Semua hikayat itu turut memperkaya khazanah kesusastraan Indonesia. Meskipun, sifatnya hanya selaku cerita rekaan atau dongeng, namun hikayat sering dijadikan selaku sumber nilai, seperti nilai agama, moral, budaya, estetika, & pendidikan. Bahkan, banyak pula masyarakat yg menganggapnya sebagai kenyataan sejarah yg sungguh-sungguhterjadi di masa lalu.
Cerita hikayat yg beredar dikala ini berasal dr masa lalu yg diceritakan dengan-cara turun temurun. Dengan cara yg sungguh sederhana (cara mulut), hikayat tersebut melintasi ruang & waktu, generasi ke generasi, hingga sampai di zaman kita sekarang ini. Hikayat akan terus diceritakan lantaran nilai-nilai kebaikan yg terkandung di dalamnya akan selalu berkaitan hingga kapan pun.
Kami akan memperlihatkan semua pola hikayat itu untuk Anda baca semoga bisa menyerap pesan & amanat yg di bawa oleh masing-masing hikayat tersebut. Berikut ini misalnya:
Daftar Isi
Contoh Hikayat
Judul-judul hikayat yg akan kami tampilkan dlm teladan ini yakni Hikayat Bayan Budiman, Hikayat Hang Tuah, Si Miskin, Indera Bangsawan, Bunga Kemuning, Iskanda Zulkarnain, Malim Deman, & lain-lain. Yuk, mari kita mulai saja contohnya:
Contoh 1: Hikayat Bayan Budiman
Hikayat Bayan Budiman
Pada zaman dahulu kala, di Kerajaan Azam hiduplah seorang saudagar kaya yg sudah berkeluarga berjulukan Khojan Mubarok. Kebahagiaan keluarga itu kurang lengkap karena belum pula dikaruniai momongan. Meskipun begitu, sang saudagar kaya tak frustasi & tak lelah memanjatkan doa agar harapannya segera terkabul.Penantian yg panjang itu pun selsai, sang istri alhasil mengandung kemudian melahirkan seorang bayi pria yg diberi nama Khojan Maimun. Maimun berkembang menjadi seorang anak yg baik hati & saleh. Saat usianya menginjak 15 tahun, sang pemuda dinikahkan dgn Bibi Zainab, anak dr seorang saudagar kaya.Hingga pada suatu hari, Khojan Maimun meminta izin pada sang istri untuk pergi berlayar. Sebelum pergi berangkat, Khojan Maimun berbelanja seekor burung bayan jantan & burung tiung betina. ia berpesan pada istrinya jika menghadapi problem sebaiknya dibicarakan dgn kedua burung itu.Setelah beberapa lama ditinggal suaminya, Bibi Zaenab pun merasa kesepian. Hingga suatu hari datanglah seorang anak raja yg terpikat dgn keayuan Bibi Zaenab & berencana mendekatinya. Lelaki tersebut kemudian meminta seorang perempuan tua untuk membantunya berkenalan. Bak gayung bersambut, ternyata Zaenab pula meletakkan hati pada laki-laki itu & mereka saling jatuh cinta.Suatu malam, Bibi Zaenab akan pergi dgn si anak raja & berpamitan dgn burung tiung. Burung tiung kemudian menasihatinya untuk tak pergi lantaran hal tersebut melanggar aturan Allah SWT lantaran ia sudah mempunyai seorang suami. Mendengar hal itu, perempuan itu marah lalu membanting sangkar hingga menyebabkan burung itu mati.Bibi Zaenab kemudian melihat burung bayan yg sedang tidur. Sebenarnya, burung bayan cuma berpura-pura tidur saja lantaran jikalau ia menawarkan jawaban yg sama dgn burung tiung, maka nyawanya pula akan terancam.Saat dipamiti oleh Zaenab, burung bayan itu berkata, “Anda boleh pergi, cepatlah karena anak raja itu sudah menanti. Apapun yg Anda kerjakan, hamba yg akan menanggungnya. Apalah yg dicari manusia di dunia ini selain martabat, kesabaran, & kekayaan? Hamba ini hanyalah seekor burung bayang yg dicabut bulunya oleh istri tuanku.”Malam-malam selanjutnya, Bibi Zaenab kemudian sering pergi untuk berjumpa dgn anak raja. Setiap kali ia berpamitan, burung bayan menceritakan sebuah kisah. Hingga pada hari ke-24, wanita itu menyesali perbuatan & tak akan mengulangi perbuatannya lagi.
Contoh 2: Hikayat Hang Tuah
Hikayat Hang Tuah
Bintan yaitu sebuah pulau yg indah & subur di perairan Riau. Setelah sekian lama bagai tak berpemimpin, sekarang Bintan sudah beraja. Nama raja itu Sang Maniaka. Ia yakni putra pertama Sang Purba, raja besar yg bermahligai di Bukit Siguntang, Palembang. Kabar ini menyebar mulai dr tanjung, teluk, anak sungai, bukit, hingga ke pelosok-pelosok tasik rantau Melayu, & disambut dgn sukacita. Kabar itu hingga pula ke Sungai Duyung, kampung halaman Hang Mahmud & Dang Merdu, ayah & bunda Hang Tuah.
Pada Suatu malam, Hang Mahmud bermimpi menyaksikan bulan turun dr langit. Cahayanya menyembur sarat menyinari kepala Hang Tuah. Tatkala terbangun, Hang Mahmud memeluk & mencium putranya itu dgn air mata berlinang. Mimpi itu merupakan menandakan baik, & Hang Mahmud merasa sangat senang.
Esok harinya, Hang Mahmud melangir Hang Tuah serta memandikannya dgn air bunga. Si Tuah diberi pakaian berupa kain & baju daster serba putih, serta diberi makan nasi kunyit & telur ayam. Kemudian Hang Mahmud menjemput orang renta-bau tanah untuk membacakan doa selamat.“Anak kita ini harus dipelihara baik-baik,” ujar Hang Mahmud pada istrinya, Dang Merdu.
Selanjutnya Hang Tuah dititipkan mengaji dr satu guru mengaji ke guru mengaji lainnya, mulai dr guru peranakan Keling hingga ke guru peranakan Cina. Selain mendalami ilmu agama, Hang Tuah pula piawai mengatakan dlm beberapa bahasa, mulai dr bahasa Melayu hingga bahasa Keling, Jawa, Cina, Portugis, & bahasa-bahasa yang lain.
Tatkala berusia sepuluh tahun, Hang Tuah bersama empat karibnya, Hang Jebat, Hang Kasturi, Hang Lekir & Hang Lekiu pergi berlayar ke Laut Cina Selatan. Sebelum berangkat, masing-masing dr mereka diberi sebihlah keris oleh orang tua mereka.
Di tengah pelayaran, di Riau Kepulauan. tiba tiba mereka diserang tiga buah perahu lanun. Namun mereka tidak sedikit pun gentar. Untuk menghadapi para lanun, Tuah mengarahkan perahunya ke sebuah pulau. Perahu mereka kecil, sedang ketiga perahu para lanun lebih besar. Mereka akan kalah kalau berperang di laut. Para lanun terus mengejar perahu Hang Tuah.
Setibanya di pulau, peperangan sengit segera terjadi. “Hai, budak-budak degil! Lebih baik kalian menyerah supaya tak kami bunuh!” teriak salah seorang lanun. “Cih! Kalianlah yg harus tunduk pada kami!” jawab Tuah. Malang bagi para lanun itu. Banyak di antara mereka yg terkena tempuling, seligi, & sumpitan Hang Tuah & sahabat-temannya.
Pertarungan sengit itu dimenangkan Tuah & sobat-temannya. Banyak lanun yg terluka, hingga tinggal sepuluh orang yg kesannya melarikan diri. Para lanun yg terluka dibawa Hang Tuah & ke empat karibnya ke Singapura. Di tengah Iautan, bahtera Hang Tuah kembali diburugerombolan lanun yg sebelumnya sempat melarikan diri. Untunglah, saat itu tujuh buah perahu Batin Singapura sedang melintas menuju Bintan. Tujuh bahtera itu segera menghadang bahtera para lanun, yg risikonya berbalik arah & melarikan diri.
Keberanian Tuah & teman-temannya diceritakan Batin Singapura pada Bendahara Paduka Raja Bintan. Tuan Bendahara sangat takjub, & berniat suatu tatkala akan memanggil anak-anak itu.
Setelah pertandingan dgn para lanun di tengah laut, Hang Tuah & keempat karibnya mencar ilmu pada seorang pertama yg bernama Aria Putra yg mempunyai dua saudara. Sang Persata Nala & Raden Aria Sena. Sang Persata Nala pula seorang pertapa di Gunung Wirana Pura, sedangkan Raden Aria Sena adalah pegawai Kerajaan Majapahit.
Suatu hari, sekembali dr belajar, Tuah membelah kayu api dgn sebilah kapak di depan kedai orang tuanya.
Tiba-tiba ada orang mengamuk. Orang-orang kampung dikejarnya Siapa pun yg mendekat pribadi ditebasnya. Puluhan orang kampung mati & terluka. Penduduk lainnya lari lintang pukang & bersemunyi. Sambil mengacungkan keris, pengamuk itu kian mendekati Hang Tuah. Melihat peristiwa itu, Dang Merdu, ibu Hang Tuah, berteriak dr atas loteng.
“Hei, Anakku. Cepatlah naik ke kedai!“
Mendengar suara ibunya, Tuah langsung terkesiap & seketika menyiagakan kapak di tangannya. Ia menghadapi pengamuk itu dgn gagah berani. Terjadilah perkelahian yg seru & mendebarkan. Dengan ketangkasan & kecerdikannya, karenanya Tuah mampu mengalahkan si pengamuk. Orang-orang yg bersembunyi segera keluar. Mereka terkagum-kagum melihat kehebatan Hang Tuah.
“Kelak, anak ini akan jadi hulubalang besar di Tanah Melayu,” kata seorang penduduk.
Beberapa hari kemudian, Hang Tuah & keempat karibnya kembali berhasil mengalahkan empat pengamuk yg ingin mengusik Bendahara Paduka Raja Bintan. Beliau sangat takjub & berterima kasih pada Hang Tuah & mitra-kawannya, lalu mengangkat kelimanya selaku anaknya. Kisah keberanian Hang Tuah & sahabat-temannya disampaikan Bendahara Paduka Raja pada Raja Bintan, Baginda Raja Syah Alam. Baginda Raja pun kepincut & mengangkat kelima anak itu selaku anaknya pula. Baginda kemudian menghadiahkan sebilah keris yg elok pada Hang Tuah. Setelah menyambut keris & memberi hormat pada Baginda Raja, Hang Tuah bersilat sambil berseru-seru.
“Cihh, manakah ia Hulubalang Melayu? Empat, lima orang tiada gue gentar menghadapinya!“
Baginda Raja tersenyum melihat kelucuan si Tuah. Diantara empat puluh Anak angkatnya, Baginda Raja menilai Hang Tuahlah yg paling pintar. Walaupun Hang Tuah masih kecil, tak jarang Baginda Raja meminta pendapabtnya jikalau menghadapi suatu masalah.
Beberapa tahun kemudian…
Baginda Raja Syah Alam ingin mencari tempat untuk dijadikan sentra kerajaan yg gres. Maka bertolaklah dia bersama para pembesar kerajaan, Hang Tuah, & keempat karibnya. Salah seorang tamu, Raden Wira Nantaja, Pangeran dr Daha, Tanah Jawa, pula diajak melancong ke sekitar Selat Melaka & Selat Singapura. Karena gemar berburu, Baginda Raja kemudian singgah di Pulau Ledang, erat Semenanjung Melayu, untuk berburu.
Tatkala sedang berburu, rombongan Baginda Raja melihat seekor kancil putih sebesar kambing. Untuk menangkapnya, Tuah segera melepaskan dua ekor anjingnya, Kibu Nirang & Rangga Raya. Namun, kedua anjing itu justru digigit & diterjang si kancil hingga jatuh ke dlm sungai. Hang Tuah & Hang Jebat heran menyaksikan kegarangan kancil itu. Anehnya lagi, tatkala dikejar, kancil itu pun tiba-tiba menghilang begitu saja.
“Menurut petuah dr orang tua-tua, jikalau ada kancil putih di hutan atau di mana saja, maka tempat itu bagus dibentuk negeri,” kata Bendahara Paduka Raja. Setelah meminta pertimbangan para pembesar yang lain, seruan Bendahara Paduka Raja disetujui. “Baiklah kalau memang begitu. Kita akan membangun negeri baru di sini.” Kata Baginda Raja.
Baginda Raja Syah Alam kemudian menitahkan Bendahara Paduka Raja & Temenggung untuk memimpin pembangunan negeri di Pulau Ledang itu. Di tempat inilah pada mulanya diketemukan pohon Melaka yg kemudian menjadi asal-ajakan nama Melaka.
Di tengah kesibukannya memerintah negeri Kerajaan Malaka, Raja Syah Alam mendengar ada seorang putri elok. Putri itu berjulukan Tun Teja, putri tunggal Bendahara Seri Benua di Indrapura. ia manis, tetapi keras kepala. Raja Syah Alam berkenan untuk meminang Tun Teja, sehingga diutuslah Tun Utama & Tun Bija Sura ke lndrapura.
“Kami menyambut baik pinangan Raja Melaka. Namun, perlu jugalah Iebih dulu kami tanyakan pada putri kami,” kata Bendahara Seri Benua tatkala menerima Tun Utama & Tun Bija Sura di Balai Kerajaan. ia berkata demikian karena sudah sering putrinya menolak lamaran anak-anak raja yang lain.
Bendahara Seri Benua kemudian menemui Tun Teja & mengutarakan maksud kehadiran delegasi Malaka tersebut.
Mendengar penjelasan ayahnya, Tun Teja menjawab, “Ayahanda, Raja Malaka yakni putra dr seorang raja besar sedangkan hamba hanyalah anak dr seorang raja kecil. Makara mohon ampun, janganlah ananda dijodonkan dgn Raja Melaka itu!” kata Tun Teja
Tak cuma Bendahara Seri Benua, permaisuri pun membujuk Tun Teja. Namun, Tun Teja malah berkata, “Dibunuh pun saya rela, asalkan saya jangan dipaksa menikah dgn Raja Malaka itu,” tangis Tun Teja di pangkuan ibunya.
Akhirnya, Tun Utama & Tun Bija Sura pun pulang ke Malaka tanpa berhasil meminangkan Tun Teja untuk Baginda Raja Syah Alam.
Baginda Raja Syah Alam sungguh sedih pinanannya ditolak. Patih Kerma Wijaya menganjurkan agar Baginda Raja meminang putri tunggal Seri Betara Majapahit, Raden Galuh Mas Ayu. Mendengar hal itu, Raja Syah Alam kemudian memerintahkan Patih Kerma Wijaya & Hang Tuah serta keempat karibnya untuk pergi ke Majapahit. Mereka kemudian menyiapkan suatu perahu yg sangat megah, berjulukan Mendam Birahi. Perahu itu sangat cepat. kolam burung terbang menuju Tanah Jawa.
Setibanya di Majapahit. rombongan dr Malaka itu disambut dgn upacara kebesaran. Mereka diarak dgn empat puluh payung iram sebagai payung kebesaran kerajaan. Akan tetapi tiba-tiba timbul enam puluh orang mengamuk. Hang Tuan & keempat karibnya tak gentar. Terjadilah perkelahian, hingga akibatnya, para pengamuk yg ternyata diatur Patih Gajah Mada untuk menguji mental bawah umur Melayu itu mundur begitu saja.
Tatkala sampai di paseban istana, Patih Kerma Wijaya meng-utarakan maksud kehadiran mereka, yaitu meminangkan Raden Galuh Mas Ayu bagi Raja Malaka. Pinangan tersebut disambut dgn sukacita, baik oleh Patih Gajah Mada maupun oleh Seri Betara Majapahit, yg bahkan menyarankan agar akad nikah secepatnya dilaksanakan. Utusan Raja Syah Alam pun pulang ke Malaka dgn bangga.
Setibanya kembali di Malaka, Patih Kerma Wijaya melaporkan diterimanya pinangan Raja Syah Alam. Baginda Raja sungguh bangga. Setelah melakukan persiapan beberapa hari, Raja Syah Alam kemudian pergi ke Majapahit dgn perahu kebesaran Kota Segara. Perahu itu dilengkapi meriam & dihiasi dgn berbagai tabrakan Melayu. Perahu pengiringnya ialah Mendam Birahi.
Sesampainya di Majapahit Baginda Raja Syah Alam & rombonan disambut, & diarak dgn gajah menuju istaga Seri Betara, diiringi beberapa gajah lain & kuda-kuda yg dihias. Tuah & keempat karibnya tak pernah jauh dr Bagnda Raja Syah Alam. Mereka disambut oleh raja-raja yg takluk pada Majapahit beserta semua menteri & kesatrianya.
Arak-arakan itu sangat semarak & semarak. Payung iram kuning terkembang memanjang. Bunyi gendang, merangu, nafiri, gamelan, & beragam alat musik yang lain semarak ramai mengiringi langkah para rombongan.
Setelah diterima Seri Betara, rombongan Raja Syah Alam istirahat selama beberapa hari di istana, menanti tibanya hari akad nikah. Istana & kota Majapahit dihias warna-warni. Segala permainan timbul di setiap sudut kota. Suara musik terus terdengar bagaikan tak pernah ada habisnya.
Sehari menjelang hari ijab kabul, Raja Syah Alam & rombongan beserta raja-raja yg takluk pada Majapahit dijamu makan & minum bersama di paseban istana. Pada dikala itu, tiba-tiba terdengar bunyi gaduh, menyeruak di tengah-tengah hingar bingar.
“Taming Sari mengamuk….!” Pekik orang-orang sambil berlarian. Taming Sari yaitu prajurit Majapahit yg sudah renta, tetapi sungguh kuat & handal. Langkahnya cepat bagaikan kilat. Tatkala ia hingga ke daerah perjamuan, Seri Betara secepatnya membawa masuk Raja Syah Alam ke dlm istana. Tujuh lapis pintu istana pun ditutup. Hang Tuah secepatnya berdiri menghadap Taming Sari.
Mengetahui dirinya dihadang, Taming Sari kemudian menyerang Tuah. Serangan itu segera dibalas Tuah dgn bacokan keris. Anehnya, tusukan itu tak berbekas pada tubuh Taming Sari. Karena mempunyai firasat kalau kekuatan musuhnya terletak pada kerisnya, Hang Tuah secepatnya berpikir untuk memperdayai Taming Sari.
“Hai, Taming Sari. Kau hanya seorang diri, sedangkan Seri Betara raja besar. Kalau dia menghendaki kau-sekalian mati, mati pula kau-sekalian dgn tidak berguna. Jika kau-sekalian ingin hidup, lebih baik kita melakukan pekerjaan sama. Seri Betara & Gajah Mada kita bunuh. Engkau menjadi raja & gue menjadi patihnya. Siapa yg sanggup melawan kita berdua? Aku lihat kerismu kurang kukuh. Ambil kerisku ini!”
Taming Sari terjebak siasat Tuah. ia bersedia menukarkan kerisnya. Setelah mendapat keris Taming Sari, Hang Tuah menyerang. Mereka bertandinglagi. Taming Sari makin ganas menyerang. Karena gencarnya serangan itu, suatu tatkala keris di tangan Taming Sari tertancap pada papan tebal di depan paseban istana. Pada saat berusaha mencabut kerisnya, Taming Sari tak sanggup menyingkir dari serangan Hang Tuah.
Akhirnya, Taming Sari rubuh. Hang Tuah kemudian naik ke paseban istana, menyerahkan keris Taming Sari pada Seri Betara. Namun, Seri Betara malah menghadiahkan keris itu & menganugerahkan gelar Laksamana pada Hang Tuah.
Tatkala hari akad nikah tiba digelarlah upacara pernikahan yg megah & semarak selama tujuh hari tujuh malam.
Larut tengah malam pada hari pertama, Hang Tuah & keempat karibnya menlnggalkan istana tanpa pamit. Mereka menuju Gunung Wirana Pura menemui Sang Persata Nala. Saudara Aria Putra, untuk mencar ilmu. Sesampainya di kaki gunung. Tuah & teman-temannya berjumpa dgn murid-murid Sang Persata Nala.
“Tiga puluh orang anak raja yg mengabdi kepadanya pun tak diajari, apalagi kalian. perantau jauh. Manalah pula Mahaguru berkenan untuk mengajar kalian.”
“Kalau beliau tidak mau pula tak apa-apa,” kata Tuah si Laksamana, “bagaimana pun kami ingin berjumpa dengannya lebih dulu.”
Setelah beristirahat semalam di kaki gunung, esok paginya Tuah & keempat karibnya mendaki gunung, menemui Sang Persata Nala. Ternyata Sang Persata Nala berkenan mendapatkan & keempat karibnya selaku murid. Lalu bergurulah mereka selama tiga hari perihal ilmu keprajuritan & ilmu hulubalang. Hang Tuah memanfaatkan waktu dgn sebaik-baiknya. Hampir tiada mau ia berpisah dgn Sang Guru. Tak mengherankan kalau ia mendapat ilmu yg lebih banyak dibanding sahabat-temannya.
Setelah tiga hari, Hang Tuah & teman-temannya mohon pamit pada Sang Persata Nala untuk kemball ke Kotaraja Majapahit.
Hari kelima, Hang Tuah bersama sobat-temannya sudah kembali berada di Kotaraja Majapahit. Mereka masih melihat aktivitas perhelatan pesta pernikanan itu. “Ke mana saja ananda-ananda ini? Lama sekali tak terlihat,” tanya Patih Gajah Mada pada mereka.
“Maafkan saya, Paman. Saya sakit,” jawab Tuah yg lihai.
Seri Betara pun heran melihat Hang Tuah gres timbul. Saat ia mengajukan pertanyaan jawaban Hang Tuah tetap sama. Tanpa mengajukan pertanyaan lagi, Seri Betara eksklusif berseru pada Sang Patih. “Hai, Patih Gajah Mada. Tolong ambilkan minuman arak empat piala untuk Laksamana!”
Hang Tuah & para pembesar kerajaan lalu minum arak sambil bersuka ria. Walaupun sudah minum banyak, Hang Tuah tampak segar bugar.
“Seri Betara & Patih Gajah Mada menjebak saya,” pikir Hang Tuah. “Apabila gue mabuk, gue pun akan mereka habisi.”
Hang Tuah tak habis pikir. Walaupun terlihat baik, Raja Majapahit itu senantiasa ingin mencoba ketangguhannya dgn membuat kebisingan & tipu muslihat, kejadian Taming Sari, & dikala ini, memaksanya semoga mabuk. Untunglah, semuanya mampu dihadapi Hang Tuah.
Hingga pesta ijab kabul selesai, Hang Tuah mampu melalui malam & hari-hari selanjutnya dgn aman. Tatkala pesta ijab kabul selesai, Raja Syah Alam mohon pamit pulang ke Malaka bareng istrinya, Raden Galuh Mas Ayu.
Menjelang kepulangan ke Malaka, tatkala Raja Syah Alam menghadap Seri Betara di istana untuk pamit. Hang Tuah bareng keempat karibnya pergi ke Taman Larangan yg hanya boleh digunakan Seri Betara & permaisurinya. Mereka hendak membalas perbuatan yg dilaksanakan Seri Betara & Patih Gajah Mada, yg sudah berkali-kali ingin membunuh mereka. Sesampainya di taman larangan, Hang Tuah menyergap penjaga taman yg sedang tertidur, kemudian memaksanya membuka pintu taman.
“Tuan-tuan, jangan mandi di kolam Baginda Raja & permaisuri itu!” seru penjaga taman ketika melihat Hang Tuah & keempat karibnya menceburkan diri ke kolam.
“Oleh karena taman Baginda Rajalah, kami mandi di sini,” sahut Hang Jebat diikuti tawa keempat karibnya tanpa memperdulikan kekhawafiran penjaga taman.
Setelah puas mandi di kolam, kelima sekawan itu naik ke pinggir kolam. Berbagai bunga yg mekar mereka petik & dibuat karangan bunga.
Karangan bunga itu mereka kalungkan ke leher masing-masing. Sesudah itu, mereka memetik & memakan buah-buahan yg ada di situ, sambil bermain-main seperti anak kecil. Mereka berpantun.
Pantun Hang Jebat:
Hang Jebat Hang Kasturi,
Budak-budak Raja Malaka.
Jika hendak jangan dicuri,
Mari kita bertantang mata.Pantun Hang Tuah:
Lokan melata di bahtera,
Belah belang bercendawan.
Bukan gue tak tahu,
Akulah hulubalang minta lawan.Pantun Hang Kasturi:
Gajah lekir kuda perkasa,
Di mana akan gue hempaskan.
Sama lebur sama binasa,
Orang kaya di mana akan gue tunangkan.Pantun Hang Lekir:
Adakah perisai bertali rambut,
Rambut dipintal tali cemara.
Adakah bisai tahu takut,
Kami pun muda lagi perkasa.Pantu Hang Lekiu :
Ambil galah kaitkan jantung,
Kelelawar banyak makan di jalan.
Pada Tuhan kita bergantung,
Datang tombak kita melawan.Karena takut, penjaga taman pun pribadi melapor pada Seri Betara.
Mendengar laporan penjaga taman, Seri Betara bukan main geramnya. Raja Syah Alam yg duduk di sebelah Seri Betara pun secepatnya menyela, “Ampunkan saya, Ayahanda! Saya tak tahu kalau Tuah & teman-temannya berani berbuat lancang. Kalau memang teledor. hukumlah mereka dgn seharusnya!” kata Baginda Raja Syah Alam tertunduk.
“Hai. Pengawal. Kerahkan serdadu-tentara bertombak ke sana! Bunuh si Tuah & sobat-temannya!” seru Seri Betara dgn rnarah.
Setibanya di taman larangan. para prajurlt eksklusif menyerang Hang Tuah & sahabat-temannya. “Ini yg kucari,” gumam Tuah Sang Laksamana. Hang Tuah & keempat karibnya pun main libas saja. Hampir semua serdadu binasa di tangan mereka. Si komandan pengawal secepatnya menghadap Seri Betara.
“Ya. Tuanku. Jangankan mati, luka pun mereka tidak. Sedangkan tentara kerajaan binasa semua. Seorang pun tak ada yg tersisa.”
“Mari kita menghadap Seri Betara, mempersembahkan tombak prajuritnya yg putus ini,” kata Tuah Sang Laksamana yg sakti pada keempat karibnya. Mereka mencuci tangan di kolam, kemudian pergi ke paseban istana.
Seri Betara secepatnya memalingkan paras dikala menyaksikan kehadiran Tuah Sang Laksamana & teman-temannya. Namun, Laksamana Hang Tuah tetap saja menghadap & memberi hormat pada Seri Betara.
“Ya Tuanku. Ampunkan kami! Kami ini tak tahu kalau daerah kami mandi itu taman larangan, sehingga kami dikepung oleh para serdadu. Kami pun tak tahu kalau Tuanku ingin memperingatkan kami. Itulah sebabnya, semua prajurit kami musuh,” Tuah Sang Laksamana coba menerangkan.
“Jika Laksamana Hang Tuah memang tak tahu bahwa itu taman larangan, apa mau dikata,” kata Seri Betara kemudian. “Tetapi jika orang Iain yg berbuat demikian, tahulah ia jawaban apa yg mesti diterimanya.”
Baginda Raja Syah Alam bersama istrinya, Raden Galuh Mas Ayu, & rombongan kemudian pamit pulang ke Malaka.
Contoh 3: Hikayat Si Miskin
Hikayat Si Miskin
Hikayat ini menceritakan orang pada zaman dahulu sekali. Suatu peristiwa yg mana Allah SWT memperlihatkan kekayaanNya pada hambaNya. Menceritakan orang miskin suami-isteri yg mencari rizki ke negara antah berantah. Nama raja dlm negara tersebut yakni Indera Dewa. Beliau teramat mahsyur. Raja-raja di tanah Dewa tersebut takluk pada Baginda & membayar upeti setiap tahunnya.Suatu hari baginda sedang berkumpul bersama raja-raja, menteri & hulubalang serta rakyatnya. Lalu Si Miskin menuju ke tempat berkumpul tersebut. Orang-orang melihatny, Si miskin suami-isteri tersebut berpakaian lama seperti habis dimamah anjing. Orang-orang tertawa melihatnya sambil mengambil kayu & kerikil. Si Miskin dilempari tubuhnya & nanah serta berdarah. Baginda berkata “Ada apakah gerangan di luar itu?”. Mereka menjawab “Ya tuanku Syah Alam, orang melempari Si Miskin tuanku”. Baginda berkata “Usirlah jauh-jauh!.” Diusirlah oleh orang-orang Si Miskin tersebut hingga ke tepi hutan & orang-orang kembali.Setelah hari mulai malam, baginda masuk ke dlm istananya. Seluruh raja, menteri & hulubalang serta rakyat pulang ke rumahnya. Sedangkan Si Miskin tatkala malam ia tidur di dlm hutan. Setelah siang hari ia masuk ke dlm negeri mencari rizkinya. Tatkala hingga di dekat kampung, apabila warga kampung melihatnya ia diusir dgn kayu & Si Miskin lari ke dlm pasar. Apabila orang pasar menyaksikan Si Miskin tiba maka orang pasar melemparinyadenagn batu bahkan memukulnya dgn kayu. Si miskin menangis kencang sepanjang jalan karena lapar & haus mirip hendak mati.Tatkala berjumpa tempat sampah ia berhenti. Dicarinya masakan di atas tumpukan sampah. Didapatinya ketupat busuk & sebuku tebu kemudian disantap bareng isterinya. Setelah dimakannya ia merasa badannya agak segara sebab sudah beberapa hari tak makan nasi lantaran Ia takut hendak meminta pada orang. Jangankan diberi, datang ke rumahnya pun diusir. Begitulah kehidupan Si miskin setiap hari.Tatkala hari sudah petang, si miskin masuk ke dlm hutan tempatnya sediakala. Di sanalah ia tidur. Ia menyapu darah di tubuhnya yg sudah kering kemudian tidur. Setelah pagi datang, Ia berkata pada Isterinya: “Ya istriku, matilah rasanya. Tubuhku sangat sakit, rasanya tubuhku hancur”. Katanya sambil menangis. Isterinya merasa iba melihat suaminya.Sang isteri ikut menangis sambil memamah daun untuk dioleskan ke tubuh suaminya sambil berkata “Diamlah tuan, jangan menangis! Seduhlah dgn anting kita!”. Sebenarnya Si Miskin yakni raja Keinderaan yg terkena kutukan Batara Indera hingga mirip itu. Suaminya itupun segera sembuh & masuk ke dlm hutan mencari ambat muda yg mampu dikonsumsi & dibawa pada isterinya. Seperti itulah suami isteri itu.Setelah beberapa lama, Isteri Si miskin hamil tiga bulan. Isterinya menangis meminta buah mangga yg ada di taman raja. Suaminya teringat antingnya tatkala menjadi raja ia tak mau memiliki anak & kini sudah menjadi hal genting & berkata pada isteinya “Hai adinda, apakah kau-sekalian hendak membunuhku?, lupakah kamu-sekalian duduk perkara kita. Jangankan meminta barang, masuk ke dlm kampung saja tak boleh.” Setelah isterinya mendengar hal itu, ia makin menangis. Suaminya berkata “Diamlah adinda, jangan menangis! Aku akan pergi mencarikan adinda buah mempelam & gue berikan pada adinda”.Barulah isterinya membisu mendengar hal tersebut. Maka si suami pergi ke pasar mencari buah mangga. Setelah hingga di kedai tempat orang berjual buah mangga, Si Miskin berhenti hendak meminta namun takut dipukuli. Orang yg berjualan berkata “Hai miskin, mau apakah engkau?”. Si miskin menyahut “Aku hendak memohon belas kasihanmu, kasihanilah gue yg miskin ini. Bolehkah saya meminta buah mangga yg busuk itu sebiji saja?”.Orang itu merasa iba mendengar perkataan Si Miskin. Tatkala itu ada yg memberi buah mangga, ada yg memberi nasi, ada yg memberi baju & buah-buahan. Karena itulah, Si Miskin merasa heran pada dirinya lantaran orang-orang pasar banyak memberinya. Karena dahulu ia tak boleh masuk ke dlm kampung & dilempari orang-orang. Setelah ia berpikir mengenai hal itu, ia masuk ke hutan & menceritakan peristiwa tatkala di pasar. Isterinya menangis mendengar dongeng suaminya lantaran tidak ingin mengkonsumsi jikalau buah mangga tersebut bukan berasal dr taman raja.Suaminya merasa sebal melihat kelakuan isterinya tetapi ia tak berdaya. Maka ia menghadap indera Dewa tatkala sedang ramai berkumpul bareng raja-raja. Si Miskin datang & masuk ke dalam. Baginda bertanya “Hai Si Miskin, apa kehendakmu?”. Si miskin menjawab sambil bersujud “Ampun tuanku, beribu ampun, hamba orang miskin hendak meminta daun mangga Syah Alam yg sudah jatuh tuanku”. Baginda berkata “Akan kau gunakan apa daun mangga itu?”. Si miskin menjawab “Hendak di makan tuanku”. Baginda berkata “Ambilkanlah setangkai untuk si miskin ini!”. Si miskin diambilkan & dibawanya seraya menyembah pada baginda & berlangsung ke luar.Setelah itu, baginda masuk ke dlm istananya. Seluruh raja-raja, menteri & hulubalang beserta rakyat pulang ke rumahnya masing-masing. Si miskin sampai ke tempatnya. Setelah isterinya melihat kedatangannya menenteng buah mangga setangkai, Sang Isteri menyambut sambil tertawa kemudian dimakannya buah mangga itu. Setelah tiga bulan lamanya, si isteri menangis hendak makan buah nangka yg ada di dlm istana raja.Si miskin pergi meminta pada baginda. Ia bersujud pada baginda. Baginda mengajukan pertanyaan “Apa lagi kehendakmu hai miskin?”. Si miskin menjawab “Ya tuanku, ampun beribu ampun” Sambil bersujud “Hamba yg miskin ini hendak meminta daun nangka yg gugur itu sehelai”. Baginda berkata “Hendak kau apakan daun nangka? Baiklah gue beri buahnya sebiji”. Lalu diberikan pada si miskin. Lalu si miskin bersujud seraya bermohon hendak kembali pada isterinya. Setelah sampai di tempatnya & dilihatnya isterinya. Disambutnya buah nangka itu kemudian dimakannya.Tatkala isterinya hamil menjadi banyak masakan & kain baju, beras, padi, & segala perkakas diberi orang. Karena itu, sesudah genap sembilan bulan, pada malam empat belas bulan temaram isterinya melahirkan seorang putera yg ganteng. Diberi nama Markaromah yg bermakna “Anak Susah”. Anak itu dirawatnya denagn baik & penuh kasih sayang.Karena takdir Allah SWT pada hambanya. Si miskin menggal tanah untuk tinggal bertiga bareng anaknya. Digalilah tanah itu untuk menancapkan tiang. Ia mendapatkan bongkahan emas yg banyak. Tatkala isterinya menyaksikan emas itu seraya berkata “Emas ini cukup buat anak cucu kita & tak akan habis untuk belanja”. Keduanya merasa sukacita. Diambilnya emas itu & dibawa ke saudagar di negeri entah berantah.