10 Contoh Puisi Isbedy Stiawan ZS

Isbedy Stiawan ZS & Contoh Puisinya – Isbedy Stiawan ZS merupakan penyair yg lahir di Tanjungkarang, Lampung pada 5 Juni 1958 hingga sekarang masih menetap di kota yg sama. Beliau merupakan anak keempat dr delapan bersaudara pasangan Zakirin Senet (Alm) bersuku Bengkulu & Ratminah (Winduhaji, Sindanglaut, Cirebon). 


Selain menulis karya sastra (cerpen, puisi, esai sastra), kini aktif di Dewan Kesenian Lampung & Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Lampung. Pernah dipanggil ke berbagai pertemuan sastra & budaya di Tanah Air & mancanegara mirip Malaysia, Thailand. Sempat membacakan puisi-puisinya di Utan Kayu International Binnale (2005), Ubud Writers and Readers Festival (2007), & lain-lain. 


Karya-karyanya dipublikasikan di Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Suara Pembaruan, Jawa Pos, Suara Merdeka, Sinar Harapan, Suara Karya, Pikiran Rakyat, Republika, Horison, Kedaulatan Rakyat, Lampung Post, Radar Lampung, Riau Pos, dll.

Ia bukan sebatas penyair yg merajut bunyi dlm larik puisi. Isbedy pula penginspirasi penyair muda berkarya di level nasional. Tidak heran jika sekarang Lampung diketahui sebagai “Negeri Para Penyair” di jagat sastrawan Indonesia. Ini semua tak lepas dr kerja-kerja Isbedy menggeliatkan dunia kepenyairan Lampung.

Seperti sastrawan lain, Isbedy pula tidak mau berkarya sendiri. Ia ingin menebarkan gairah susastra pada orang lain, pada anak-anak di negeri Lampung. Isbedy pula ingin Lampung berjaya di dunia sastra.

Antologi Puisi

Kembali Ziarah, Daun-Daun Tadarus, Roman Siti & Aku Selalu Mengabarkan (LSM Perempuan Damar, Bandar Lampung, Juli 2001), Aku Tandai Tahi Lalatmu (Gama Media, Januari 2003), Menampar Angin (Bentang Budaya, Oktober 2003), Kota Cahaya (Grasindo, Oktober 2005), Salamku pada Malam (Bukupop, April 2006), Laut Akhir (Bukupop, Januari 2007), Lelaki yg Membawa Matahari (Hikayat Publishing, Juli 2007), & Setiap Baris Hujan (Bukupop, Juni 2008).

Kumpulan Cerpen

Ziarah Ayah (Syaamil, Mei 2003), Bulan Rebah di Meja Diggers (Beranda, Agustus 2004), Dawai Kembali Berdenting (Logung Pustaka, November 2004), Perempuan Sunyi (Gama Media, Desember 2004), Dongeng Sebelum Tidur (Beranda, September 2004), Selembut Angin Setajam Ranting (LP Publishing House, April 2005), Seandainya Kau Jadi Ikan (Gramedia Pustaka Utama, Mei 2005), & Hanya untuk Satu Nama (C Publising Bentang Pustaka, Oktober 2005).

  13 Bagian-Bagian Pembangun Puisi Baik Intrinsik Dan Ekstrinsik

Antologi Bersama

Dari Negeri Poci, Resonansi Indonesia, Angkatan 2000, Horison Sastra Indonesia: Kitab Puisi, Hijau Kelon & Puisi 2002 (Penerbit Buku Kompas, 2002), Puisi Tak Pernah Pergi (Penerbit Buku Kompas, Juli 2003), 20 Tahun Cinta (Senayan Abadi, Juli 2003), Wajah di Balik Jendela (Lazuardi, Agustus 2003), & lain-lain.

Berikut 10 Contoh Puisi Isbedy Stiawan ZS yg mampu Sobat simak.

Bebatuan itu Merintih

lalu bebatuan itu merintih. sejak kemarin matahari
menghantam-mukulkan wajahnya di bebatuan. di sungai
yang mengalirkan darahnya
kubaca keperihan dunia: gue tak tahu di mana
lagi kusimpan kesumat ini?
begitu jauh gue terdampar. di pulau yg tak lagi mengenalku
bahkan gue kian ajaib pada pesta kematianku yg bakal tiba
ingin kumasuk lebih dlm untuk mengaduk-aduk udara
yang beku! Tuhan, di dunia-Mu yg semarak ini kenapa
aku seperti tak mencium aroma manusia?
kemudian bebatuan itu merintih. matahari menatap
bergairah di sudut jalan yg akan memisahkan dunia ini
dengan lain dunia. gue tak lagi paham dgn bunyi
merdu & rintihmu. tatkala ranjangku bertengkar
dengan maut di malam sunyi itu
inilah perjalanan panjang bagi bebatuan. sehabis hari-hari
ditikam sejuta pisau waktu. tak ada lagi sesal & keinginan
udara telah membawa senyum & tangis pelayat
ke dlm doa yg beterbangan
lalu bebatuan itu merintih. tak ada lagi senyum
yang dinyanyikan sungai, kecuali taman
berkembang menjadi tiba-tiba


1995

Ada Daun Gugur

ada daun gugur
bersahabat pintu rumahku
dan warna kuningnya
mengabarkan dunia yg pecah
lewat tanah-tanah
hatiku gemetar
memandang namaku
yang mencari-cari rumah
akhirku


ada daun gugur
dekat jendela kamarku
dan warna terbakarnya
memandangku acuh taacuh


Surabaya, 1994 

  Teladan Puisi Singkat Patah Hati Bikin Nangis

Dunia Botol

menghadapi dunia botol yg disuarakan radio
bahari dlm diriku seakan berbusa. perahu mana
yang dapat kuyakini untuk menyeberangkanku
ke pulau itu? sedang angin tak menentu
hatiku tiba-tiba tak percaya pada laut
dan pulau menjadi samar di mataku. namun aku
tak pernah henti mengunyah botol, lantaran
radio senantiasa mengantarkannya ke mejaku
sesungguhnya gue sudah mati di meja ini
berkali-kali. namun dalam
dunia botol yg diantarkan radio
kuburku belum pula diazankan!


1994

Seperti Semut

seperti semut yg mendaki perbukitan
betapa jauh & melelahkan perjalanan ini

namun dgn dada yg menyala & senantiasa
menyimpan bahasa-Nya

berangkat pula hewan ini ke sangkar
mengkalkulasikan-hitung perbukitan yg didaki
rasanya gres kemarin kita dilahirkan
seperti semut yg mendaki perbukitan
berangkat pula gue ke sana
menenteng rerumputan
menghadap lurus arah matahari


1993



Pada Ketinggian Matahari

pada ketinggian matahari
rumput-rumput berkeringat. tangannya
menggapaimu gusar. hari yg sarat
pembantaian merebahkan nyalinya
cuma jerit. hanya jerit yg menggema
di padang-padang kerontang itu
kemudian senyap
kemudian senyap
sungai pun menerbangkan batu-kerikil


1987


Pakaian

kukenakan pakaian orangorang
sebelum aku. menjadi muslim
ke hiruk pikuk: bulan yg ramai
surau masjid mengaji
tak pernah sepi dari
menyebut namanama


lalu apakah gue muslim
sudah jadi saleh? di kepalaku
berkembang peci, jemariku mengulang
ulang biji tasbih. rambut berselimut
aurat tak lagi terbaca
sepanjang bulan yg senantiasa
bercahaya
dari malam hingga fajar. dr pagi
hingga petang dikaruniai

apakah gue yg terpilih
berlangsung dlm barisan
orangorang opsi?

saya mengenakan busana ini
di hiruk pikuk, namun tak sampai
ke hatiku

aku tak henti mengeja
setiap mengaji
mengumpulkan kalimat
para aulia,
ya Allah


Angin

angin menepati janjinya
bulan tersenyum di sana

saya pun melangkah
tak lelahlelah. di gurun
yang diharamkan air & makanan
sepanjang siang berdebu
kecuali malam, kecuali percintaan
hingga jelang fajar. tatkala malaikat
turun: meluruhkan sayapsayapnya?

angin membelai, bulan menepati
janjinya untuk datang
menenteng riang. gue terpukau
lantaran semerbak wangimu
lelaki pilihan. bagiku bersumpah
kau ialah pesuruh
dan mesti kucari tiap langkahmu
bahkan hingga raudhah
serta rumah istirah

  Puisi Pagi Yang Cerah Memperbesar Indahnya Hidup Ini

Sebuah Jalan

sebuah jalan menuju rumahku

tiap saat terbuka. tanpa hutan
dan kembang berduri. gue pun
mampu kapan saja melintasi
untuk melabuhkan rindu

tak ada panggilan karena
cintaku akan mengantar
ke suatu jalan yg sejak
anakanak ayah sudah
mengenalkan gue ke sini
supaya gue tak abai mengaji
dan mengerti arti sujud

maka suatu jalan
menuju rumahku
kini sudah di dlm diriku
saya pun pulang & pergi

tak akan tersasar
ke lain tuju:
Kau



Akhir

jikalau matahari terbit
dan gue masih tersadar
setia padamu
kuminta ini bukan final
meski setiap mula
kausiapkan lembar penutup


lantaran gue selalu
merindukanmu
dan ingin bersama
seperti di bulan
yang kaunisbahkan
selaku penghulu
dari yg lain

jikalau matahari terbit
dan kembali ke asal
biarkan kedua mataku
berkubang air
karena cuma itu
kusesali lalaiku

sewaktu matahari hilang
dan gue masih bangun
dalam sendu
biarkan gue di situ
untuk mengeja lagi
takbir tahmid tahlil
yang belum habishabis

akan kuingat seluruh
perjalananku: sujud
dan mengaji. silaturahmi
kosong & pecah
di anutan berdebu

dan di tanah kosong
saya mengabarkan
impian
taman mahligai

— bibibirku
perutku
cuma milikmu —

saya sudah sampai padamu

Setelah Salam

sehabis salam

matahari tenggelam
malam syawal
namamu diagungkan

berakhir saumku
lengkap salat malamku
ayatayatmu kutadaruskan
“terimalah…”

puasaku, ibadahku
hanya padamu

pakaian ini
cuma duniawi
tubuhku milik tuhan

terimalah terima
jadikan gue kekasih