37 Puisi Hujan Di Malam Hari Romantis – Hambar Dan Sepi

Puisi hujan di malam hari. Hujan kan menenteng kenangan. Menghadirkannya ke hadapanmu. 
Diantara rintik hujan, ada sedih yang menyala. Ada syahdu tak terungkapkan. 
Hujan yaitu wangsit bagi bait-bait puisi. Hujan yang turun di malam hari. Hujan yang menenteng masbodoh. Fakta hujan yang bergemarai di malam sepi. 

1. Hujan Sunyi

Kau tak pernah tahu
Setiap kali hujan turun
Tiba-datang selaksa ingatan
Datang Menghujam.
Lalu saya dikelilingi sepi
Dan dipeluk oleh kesunyian 
Rasanya ingin saya pergi jauh
Ke sebuah tempat yang aneh
Membebaskan diri dari beban
Dan mencari bahagia di antara rintik hujan.

2. Sepi

Hujan sudah membawa firasat
Bawaannya rindu sesaat
Yang dahulu sudah hilang
Namun sekarang kembali datang
Ini ialah wacana kau
Yang pernah memiliki ingatan
Kenangan yang serupa dengan diriku
Cerita yang serupa dengan diriku
Angan  yang serupa dengan diriku
Dan entah bagaimana
Kau pergi tiba-datang
Tak ada waktu bagiku
Walau sekedar untuk mengajukan pertanyaan

3. Penantian

Kau begitu dengan mengasihi hujan
Bagimu hujan adalah romantis
Hujan deras ialah dramatis
Maka marilah kita menanti
Gerimis tiba membasahi bumi
Sejenak kita menikmati
Walau sedih menyisip di hati
Penantian panjang
Adalah kemarau yang begitu gersang
Sedangkan hujan adalah cita-cita
Yang datang penuh kebahagiaan

6. Seperti Hujan

Kelak kau akan tahu, tuan
Seperti apakah cintamu padaku.
Apakah seperti Hujan di pagi hari
Yang rintik-rintik bagaikan penari
Yang mempesona mu menuju ranjang kawasan tidur.
Ataukah mirip hujan di malam hari
Yang tak pernah kau lihat
Bagaimana jatuhnya
Namun hati mu terasa hangat
Mendengarkan gemericiknya.

7. Berteduh

Aku ingin berteduh
Berlama-lama di sepotong senja.
Hingga kalau matahari terbenam
Diiringi tarian hujan.
Aku hanya ingin mendengar
Gemericik hujan di atas sana
Sehingga asumsi ku melamun
Menjadi hening bagaikan telaga

8. Rindu dan Hujan

Mengapa kamu umpama kan diriku dengan hujan?
Begitu katamu dulu. 
Ah, alasannya kau tiba membasahi jiwaku yang gersang. Jiwaku yang hampir mati. Kering kerontang.
Maka hujan itu menyegarkan
Menumbuhkan
Hijau
Bunga pun bermekaran.
Tapi bagiku
Kau yakni hujan yang membawa rindu.

9. Sedih

Langit melepaskan gerimis.
Tiba-datang hujan deras.
Jatuh di sepasang mata ku.
Lalu aku mendengar semua suara,
“Lepaskan kesedihanmu…”
Kemudian air mataku menyamar di antara bulir-bulir hujan.

10. Sajak Malam

Bait -bait  itu lahir
Di malam-malam yang ber hujan
Menyenandungkan sajak-sajak kasmaran
Diantara deru angin
Dan bumi yang berkabut
Hanya saja
Kadang beliau suka bercanda
Menamparku dengan ingatan di senja yang merah, ketika kita duduk berdua, bersama asmara yang membara. 

11. Kopi

Malam ini
Rupanya hujan dan kopi bersepakat
Menjadi pasangan harmonis.
Wahai hujan
Jangan reda cepat-cepat
Temani aku hingga mata terpejam lena.

12. Semoga Saja

Kepada langit
Aku meminta semoga hujan segera memandikan jiwa-jiwa yang dirundung galau.
Menghanyutkan sampah-sampah di hati yang bingung.

13. Lebih Menyedihkan

Ada yang lebih mengenaskan dikala hujan deras: rindu terabaikan yang menggenang di bawah kaki mu.
Kau melangkah
Kemanapun ia akan mengikuti.
Kau mengeringkannya
Bagaimanapun ia kan tiba lagi.

14. Hari Bersedih

Matanya menyimpan duka
Pada awan kelabu ia bertengadah.
Kemudian dengan secangkir kopi
Dia jatuhkan sedih untuk dirayakan bersama hujan.

15. Tetesan

Aku cuma tetesan air
Yang rajin menimpa atap rumahmu.
Tak ada maksud di dalam hatiku
Untuk mengorek luka di abad lalu.
Seandainya kamu bersedih
Jangan salahkan diriku.
Jika langit sudah mendung
Apalah daya saya memang harus turun.

16. Mengguncang

Tetes hujan menggantung di ranting ranting kering.
Begitulah rinduku kepadamu, cuma tertambat dan tertambat. 
Namun angin
Namun terik matahari
Seenaknya mengguncang.

17. Jangan

Jangan kamu pinta saya
Membuatkan puisi ihwal hujan
Nanti ku tak bisa tidur satu malam.
Sebab…
Hujan menyerupai tangan dari rindu
Yang menyentuh jari jemariku
Bagaimana aku mampu menulis
Sedangkan jam hari ini ingin memelukmu.

18. Kau Biarkan

Mengapa kau biarkan
Mendung kelabu di mataku.
Lalu kau menatap
Terbit hujan dari sudut mataku.

19.  Tampias

Hujan masih menderu
Menyelinap di bulan ini
Menelisik dimalam yang sunyi
Dia memelukku
Tapi meninggalkan rindu
Yang begitu cepat berpijar bagaikan lentera di masa kemudian.
Aku tidak mau kehilangan
Kehilangan malam
Bahkan kehilangan bait puisi
Kembalilah sebentar wahai hujan
Dendangkan lagu rindu
Di antara gelap malam

20. Paling Jatuh Cinta

Aku akan menjadi seorang lelaki yang,
Paling jatuh cinta kepadamu.
Meski bukan yang pertama
Mungkin bukan pula yang terakhir
Namun saya telah berjanji
Dalam baris-baris doa
Bahwa cukuplah bagiku dirimu yang sederhana.

21. Duka di Malam Hari

Jangan berduka
Karena kopimu pernah hangat
Tapi kamu membiarkannya.
Ataukah mesti saya datangkan
Atau sekedar memanggil
Seribu atau selaksa tetesan hujan.
Agar ia menjadi pasangan yang harmonis
Seperti hatimu yang bersanding dengan murung.

22. Malam Resah

Oh bukan begitu
Jangan salah paham
Jangan pula menggerutu.
Ini cuma perihal rindu yang makin terlalu. Tapi aku tak mengerti bagaimana mengendalikannya.
Baik! Baik!
Aku akan meninggalkanmu
Tapi mungkin akan tersisa rasa kecewa.
Atau saya akan menunggumu
Tapi ada galau yang tak kunjung reda.

23. Jatuh Cinta

Kau ialah bait-bait puisi
Sebab dengan menatapmu
Kata-kata berubah menjadi sajak
Dengan memandangmu
Bisikan hati menjadi doa
Duduk bersamamu
Hilang pula segala rasa.
Maka jangan salahkan
Lelaki sederhana ini merasakan jatuh cinta.

24. Maafkan

Siapakah beliau yang menciptakan luka
Walaupun segaris, begitu terasa
Mungkin beliau lupa
Bahwa hatiku yang satu-satunya ini
Begitu mudah pecah.
Ah tapi biarlah. 
Bukankah Tuhan telah mengaruniakan
Satu telaga Dia berikan
Berisi maaf yang mesti kusampaikan
Kepada diriku
Juga pada semua manusia.

25. Puisi Hujan

Jangan menemaniku
Aku tidak ingin menjadi sekumpulan penat
Dinding sunyi, saya, dan malam sepi.
Jangan pinta diriku menciptakan suatu puisi. Bukankah Puisi adalah jalan menuju keindahan? 
Sedangkan kautahu hatiku sedang galau gulana. Menyesaki rongga dada.
Yang kuinginkan cuma secangkir kopi dengan uap mengepul. 

26. Hari Yang Duka

Bila malam telah datang
Tak ada  yang lebih riang menghinaku
Daripada sedih.
Yang datang serupa mendung
Namun enggan hujan.
Serupa daun kering
Namun enggan jatuh.
Serupa angin
Namun enggan bersemilir.
Rinduku yang hari ini
Bukanlah rinduku yang kemarin
Bukan pula esok.
Hanya saja rindu itu masih sama. Mengajakku meneteskan air mata.

27. Surga

Aku ingin bercerita
Tentang langganan baruku
Yang membisu-membisu datang bareng bintang.
Dia bernama keinginan. 
Bukan cita-cita, cuma sebuah harapan.
Dia memintaku
Berkeliling negeri indah
Berjalan lewat lorong imajinasi.
Aku tak tahu
Apakah ia sedang membantu atau mengejekku?
Ataukah ia menaruh sebongkah rindu; rindu pada nirwana yang tak tersentuh. Oleh hati maupun asumsi.

28. Hujan Turun

Sepertinya malam kian kelam
Hujan turun dengan renyai
Kalau telah begini, aku tidak mau memiliki masalah dengan keluh kesah.
Sebab hujan ialah kala yang paling damai. Meski kadang burung berkicau. Mengganggu heningku.
Dibalik hujan
Lebih baik aku merangkum bingung
Insan kulemparkan saja pada selembar daun tua, yang berlindung di balik ranting tua.
Menganyam rindu itu gampang
Tapi menjalin Cinta tak semua orang bisa.
Sebab mulut sering berhias kebencian
Padahal hati membutuhkan kasih sayang.
Sebab verbal sering gelisah
Padahal hati memerlukan ketentraman.

29. Hujan di Malam Hari

Nanti
Suatu dikala
Aku yang hanya selembar daun kering
Akan jatuh ke pelukanmu. 
Semalam engkau yakni hujan
Yang menggodaku dengan kesegaran
Rintik mu begitu romantis
Desahmu amat eksotis. 
Engkau turun di malam hari
Ketika mata handak terpejam
Membangunkanku dengan gusar
Tapi suaramu menawan ketika berkelindan dengan deru angin.

30. Hujan di Malam Dingin

Seseorang merogoh hatinya
Ingin mengeluarkan kehangatan
Malam yang hambar telah mengundang hujan.
Angin berbisik
Menyelinap hingga ke sumsum tulang.
Dia tahu betapa
Kita lemah
Kita marah
Kita sulit
Kita luluh lantah
Bagaikan sebatang lilin yang tak berdaya dikonsumsi api. 

31. Hujan di Sekolah

Sepertinya hujan
Sedang menyamar menjadi diri mu.
Mengingatkan ku duduk berdua
Bersebelahan, ketika hujan turun di sekolah.
Dia meninabobokan kita
Dengan mimpi-mimpi abad cukup umur.

32. Hujan dan Air Mata

Aku tidak mau mengajukan pertanyaan
Mengapa Tuhan menciptakan jarak
Yang jauh antara kau dan saya.
Aku tak mau bertanya
Kenapa hujan tak bersatu dengan kemarau.Atau malam berjumpa dengan siang.
Itu bukan bertanya. Itu cuma memperbesar luka. Itu cuma membuatku meneteskan air mata.
Yang ingin kulakukan
Hanyalah menerima, menerima takdir yang maha kuasa.

33. Puisi Romantis 

Puisi ini sengaja ku tulis
Ketika malam bergerimis
Saat hujan rintik-rintik
Dan desau angin menciptakan pintu jendela berderit.
Sebab aku ingin mengucapkan
Sebuah kata yang tak terungkapkan
Tapi tidak ingin cuma di telinga saja
Ku ingin kata-kataku terdengar sampai ke dalam hatimu.
Bahwa ada sebuah rasa
Entah cinta atau bukan
Hanya saja senantiasa meminta
Agar saya dan kau senantiasa berdekatan.

34. Mendengar

Kadang cuma kesunyian
Yang aku perlukan.
Agar aku mampu mendengar
Percakapan hati jauh di dalam.
Karena hiruk-pikuk dunia
Telah memekakkan telinga.
Aku tidak ingin hatiku mati rasa.

35. Dua Bait Tentang Hujan

Entah kapan hadirnya
Jiwaku gembira
Bibir tersenyum mesra
Saat hujan turun tiba-tiba.
Dari dahulu
Hujan yaitu peneguhku
Mengajakku bersimpuh
Berdoa dengan hati yang luluh.

36. Kusangka

Hari-hari telah menipuku
Kusangka mendung
Kusangka langit memberikan teduh.
Namun hingga hari ini
Hujan masih enggan turun ke bumi.

37. Puisi Hujan di Bulan Juni

Berikut ini puisi legendaris “Hujan Bulan Juni” dari Sapardi Djoko Damono yang diciptakan pada 1989.
Tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih cerdik
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu