Berikut 20 acuan puisi yg mayoritas berisi perlawanan terhadap ketidakadilan dr Widji Thukul yg bisa Sobat sekalian simak.
saya bukan artis pembuat berita
tapi gue memang selalu kabar buruk buat
penguasa
puisiku bukan puisi
tapi kata-kata gelap
yang berkeringat & berdesakan
mencari jalan
ia tak mati-mati
meski bola mataku diganti
ia tak mati-mati
meski bercerai dgn rumah
ditusuk-tusuk sepi
ia tak mati-mati
sudah kubayar yg ia minta
umur-tenaga-luka
kata-kata itu senantiasa menagih
padaku ia selalu berkata
kau masih hidup
aku memang masih utuh
dan kata-kata belum binasa
18 juni 97
seumpama bunga
kami yaitu bunga yg tak
kaukehendaki tumbuh
engkau lebih senang membangun
rumah & merampas tanah
seumpama bunga
kami ialah bunga yg tak
kaukehendaki adanya
engkau lebih suka membangun
jalan raya & pagar besi
seumpama bunga
kami yaitu bunga yang
dirontokkan di bumi kami sendiri
kalau kami bunga
engkau yaitu tembok
tapi di tubuh tembok itu
sudah kami sebar biji-biji
suatu dikala kami akan tumbuh bareng
dengan kepercayaan: kau-sekalian mesti hancur!
di dlm kepercayaan kami
di mana pun – tiran harus tumbang!
Solo, 87-88
maumu mulutmu bicara terus
namun tuli telingamu tak mau mendengar
maumu gue ini jadi pendengar terus
bisu
kamu memang punya tank
tapi salah besar kau
kalau karena itu
aku lantas manut
andai benar
ada kehidupan lagi nanti
sesudah kehidupan ini
maka gue kuceritakan pada semua makhluk
bahwa sepanjang umurku dulu
telah kuletakkan rasa takut itu di tumitku
dan kuhabiskan hidupku
untuk menentangmu
hei penguasa zalim
24 januari 97
parit susut
tanah kerontang
langit mengkilau perak
matahari menggosongkan pipi
gentong kosong
beras segelas cuma
masak apa kita hari ini
pakis-pakis hijau
bawang putih & garam
kepadamu kami berterima kasih
atas jawabanmu
pada sang lapar hari ini
gentong kosong
airmu kering
ciduk jatuh bergelontang
minum apa hari ini
sungai-sungai pinggir hutan
yang menolong di panas terik
dan kalian pucuk-pucuk muda daun pohon karet
yang mendidih bersama ikan teri di panci
jadilah tenaga hidup kami hari ini
dengan iris-irisan ubi keladi
yang digoreng dgn minyak
persediaan terakhir kami
gentong kosong
botol kosong
marilah menyanyi
merayakan hidup ini
6 Januari 97
bila rakyat pergi
ketika penguasa pidato
kita harus hati-hati
barangkali mereka putus asa
kalau rakyat sembunyi
dan berbisik-bisik
ketika membahas masalahnya sendiri
penguasa harus waspada & belajar mendengar
bila rakyat tak berani mengeluh
itu artinya sudah gawat
dan bila omongan penguasa
tidak boleh disanggah
kebenaran niscaya terancam
apabila ajakan ditolak tanpa ditimbang
suara dibungkam kritik dihentikan tanpa alasan
dituduh subversif & mengusik keselamatan
maka hanya ada satu kata: musuh!
Solo, 1986
mimpi-mimpi bagusku kubunuh dgn realita
tinggal tubuh kurus kering & cericit tikus
di saat kuterbaring tidur di tikar & bantal
yang banyak bangsatnya
tak seluruh mimpi-mimpi itu sirna
tersisa pula yg sederhana:
alangkah bahagia gue andai sudah bisa beli
minyak tanah & menyalakan lampu teplok
kemudian membaca buku hingga malam larut & menulis
alangkah bahagia gue andai sudah beli kompor
dan masak supermi tatkala lapar
alangkah senang gue andai sudah bisa menggaji ibu
membeli baju baru bagi adik-adik tatkala idul fitri
rokok buat bapak & lain-lain
lapar memang memalukan!
(tiba-tiba gue mendengar jutaan nyawa saudaraku yang
karena lapar menjadi copet, lonte dan gelandangan
tiba-tiba gue merasa lebih kaya tinimbang mereka
rumah punya, nyewa tak apa
makan bisa hutang kiri-kanan
minum tersedia air sumur umum).
justru hari inilah
ketika gue lapar sendiri dlm kamar 6 x 7 meter
di sini ini
aku bersyukur masih sempat nulis puisi
aku bersyukur masih sempat nulis puisi
ayo
keluar kita keliling kota
tak perlu ongkos tak perlu ongkos
masuk toko perbelanjaan tingkat lima
tak beli tak apa
lihat-lihat saja
kalau pengin durian
apel pisang rambutan atau anggur
ayo
kita bisa mencium baunya
mengumbar hidung cuma-cuma
tak perlu ongkos tak perlu biaya
di kota kita
buah macam apa
asal mana saja
ada
kalau pengin lihat orang anggun
di kota kita banyak gedung bioskop
kita bisa nonton posternya
atau ke diskotik
di depan pintu
kau boleh mengumbar pendengaran cuma-cuma
menyimak detak musik
denting botol
lengking & tawa
bisa pula kaunikmati
aroma minyak wangi mancanegara
cuma-cuma
aromanya saja
ayo
kita keliling kota
hari ini ada peresmian hotel gres
berbintang lima
dibuka pejabat tinggi
dihadiri artis-artis terkemuka dr ibukota
lihat
kendaraan beroda empat para tamu berderet-deret
satu kilometer panjangnya
kota kita memang makin megah & kaya
tapi hari sudah malam
ayo kita pulang
ke tempat tinggal kontrakan
sebelum kehabisan kendaraan
ayo kita pulang
ke tempat tinggal kontrakan
tidur berderet-deret
mirip ikan tangkapan
siap dijual di pelelangan
besok pagi
kita ke pabrik
kembali kerja
sarapan nasi bungkus
ngutang
mirip biasa
18 Nopember 96
siang tadi gue beli baju
harganya murah
harganya murah bojoku
di pedagang loak
di penjualloak bojoku
pundaknya sedikit sobek
sedikit sobek bojoku
bisa dijahit namun
nanti akan kubeli benang
akan kubeli jarum
untuk menjahit bajumu bojoku
untukmu bojoku
baju itu untukmu
tadi siang kucuci baju itu
kucuci bojoku
namun gue tidak yakin
saya ragu-ragu bojoku
kutitip ke kawan
atau kubawa sendiri
nanti kalau gue pulang
kalau gue pulang bojoku
karena kini gue buron
diburu penguasa
karena gue berorganisasi
karena gue berorganisasi bojoku
baju itu kulipat bojoku
di bawah bantal
tak ada setrika bojoku
tak ada setrika
supaya tak lusuh
biar tak lusuh
karena baju ini untukmu bojoku
22 Januari 96
gerimis menderas tengah malam ini
acuh taacuh dr telapak kaki hingga ke sendi-sendi
dalam sunyi hati menggigit lagi
ingat
dikala pergi
dan pipi kiri kananmu
kucium
tak sempat mencium bawah umur
cemas
membangunkan tidurnya (terlalu nyenyak)
mengajukan pertanyaan apa mereka saat terjaga
saya tak ada (sepekan sehabis itu
sebulan sesudah itu
dan ternyata lebih panjang dr yg kalian harapkan!)
dada mengepal perasaan
waktu itu
cuma terbisik beberapa patah kata
di depan pintu
kaulepas aku
meski matamu tak terima
karena waktu sempit
saya mesti sigap
genap ½ tahun gue pergi
aku masih bisa mencicipi
bergegasnya pukulan jantung
dan langkahku
karena penguasa fasis
yang gelap mata
saya pasti pulang
mungkin tengah malam dini
mungkin subuh hari
niscaya
dan mungkin
tapi jangan
kau tunggu
saya niscaya pulang & pasti pergi lagi
karena hak
telah dikoyak-koyak
tidak di kampus
tidak di pabrik
tidak di pengadilan
bahkan rumah pun
mereka masuki
tampang kita sudah diinjak!
kalau kelak belum dewasa bertanya mengapa
dan gue jarang pulang
katakan
ayahmu tak ingin jadi pendekar
tapi dipaksa menjadi penjahat
oleh penguasa
yang otoriter
kalau mereka mengajukan pertanyaan
“apa yg dicari?”
jawab & katakan
beliau pergi untuk merampok
haknya
yang dirampas & dicuri
15 januari 97
di sini terbaring
mbok Cip
yang mati di rumah
karena ke rumah sakit
tak ada biaya
di sini terbaring
pak Pin
yang mati terkejut
karena rumahnya tergusur
di tanah ini
terkubur orang-orang yang
sepanjang hidupnya memburuh
terhisap & menanggung hutang
di sini
gali-gali
tukang becak
orang-orang kampung
yang berjasa dlm setiap Pemilu
terbaring
dan keadilan masih saja hanya janji
di sini
kubaca kembali
: sejarah kita belum berubah!
jagalan, kelompok
solo, 25 oktober 88
Suti tak pergi kerja
pucat ia duduk bersahabat ambennya
Suti di rumah saja
tidak ke pabrik tak ke mana-mana
Suti tak ke rumah sakit
batuknya memburu
dahaknya berdarah
tak ada ongkos
Suti kusut-masai
di benaknya menggelegar bunyi mesin
kuyu matanya membayangkan
buruh-buruh yg berangkat pagi
pulang petang
hidup pas-pasan
honor kurang
dicekik kebutuhan
Suti meraba wajahnya sendiri
tubuhnya makin susut saja
makin kurus menonjol tulang pipinya
loyo tenaganya
bertahun-tahun dihisap kerja
Suti batuk-batuk lagi
ia ingat kawannya
Sri yg mati
karena rusak paru-parunya
Suti meludah
dan lagi-lagi darah
Suti memejamkan mata
bunyi mesin kembali menggemuruh
bayangan kawannya bermunculan
Suti menggelengkan kepala
tahu mereka dibayar murah
Suti meludah
dan lagi-lagi darah
Suti merenungi resep dokter
tak ada uang
tak ada obat
solo, 27 februari 88
tong potong roti
roti campur mentega
belanda sudah pergi
kini tiba gantinya
tong potong roti
roti campur mentega
belanda sudah pergi
bagi-bagi tanahnya
tong potong roti
roti campur mentega
belanda sudah pergi
siapa beli gunungnya
tong potong roti
roti campur mentega
belanda sudah pergi
kini indonesia
tong potong roti
roti campur mentega
belanda sudah pergi
kini siapa yg punya
solo, kalangan, april 89
* diilhami suatu tembang rakyat dr Madura
yang berguna dr puisiku
Kalau adikku tak berangkat sekolah
karena belum mengeluarkan uang SPP
Apa yg berguna dr puisiku
Kalau becak bapakku tiba-tiba rusak
Jika nasi mesti dibeli dgn duit
Jika kami mesti makan
Dan kalau yg disantap tak ada?
Apa yg berguna dr puisiku
Kalau bapak bertengkar dgn ibu
Ibu menyalahkan bapak
Padahal becak-becak terdesak oleh bis kota
Kalau bis kota lebih murah siapa yg salah?
Apa yg berguna dr puisiku
Kalau ibu dijiret utang?
Kalau tetangga dijiret utang?
Apa yg berharga dr puisiku
Kalau kami terdesak mendirikan rumah
Di tanah-tanah pinggir selokan
Sementara harga tanah kian mahal
Kami tak bisa membeli
Salah siapa kalau kami tak bisa beli tanah?
Apa yg berguna dr puisiku
Kalau orang sakit mati di rumah
Karena rumah sakit yg mahal?
Apa yg berharga dr puisiku
Yang kutulis makan waktu berbulan-bulan
Apa yg bisa kuberikan dlm kemiskinan
Yang menjiret kami?
Apa yg telah kuberikan
Kalau penonton baca puisi memberi keplokan
Apa yg sudah kuberikan
Apa yg sudah kuberikan?
Semarang, 6 maret 86
aku nganggur lagi
semalam ibu tidur di kursi
jam dua lebih gue menulis puisi
aku duduk menghadap meja
ibu kelap-kelip matanya ngitung utang
jam enam sore:
bapak pulang kerja
sesudah makan sepiring
kemudian mandi tanpa sabun
tadi siang ibu tanya padaku:
kapan ada duit?
jam setengah tujuh malam
saya berangkat latihan teater
apakah seni bisa memperbaiki hidup?
Solo, juni 86
kucing hitam jalan pelan
meloncat turun dr atap
tiga orang muncul dlm gelap
sembunyi menggenggam besi
kucing hitam jalan secara perlahan-lahan
diikuti bayang-bayang
di saat sampai di mulut gang
tiga orang menggeram
melepaskan pukulan
bulan disaput awan meremang
saksikan peringatan kemiskinan
daging kucing pindah
ke perut orang!
Solo, 1987
desa yg tandus ditinggalkannya
kota yg ganas mendupak nasibnya
namun ia laki-laki perkasa
kota keras
hatinya pun karang
bergumulsiang malam
Darman kini lelaki perkasa
masa remaja belum habis direguknya
Tukini setia kadung jadi bininya
kini Darman digantungi lima nyawa
Darman yg perkasa
kota yg culas tak akan melampus hidupnya
namun pada tangis anak-anaknya
tidak dapat menulikan indera pendengaran
lelaki, ya Darman kini adalah laki-laki perkasa
di saat ia dijebloskan ke dlm penjara
Tukini setia menangisi keperkasaannya
ya merataplah Tukini
di dlm rumah yg belum lunas sewanya
di amben bambu wanita itu tersedu
sulungnya terbaring diserang kolera
Tukini yg hamil buncit perutnya
nyawa di kandungan anak kelima
di belakang gedung-gedung tinggi
kalian boleh tinggal
kalian bebas tidur di mana-mana kapan saja
kalian bebas bangkit sewaktu kalian mau
bila kedinginan karena gerimis atau hujan
kalian bisa mencari hangat
di sana ada kedai makanan
kalian bisa tidur akrab kompor penggorengan
bakmi ayam & babi denting garpu & sepatu mengkilat
di samping sedan-sedan & kendaraan beroda empat-mobil bikinan asli jepang
kalian bisa mandi kapan saja
sungai itu milik kalian
kalian bisa cuci tubuh dgn limbah-limbah industri
apa belum cukup terang benderang itu lampu merkuri taman
apa belum cukup tenteram tidur di bawah langit mitra
kota ini milik kalian
kecuali gedung-gedung tembok pagar besi itu jangan!
kepada: kun
yang gusar mengajakku pulang
aku tahu gue tak sendirian
sesenyap apa di mana pun
ada yg mengajak berhenti tatkala lari
ada yg mengajak bicara tatkala diam
ada yg mengajak terbahak tatkala bungkam
ada yg mengajak jaga tatkala tidur
saya tak tahu siapa namamu
yang mengajakku pulang
dengan suara rindu bapa pada anaknya
yang membuatku tersedu
di tengah jalan yg panjang & remang
tadinya gue pengin bilang
aku butuh rumah
tapi lantas kuganti
dengan kalimat:
setiap orang butuh tanah
ingat: setiap orang!
aku berpikir wacana
sebuah gerakan
tetapi mana mungkin
saya nuntut sendirian?
aku bukan orang suci
yang dapat hidup dr sekepal nasi
dan air sekendi
aku butuh celana & baju
untuk menutup kemaluanku
saya berpikir wacana gerakan
tetapi mana mungkin
kalau diam?
1989
saya dilahirkan di suatu pesta yg tak pernah selesai
selalu saja ada yg tiba & pergi hingga hari ini
ada bunga putih & ungu erat jendela di mana
mereka dapat
memandang & merasakan kesedihan & kebahagiaan
tak ada menjadi miliknya
ada potret penuh debu, potret mereka yg pernah hadir
dalam pesta itu entah sekarang di mana sesudah mati
ada yg merindukan kubur bagi angannya sendiri
yang melukis waktu selaku ular
ada yg ingin tidur seharian berdiri tatkala hari
penjemputan tiba semoga tak mencicipi menit-menit
yang menekan & berat
di sana ada meja penuh kue aneka warna, mereka
menawarkannya
padaku, kuterima kucicipi semua, lezat!
itulah sebabnya gue senantiasa lapar
alasannya gue cuma punya satu, kemungkinan!
Tuhanku gue terluka dlm keindahan-Mu.