Chairil Anwar & 10 Contoh Puisinya – Chairil Anwar yg populer dengan julukan “si Binatang Jalang” merupakan salah satu sastrawan yg dinobatkan H.B. Jassin kedalam golongan sastrawan aktivis 45. Chairil Anwar lahir di Medan, 26 Juli 1922. Ia merupakan putra mantan Bupati Indragiri Riau, & masih memiliki ikatan keluarga dgn Perdana Menteri pertama Indonesia, Sutan Sjahrir. Ia bersekolah di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) yg kemudian dilanjutkan di MULO, tetapi tak sampai tamat. Walaupun latar belakang pendidikannya terbatas, Chairil menguasai tiga bahasa, yaitu Bahasa Inggris, Belanda, & Jerman.
Ia mulai mengenal dunia sastra di usia 19 tahun, tetapi namanya mulai diketahui tatkala tulisannya dimuat di Majalah Nisan pada 1942. Setelah itu, ia menciptakan karya-karya lain yg sungguh populer bahkan hingga ketika ini seperti “Krawang Bekasi” & “Aku”.
Wanita yakni dunia kedua laki-laki flamboyan ini setelah sastra. Dalam lingkup keluarga, nenek yaitu orang terdekat Chairil sebelum sang ibu sendiri. Tatkala akil balig cukup akal, ia diketahui menjalin hubungan dgn banyak wanita & Hapsah adalah satu-satunya wanita yg pernah dinikahinya walaupun ikatan suci tersebut tak berjalan usang. Perceraian itu dikarenakan gaya hidup Chairil yg tak berubah bahkan setelah mempunyai istri & anak. Pernikahan tersebut menghasilkan seorang putri yg berjulukan Evawani Chairil Anwar yg kini berprofesi sebagai notaris.
Belum genap 27 tahun, Chairil meninggal dunia. Ada beberapa model wacana penyebab kematiannya, tetapi satu hal yg pasti yaitu ia mengidap TBC disinyalir menjadi alasannya adalah kepergiannya. Walaupun hidupnya di dunia sungguh singkat, Chairil Anwar & karya-karyanya sangat menempel pada dunia sastra Indonesia. Karya-karya Chairil pula banyak diterjemahkan ke dlm bahasa gila, antara lain bahasa Inggris, Jerman & Spanyol. Sebagai tanda penghormatan, dibangun patung dada Chairil Anwar di kawasan Jakarta & hari kematiannya diperingati selaku Hari Chairil Anwar oleh para pengagumnya.
Aku
Kalau hingga waktuku
‘Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak pula kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka & bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan gue akan lebih tak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Maret 1943
Cintaku Jauh Di Pulau
Cintaku jauh di pulau,
gadis bagus, kini iseng sendiri
Perahu melancar, bulan menyembur,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, maritim jelas, namun terasa
aku tak ‘kan sampai padanya.
Di air yg hening, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan bahtera ke pangkuanku saja,”
Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yg bareng ‘kan merapuh!
Mengapa Ajal mengundang dahulu
Sebelum sempat berpeluk dgn cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, ia mati iseng sendiri.
1946
Aku Berkaca
Ini muka sarat luka
Siapa punya ?
Kudengar seru menderu
dalam hatiku
Apa cuma angin lalu ?
Lagu lain pula
Menggelepar tengah malam buta
Ah…….!!
Segala menebal, segala mengental
Segala tak kukenal ………….!!
Selamat tinggal …………….!
Derai Derai Cemara
cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yg terpendam
aku kini penduduknya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tetapi dulu memang ada sebuah bahan
yang bukan dasar perkiraan kini
hidup hanya menangguhkan kekalahan
tambah terasing dr cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yg tetap tak terucapkan
sebelum pada alhasil kita mengalah
1949
Diponegoro
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menunggu
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yg tak mampu mati.
Doa
kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu
Biar sukar sungguh
mengenang Kau penuh seluruh
cahyaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
saya mengembara di negeri ajaib
Tuhanku
di pintuMu gue mengetuk
saya tak mampu berpaling
13 November 1943
Hampa
terhadap sri
Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah ini menunggu jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menunggu.
Krawang – Bekasi
Kami yg kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” & angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yg tak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju & mendegap hati ?
Kami bicara padamu dlm hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa & jam dinding yg berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yg kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum mampu memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang awut-awutan
Tapi yakni kepunyaanmu
Kaulah lagi yg tentukan nilai tulang-tulang berantakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan & prospek
atau tak untuk apa-apa,
Kami tak tahu, kami tak lagi bisa berkata
Kaulah kini yg berkata
Kami bicara padamu dlm hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa & jam dinding yg berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
mempertahankan Bung Hatta
mempertahankan Bung Sjahrir
Kami kini mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan & harapan
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi bubuk
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
1957
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali mempunyai arti
Sudah itu mati.
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan akhir hayat gres tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang
Februari 1943
Yang Terampas Dan Yang Putus
kelam & angin lalu mempesiang diriku,
menggigir pula ruang di mana ia yg kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu
di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai pula deru masbodoh
aku berbenah dlm kamar, dlm diriku jika kamu datang
dan gue mampu lagi lepaskan kisah gres padamu;
namun kini cuma tangan yg bergerak lantang
tubuhku diam & sendiri, cerita & kejadian berlalu beku
1949