gen resesif P akan menghasil- kan bentuk jengger ros & gen resesif r yg berjumpa dgn gen mayoritas P akan menciptakan bentuk jengger pea. 


Perbedaan bentuk jengger ayam ini dinamakan dgn atavisme.


Salah satu penyimpangan dari aturan Mendel yaitu adanya kriptomeri, yakni gen dgn sifat mayoritas yg cuma akan timbul jikalau hadir bareng dengan gen mayoritas lainnya. Peristiwa ini pertama kali diamati oleh Correns pada sewaktu pertama kali mendapatkan hasil perbandingan persilangan bunga Linaria maroccana dari galur alaminya yakni warna merah dan putih. Hasil Fdari  persilangan  tersebut  ternyata  menghasilkan  bunga  berwarna ungu semuanya.


Dari hasil persilangan antara generasi F1 berwarna ungu ini, dihasilkan generasi Linaria maroccana dengan perbandingan F2 keseluruhan antara bunga warna ungu : merah : putih ialah 9 : 3 : 4.


Setelah dilakukan penelitian, warna bunga merah ini disebabkan oleh antosianin, yakni suatu pigmen yg berada dlm bunga. Bunga berwarna merah diidentifikasi selaku bunga yg tak mempunyai antosianin. Dari pengamatan lebih jauh, ternyata warna merah disebabkan oleh antosianin yang datang dlm kondisi sel yg asam & bila hadir dlm kondisi basa akan dihasilkan bunga dgn warna ungu. Bunga tanpa antosianin akan tetap berwarna putih bila hadir dlm kondisi asam ataupun basa. Bunga merah ini bersifat mayoritas terhadap bunga putih yang tidak berantosianin.


Jika kita misalkan bunga dgn antosianin yaitu A & bunga tanpa antosianin yaitu a, sedangkan pengendali sifat sitoplasma basa yakni B & pengendali sitoplasma bersuasana asam ialah b, persilangan antara bunga putih dengan bunga merah hingga dihasilkan keturunan kedua merupakan selaku berikut.


c. Polimeri

Salah satu tujuan dr persilangan yaitu menciptakan varietas yg diinginkan atau hadirnya varietas gres. Dari persilangan yg dijalankan oleh Nelson Ehle pada gandum dgn warna biji merah dgn putih, ia mendapatkan kombinasi warna merah yg dihasilkan pada keturunannya.


Peristiwa ini mirip dgn persilangan dihibrid tak lebih banyak didominasi tepat yg membuat warna peralihan mirip merah muda. Hanya saja, warna yg dihasilkan ini tak hanya dikontrol oleh satu pasang gen saja, melainkan oleh dua gen yg berlainan lokus, tetapi masih memengaruhi terhadap sifat yg sama. Peristiwa ini dinamakan dgn polimeri.


Pada teladan persoalan persilangan antara biji gandum berwarna merah dgn biji gandum berwarna putih mampu Anda perhatikan pada skema berikut.



Hasil persilangan di atas menciptakan perbandingan fenotipe 15 kulit biji berwarna merah & cuma satu kulit biji berwarna putih. Warna merah dihasilkan oleh gen lebih banyak didominasi yg terkandung di dlm gandum tersebut, baik M₁ maupun M₂.


Pada kenyataannya, warna merah yg dihasilkan sungguh bermacam-macam,mulai dr warna merah renta, merah sedang, merah muda, hingga merah pudar mendekati putih. Semakin banyak gen dominan yg menyusunnya, semakin merah pula warna kulit gandum tersebut.

Peristiwa polimeri ini melibatkan beberapa gen yg berada di dlm lokus berlawanan tetapi memengaruhi satu sifat yg sama. Pada dilema warna kulit biji gandum ini, efek dr datangnya gen secara lazim dikuasai bersifat akumulatif terhadap penampakan warna merah. Makara, semakin banyak gen secara umum dikuasai pada organisme, akan kian merah pula dihasilkan warna kulit biji gandumnya.


Peristiwa polimeri ini melibatkan beberapa gen yg berada di dlm lokus berlainan tetapi memengaruhi satu sifat yg sama. Pada kasus warna kulit biji gandum ini, imbas dr hadirnya gen secara lazim dikuasai bersifat akumulatif terhadap penampakan warna merah. Kaprikornus, bertambah banyak gen lebih banyak didominasi pada organisme, akan makin merah pula dihasilkan warna kulit biji gandumnya.

d. Epistasis & Hipostasis

Dalam interaksi beberapa gen ini, kadang salah satu gen bersifat menutupi baik terhadap alelnya & alel lainnya. Sifat ini dimengerti dgn nama epistasis dan hipostatis. Epistasis ialah sifat yg menutupi, sedangkan hipostasis yaitu sifat yg ditutupi.


Pasangan gen yang menutup sifat lain tersebut bisa berupa gen resesif atau gen lebih banyak didominasi. Apabila pasangan gen lebih banyak didominasi yg menyebabkan epistasis, prosesnya dinamakan dengan epistasis secara lazim dikuasai, sedangkan bila penyebabnya yaitu pasangan gen resesif, prosesnya dinamakan dgn epistasis resesif. Peristiwa epistasis ini mampu didapatkan pada pembentukan warna biji tanaman sejenis gandum dan pembentukan warna kulit labu (Cucurbita pepo).


Pada pembentukan warna kulit biji gandum, Nelson Ehle menyilangkan dua varietas gandum warna kulit biji hitam dgn warna kulit biji kuning.  Nelson Ehle yakni seorang peneliti yg pertama kali memperhatikan pengaruh epistasis & hipostatis pada pembentukan warna kulit biji gandum. Hasil pengamatannya memperlihatkan bahwa 100% warna kulit biji yg dihasilkan yakni hitam.

Pada persilangan sesama F₂, dihasilkan gandum dgn kulit biji berwarna hitam, kuning, & putih. Perbandingan fenotipenya mampu diamati pada diagram persilangan berikut ini.



Dari diagram tersebut mampu kita peroleh perbandingan fenotipenya, yakni 12 hitam : 3 kuning : 1 putih.


Dapat dilihat pada persilangan ini, setiap kemunculan gen H lebih banyak didominasi maka fenotipe yg dihasilkannya yakni eksklusif warna biji hitam. Warna biji kuning cuma akan hadir apabila gen mayoritas K berjumpa dgn gen resesif h, sedangkan warna putih disebabkan oleh interaksi sesama gen resesif. Dengan demikian, gen lebih banyak didominasi H bersifat epistasis terhadap gen K sehingga peristiwa ini dinamakan dgn epistasis lebih banyak didominasi.


Peristiwa epistasis lainnya mampu ditemukan pada pembentukan warna rambut tikus. Warna hitam pada rambut tikus disebabkan oleh adanya gen R & C bersama, sedangkan warna krem disebabkan oleh rr & C. Apabila terdapat gen cc, akan dihasilkan warna albino. Perhatikan diagram berikut.

Persilangan antartikus berwarna hitam homozigot dgn tikus berwarna albino menciptakan generasi pertama F1 tikus berwarna hitam semua. Berdasarkan hasil persilangan kedua, ternyata dihasilkan rasio fenotipe 9 hitam : 3 krem : 4 albino

Kita bisa menyaksikan, adanya gen resesif cc menimbulkan semua warna rambut tikus albino. Adapun kombinansi gen mayoritas mengakibatkan warna hitam. Hadirnya gen mayoritas C menimbulkan warna rambut tikus krem.

e. Komplementer

Salah satu tipe interaksi gen-gen pada organisme yakni saling men- dukung munculnya suatu fenotipe atau sifat. W. Bateson dan R.C. Punnet yang melakukan pekerjaan pada bunga Lathyrus adoratus memperoleh kenyataan ini. Mereka melaksanakan persilangan sesama bunga putih & menciptakan keturunan F2 bunga berwana ungu seluruhnya. Pada persilangan kembang-kembang berwarna ungu F2, ternyata dihasilkan bunga dengan warna putih dalam jumlah yang banyak  dan  berlainan  dengan  asumsi  sebelumnya,  baik  hukum Mendel atau sifat kriptomeri.

Penelitian lebih lanjut yg dilaksanakan oleh keduanya mengungkapkan ada dua gen yg berinteraksi memengaruhi warna bunga, yakni gen yg mengontrol munculnya materi pigmen (C) dan gen yang mengaktifkan materi tersebut (P). Jika keduanya tidak hadir bersamaan, tentu tidak saling meleng- kapi antara sifat satu dgn yg yang lain & membuat bunga dgn warna putih (tidak berpigmen). Apabila tak ada materi pigmen, tentu tak akan timbul warna, walaupun ada materi pengaktif pigmennya. Begitupun sebaliknya, apabila tak ada pengaktif pigmen maka pigmen yg telah  ada tak akan dimunculkan & tetap membuat bunga tanpa pigmen (berwarna putih). Persilangan yang dijalankan oleh Bateson & Punnet dapat diamati pada diagram berikut ini.


Sifat yg dihasilkan oleh interaksi gen yg saling melengkapi & bekerja sama ini dinamakan dgn komplementer. Ketidakhadiran sifat lebih banyak didominasi pada suatu pasangan gen tak akan memunculkan sifat fenotipe & cuma akan timbul apabila hadir bahu-membahu dlm pasangan gen dominannya. 

3. Pautan & Pindah Silang

Gen berpautan merupakan gen-gen yg terletak pada kromosom yg sama. Adapun pindah silang merupakan proses pertukaran segmen dr kromatid-kromatid dr sepasang kromosom homolog. Hal ini terjadi dlm proses pembelahan meiosis. Pada fase meiosis apakah hal ini terjadi?

a. Pautan

Peristiwa ini pertama kali didapatkan oleh spesialis Genetika & Embriologi dr Amerika, yakni Thomas Hunt Morgan pada tahun 1910. Morgan memperoleh ketaknormalan pada observasi mengenai pewarisan sifat yg diturunkan pada lalat buah (Drosophila melanogaster) (Gambar 5.7). Perbandingan fenotipe & genotipe yg ditemukannya ternyata bertentangan dgn apa yg dikemukakan oleh Mendel maupun perbandingan menyerupai penyimpangan-penyimpangan aturan Mendel yang lain.

Drosophila melanogaster merupakan objek pengamatan yg dilaksanakan T.H. Morgan. Mengapa digunakan lalat buah?
Morgan berulang kali melaksanakan percobaan terhadap beberapa kombinasi sifat yg dimiliki oleh lalat buah ini. Objek penelitian lalat buah diseleksi oleh Morgan dengan beberapa argumentasi selaku berikut.

  1. Siklus hidupnya pendek (sekitar 10 hari untuk setiap generasi).
  2. Sepasang parental mampu menciptakan beberapa ratus keturunan (seekor betina bertelur 50–70 butir perhari dgn kesanggupan bertelur maksimum 10 hari).
  3. Mudah dipelihara dlm medium yang sederhana.
Selain itu, lalat buah mempunyai pasangan gen yg tak banyak, hanya 4 pasang. Keuntungan ini bikin observasi Morgan mampu berlangsung dgn baik & mendapatkan permasalahan yg dihadapinya.

Seperti kita pahami, gen yg dapat menurunkan sifat pada organisme terbungkus dlm suatu paket kromosom. Kromosom ini bisa tampakdgn baik pada dikala pembelahan. Karena setiap kromosom akan diwaris- kan pada generasi selanjutnya lewat proses meiosis maka sifat-sifat yg terkandung di dalamnya pun akan diwariskan pula pada organisme selanjutnya. Gen yg menenteng suatu sifat ini ternyata mampu berada pada kromosom yg berlainan atau kromosom yg sama. Pewarisan sifat-sifat pada kromosom yg berlawanan mampu diterangkan dgn baik lewat hukum Mendel yg sudah kita pelajari.

Masalah yg didapatkan Morgan pada lalat buah (Drosophila melanogaster) merupakan pewarisan sifat yg berada pada satu kromosom. Oleh lantaran itu, pada dikala meiosis, sifat yg berada dlm gen satu kromosom ini tak akan diturunkan dengan-cara bebas, melainkan gotong royong. Proses inilah yg kita namakan dgn pautan. Makara, pautan adalah kejadian gen-gen yg terletak pada kromosom yg sama tak mampu memisahkan diri secara bebas tatkala pembelahan meiosis.

Atas penemuannya, pada tahun 1933 Morgan menerima kado Nobel dlm bidang Biologi & Kedokteran. Pada percobaan tersebut, Morgan mengawinkan Drosophila betina dgn warna badan kelabu (B), sayap panjang (V) dgn jantan warna tubuh hitam (b), sayap pendek (v). Dari hasil persilangan tersebut, diperoleh semua F1 Drosophila mempunyai warna tubuh kelabu dgn sayap panjang (BbVv). Lalu, Morgan melakukan test cross dengan mengawinkan sesama keturunan F1, yakni BbVv x BbVv. 

Hasil pada F2 menampilkan cuma ada dua macam fenotipe yg didapatkan, yakni

  1. Drosophila tubuh kelabu, sayap panjang;
  2. Drosophila tubuh hitam, sayap pendek.
Morgan mendapatkan permasalahan, kenapa fenotipe F2-nya cuma ada 2 macam. Adapun jikalau mengikuti aturan Mendel harusnya didapatkan 4 macam fenotipe dgn kombinasi, yakni

  1. Drosophila tubuh kelabu, sayap panjang;
  2. Drosophila tubuh kelabu, sayap pendek;
  3. Drosophila tubuh hitam, sayap panjang;
  4. Drosophila badan hitam, sayap pendek.
Pertanyaan ini gres bisa dijawab sesudah dilakukan percobaan yg sama berulang-ulang. Berdasarkan percobaan ini, kemudian diajukan suatu teori mengenai pautan.

Gen B untuk badan kelabu & gen V untuk sayap panjang, dikenali terdapat pada kromosom yg sama. Tentu saja gen b & v selaku alelnya pula terletak pada kromosom homolognya.



Perbandingan fenotipe yg didapatkan yakni 3 warna hitam sayap panjang : 1 warna bubuk sayap pendek. Makara, pada proses pautan tak terjadi segregasi bebas menyerupai yg didapatkan oleh Mendel dlm percobaannya. Kebetulan saja Mendel mendapatkan teladan pewarisan sifat yang berada pada kromosom yg bertentangan sehingga ditemukan perbandingan 9 : 3 : 3 : 1. Apabila Mendel mendapatkan sifat yg diwariskan tersebut berada pada kromosom yg sama, tentu ia akan menciptakan penemuan yang berlainan.

b. Pindah Silang

Selain gen dlm kromosom bisa terpaut, kromosom pula mampu saling berpindah daerah pada dikala kromosom-kromosom berdekatan di bidang pembelahan pada waktu melaksanakan meiosis. Proses demikian dinamakan dgn pindah silang (crossing over). Jadi, pindah silang ialah peristiwa bertukarnya pecahan kromosom satu dgn kromosom yang lain yg sehomolog ataupun dgn bagian kromosom yg berlawanan (bukan homolognya). Peristiwa ini kerap terjadi pada gen-gen yg terpaut, tetapi memiliki jarak lokus yg berjauhan & terjadi pada waktu meiosis. Kromatid yg terbentuk pada saat melaksanakan meiosis akan bersinapsis & pada tahap ini kadang kala didapatkan pindah silang (Gambar 5.8).

  Cara Amoeba Bergerak, Makan, Bernafas dan Bereproduksi
Mekanisme pindah silang. Apa pengaruh mekanisme ini pada pewarisan sifat?



Peristiwa pindah silang selain ditemukan oleh Morgan, pula dilaporkan oleh G. N. Collins dan J. H. Kemton pada tahun 1911. Peristiwa  pindah silang ini bisa diterangkan selaku berikut.


Misalnya, gen-gen A & B terpaut pada kromosom yg sama, alelnya yakni gen a & b. Makara, genotipenya dapat ditulis AaBb. Dengan adanya pindah silang maka mampu terbentuk kombinasi gres yang merupakan variasi dr kejadian pautan. Pada organisme yg bergenotipe AaBb, mempunyai macam gamet AB & ab karena gen A & B terletak dlm satu kromosom sehingga keduanya saling berpautan dan begitu pula dengan alelnya. Perbandingan antara gamet AB & ab yg dihasilkan adalah 50% : 50% atau 1 : 1. Kombinasi tersebut dinamakan dengan kombinasi parental (KP).


Jika terjadi pindah silang, satu kromosom dgn kromosom homolognya saling menyilang dan terjadi pertukaran, bermakna akan terjadi juga pertukaran gen. Maka, untuk genotipe AaBb (AB terpaut) akan terbentuk 4 macam gamet baru selaku hasil kombinasi. Gamet tersebut adalah AB, Ab, aB, dan ab. Namun, hasil frekuensi dr rekombinan gres ini diputuskan oleh frekuensi sel yang  mengalami pindah silang.


Misalkan, dr seluruh populasi sel ada 20% sel yg mengalami pindah silang & 80% yang lain tak mengalami pindah silang, maka kombinasi parental yg diperoleh yakni:

AB = 50% × 0,8 = 40%
ab = 50% × 0,8 = 40%
Sementara rekombinan yg mungkin dihasilkan merupakan: 

AB = 25% × 0,2 = 5%
Ab = 25% × 0,2 = 5%
aB = 25% × 0,2 = 5%
ab  = 25% × 0,2 = 5%
Pada sel tersebut, frekuensi kombinasi parentalnya, yakni AB & ab masing-masing 45% (40% + 5 %) menjadi keseluruhan 90%. Sementara itu, frekuensi rekombinan yg terbentuk yakni 10%.


Peristiwa pindah silang dari gen yang berpaut akan menghasilkan kombinasi parental lebih dari 50%. Adapun rekombinannya dapat diputuskan di bawah 50%. Perhitungan sederhana di atas, mampu dikatakan sebagai cara gampang untuk memilih jarak antargen. Perlu diketahui, bahwa kekuatan tautan gen dapat bergantung pada jarak antargen yg terpaut tersebut. Semakin dekat maka kekuatannya akan kian besar (frekuensinya akan tinggi). Telah dimengerti bahwa gen-gen terletak di dlm satu kromosom terdapat beratus-ratus, bahkan beribu-ribu gen. Gen-gen ini terletak pada lokus-lokus yg berderet memanjang sesuai dgn panjang kromosom. Dari lokus satu dengan lokus yang lain mempunyai jarak yang berlainan.

Ukuran yg dipakai untuk menentukan jarak antara lokus tersebut pada kromosom disebut dgn unit. Ukuran yg sangat halus ini tak dapat dilihat lantaran jarak antara batas lokus dgn lokus lain belum niscaya (skala yg memadai). Makara, ukuran unit itu yakni ukuran khayal untuk membuat lebih gampang perkiraan genetik saja.

Sentromer lazimnya dianggap selaku titik pangkal & diberi angka 0 maka jarak gen (lokus) pada kromosom tersebut dijumlah dr angka 0. Misalnya, gen A yakni 10,5 unit berarti gen A ini berjarak 10,5 unit dr titik 0. Kemudian, gen B yg terpaut dgn A ialah 11,5 maka mempunyai arti gen B berjarak 11,5 unit dari titik 0. Berapakah jarak A–B? Jarak A–B yakni 11,5 10,5 = 1 unit. Kemudian, 1 unit disebut 1 mM (mili Morgan).

Pada persilangan AaBb dengan aabb di atas (test cross), persentase masing- masing keturunannya akan mampu dihitung, yakni selaku berikut.

Jarak A–B sudah dimengerti = 1 mM, berarti kombinasi gres (rekombinasi/RK) = 1%.

Jadi, kombinasi asli (kombinasi parental/KP) = 100% 1% = 99% sehingga masing-masing keturunan mempunyai persentase selaku berikut.

  1. AaBb = 49,5% …………………………………………….. kombinasi parental (KP)
  2. Aabb  = 0,5% ……………………………………………….  rekombinasi (RK)
  3. aaBb   = 0,5% ………………………………………………. rekombinasi (RK)
  4. aabb = 49,5% …………………………………………….. kombinasi parental (KP)
Oleh lantaran itu, bisa ditarik kesimpulan bahwa pada peristiwa pautan:

  1. kombinasi parental yang dihasilkan akan lebih besar dari 50%, sedangkan rekombinan lebih kecil dari 50%;
  2. makin kecil persentase rekombinan (RK), bermakna makin dekat jarak antarlokusnya.

4. Determinasi Seks

Setiap organisme dilahirkan dgn penentuan jenis kelamin (determinasi sex), baik yg dapat dilihat dengan-cara fisik dgn ciri se- kundernya maupun dengan-cara fungsional yg mampu dilihat dgn ciri primer. Penentuan jenis kelamin ini diwariskan dengan-cara bebas oleh gamet parental pada keturunannya dlm perstiwa meiosis.

Studi mengenai penentuan jenis kelamin organisme ini pertama kali dilaksanakan oleh Henking (1891) & Mc. Clung (1902). Penelitian ini, selain untuk mengetahui segregasi dalam determinasi seks, pula melaksanakan pengamatan kromosom seks (gonosom). Henking menemukan bentuk kromosom pada susunan perangkat kromosom yg berupa X pada belalang. Pada sperma jantan cuma didapatkan kromosom berupa X, sedangkan pada sel telur betina didapatkan sepasang bentuk X. Mc. Clung berkesimpulan bahwa kromosom ini akan menentukan jenis kelamin yg membedakan jantan & betina. Setelah observasi-observasi itu, kita mampu mengetahui bentuk-bentuk gonosom yg kita kenal dgn metode XY, XO, & ZW. 

a. Sistem XX-XY

Sistem ini lazim kita peroleh pada tumbuhan, binatang, & insan. Penamaannya menurut bentuk gonosom yg didapatkan. Gonosom X berukuran lebih besar dr gonosom Y. Sistem ini diberi tanda XX untuk betina & jantan diberi tanda XY (Gambar 5.9). Oleh karenanya, betina disebut pula homogamet & jantan heterogamet. Pada insan terdapat 46 kromosom, kromosom tubuh (autosom) 44 buah (22 pasang), sedangkan kromosom kelaminnya ada 2 buah (sepasang). Sel telur pada insan 22 + X dan sperma 22 + Y atau 22 + X(Gambar 5.9). Lalat buah (Drosophila melanogaster) mempunyai delapan buah kromosom yg terdiri atas tiga pasang autosom & satu pasang gonosom. Penulisan kromosom untuk lalat buah jantan  yaitu 6A + XY & lalat buah betina ditulis dgn 6A + XX.
Penentuan jenis kelamin pada manusia. romosom manakah yg memastikan jenis kelamin?

b. Sistem XO

Pada beberapa serangga, didapatkan bentuk berlawanan dgn penemuan sebelumnya. Jantan tak mempunyai bentuk Y, tetapi cuma satu gonosom X. Adapun betina memiliki sepasang gonosom X. Oleh karena itu, penulisan untuk perangkat gonosom betina ialah XX & jantan XO.
Jenis-jenis yg mempunyai tata cara seperti ini yakni beberapa macam serangga, mirip belalang & anggota Orthoptera (Gambar 5.10).

Jenis kelamin XX & X pada belalang

c. Sistem ZW

Sistem ZW banyak didapatkan pada jenis-jenis unggas, ikan, dan kupu-kupu. Pemberian nama dengan sistem ini didasarkan pada pengamatan yang menunjukkan sistem penentuan jenis kelamin untuk betina dan jantan terbalik dengan inovasi sebelumnya. Pada insan, yaitu betina mempunyai pasangan gonosom XY dan jantan XX. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan dlm penulisan, maka dibuat penamaan dgn metode ZW. Betina diberi lambang ZW dan jantan diberi lambang ZZ.

d. Sistem ZO

Sistem ZO ini mampu didapatkan pada berbagai jenis unggas. Pada tata cara ini susunan kromosom, kelamin ZO dimiliki oleh binatang betinanya, sedangkan jantan mempunyai susunan kromosom kelamin ZZ. Oleh karena itu, kromosom kelamin betina cuma ada satu yakni Z, sedangkan jantan mempunyai sepasang kromosom kelamin yg sama bentuknya yakni ZZ.
Penentuan jenis kelamin jantan & betina pada ayam

e. Sistem Haploid-Diploid

Pada tata cara ini, penentuan jenis kelamin tak diputuskan oleh kromosom seks, melainkan oleh jumlah kromosom tubuh (Gambar 5.12). Pada lebah & semut lazimnya tak memiliki kromosom seks. Betina meningkat dr sel telur yg dibuahi sehingga diploid. Adapun jantan meningkat dr sel telur yg tak dibuahi sehingga mereka haploid. Hal ini dikenal dgn partenogenesis. 

Sistem haploid-diploid pada lebah


5. Gen Letal

Gen maut (gen letal) merupakan gen yg mampu menimbulkan kematian suatu individu yg memilikinya. Gen-gen ini dapat menawarkan pengaruhnya pada permulaan kemajuan sehingga bisa mengakibatkan kematian sebelum lahir (pada masa embrio).
Dalam desain gen letal, dikenal perumpamaan individu carrier, yakni individu yg memiliki kesempatan untuk menurunkan sifat gen letal tersebut atau memiliki potensi untuk membawa gen yg menyebabkan kelainan.

a. Gen Letal Dominan

Gen letal secara lazim dikuasai merupakan suatu kondisi apabila suatu individu mempunyai gen homozigot secara umum dikuasai, individu tersebut akan mati. Contohnya, pada tikus gen Ay mengekspresikan rambut warna kuning yg lebih banyak didominasi terhadap gen a yg mengekspresikan warna rambut hitam. Gen Ay ini dlm kondisi homozigot menimbulkan kematian pada tikus. Jika tikus jantan kuning heterozigot dikawinkan dgn tikus betina yg pula kuning heterozigot maka keturunannya (F₁) yakni sebagai berikut.

Contoh kelainan balasan gen letal mayoritas, yakni:
  1. Ayam redep (kaki & sayap pendek)
  2. Thalasemia pada insan
  3. Ayam tak berjambul

b. Gen Letal Resesif

Pada gen letal resesif, individu akan mati kalau mempunyai gen homozigot resesif. Salah satu teladan efek dr gen letal resesif yg menyebabkan kematian yaitu pada tumbuhan jagung. Hadirnya klorofil dikelola oleh suatu gen dlm kondisi mayoritas & kalau gen tersebut berada dlm kondisi resesif maka klorofil tak mampu diekspresikan & menimbulkan kematian. Gen yg mengakibatkan hadirnya klorofil kita anggap selaku A & resesifnya yakni a. Gen heterozigot menimbulkan warna daun menjadi hijau muda. Pada persilangan antarjagung dgn daun hijau muda sesamanya akan menghasilkan selaku berikut.

C. Hereditas & Penyakit Turunan

Setelah para ilmuwan mengenali proses terjadinya pewarisan sifat pada makhluk hidup, misteri kelahiran seorang bayi yg mempunyai cacat fisik ataupun mental dapat dimengerti & menjadi suatu kajian ilmiah.

Penyakit atau cacat turunan ini memiliki sifat-sifat yg khas, yakni:

  1. bukan merupakan penyakit yg mampu ditularkan;
  2. bersifat permanen & tak mampu disembuhkan;
  3. dikendalikan oleh faktor genetis.

Adanya faktor genetis merupakan penyebab utama adanya suatu cacat atau penyakit menurun ini. Seorang jago genetika dapat menunjukan bagaimana supaya penyakit tersebut tak hadir di generasi berikutnya. Umumnya, sifat penyakit menurun merupakan alel-alel gen resesif sehingga akan hadir dlm homozigot resesif.

Beberapa penyakit menurun yg biasanya hadir ini dapat dibedakan berdasarkan jenis kromosom pembawanya, yaitu mampu bersifat autosom atau gonosom.

1. Cacat Bawaan Bersifat Autosom

Beberapa penyakit bersifat autosom yg berhasil diidentifikasi antara lain yakni albino, brakidaktili, gangguan mental, polidaktili, & diabetes mellitus.

a. Albino

Albino merupakan kelainan yg disebabkan oleh tak terbentuknya pigmentasi tubuh. Perhatikanlah Gambar 5.13. Kelainan ini merupakan kelainan bawaan yg terkait dgn kromosom badan. Selain lahir tanpa pigmentasi, orang yg mempunyai kelainan ini sungguh peka dgn cahaya berintensitas tinggi.

(a) Albino langka pada ular derik (b) Albino pada insan. Apakah perbedaan individu normal & albino?



Kelainan albino pada seorang anak bisa diturunkan dr orangtua yg keduanya albino, salah satu albino & yg lainnya carrier atau kedua orang- tuanya bersifat carrier (heterozigot).

b. Brakidaktili

Penyakit ini dapat diamati dr bentuk jari-jari tangan yg pendek. Gen yg menyebabkan penyakit ini yakni gen dominan (B) yg bersifat letal. Oleh karena itu, individu yg mempunyai genotipe homozigot lebih banyak didominasi (BB) akan mengalami maut. Adapun penyakit brakidaktili disebabkan oleh genotipe heterozigot (Bb). Keadaan genotipe homozigot resesif (bb) merupakan individu wajar .


c. Gangguan Mental

Gangguan mental atau cacat mental merupakan kelainan yg diwariskan dr kedua orangtuanya. Beberapa gangguan mental yg diketahui yaitu imbisil, debil, & idiot. Ciri-ciri dr penderita gangguan mental, antara lain warna rambut & kulit kelemahan pigmen, bereaksi lamban, tak berumur panjang, & biasanya IQ rendah.

Salah satu penyebab gangguan mental ialah rusaknya metode saraf selesai kadar asam fenilpiruvat yg tinggi dlm tubuh, atau biasanya disebut fenilketonuria (FKU). FKU disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk mensintesis enzim yg bisa mengubah fenilalanin menjadi asam amino tiroksin. Produksi enzim tersebut dikendalikan oleh gen secara umum dikuasai. Oleh karena itu, seorang anak yg mempunyai gen homozigot resesif tak bisa memproduksi enzim tersebut.

d. Polidaktili

Penderita polidaktili mempunyai jumlah jari tangan & kaki lebih dr wajar (Gambar 5.14). Polidaktili yakni suatu kelainan yg diwariskan oleh gen autosom secara lazim dikuasai P, sedangkan gen p untuk normal. Hal ini terjadi karena kelainan diputuskan oleh autosom, ekspresi gen yg terjadi berlawanan sehingga lokasi extra jari berlainan (Gambar 5.14).

Penderita polidaktili mempunyai jumlah jari lebih dr normal



e Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus yakni terbuangnya glukosa bersama urine karena terjadi gangguan fungsi insulin yang dihasilkan oleh pulau Langerhans pada pankreas. Seperempat dr penderita diabetes mellitus ternyata diakibatkan faktor genetis dan tiga perempat yang yang lain karena faktor kuliner. Penyakit ini dikendalikan oleh gen resesif homozigot (dd).

2. Cacat Bawaan yg Bersifat Gonosom

Cacat bawaan mampu pula bersifat gonosom, yakni terpaut pada kromosom seks. Beberapa cacat atau kelainan bersifat gonosom, antara lain buta warna & hemofilia.

a. Buta Warna

Kita mengenal penyakit buta warna selaku cacat bawaan yg dibawa mulai lahir. Tidak ada orang yg mengalami kelainan buta warna sehabis cendekia balig cukup logika. Ada beberapa kelompok penyakit buta warna pada insan.
  1. Buta warna total, orang ini betul-betul cuma mampu membedakan warna hitam & putih saja & tak mampu menyaksikan warna yang lain.
  2. Buta warna parsial, orang yg menderita kelainan buta warna parsial ini tak mampu untuk membedakan beberapa warna tertentu, mirip warna hijau, biru, atau merah.

Kelainan buta warna disebabkan oleh gen yg terpaut pada gonosom  X & bersifat resesif. Kehadiran gen Xcb ini pada kondisi heterozigot pada perempuan cuma akan menimbulkan ia selaku carrier & jika pada laki-laki kehadiran gen Xcb akan menimbulkan buta warna. Mengapa tak ada carrier buta warna pada laki-laki?
Perkawinan perempuan carrier dgn lelaki masuk akal mampu menjadikan lahirnya seorang anak yg buta warna. Anak manakah itu? Perhatikanlah diagram persilangan berikut.
Diagram Persilangan pada Buta Warna

b. Hemofilia

Hemofilia merupakan suatu kelainan yg menimbulkan terhambatnya proses pembekuan darah. Oleh karena itu, apabila seseorang yg mempunyai kelainan ini terluka, akan menimbulkan kelemahan darah yg lebih cepat sehingga mampu mengakibatkan kematian. Hemofilia menimbulkan tak terbentuknya faktor antihemofilia yg diperlukan untuk pemecahan trombosit menjadi trombokinase pada proses pembekuan darah. Gen penyebab hemofilia ini terkait dgn gonosom X & bersifat resesif.

Peristiwa hemofilia pertama kali diamati pada keluarga kerajaan di Eropa. Sumber utama penyakit ini yakni Ratu Victoria (Gambar 5.15). Perkawinanya dgn raja Albert melahirkan keturunan-keturunan yg menderita hemofilia & sebagian di antaranya mengalami maut.

Ratu Victoria mempunyai genotipe carrier hemofilia. Bagaimana pengaruh gen hemofilia pada keturunannya?


Pada kondisi homozigot resesif, hemofilia bersifat letal bagi perempuan sehingga hampir tak ada perempuan yg mengalami penyakit hemofilia. Contoh duduk perkara hemofilia mampu kita lihat pada perkawinan antara seorang ibu normal heterozigot & suami masuk akal berikut ini.
Diagram Persilangan pada Hemofilia

3. Golongan Darah

Golongan darah pada manusia diatur dengan-cara genetik & merupakan alel ganda. Saat ini, didapatkan tiga tata cara golongan darah. Dalam pem- bahasan berikut akan dibahas macam kelompok darah ABO & rhesus.

a. Golongan Darah ABO

Seperti sudah diketahui bahwa darah terdiri atas butir darah (eritrosit, leukosit), keping darah (trombosit), & plasma darah. Pada eritrosit terdapat sejenis protein yg dinamakan antigen atau aglutinogen. Antigen merupakan protein yg bisa merangsang pembentukan antibodi (aglutinin). Plasma darah mengandung protein yakni fibrinogen & protrombrin. Jika terjadi perangsangan oleh antigen, protrombin mampu membentuk antibodi.
Berdasarkan jenis antigen atau ada tidaknya antigen yg dikandung oleh eritrosit, Karl Landsteiner (1868-1943) pada tahun 1901 membagi kelompok darah menjadi golongan A, golongan B, kelompok AB, & kalangan O.

1. Golongan darah A (genotipe IAIA atau IAIO)

Golongan darah yg dlm eritrositnya mengandung antigen A (aglutinogen A) & dlm plasma darahnya bisa membentuk antibodi Ø atau aglutinin Ø .

2. Golongan darah B (genotipe IBIB atau IBIO)

Golongan darah yg dlm eritrositnya mengandung antigen B (aglutinogen B) & dlm plasma darahnya mampu membentuk antibodi α (aglutinin α).

3. Golongan darah AB (genotipe IAIB)

Golongan darah yg dlm eritrositnya mengandung antigen A & antigen B. Pada plasma darah golongan AB tak bisa membentuk antibodi (aglutinin), baik α maupun Ø .

4. Golongan darah O (genotipe I°I°)

Golongan darah yg dlm eritrositnya tak mengandung antigen A & antigen B, tetapi plasma darahnya mempunyai antibodi α & Ø .

b. Golongan Darah Sistem Rhesus

Di India, terdapat jenis simpanse berjulukan Macaca rhesus. Berdasarkan hasil observasi Karl Landsteiner & Wiener pada tahun 1940, ditemukan bahwa dlm eritrositnya mengandung jenis antigen yg dinamakan antigen rhesus. Antigen rhesus dimiliki pula oleh insan. Orang yg mempunyai antigen rhesus dinamakan rhesus positif. Genotipe RR atau Rr & yg tak mempunyai antigen dinamakan rhesus negatif rr. Plasma darah baik pada rhesus positif (Rh+) maupun pada rhesus negatif (Rh–) membentuk antibodi rhesus. Sistem rhesus ini dikendalikan oleh gen Rh dgn alel. Alel Rh bersifat lebih banyak didominasi terhadap alel rh.

Tabel 5.1 Fenotipe, Genotipe, & Gamet pada Sistem Rhesus

Perkawinan pasangan suami istri yg berlainan faktor rhesusnya mampu menjadikan ketidakcocokan pada darah ibu dgn bayi yg dikandungnya. Misalnya, perkawinan pria yg bergolongan darah rhesus positif homozigot dgn perempuan yg bergolongan darah rhesus negatif homozigot mampu melahirkan bayi yg bergolongan darah rhesus positif. Perhatikanlah Gambar 5.16a.

Pada kelahiran pertama, bayi akan lahir dgn selamat, sedangkan pada kelahiran selanjutnya akan terjadi kelainan. Hal ini disebabkan dlm plasenta ibu sudah terbentuk banyak zat antirhesus positif yang bisa meng- gumpalkan antigen rhesus dr janin kedua yg dikandungnya (Gambar 5.16b). Penggumpalan ini disebabkan, karena antibodi pada darah ibu mempunyai jumlah yg banyak. Akibatnya sebagian antibodi mampu masuk ke badan fetus atau janin melalui plasenta. Darah janin akan mengalami kerusakan yg disebut eritroblastosis fetalis

Gejala-gejala bayi yg menderita eritroblastosis fetalis, yakni tubuh sungguh pucat & kuning serta hati & limfa membesar. Penyakit ini mampu menimbulkan akhir hayat pada bayi.

(a) Bayi pada kehamilan pertama memiliki kalangan darah Rh+. (b) Pada kehamilan kedua & selanjutnya, bayi akan menderita eritroblastosis fetalis bila bayi mempunyai kelompok darah Rh+

Sekian postingan yg admin bagikan, membicarakan wacana Pola Pewarisan Sifat Organisme. Semoga bermanfaan buat anda sekalian.