Film King Suleiman mulai ditayangkan di ANTV, Senin (22/12/2014) malam. Segera, film seri yg menceritakan Sultan Sulaiman Al Qanuni ini menuai protes umat Islam. Berikut 10 ‘dosa’ yg menciptakan film bikinan Tims Productions ini diprotes:
Daftar Isi
Tidak sesuai fakta sejarah
‘Dosa’ terbesar film King Suleiman yaitu mengisahkan Sultan Sulaiman Al Qanuni, namun memasukkan banyak unsur fiktif yg bertolak belakang dr sejarah. Hal ini pula yg menciptakan Erdogan mengecam film tersebut tatkala ditayangkan di Turki selesai 2012 kemudian.
Mengadopsi novel The Sultan’s Harem
Alih-alih mengambil cerita dr buku sejarah, dongeng dlm film King Suleiman justru ibarat dgn novel berjudul The Sultan’s Harem karya Colin Falconer. Bahkan di Timur Tengah, film ini pula diberi judul yg maknanya sama.
Tentu saja, novel itu bukanlah buku sejarah. Banyak kisah fiksi yg dimasukkan, bahkan cenderung mendominasi. Seperti judulnya, takaran terbesar dongeng dlm novel itu ialah harem (para perempuan yg dihimpun & dipercantik untuk disuguhkan di ranjang raja) dgn segala kencatikan-keseksian & intriknya. Itu pula yg dihadirkan dlm film King Suleiman.
Wanita-wanita tak menutup aurat
Film King Suleiman menampilkan perempuan-wanita di istana Daulah Utsmaniyah, baik harem maupun istri Sultan, sebagai sosok yg tak berjilbab & berpakaian seksi. Bisa jadi pembuat film mengambil versi masyarakat sekuler Turki pasca Mustafa Kemal. Padahal, pada zaman Sultan Sulaiman Al Qanuni, Daulah Ustmaniyah menerapkan undang-undang dr syariat Islam yg tentu saja mewajibkan perempuan muslimah berjilbab. Apalagi istri Sultan. Sebab beliau digelari Al Qanuni sebab penerapan undang-undang berbasis syariat Islam tersebut.
Tarian erotis di depan Sultan
Dalam film King Suleiman, bahkan semenjak episode perdana, digambarkan Sultan disuguhi tarian-tarian erotis di depan matanya. Hal ini sungguh bertolak belakang dgn pribadi Sultan dlm sejarah Daulah Utsmaniyah. Bahkan, bila tak disensor, film tersebut pula memperlihatkan adegan ‘ranjang’.
Sultan yg besar kepala
Di film King Suleiman, Sultan Sulaiman Al Qanuni digambarkan selaku sosok yg besar kepala. Padahal, dr buku-buku sejarah Islam, Sultan Sulaiman Al Qanuni yaitu sosok yg bijak dlm mengambil keputusan. Karenanya ia menjadi salah seorang pemimpin Daulah Utsmaniyah yg paling disegani.
Sultan suka berganti-ganti pasangan
Dalam film ini, Sultan pula digambarkan sebagai laki-laki yg suka berganti-ganti pasangan. Bahkan dlm novelnya, Sultan bisa memilih semua orang harem yg akan menemaninya di ranjang.
Penyesatan keterangan
Meskipun ada yg membela film tersebut cuma sebuah hiburan, nyatanya film bisa membentuk pandangan jutaan penonton terhadap kisah yg difilmkan. Dengan cerita yg tak sesuai sejarah, film tersebut sengaja atau tak sengaja sudah membelokkan sejarah Sultan Sulaiman Al Qanuni & Daulah Utsmaniyah dlm benak masyarakat.
Merusak gambaran Daulah Islam
Dengan menitikberatkan kisah pada harem & percintaan yg sesungguhnya fiktif, film King Suleiman membuat citra Daulah Islam ternoda. Apalagi, masa Sulaiman Al Qanuni diketahui dlm sejarah Islam sebagai puncak keemasan kekhilafahan Turki dgn berkembangnya dakwah ke tiga benua.
Merusak citra pemimpin Islam
Meskipun film ini cuma bercerita soal Sultan Sulaiman, tetapi bisa membentuk persepsi orang-orang awam atau yg belum mengenal Islam dgn baik berkesimpulan bahwa kehidupan pemimpin Islam tak ubahnya seperti ilustrasi film tersebut. Erat dgn wanita seksi, tarian, & kebobrokan akhlak.
Merusak citra Islam
Gabungan dr sembilan ‘dosa’ sebelumnya dapat membentuk ghazwul fikri yg cukup dahsyat. Meskipun pada mulanya hanya ‘menyerang’ Sultan Sulaiman Al Qanuni, kemudian Daulah Utsmaniyah, pada risikonya pula mengarah pada citra Islam. Orang-orang awam, khususnya non muslim, bis amengambil kesimpulan bahwa Islam ialah seperti apa yg difilmkan. Jika pandangan itu yg muncul, mereka mampu terhalang dr dakwah Islam alasannya menutup diri menurut informasi awal itu.
Karenanya, tugas dr para ulama & para dai, jikalau film seperti ini tetap ditayangkan maka sejarah yg benar ihwal Islam harus disebarluaskan lebih massif. Dan akan lebih baik lagi bila dibentuk film-film Islami yg sesuai dgn sejarah mirip Ar Risalah & Omar. [Ibnu K/wargamasyarakat]