Pantun Karya Nenek Moyang – Setiap bangsa mempunyai cara penyampaian puitik yg berlawanan-beda tentang pikiran, perasaan, jawaban terhadap lingkungan sekitar. Bangsa Jepang memiliki Haiku & Tanka, sedangkan Bangsa Eropa mengistilahkannya dgn sebutan Soneta & Kuatrin.
Begitu pula dgn Bangsa Melayu yg mempunyai pantun karya nenek moyang selaku wadah penyampaian puitiknya. Berbicara tentang pantun, warisan budaya ini sudah umum diketahui oleh masyarakat.
Sejak kecil, bawah umur Melayu sudah dikenalkan dgn sastra usang ini. Pantun yg identik dgn pengungkapan pikiran, perasaan, tumbuh & meningkat bersama budaya penduduk .
Berikut ini penjelasan perihal sejarah pantun nenek moyang, ciri-ciri, serta misalnya:
Daftar Isi Artikel
Sejarah Lahirnya Pantun Karya Nenek Moyang
Pantun merupakan sajak populer yg lahir & berkembang dlm penduduk Melayu. Tidak banyak yg tahu kapan tepatnya pantun lahir & tercipta.
Tidak ada bukti faktual tertulis perihal asal muasal & bagaimana pantun terlahir. Abdul Jamal, seorang ahli sufi & penyair pada masa ke-17 M menyebutkan pantun selaku puisi yg biasa dilantunkan dengan-cara spontan.
Penyampaian pantun dengan-cara verbal mempunyai makna bermacam-macam, kadang kala pantun dijadikan selaku cara menyindir, berseloroh atau menghibur diri & orang lain. Perkembangan pantun dr masa ke masa sangat dipengaruhi oleh gaya hidup penduduk .
Bentuk pantun pada zaman dahulu sudah jauh berlainan dgn yg dijumpai pada masa sekarang. Pantun lahir, meningkat & populer di tengah-tengah penduduk .
Sudah pasti bentuk & strukturnya terpengaruh oleh budaya & sikap masyarakat yg terus berkembang. Mengenali jenis pantun dapat dilihat dr ciri-cirinya.
Baca Juga: Pantun Kecewa
Ciri-ciri Pantun Karya Nenek Moyang
Sastra lama yg disampaikan dengan-cara mulut & turun-temurun tak akan mempunyai wujud yg tetap. Ada banyak faktor yg mensugesti & membuatnya berubah.
Perubahan tersebut yg menimbulkan pantun nenek moyang berlainan dgn pantun modern, meskipun dengan-cara struktur sajak masih tetap sama. Beberapa ciri yg sungguh membedakan pantun dulu ialah selaku berikut:
1. Memiliki Tema Adat-Istiadat, Kebiasaan & Nasehat Hidup
Ciri yg pertama sangat sesuai dgn fakta bahwa pantun terbentuk & berkembang berdampingan dgn penduduk . Hal ini mengakibatkan pantun mempunyai kaitan & terpengaruh dgn budaya setempat.
Tema pantun biasanya berasal dr hal-hal di sekeliling misalnya adat-istiadat penduduk . Sebagai sastra usang, pantun mulanya cuma disebarkan melalui verbal, contohnya dlm ceramah keagamaan, program adat ataupun dr orang renta pada anaknya.
Seorang ibu yg sedang menimang buah hatinya dgn spontan akan mengucapkan kalimat bersajak untuk memberi pengajaran. Contoh lainnya pada asosiasi agama maupun adat, pantun biasa dipakai sebagai pembuka acara.
2. Menggunakan Kosa Kata Lama
Mengenali pantun karya nenek moyang paling gampang bila dilihat dr kosa kata yg digunakannya. Bahasa mulut & tulisan manusia mengalami kemajuan dr masa ke masa.
Perubahan & kemajuan tersebut pula menghipnotis pertumbuhan pantun. Pantun yg dibentuk oleh nenek moyang biasanya memakai bahasa Indonesia yg diubahsuaikan dr Bahasa Melayu.
Penggunaan bahasa tersebut sungguh berlainan dgn Bahasa Indonesia yg digunakan saat ini. Sehingga, pantun tersebut akan terdengar berlawanan & susah dikenali.
3. Menggunakan Peribahasa & Kiasan
Pantun karya nenek moyang lebih sarat makna & fatwa. Penyusunan & penyeleksian kata jauh berlawanan dgn pantun modern ketika ini.
Dahulu pantun sungguh identik dgn penggunaan peribahasa sebagai isi pantun. Banyak pula pantun yg memakai kata kiasan untuk menyusun baitnya.
Pantun yg memakai peribahasa lebih susah untuk dipahami maknanya. Perlu ditelaah terlebih dulu supaya makna yg ingin disampaikan diketahui dgn baik.
Penggunaan kata kiasan pula memiliki arti yg kurang jelas & tak to the point. Pantun nasehat yg dibuat oleh nenek moyang dgn kata kiasan atau peribahasa lebih sukar dipahami.
Berbeda dgn pantun modern dgn tema serupa yg dibentuk dgn makna lebih terperinci & mudah dipahami.
4. Mengandung Isi/Makna Nilai Sosial & Nilai Moral
Selain penggunaan bahasa yg berlawanan, pantun karya nenek moyang identik dgn makna nilai sosial & moral. Pantun usang yg merupakan hasil pemikiran & perasaan & jawaban kepada kehidupan sehari-hari pula mempengaruhi maknanya.
Makna sastra verbal ini tak akan jauh dr nilai sosial & moral kehidupan bermasyarakat. Pantun dgn makna nilai sosial lazimnya mengajarkan tentang tindakan & sikap baik yg direkomendasikan pada pendengarnya.
Penyampaian pantun bertujuan untuk memberi informasi & pelajaran tentang sistem hidup bermasyarakat. Misalnya, saling menghargai sesama & tolong membantu.
Sedangkan pantun usang yg bermakna nilai moral mengajarkan ihwal cara bersikap sesuai dgn norma kehidupan. Aturan norma tersebut terbentuk dengan-cara tak pribadi berdasarkan kebiasaan yg dianut masyarakatnya.
Misalnya sopan santun & tata krama dlm bertingkah laku pada orang yg lebih tua.
Contoh Pantun Karya Nenek Moyang Serta Penjelasan Maknanya
Sebagai salah satu bentuk puisi lama, pantun disebarkan dengan-cara mulut nyaris pada setiap penjuru tanah air. Pantun yg disampaikan dengan-cara ekspresi akan lebih berkesan, lebih menarik untuk didengarkan, & menerima respon dengan-cara eksklusif pula.
Berikut ini beberapa pola pantun lama karya nenek moyang yg biasanya diperdengarkan dengan-cara mulut serta maknanya:
1. Pantun Bertema Budi Baik & Kebiasaan Manusia
Manusia tumbuh & hidup dlm lingkungan sosial. Dalam bertingkah laku, insan mengenal hal yg disebut budi baik & kebiasaan. Kedua hal tersebut tumbuh & dipelajari serta digunakan selama hidup.
Pada zaman dahulu, pelajaran kehidupan tersebut diungkapkan dlm bentuk pantun. Misalnya mirip berikut ini:
Pulau renta ada di tengah
Letak di balik Angsa terlihat
Hancur jasad di dlm tanah
Budi baik hanya satu dikenang
Pantun diatas mempunyai makna wacana budi baik & akhlak berperilaku. Pada bagian sampiran (baris 1 & 2), bercerita tentang alam, kondisi geologi suatu tempat, & hal duniawi.
Pada potongan isi (baris 3 & 4) melukiskan perihal peristiwa tersirat yg tak kasat mata. Kalimat “hancur jasad di dlm tanah” menjadi kiasan kondisi seseorang yg telah meninggal & lepas dr kehidupan dunia.
Berikutnya yakni “budi baik cuma satu diingat” yaitu pengajaran yg ingin disampaikan melalui pantun tersebut. Bahwasanya seorang yg telah tiada (meninggal) tak akan menyisihkan apapun untuk dikenang kecuali budi baik selama masih di dunia.
Buah pisang bawa berlayar
Sampai matang di atas guci
Hutang emas mampu di bayar
Hutang budi infinit sampai mati
Makna pantun di atas ialah ihwal budi baik yg tak bisa dibalas. Hutang piutang barang di dunia bisa dibayar atau diganti.
Berbeda dgn hutang budi. Hutang budi tak bisa dilihat & tak berwujud. Tidak ada ukuran seberapa besar balas budi. Oleh sebab itu, hutang budi akan dibawa sampai mati.
Baca Juga: Pantun Keluarga
2. Pantun Bertema Nasehat Kehidupan
Selain pantun bernuansa budi baik & kebiasaan, ada pula pantun usang dgn tema nasehat kehidupan. Pantun jenis ini biasanya berisi nasehat-nasehat atau pelajaran hidup.
Tujuannya untuk menginformasikan hal baik & jelek supaya tak orang lain tak salah melangkah. Contoh pantun lama bernuansa nasehat selaku berikut:
Air surut memetik bayam
Sayur dibawa gunakan kantung
Jangan tiru watak ayam
Bertelur sebiji ramai sekampung
Makna yg terkandung dlm pantun usang di atas ialah nasehat kehidupan ihwal nilai-nilai moral dlm masyarakat. Ayam yg berkokok riuh dikala bertelur, entah banyak atau sedikit telur yg dihasilkan.
Kebiasaan ayam tersebut menjadi watak & akan selalu melekat pada dirinya. Sebagai manusia yg berakal budi, hendaknya tak mencontoh watak ayam.
Kebiasaan banyak bicara sedikit hasil yaitu sikap yg kurang baik. Misalnya manusia yg mempunyai sedikit prestasi atau kesuksesan, jangan langsung diumbar-umbarkan pada orang lain.
Nilai moral tentang adat bertingkah laris sangat membedakan insan yg berakal dgn hewan tak berakal.
Tidak salah kayu terapung
Salahnya pandan bila menderita
Takkan salah ibu mengandung
Lihatlah diri terlalu meminta
Makna barisan pantun diatas adalah pandangan wacana seburuk apapun hidup seseorang, tak benar jikalau mencari pembelaan apalagi menyalahkan hal lain. Menyalahkan takdir atau kelahiran atas nasib buruk yg diterima tak benar untuk dijalankan.
Baik & buruknya hidup seseorang diputuskan oleh dirinya sendiri.
3. Pantun Bertema Adat Istiadat
Pantun nenek moyang yg diadaptasi dr bahasa Melayu mengekspresikan kearifan lokal & adat-istiadat orang Melayu. Cinta kasih & kritik sosial pula sering dijadikan tema pantun usang.
Misalnya pola pantun berikut:
Tak ada guna buah pepaya
Kalau tak legit dagingnya
Tak ada guna tingkah & gaya
Kalau bahasa tak dimilikinya
Bangsa Melayu sangat menjunjung tinggi adat-istiadat & kesopanan. Budi bahasa sebagai bentuk sopan santun lebih penting dibandingkan tingkah & gaya (hal duniawi).
Hal ini sejalan dgn aturan dlm agama. Islam mengajarkan bahwa seseorang tak dinilai menurut penampilan luarnya saja, banyaknya harta atau tingginya jabatan yg dimiliki.
Lebih dr itu, orang dinilai dr pengetahuan & ilmu yg dikuasai. Misalnya cara bertutur kata memberikan pendapat & ide.
Hal sederhana ini akan membedakan kelas seseorang di mata orang lain. Perilaku yg baik, sopan santun akan lebih disenangi & terpandang ketimbang hanya bermodal harta tanpa ilmu & budpekerti.
Ikan nila gampang terpantau
Katak loncat terkena duri
Siapa hidup di tanah rantau
Baik-baik menenteng diri
Contoh lain dr pantun karya nenek moyang yg berisi nasehat terlihat pada penggalan pantun di atas. Bercerita perihal kehidupan perantauan, nasehat baik disampaikan agar seseorang senantiasa menjaga diri & berbuat baik dimanapun berada.
Berada jauh dr kampung halaman, seorang perantau harus bisa menenteng diri dgn baik. Tidak hanya menyesuaikan dgn kondisi fisik tempat tinggal gres, tetapi lebih jauh tentang kemampuan beradaptasi dgn lingkungan.
Sebagai pendatang hendaknya menjadi pihak yg lebih aktif dlm menyesuaikan diri. Mencari cara semoga mampu berbaur & mengenal kebiasaan di daerah gres. Tidak lupa pula norma-norma yg berlaku & adat istiadat setempat.
Baca Juga: Pantun Kemerdekaan
4. Pantun Bertema Kritik Sosial
Selain pantun bertema nasehat & adat diatas, ada pula pantun usang yg terbentuk atas dasar pemikiran & jawaban terhadap kondisi kehidupan.
Pantun ini diutarakan selaku kritikan atau pernyataan kekecewaan terhadap norma sosial yg berlaku dlm penduduk . Contohnya selaku berikut:
Sudah puas ku tanam ubi
Nanas pula dilihat orang
Sudah banyak ku tabur budi
Emas lebih dipandang orang
Kata nanas & ubi berperan sebagai kiasan ihwal hal lahiriah yg melekat pada diri seseorang. Ubi selaku budi, hal penting yg tersembunyi selayaknya flora ubi dlm tanah.
Sedangkan nanas, selaku buah yg tumbuh di atas tanah akan lebih dipandang & terlihat. Nanas diibaratkan emas, harta benda sebagai wujud hobi duniawi insan.
Penutup
Pantun di atas hendak memberikan suatu pesan wacana sebuah norma sosial yg kadang dijumpai dlm kehidupan sehari-hari. Bahwa orang lebih suka melihat martabat seseorang (emas & harta benda) dengan-cara penampilan lahiriah.
Dibandingkan budi baik & tingkah laris yg tak tampak, walaupun kiprahnya lebih penting. Demikian pembahasan mengenai pantun karya nenek moyang yg sudah ada & diketahui semenjak dahulu kala.
Meskipun asal-muasal terciptanya tak pernah ada keterangan niscaya, tapi keberadaannya sudah mendarah daging dlm penduduk . Sebagai serpihan dr warisan budaya dr nenek moyang, sudah selayaknya pantun menjadi hal yg dilindungi & dilestarikan.