“Pada 31 Oktober 1920 anggota dr dua perhimpunan pelajar paling besar di Hindia Belanda, Jong Java & Jong Sumatranen Bond berkumpul di suatu ruangan di Batavia untuk menyimak pidato P. Fournier, seorang pimpinan gerakan teosofi Hindia. Itu ialah pertemuan pertama Studiegroep Politiek Wetenshappen (Kelompok Studi Ilmu Politik)…” Kepala yg dingin & hati yg bangga”. Begitulah Fournier menyimpulkan mutu-kualitas paling penting yg harus dipunyai seorang pemimpin politik. Hati yg besar hati maksudnya adalah cinta yg menggelora terhadap tanah air, keinginan yg menyala-nyala untuk bekerja demi perkembangan bangsa.” Begitulah jiwa politik yg dikehendaki oleh Fournier pada para pelajar. Bagi Fournier, dlm sosok seorang politikus diperlukan kepala yg masbodoh, jangan hingga terbawa oleh suasana & kondisi yg ada oleh pergolakan politik yg ada pada jamannya. (Kamu mampu membaca lebih lanjut Hans van Miert, 2003).
Pada awal kala ke-20, di Nusantara timbul aneka macam kelompok & organisasi yg mempunyai konsep nasionalisme, mirip Sarekat Dagang Islam (kemudian menjadi Sarekat Islam), Budi Utomo (BU), Jong Java, Jong Celebes, Jong Minahasan, Jong Sumatranen Bond, & yang lain. Munculnya organisasi-organisasi itu mendanai fase perubahan perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda. Kalau sebelumnya berbentukperlawanan fisik kedaerahan menjadi pergerakan nasional yg bersifat modern. Organisasi-organisasi itu mengusung tujuan yg sama, yakni untuk lepas dr penjajahan.
a. Budi Utomo
Boedi Oetomo (BO) atau Budi Utomo (BU) merupakan pergerakan nasional yg diresmikan pada tanggal 20 Mei 1908, di Jakarta. Organisasi ini dirintis oleh dr. Wahidin Sudirohusodo. BU didirikan dgn tujuan untuk menggalang dana untuk menolong belum dewasa bumiputra yg kekurangan dana. Namun ide itu kurang mendapat pertolongan dr Kaum Tua. Ide dr. Wahidin itu kemudian diterima & kembangkan oleh Sutomo. Seorang mahasiswa School tot Opleiding voor Inlandsche Arsten (STOVIA). Sutomo kemudian dipilih selaku ketua organisasi itu. Sebagian besar pendiri BU yaitu pelajar STOVIA, mirip Sutomo, Gunawan Mangunkusumo, Cipto Mangunkusumo, & RT Ario Tirtokusumo. Pada tanggal 29 Agustus 1908, dr. Wahidin Sudirohusodo mendirikan BU di Yogyakarta.
Para tokoh pendiri BU beropini bahwa untuk menerima perkembangan, maka pendidikan & pengajaran mesti menjadi perhatian utama. Organisasi itu mempunyai corak sebagai organisasi terbaru, yaitu mempunyai pimpinan, ideologi & keanggotaan yg terperinci. Corak gres itu kemudian dibarengi oleh organisasi-organisasi lain yg menenteng pada perubahan sosial-politik. Organisasi BU bersifat kooperatif terhadap pemerintah kolonial Belanda. BU bersifat tak membedakan agama, keturunan, & jenis kelamin. Pada mulanya organisasi ini orientasinya cuma sebatas pada golongan bangsawan, tetapi pancaran etnonasionalisme kian terlihat ketika dilaksanakan kongres BU yg diselenggarakan pada 3-5 Oktober 1908, di Yoyakarta. Dalam kongres itu dibahas ihwal dua prinsip perjuangan, golongan muda menghendaki perjuangan politik dlm menghadapi pemerintah kolonial, sedangkan golongan renta menjaga cara lama yakni usaha sosio-kultural.
Perdebatan itu tak saja menyangkut tujuan BU tetapi pula pemakaian Bahasa Jawa & Bahasa Melayu. Perdebatan pula menyangkut wacana sikap menghadapi westernisasi. Radjiman beropini bahwa “Bangsa Jawa tetap Jawa” & memperlihatkan identitasnya yg masih Jawasentris. Sementara Cipto Mangunkusuma beropini bahwa bangsa Indonesia perlu mempergunakan pengetahuan Barat & unsur-unsur lain sehingga mampu memperbaiki taraf kehidupannya. Cipto Mangunkusumo pula beropini bahwa sebelum memecahkan kasus budaya perlu diatasi duduk perkara politik. Orientasi politik kian mencolokdi golongan muda kemudian mencari organisasi yg sesuai dgn mendirikan Sarekat Islam. Dalam perkembangannya, meskipun ada kelompok muda yg radikal, tetapi kelompok tua masih meneruskan harapan BU yg mulai diubahsuaikan dgn kondisi politik pada dikala itu. Pada waktu dibentuk Dewan Rakyat (Volksraad) pada tahun 1918, wakil-wakil BU duduk di dalamnya. Pemerintah dgn demikian tak meletakkan curiga karena sifat BU yg moderat. Seorang pimpinan BU yg melihat rapat. Bupati mengeluh perihal mereka yg hanya ingin menjaga kedudukannya selaku bupati karena warisan, sedangkan zaman mulai berganti. Agus Salim tak usang sehabis rapat Volksraad dibuka, berharap supaya kaum antik atau golongan konservatif itu bukan merupakan golongan bunyi yg lebih banyak didominasi dlm dewan tersebut.
Pemerintah Hindia Belanda mengakui BU sebagai organisasi yg sah pada Desember 1909. Dukungan dr Pemerintah Hindia Belanda ini tak lain sebagai serpihan dr pelaksanaan Politik Etis. Sambutan baik pemerintah inilah yg mengakibatkan BU sering dicurigai oleh kelompok bumiputera selaku organ pemerintah. BU mulai kehilangan wibawanya pada tahun 1935, organisasi itu bergabung dgn organisasi lain menjadi Partai Indonesia Raya (Parindra). Namun demikian, dgn segala kekurangannya BU sudah mewakili aspirasi pertama rakyat Jawa ke arah kebangkitan & pula aspirasi rakyat Indonesia. Keberadaan BO memperlihatkan ide untuk organisasi-organisasi modern yang lain, menyerupai Jong Sumatra, Jong Ambon, Sedio Tomo, Muhammadiyah, & lain-lain.
b. Sarekat Islam
Pada mulanya SI lahir lantaran adanya dorongan dr R.M. Tirtoadisuryo seorang darah biru, wartawan, & penjualdr Solo. Tahun 1909, ia mendirikan asosiasi dagang yg berjulukan Sarekat Dagang Islam (SDI). Perkumpulan itu bermaksud untuk menampilkan derma pada para pedagang pribumi biar dapat berkompetisi dgn penjualCina. Saat itu jual beli batik mulai dr materi baku dikuasai oleh penjualCina, sehingga pedagang batik pribumi makin terdesak. Kegelisahan Tirtoadisuryo itu diutarakan pada H. Samanhudi. Atas dorongan itu H. Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam di Solo (1911). Pada mulanya SI bermaksud untuk kesejahteraan sosial & persamaan sosial. Mula-mula SI merupakan gerakan sosial ekonomi tanpa menghiraukan duduk masalah kolonialisme.
Jelaslah bahwa tujuan utama SDI yaitu melindungi kegiatan ekonomi penjualIslam semoga mampu terus bersaing dgn pengusaha Cina. Agama Islam digunakan selaku faktor pengikat & penyatu kekuatan pedagang Islam yg dikala itu pula mendapat tekanan & kurang diperhatikan dr pemerintah kolonial. Sebagai asosiasi dagang SDI kemudian berpindah ke Surabaya yg merupakan kota jualan di Indonesia. SDI selanjutnya dipimpin oleh Haji Umar Said Cokroaminoto. Cokroaminoto dimengerti selaku seorang orator yg cakap & bijak, kemampuannya berorator itu menarik anggota-anggotanya. Di bawah kepemimpinannya diletakkan dasar-dasar gres yg bermaksud untuk meningkatkan semangat dagang bangsa Indonesia. Disamping itu SDI pula meningkatkan rakyat dgn menjalankan hidup sesuai ajarana agama & menghilangkan paham yg keliru ihwal agama Islam. SDI kemudian berganti nama menjadi Sarekat Islam (SI) pada tahun 1913.
Pada kongres SI yg pertama, tanggal 26 Januari 1913, dlm pidatonya di Kebun Bintang Surabaya, ia menegaskan bahwa tujuan SI adalah menghidupkan jiwa jualan bangsa Indonesia, memperkuat ekonomi pribumi semoga mampu berkompetisi dgn bangsa aneh. Usaha di bidang ekonomi itu nampak sekali dgn didirikannya koperasi di Kota Surabaya. Di Surabaya pula berdiri PT. Setia Usaha, yg bergerak tak saja menerbitkan surat kabar “Utusan Hindia”, pula bergerak di bidang penggilingan padi & perbankan. Usaha itu dimaksudkan untuk membebaskan kehidupan ekonomi dr ketergantungan bangsa aneh.
|
Rumah Cokroaminoto |
Dalam kurun waktu kurang dr satu tahun, SI sudah mempunyai cabang di banyak sekali kota. Organisasi itu berkembang menjadi besar. Kemajuan yg diraih oleh SI itu dianggap ancaman bagi pemerintah kolonial. Pemerintah kemudian mengeluarkan peraturan untuk menghambat laju pertumbuhan SI, yakni cabang mesti berdiri sendiri & terbatas daerahnya. Pemerintah kolonial tak keberatan SI tempat menyelenggarakan perwakilan yg diurus oleh pengelola sentral. Kemudian dibentuklah Central Sarikat Islam (CSI) yg mengorganisasikan 50 cabang kantor SI daerah.
Tatkala pemerintah kolonial mengizinkan berdirinya partai politik, SI yg semula merupakan organisasi nonpolitik berkembang menjadi partai politik. SI mengantarkan wakilnya dlm Volksraad (Dewan Rakyat) & memegang kiprah penting dlm Radicale Concentratie, yakni gabungan perkumpulan yg bersifat radikal. Pemerintah kolonial yg dianggap condong kearah kapitalisme mulai ditentang. SI pula aktif mengorganisasi perkumpulan buruh. Dalam suatu pembukaan rapat Volksraad masih terekam dlm kenangan bareng kaum terpelajar bumiputera ihwal Janji November (November Beloofte). Dalam pidatonya itu Gubernur Jenderal Hindia Belanda mengatakan bahwa dlm zaman gres korelasi pemerintah kolonial & proses demokratisasi dimulai. Ia pula menyampaikan, bila saatnya kelak Volksraad menjadi dewan rakyat, suatu lembaga bagi rakyat Hindia untuk memberikan hasrat untuk merdeka. Namun Volksraad tak pernah menjadi tubuh rakyat Hindia, Volksraad tetap menjadi alat bagi pemerintah kolonial. Karena kecilnya capaian yg dicapai oleh dewan rakyat tersebut, mendorong Cokroaminoto & Agus Salim untuk merubah aliran politik SI dr kooperatif ke nonkooperatif & menolak ikut serta dlm setiap dewan rakyat yg diresmikan pemerintah.
Dalam kongres SI tahun 1914, yg diselenggarakan di Yogyakarta Cokroaminoto dipilih selaku pimpinan SI. Gejala pertentangan internal mulai kelihatan & kewibawaan CSI mulai menyusut. Dalam kondisi itu Cokroaminoto tetap mempertahankan keutuhan dgn mengatakan kecenderungan untuk memisahkan diri dr CSI harus dikutuk. Karena itu perpecahan mesti dikesampingkan, persatuan, mesti dijaga karena Islam selaku unsur penyatu. Dalam kongres tahunan yg diselenggrakan SI pada tahun 1916, Cokroaminoto menyampaikan dlm pidatonya perlunya pemerintahan sendiri untuk rakyat Indonesia. Pada tahun itu kongres pertama SI yg didatangi oleh 80 anggota SI setempat dgn anggotanya sebanyak 36.000 orang. Kongres itu merupakan Kongres Nasional karena SI mempunyai keinginan supaya penduduk Indonesia menjadi satu nation atau suku bangsa, dgn kata lain mempersatukan etnis Indonesia menjadi bangsa Indonesia.
Cokroaminoto dikenali sebagai seorang politikus & orator yg pandai. Seorang perjaka yg tinggal indekost di rumahnya kesengsem dgn cara berpidatonya. Setiap hari cowok itu sering mengikuti diskusi-diskusi yg diadakan di rumah Cokroaminoto. ia pula memalsukan cara Cokro berpidato dgn berlatih pidato di balkon rumah Cokro. Kelak pemuda itu kita kenal sebagai seorang orator yg pandai & menjadi presiden pertama Indonesia, Sukarno.
Sebelum kongres tahunan selanjutnya (1917) di Jakarta, timbul aliran revolusioner sosialis ditubuh SI, yg berasal dr SI Semarang yg dipimpin oleh Semaun. Kongres tetap berjalan & memutuskan bahwa azas usaha SI yaitu pemerintahan berdiri sendiri & usaha melawan penjajahan dr kolonialisme. Sejak itu Cokroamitono & Abdul Muis mewakili SI dlm Dewan Rakyat. SI kian mendapat simpati dr rakyat. Keanggotaannya pun semakin meningkat. Sementara itu dampak Semaun makin menjalar ke tubuh SI. Sejak itulah efek sosial-komunis masuk ke dlm tubuh SI pusat maupun cabang-cabangnya. Sebagai organisasi besar SI telah disusupi oleh orang-orang yg menjadi anggota Indische Sociaal Democratische Vereninging (ISDV), mirip Semaun & Darsono.
Pada kongres SI kelima tahun 1921, Semaun melancarkan kritik terhadap kebijakan SI Pusat sehingga timbul perpecahan. Di satu pihak aliran yg dikehendaki SI yaitu ekonomi dogmatis yg diwakili oleh Semaun, yg kemudian diketahui dgn SI Merah beraliran komunis. Di sisi lain, SI mengharapkan aliran nasional keagamaan yg diwakili oleh Cokroaminoto, yg kemudian dikenal dgn SI Putih. Rupanya tanda-tanda usaha dua aliran itu tak dapat dipersatukan. Agus Salim & Abdul Muis mendesak biar ditetapkan disiplin partai yg melarang keanggotaan rangkap. Usulan itu sangat mencemaskan Partai Komunis Indonesia (PKI). Oleh karena itu, Tan Malaka meminta displin partai diadakan perkecualian bagi PKI. Namun demikian, disiplin partai dapat diterima oleh kongres dgn suara mayoritas. Konsekuensi dr itu Semaun dikeluarkan dr SI, lantaran tak boleh rangkap anggota. Dengan demikian, langkah pertama dr efek PKI ke dlm tubuh SI sudah mampu ditanggulangi.
Sementara itu dlm kongres di Madiun 1923, Central Sarekat Islam (CSI) diganti menjadi Partai Sarekat Islam (PSI), & memberlakukan disiplin partai. Di lain pihak, SI yg mendapat pengaruh PKI menyatakan diri bernaung dlm Sarekat Rakyat yg merupakan bentukan PKI. Azas perjuangan PSI ialah nonkooperasi artinya oraganisasi itu tidak mau berafiliasi dgn pemerintah kolonial. Namun organisasi itu mengizinkan anggotanya duduk di dlm Dewan Rakyat atas nama pribadi. Kongres PSI tahun 1927 menegaskan azas perjuangan organisasi itu ialah mencapai kemerdekaan nasional menurut agama Islam. Karena PSI menggabungkan diri dlm Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI), nama PSI ditambah dgn Indonesia untuk memperlihatkan usaha kebangsaan. Selanjutnya organisasi itu berjulukan Partai Sarikat Islam Indonesia (1927). Maka muncullah imbas positif bagi perkembangan nasionalisme PSI. Perubahan nama itu berkaitan dgn kehadiran Sukiman yg gres datang dr Belanda. Dalam konggres Pemuda tahun 1928, PSII aktif mengambil belahan dlm PPPKI.
Banyaknya anggota muda dlm PSII menenteng perbedaan paham antara golongan muda dgn golongan tua. Pada 1932, timbulah perpecahan dlm tubuh organisasi itu. Muncullah Partai Islam Indonesia (PARII) dibawah Dr. Sukiman yg berpusat di Yogyakarta. Agus Salim & A.M. Sangaji mendirikan Barisan Penyedar yg berupaya menyadarkan diri sesuai dgn tuntutan zaman. Persatuan dlm PSII tak bisa dipertahankan lagi, Sukiman kemudian memisahkan diri yg disertai oleh Wiwoho, Kasman Singodimedjo dll. Pada tahun 1940, Sekar Maji Kartosiwiryo mendirikan PSII tandingan kepada PSII yg dipimpin Abikusno Cokrosuyoso. Akibat perpecahan itu PSII mengalami kemunduran. Peranannya selaku Partai Islam kemudian dilanjutkan oleh Partai Islam Indonesia yg merupakan lanjutan dr PARII di bawah pimpinan Dr. Sukiman.
c. Indische Partij (IP)
Indische Partij merupakan organisasi politik yg anggota-anggotanya berasal dr keturunan gabungan Belanda-pribumi (Indo-Belanda) & orang otentik pribumi. Munculnya organisasi ini lantaran adanya sejumlah golongan orang Indo-Belanda yg dianggap lebih rendah kedudukannya dr pada orang Belanda asli (totok). Secara hukum mereka itu masuk dlm bangsa kelas I, lantaran kedudukan ayahnya yg orang Belanda. Namun demikian dengan-cara sosial karena ibunya orang pribumi mereka anggap lebih rendah oleh golongan Belanda totok. Sejumlah orang dr golongan Indo Belanda itu kemudian mendirikan asosiasi Indische Bond (1898). E.F.E Douwes Dekker yg kemudian berganti nama Dr. Danudirjo Setiabudhi berminat untuk melanjutkan Indische Bond selaku organisasi politik yg mempunyai dampak. Keinginan Douwes Dekker itu kian menguat saat ia berjumpa dgn dr. Cipto Mangunkusumo & Suwardi Suryaningrat atau diketahui dgn Ki Hajar Dewantoro. Mereka kemudian diketahui dgn “Tiga Serangkai”.
Douwes Dekker yaitu cucu Eduard Douwes Dekker atau Multatuli, seorang penulis Max Havelaar yg membela petani Banten dlm masa Tanam Paksa. Ia seorang adonan ayah Belanda & ibunya Indo. Pengalaman hidupnya itulah yg menjiwai gerak politiknya. Kedekatannya dgn buruh perkebunan kopi, dikala ia menjadi pengawas perkebunan di Jawa, yg menjadi alasan pemerintah Kolonial Belanda untuk memecatnya. Kondisi itulah yg mendorong ia untuk mendirikan organisasi yg bermaksud untuk mendapatkan kemerdekaan bagi Indie (perumpamaan Indonesia pada waktu itu). Bersama-sama dgn Suwardi Suryaningrat & Cipto Mangunkusumo maka dibentuklah Indische Partij (IP) pada tahun 1912. Keinginan IP untuk mewujudkan cita-citanya itu mendapat tanggapanpositif dr penduduk sewaktu itu. Keanggotaan IP berkembang dgn pesat. Sebagai seorang koresponden surat kabar de Locomotief di Semarang, kemudian harian Soerabajasch Handelsblad, Bataviaasch Nieuwsblad, & karenanya di majalah Het Tijdschrift & surat kabar De Expres, Douwes Dekker dgn mudah bisa mengutarakan gagasannya. Ia berpendapat hanya melalui kesatuan aksi melawan kolonial dapat mengganti tata cara yg berlaku. Ia pula beropini bahwa setiap gerakan politik haruslah mempunyai tujuan final, yaitu kemerdekaan. Pendapat itulah yg kemudian ditulis dlm Het Tijdschrift dan De Expres. Kedekatan Douwes Dekker dgn pelajar STOVIA di Jakarta membuka peluang bagi perjaka terpelajar dikala itu untuk menuangkan ide-pemikiran mereka dlm surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad, sewaktu ia menjadi redaktur surat kabar itu. Pengaruh BU juga mendasari jiwa Douwes Dekker ketika ia melaksanakan propaganda ke seluruh Jawa dr tanggal 15 September hingga 3 Oktober 1912. Dalam perjalanannya itu ia menyelenggarakan rapat-rapat dgn elit setempat di Yogjakarta, Surakarta, Madiun, Surabaya, Tegal, Semarang, Pekalongan, & Cirebon. Dalam pertemuannya dgn para tokoh elit BU itu Douwes Dekker mengajak membangkitkan semangat golongan bumiputera untuk menentang penjajah. Kunjungannnya itu membuat respon positif di kota-kota yg dikunjunginya. Dari itulah IP kemudian mendirikan 30 cabang dgn jumlah anggota 730 orang. Kemudian terus meningkat hingga mencapai 6000 orang yg terdiri dr orang Indo & bumiputera. Dalam Anggaran Dasar IP disebutkan, untuk membangun patriotisme Bangsa Hindia pada tanah airnya yg telah memberikan lapangan hidup, & merekomendasikan kerjasama untuk persamaan ketatanegaraan guna mengembangkan tanah air Hindia & untuk menyiapkan kehidupan rakyat yg merdeka.
|
Tiga Serangkai IP Sebelum Menjalani Masa Pembuangan ke Belanda |
Bagi pemerintah kolonial kesuksesan IP mendapat simpatisan dr masyarakat merupakan suatu yg berbahaya. Organisasi itu kemudian dinyatakan selaku organisasi terlarang & berbahaya (pertengahan 1913). Pemimpinnya kemudian ditangkap & dibuang. Douwes Dekker diasingkan ke Timor, Kupang. Cipto Mangunkusumo dibuang ke Bkamu. Suwardi Suryaningrat dibuang ke Bangka. Tiga Serangkai itu kemudian dibuang ke Negeri Belanda. Pembuangan Tiga Serangkai itu menjinjing pengaruh luas, tak saja di Hindia Belanda, akan tetapi pula di Negara Belanda. Di Hindia Belanda, keberadaan mereka kian mendorong bumiputera untuk memperjuangkan hak-haknya. Sementara di Negeri Belanda menjadi perdebatan politik di kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Belanda wacana pergerakan rakyat Indonesia.
Karena alasan kesehatan, pada 1914 Cipto Mangunkusumo dipulangkan ke Indonesia. Douwes Dekker dipulangkan pada 1917 & Ki Hajar Dewantoro dipulangkan pada 1918. Setelah IP dibubarkan & pimpinannya menjalankan pembuangan organisasi itu kemudian berjulukan Insulinde. Namun organisasi itu kurang mendapat sambutan dr penduduk . Kemudian tahun 1919 berganti nama menjadi Nationaal Indische Partij (NIP). Ki Hajar Dewantoro kemudian mendirikan Perguruan Taman Siswa (1922), selaku badan usaha kebudayaan & perjuangan politik.
2. Organisasi Keagamaan
Pada masa ke-19, timbul gerakan pembaruan di negara-negara Islam, di Asia Barat. Pemikiran itu merupakan reaksi atas tantangan Barat. Gerakan itu berpusat di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir dgn pimpinan Jamaluddin Al Afghani. Pengaruh gerakan itu hingga di Indonesia dgn tokoh-tokohnya Muhammad Iqbal & Amir Ali. Reformasi Islam dapatlah dikatakan sebagai gerakan emansipasi keagamaan, yaitu dgn perbaikan kaum muslim lewat pendidikan yg sedapat mungkin sejajar dgn pendidikan barat. Di Jakarta, tahun 1905, berdiri perkumpulan Jamiyatul khair yg mendirikan sekolah dasar untuk penduduk Arab. Sekolah terbaru itu disamping mengajarkan agama pula mengajarkan pelajaran berhitung, sejarah, geografi, dll.
a. Muhammadiyah
Keberadaan organisasi BU telah menampilkan ide pada KH Ahmad Dahlan untuk mendirikan suatu orgaisasi yg bersifat terbaru berjulukan Muhammadiyah. Organisasi yg diresmikan Ahmad Dahlan pada 18 November 1912, bercirikan organisasi sosial, pendidikan, & keagamaan. Salah satu tujuan pendirian Muhammadiyah yakni memurnikan pemikiran Islam. Islam seharusnya bersumber pada Al-Quran & Al-Hadis. Tindakannya yakni amar makruf nahimunkar, atau mengajak hal yg baik & menangkal hal yg jelek.
|
Lambang Muhammadiyah |
Pembaruan model Wahabiyah di Arab pun dimulai, antara lain dgn manajemen organisasi terbaru, pendirian lembaga pendidikan & dakwah lewat media atau surat kabar.
Sistem pendidikan dibangunnya dengan cara sendiri, memadukan cara tradisional dgn cara modern. Model sekolah Barat ditambah pelajaran agama yg dilaksanakan di dlm kelas. Dalam bidang kemasyarakatan organisasi ini mendirikan rumah sakit, poliklinik, & rumah yatim piatu yg dikelola oleh forum-lembaga. Usaha di bidang sosial itu ditandai dgn berdirinya Pertolongan Kesengsaraan Umum (PKU) pada tahun 1923. Itulah bentuk kepedulian sosial & tolong menolong sesama muslim.
Selanjutnya organisasi perempuan pula dibuat dgn nama ‘Aisyiah di Yogyakarta, selaku cuilan dr organisasi wanita Muhammadiah. Nama ‘Aisyiyah terinspirasi dr nama ‘Aisyah, istri nabi Muhammad yg diketahui taat beragama, cerdas, & bersungguh-sungguh bekerja untuk mendukung ekonomi rumah tangga. Diharapkan profil ‘Aisyah pula menjadi profil warga ‘Aisyiyah.
‘Aisyiyah yg masih eksis hingga kini diresmikan selaku pembaru peran kaum perempuan, khususnya di bidang keagamaan. Tatkala ‘Aisyiyah berdiri, perempuan tak menerima terusan pendidikan & kemasyarakatan karena dianggap tak perlu mengenyam pendidikan, apalagi mempunyai peran kemasyarakatan. ‘Aisyiyah beropini bahwa perempuan & pria sama-sama mempunyai kewajiban untuk mengajak pada kebaikan & menghalangi kemungkaran, tergolong melalui bidang pendidikan.
b. Nahdlatul Ulama (NU)
|
Logo NU |
Pembaruan Islam yg dijalankan di kota-kota mendorong kaum bau tanah yg ingin menjaga tradisi mereka untuk mendirikan organisasi. Reaksi positif dr golongan tradisionalisme yakni lahirnya organisasi di kelompok mereka. Saat itu kebetulan bertepatan dgn akan dilakukannya Kongres Islam sedunia (1926), di Hijaz. Para ulama terkemuka di saat itu kemudian membentuk lembaga yg bernama Jam’iyatul Nahdlatul Ulama (NU) pada 31 Januari 1926, di Surabaya. Sebagai pendiri organisasi ini yakni Kyai Haji Hasyim Ashari & sejumlah ulama yang lain. Organisasi itu berpegang teguh pada Ahlusunnah wal jam’ah. Tujuan organisasi ini terkait dgn duduk kasus sosial, ekonomi, & pendidikan.
Pada dasarnya NU tak mempunyai masalah dgn permasalahan politik. Dalam kongres yg diadakan di Surabaya, 28 Oktober 1928, diambil keputusan untuk menentang kaum reformis & perubahan-perubahan yg dilakukan oleh Paham Wahabi. Pada gilirannya kontradiksi antara kaum reformis & tradisionalis itu tak saja bisa dikurang, mereka bahkan melaksanakan kerjasama dlm melaksanakan perubahan. NU tergolong organisasi yg giat merubah tradisi berkhutbahnya dr berbahasa Arab menjadi bahasa tempat yg mampu dimengerti oleh jamaahnya. Perubahan itu kemudian mampu memberikan efek yg positif bagi pengikutnya. Perubahan cara berpikir pun mulai terlihat yg kemudian disertai dgn perbaikan organisasi dengan-cara lebih terbaru, lembaga-lembaga sosial mulai didirikan, mirip rumah sakit, rumah yatim piatu, serta sekolah-sekolah. Yang tak kalah penting dlm konteks Indonesia yaitu bangkitnya nasioalisme terbaru, yakni nasionalisme non kesukuan yg merupakan modal penting dlm terbentuknya negara-bangsa di kemudian hari
Pada tahun 1935, NU berkembang dgn pesat, NU sudah mempunyai 68 cabang dgn jumlah anggota 6.700. Pada tahun 1938, dlm kongresnya di Menes, Pandeglang, Banten, NU berupaya untuk mampu memperluas pengaruhnya ke seluruh Jawa. Kongres selanjut di Surabaya, tahun 1940, ditentukan untuk mendirikan Wanita Nahdlatul Ulama Muslimat & pemudanya dibentuklah Organisasi Ansor.
c. Organisasi Islam yang lain
Gerakan Islam terbaru pula dilakukan oleh keturunan Arab di Indonesia. Pada tahun 1914 diresmikan asosiasi Al-Irsyad oleh Syekh Ahmad Surkati. Ia berhasrat biar pendidikan agama Islam dijalankan semenjak dini & diajarkan terus menerus. Juga dikembangkannya ukhuwwah Islamijah di antara pemeluk agama Islam. Banyaknya keturunan Arab yg berdomisili di Indonesia, mendorong A.R. Baswedan untuk mendirikan Partai Arab Indonesia pada tahun 1934. Mereka beropini bahwa Indonesia selaku tanah airnya, lantaran mereka dilahirkan dr seorang perempuan Indonesia.
Di Sumatra Barat, berdiri Sumatra Thawalib. Organisasi itu diresmikan oleh kalangan perjaka Sumatra Barat, tahun 1918. Para perjaka itu mendapat pendidikan Islam di Mekah. Mereka mencar ilmu pada Syekh Akhmad Khatib, tatkala kembali ke Sumatera Barat, mereka menjinjing pemikiran Islam terbaru yg digerakan oleh Jamaluddin Al Afghani & Muhammad Abduh. Organisasi itu bermaksud untuk mengusahakan & meningkatkan ilmu pengetahuan & pekerjaan yg memiliki kegunaan bagi perkembangan & kemakmuran berdasarkan pedoman Islam. Kemudian organisasi itu berganti menjadi Persatuan Muslim Indonesia yg memperluas tujuan, yakni Indonesia Merdeka & Islam Jaya.
Organisasi itu khususnya bergerak dlm bidang pendidikan & politik. Secara cepat efek organisasi itu meluas di Sumatera Barat. Sebagai organisasi politik yg radikal, Thawalib kemudian tidak boleh untuk beraktivitas oleh pemerintah pada tahun 1936.
Persatuan Tarbiyah Islamiyah, organisasi ini diresmikan oleh ulama-ulama di Sumatera Barat yg tak oke dgn Thawalib, antara lain Syekh Sulaiman ar Rasuly. Kegiatan organisasi itu khususnya bergerak di bidang pendidikan, yakni dgn mendirikan madrasah. Mereka pula bikin majalah selaku kemudahan menyalurkan ide & ide-ide perkembangan, antara lain Suara Tarbiyatul Islamiyah (SUARTI), Al Mizan, & Perti Bulanan. Setelah kemerdekaan organisasi itu berjulukan Partai Tarbiyatul Islamiyah (PERTI). Organisasi yg sejalan dgn PERTI yakni Persatuan Muslim Tapanuli (PMT). Organisasi PMT ini diresmikan oleh Syekh Musthafa Purba, baru pada tahun 1930 pula karena tak sepaham dgn Thawalib.
Selanjutnya di Bandung berdiri Persatuan Islam (PERSIS). Organisasi itu timbul sebagai reaksi dr pembatasan gerak Jamiyatul Khair, pada tahun 1923 oleh Kiai Hasan. Organisasi itu berniat untuk meningkatkan kesadaran beragama & semangat ijtihat dgn melaksanakan dakwah & pembentukan kader lewat madrasah & sekolah.
Di Kalimantan Selatan pula berdiri organisasi yg merupakan kelanjutan dr SI. Usaha SI di bidang pendidikan dilanjutkan dgn mendirikan madrasah Daru Salam. Madrasah ini dilengkapi dgn asrama & sawah sebagai tempat untuk belajar hidup bisa berdiri diatas kaki sendiri para santri.
Kegagalan SI pula mendorong penduduk Aceh untuk melanjutkan perjuangan SI, maka didirikanlah Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA). Organisasi itu dibentuk oleh Tengku M.Daud Beureureh pada 5 Mei 1939. Tujuan organisasi itu meningkatan pendidikan biar terlaksana syari’at Islam dlm penduduk . Kemudian Nahdatul Wathan yg pula merupakan organisasi kelanjutan SI di Nusa Tenggara barat. Organisasi itu pula bertujuan untuk meningkatkan kesadaran beragama. Perhatian utama organisasi itu yakni mendirikan lembaga-lembaga pendidikan.
d. Majelis Islam Ala Indonesia (MIAI)
MIAI merupakan gabungan dr organisasi politik & beberapa organisasi massa yg bersifat moderat terhadap Belanda. Golongan Muslim yg tergabung dlm organisasi memilih sikap nonkooperasi kepada pemerintahan kolonial. Saat Jepang berkuasa, organisasi ini mendapat kelonggaran menjalankan aktivitasnya, sementara agenda organisasi yg lain tidak boleh. Karena MIAI dipandang selaku organisasi yg anti barat.
Suatu tatkala seluruh pemuka agama dipanggil oleh Gunsikan, Mayor Jenderal Okazaki ke Jakarta. Mereka diajak untuk bertukar pendapat. Pertemuan itu menciptakan MIAI mesti menambah azas & maksudnya. Kegiatan MIAI menyelenggarakan tubuh amal & peringatan hari keagamaan.
memuaskan pemerintah Jepang. Pada Oktober 1943 MIAI dibubarkan & diganti dgn Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Masyumi dipimpin oleh K.H. Hasyim Asyari, K.H Mas Mansyur, K.H Farid Ma’aruf, K.H Hasyim, Kartosudarmo, K.H Nachrowi, & Zainal Arifin.
3. Organisasi cowok
Di samping organisasi keagamaan pula berkembang organisasi & partai politik. Organisasi itu masih bersifat kedaerahan & menentang kolonialisme. Organisasi itu mempunyai tujuan untuk kebangsaan & cinta tanah air. Pada golongan cowok meningkat aneka macam gerakan untuk membebaskan tanah air dr penjajahan. Tri Koro Dharmo, didirikan di Jakarta pada 7 Maret 1915. Organisasi itu diresmikan di Gedung Kebangkitan Nasional dgn ketua dr. Satiman Wiryosanjoyo. Perkumpulan itu beranggotakan cowok-perjaka Jawa. Dalam kongresnya di Solo organisasi itu berganti nama Jong Java. Kemudian pada 1920-an Jong Java mulai melakukan perubahan persepsi dr kedaerahan ke nasional. Setelah Sumpah Pemuda ia berfusi dlm Indonesia Moeda.
Pemuda Sumatera pula mendirikan persatuan perjaka Sumatera yg dikenal dgn Jong Sumatera Bond. Organisasi itu dirikan pada 1917, di Jakarta. Persatuan itu bermaksud untuk memperkukuh relasi antarpelajar yg berasal dr Sumatera. pula menumbuhkan kesadaran di antara anggotanya, & menghidupkan kesenian Sumatera. Tokohnya yaitu Moh. Hatta & Moh. Yamin.
Perkumpulan yg yang lain dibuat berdasarkan wilayah yg ada, antara lain Jong Minahasa, Jong Celebes, & Jong Ambon. Perkumpulan ini kemudian berfusi dlm Indonesia Muda. Di samping itu pula muncul Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), pada 1925, oleh mahasiswa Jakarta & Bandung. Tujuan PPPI yakni kemerdekaan tanah air Indonesia Raya. Organisasi bersifat anti-imperialisme. Di Bandung pada tahun 1927, berdiri Jong Indonesia. Berbeda dgn organisasi-organisasi cowok sebelumnya, organisasi ini sudah bersifat nasional. Organisasi itu kemudian berganti nama Pemuda Indonesia & organisasi wanitanya berjulukan Putri Indonesia.
Pada tahun 1926, diadakanlah Kongres Pemuda Indonesia I di Jakarta yg didatangi oleh organisasi-organisasi pemuda yg masih bersifat kedaerahan itu. Meskipun dlm Kongres I itu belum menghasilkan keputusan penting, tetapi setidaknya benih-benih kebangsaan & nasionalisme sudah ditanamkan pada di saat itu.
4. Organisasi Wanita
Organisasi wanita yg meningkat sebelum tahun 1920, lebih menekankan pada perbaikan status sosial di dlm keluarga. Organisasi itu pula menekankan pada pentingnya pendidikan & masih bersifat kedaerahan. Pada tahun 1912, berdiri organisasi Putri Mardika di Jakarta.
Organisasi itu bermaksud untuk membantu tutorial & penerangan pada gadis bumiputera dlm menuntut pelajaran & mengemukakan usulan dimuka biasa , serta memperbaiki hidup perempuan selaku insan yg mulia. Berbagai kegiatan dijalankan oleh organisasi itu, terutama menyodorkan beasiswa untuk menunjang pendidikan & menerbitkan majalah perempuan Putri Mardika. Beberapa tokoh yg pernah duduk dlm kepengurusan Putri Mardika, yakni Sabaruddin, R.A Sutinah, Joyo Pranoto, Rr. Rukmini, & Sadikun Tondokusumo.
Kartini Fonds, diresmikan atas usaha Ny. C. Th. Van Deventer, seorang penasehat Politik Etis. Perkumpulan itu didirikan pada 1912 dgn tujuan untuk mendirikan sekolah Kartini. Pada tahun 1913- 1915 berdiri berbagai organisasi perempuan, khususnya di Jawa & Minangkabau. Fokus perhatian mereka yaitu mendobrak semua tradisi yg mengungkung perempuan & harapan mengembangkan mereka. Corak pergerakan perempuan pada mulanya untuk berbaikan kedudukan dlm kehidupan berumah tangga dgn memperbaiki pendidikan & mempertinggi kecakapan wanita. Sebagai pola pada tahun 1913 berdiri Kautamaan Istri di Tasikmalaya yg berencana mendirikan sekolah belum dewasa remaja putri, sekolah perempuan di Cianjur (1916), Ciamis (1916), Sumedang (1916), & Cicurug (1918). Selanjutnya pula berdiri sekolah-sekolah Kartini di Jakarta (1913), Madiun (1914), Malang & Cirebon (1916), Pekalongan (1917), & kota-kota lain. Sementara itu, di Sumatera Barat diresmikan Kerajinan Amai Setia (KAS), yg diketua Rohana Kudus. Organisasi itu bertujuan untuk meningkatkan derajat perempuan dgn belajar membaca & menulis, baik aksara Arab maupun Latin. Juga mencar ilmu bikin kerajinan tangan, mengontrol rumah tangga, & pada 1914 Kerajinan Amai Setia itu berhasil mendirikan sekolah perempuan pertama di Sumatera Barat.
Munculnya organisasi-organisasi perempuan di banyak sekali tempat tersebut mendorong pergerakan perempuan untuk lebih berperan untuk meningkatkan kemakmuran kaum perempuan. Organisasi itu pun berkembang semakin banyak. Di Jawa contohnya terbentuk Pawiyatan Wanito di Magelang (1915), Wanita Susilo di Pemalang (1918), Wanito Rukun Santoso di Malang, Putri Budi Sejati di Surabaya (1919). Organisasi-organisasi yang lain pun merasa perlu untuk membentuk organisasi perempuan selaku bagiannya, ibarat SI yg kemudian mendirikan Sarekat Siti Fatimah di Garut (1918). Organisasi & partai kemudian memperlihatkan perhatian yg besar pada organisasi perempuan. Mereka berpandangan, bahwa lewat organisasi wanita itulah tugas
|
Organisasi Putri Indonesia Bandung 1930 |
pertama selaku pendidikan anak-anak mampu dilakukan. Dengan demikian impian perjuangan & kemerdekaan disampaikan sejak dini pada belum dewasa.
Seiring meningkatnya pendidikan pada kaum perempuan, makin meningkat pula asosiasi-asosiasi perempuan. Mereka tak saja bergerak dlm bidang pendidikan, tetapi pula di bidang sosial. Perkumpulan kaum perempuan ini pula lahir sebagai organisasi wanita dr organisasi-organisasi pergerakan yg sudah ada. Organisasi yg dimaksud contohnya ‘Aisyiah. Sejak itu, dikala K.H. Ahmad Dahlan mendirikan & mengembangkan organisasi Muhammadiyah, pula mendorong & menyodorkan derma pada kaum perempuan Muhammadiyah untuk mendalami & mengamalkan aliran agama Islam. Pada tahun 1914, perempuan Muhammadiyah bergabung dlm organisasi Sopo Tresno, yg kemudian berganti nama menjadi Aisyiah, dgn Nyai Dahlan selaku ketuanya. Organisasi itu meningkat dgn jumlah anggota menjangkau 5000 orang & mempunyai 47 cabang dgn 50 kring. Aisyiah mempunyai sekolah perempuan sebanyak 32 sekolahan dgn 75 guru. Selanjutnya muncul berbagai organisasi perempuan di aneka macam tempat. Tahun 1920 di Gorontalo berdiri organisasi Gorontalosche Muhammedaansche Vrouwen Vereninging. Pada tahun itu pula Sarekat Kaum Ibu Sumatera di Bukittinggi mendirikan Nahdatul Fa’at di Sumatera Barat. Wanita Utama (1921) & Wanita Khatolik (1924) diresmikan di Yogyakarta. Sarekat Ambon mendirikan INA TUNI (1927) di Ambon, Wanita Taman Siswa (1922), Jong Islamieten Bond Dames Afdeeling (1925), & Putri Indonesia (1927). Di Manado berdiri organisasi Puteri Setia (1928), Wanita Perti cuilan dr Persatuan Tarbiyah Islamiyah, & Mameskransje Help Elkander (Sahati) di Jakarta.
5. Partai Komunis Indonesia
Dalam kongres nasional SI yg pertama penggabungan prinsip Islam & sosialisme dibicarakan. Sosialisme dipandang sebagai simbol terbaru yg bertentangan dgn imperialisme. Suatu paham yg dipandang mampu menenteng keadilan sosial, kemakmuran, & kemerdekaan bangsa terjajah. Sementara itu di Belanda, Sneevliet, Brandstrder, & Dekker mendirikan ISDV. Mereka berupaya mencari kontak dgn IP & SI untuk mendekati rakyat tetapi tak berhasil.
Untuk mendapatkan imbas yg luas di golongan penduduk Indonesia, Sneevliet berupaya memasukkan pedoman-pemikiran komunis pada penduduk . Pilihan Sneevliet supaya dapat menguasai penduduk yaitu lewat organisasi yg mempunyai wibawa & dampak yg luas, maka dipilihlah SI. Pada waktu itu SI merupakan organisasi dgn efek yg cukup kokoh di kelompok penduduk bumiputera. Anggotanya yaitu golongan perjaka & berpikiran radikal. Pengikut ISDV kemudian membentuk fraksi dlm tubuh SI.
Cepatnya efek komunis di Indonesia mencerminkan buruknya perekonomian & relasi antara gerakan politik & pemerintah Belanda. Radikalisme kaum komunis menjadikan pemerintah Belanda menghalau kaum komunis Belanda untuk pergi dr Indonesia. Dengan kepergian kaum komunis itu maka terjadilah pergantian pimpinan. Tahun 1920 organisasi itu kemudian berganti nama Partai Komunis Hindia & tahun 1924 berganti menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Komunisme praktis memukau bagi kaum terjajah, karena mereka beranggapan segara terbebas dr penjajah. Itulah sebabnya komunisme bisa dgn cepat menyebarkan pengaruhnya ke penduduk Indonesia. Pada ketika bersama-sama pemerintah Belanda menyelenggarakan penangkapan terhadap orang PKI yg menyelenggarakan agresi politik. Semaun & Darsono melarikan diri ke Rusia. Kedudukan pimpinan PKI digantikan oleh Tan Malaka. Karena keterlibatan SI & PKI dlm pemogokan besar-besaran pada tahun 1922, maka Tan Malaka & Abdul Muis ditangkap & diasingkan. PKI selanjutnya bergabung dgn Comintern (Communist International).
SI kemudian terpecah menjadi SI Putih & SI Merah. SI Putih dibawah H. Agus Salim memutuskan hubungan dgn PKI. Meskipun prinsip persatuan dipegang teguh dlm menghadapi pemerintah, tetapi karena kondisi sosio politik menguntungkan PKI bila terus diadakan koordinasi, maka Cokroaminoto pada tahun 1923 melaksanakan “disiplin partai”. Penerapan disiplin itu melarang anggota SI merangkap selaku anggota PKI.
PKI mendapat pertolongan dr kelompok buruh. Sebagai balasan dr putus asa ekonomi pada 1923, kaum buruh yg bergabung dlm Vereeninging voor Spoor en Tramwegpersoneel (VSTP) mendesak melaksanakan pemogokan untuk menuntut peningkatan upah. Pemogokan itu diikuti oleh buruh percetakan & juru mudi di Semarang. Pemogokan di Semarang meluas hingga ke Surabaya. Akibat pemogokan tersebut pimpinan PKI Semaun & Darsono diusir dr Indonesia. Pada tahun 1926-1927 pemimpin PKI melaksanakan pemberontakan, pimpinannya kemudian dibuang ke Boven Digul. Tindakan itu merupakan penyimpangan dr pola-pola kaum terpelajar, dgn semangat Kebangkitan Nasional.
6. Perhimpunan Indonesia: Manifesto Politik
Pada permulaan periode ke-20, para pelajar Hindia yg berada di Belanda mendirikan organisasi yg berjulukan Indische Vereniging (1908), yakni asosiasi Hindia, yg beranggotakan orang-orang Hindia, Cina & Belanda. Organisasi itu didirikan oleh R.M Notosuroto, R. Panji Sostrokartono, & R. Husein Jajadiningrat. Semula organisasi itu bergerak di bidang sosial & kebudayaan selaku ajang bertukar pikiran perihal suasana tanah air. Organisasi itu pula menerbitkan majalah yg diberi nama Hindia Putera.
Banyaknya pemuda-cowok pelajar di tanah Hindia yg dibuang ke Belanda, kian menggiatkan acara asosiasi itu. Dalam perkembangan selanjutnya asosiasi itu memprioritaskan duduk kasus-duduk perkara politik. Jiwa kebangsaan yg kian kuat diantara mahasiswa Hindia di Belanda mendorong mereka untuk merubah nama Indische Vereninging menjadi Indonesische Vereeniging (1922). Selanjutnya asosiasi itu berganti nama Indonesische Vereeniging (1925), dgn pimpinan Iwa Kusuma Sumatri, JB. Sitanala, Moh.Hatta, Sastramulyono, & D. Mangunkusumo. Nama perhimpunannya diganti lagi menjadi “Perhimpunan Indonesia” (PI). Nama majalah terbitan mereka pula berganti nama Indonesia Merdeka. Itu semua merupakan usaha gres dlm memperlihatkan identitas nasioalis yg timbul di luar tanah air. Mereka pula membuat simbol-simbol baru, merah putih sebagai lambang mereka & Pangeran Diponegoro selaku tokoh usaha.
Perhimpoenan Indonesia semakin mendapat simpatik dr para mahasiswa Indonesia di tanah Belanda. Jumlah keanggotaannya pun makin bertambah banyak. Tahun 1926 jumlah anggota mencapai 38 orang. Di tanah Belanda itulah para mahasiswa itu menyerukan pada semua perjaka di Indonesia Hindia untuk bersatu padu dlm setiap gerakan-gerakan mereka. PI bersemboyan “ self reliance, not mendiancy”, yg memiliki arti tak meminta-minta & menuntut-nuntut. Dalam Anggaran Dasarnya pula disebutkan, bahwa kemerdekaan Indonesia cuma diperoleh lewat aksi bareng , yakni kekuatan berbarengan oleh seluruh rakyat Indonesia menurut kekuatan sendiri. Kepentingan penjajah & yg terjajah bertentangan & tak mungkin diadakan kerjasama (nonkoperasi). Bangsa Indonesia mesti mampu berdiri di atas kaki sendiri, tak tergantung pada bangsa lain.
PI menjadi organisasi politik yg makin disegani karena efek Moh. Hatta. Di bawah pimpinan Hatta, PI berkembang dgn pesat & merangsang para mahasiswa yg ada di Belanda untuk terus memikirkan
|
Foto mahasiswa yg terhimpun dlm PI |