Ajip Rosidi & Contoh Puisinya – Siapakan Ajib Rosidi? Ajip Rosidi (dibaca: Ayip Rosidi) merupakan sastrawan yg lahir di Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat pada 13 Januari 1938. Pendidikan formalnya SD di Jatiwangi (1950), SMP di Jakarta (1953) & Tainan Madya di Jakarta (tidak tamat, 1956), berikutnya belajar sendiri. Ia mula-mula menulis karya inovatif dlm bahasa Indonesia, kemudian telaah & komentar perihal sastra, bahasa & budaya, baik berupa postingan, buku atau makalah dlm aneka macam pertemuan di tingkat regional, nasional, maupun internasional.
Bayang-bayang yg digerakkan sang dalang
datang & hilang, hanya jejaknya tinggal terkenang
Ingat Aku dlm Do’amu
Ingat gue dlm do’amu: di depan makam Ibrahim
Hidupku di dunia ini, di alam tamat nanti
lindungi dgn rahmat, limpahi dgn kurnia Gusti
Ingat gue dlm do’amu: di depan makam Ibrahim
di dlm solatmu, dlm sadarmu, dlm mimpimu
Setiap tarikan nafasku, pun waktu menghembuskannya
jadilah berkah, semata limpahan rido Illahi
Biarkan kasih-Mu mengalir awet
Ingat gue dlm do’a-Mu
Ingat gue dlm firman-Mu
Ingat gue dlm diam-Mu
Ingat aku
Ingat
Amin
Matahari
Kutembus mega yg putih, yg kelabu, yg hitam sekali
Di baliknya kucari yg terang : Sinar si matahari!
Sungai
Dari hulu hingga ke muara, berapa kali ganti nama?
Sembahyang Malam
Alam semesta
Jika hidup sudah kautetapkan hingga yg kecil mecil
Untuk apa bunyi hati terombang-ambing dlm sabil?
Berapa jauh jarak terentang
antara kau-sekalian dgn aku
Berapa jauh jarak terentang
antara kau-sekalian dgn urat leherku?
Tak pun sepatah kata
memisahkan kita
Didepan Lukisan Sadali
Dalam keindahan kutemukan keheningan
Pertemuan Dua Orang Sufi
Ketika keduanya berpapasan, tak sepatah pun kata teguran
Hanya dua pasang mata yg tajam bersitatapan
Suhrawar di atas kuda : “Betapa dlm kulihat
Samudra segala hakikat!”
Dan Muhyiddin di atas keledai: “Betapa fana dia
yang setia menjalani teladan Rasulnya.”
Ketika keduanya berjumpa , tak pun kata-kata salam
Tapi keduanya sudah sefaham dlm diam.
Hanya Dalam Puisi
Dalam kereta api
Kubaca puisi: Willy & Mayakowsky
Namun kata-katamu kudengar
Mengatasi derak-derik deresi.
Kulempar pandang ke luar:
Sawah-sawah & gunung-gunung
Lalu sajak-sajak berkembang
Dari setiap bulir peluh
Para petani yg terbungkuk semenjak pagi
Melalui hari-hari keras & sunyi.
Hidup terumbang-ambing antara langit & bumi
Adam terlempar dr nirwana
Lalu semakin kemari mencari Hawa.
Mengetuk pintu demi pintu
Dan tak pula ditemuinya: Ragi hati
Yang tak ingin
Menyerah pada situasi?
Dari lembah mengulurlah tanganmu yg gemetar.
Kubaca puisi: turihan-turihan hati
Yang dgn jari-jari besi sang Waktu
Menentukan langkah-langkah Takdir: Menjulur
Ke ruang mimpi yg kuatur
sia-sia.
Kau pun tahu. Dalam puisi
Semuanya terperinci & niscaya.
Bayanganmu terekam pada permukaan piring, pada dinding
Pada langit, awan, ah, ke mana pun gue berpaling:
Dan di atas atap rumah angin pun bangkit berdesir
Menyampaikan bisikmu dlm dunia penuh bisik.
Masihkah dinihari Januari yg renyai
Suatu daerah bagi tanganku membelai?
Telah habis segala kata namun tak terucapkan
Rindu yg berupa suatu kebenaran.
Bayangan, ah, bayanganmu yg menagih senantiasa
Tidakkah semuanya sudah kusumpahkan demi Waktu?
Tahun-tahun pun akan sepi berlalu, kutahu
Karena dunia resah ‘kan diam diam.
1967