Allah SWT telah mewajibkan hijab atas setiap perempuan demi melindungi kesuciannya dan menjaga kehormatannya serta menjadi menunjukan bagi keimanannya. Oleh sebab itu penduduk yang jauh dari manhaj Allah dan menyimpang dari jalan-Nya yang lurus adalah penduduk yang sakit, membutuhkan pengobatan yang mampu mengantarkannya kepada kesembuhan dan kebahagiaan. Diantara bentuk penyakit yang sangat menyedihkan ialah tersebarnya fenomena sufur (keberadaan perempuan keluyuran diluar rumah) dan tabarruj (terbukanya aurat perempuan, rambut, leher, wajah, lengan, kaki dan segala perhiasan dan dandanannya).
Sangat disayangkan, fenomena tidak sehat ini sudah menjadi ciri khas masyarkat Islam, meskipun busana islami masih tersebar didalamnya. Maka pertanyaannya yakni: mengapa penduduk hingga pada penyimpangan seperti ini? Mengapa kaum muslimah menentukan untuk tidak berhijab, menutup aurat dan melindungi harga diri, kesucian dan kehormatan?
Untuk menjawab pertanyaan yang kami lontarkan kepada beberapa kelompok remaja putri ini ternyata karenanya ada sepuluh argumentasi pokok, yang kalau kita cermati ternyata kesepuluh alasan itu sungguh rapuh dan lemah.
Berikut ini 10 Alasan Wanita Tidak Mau Berhijab beserta tanggapannya.
Alasan pertama. Kelompok pertama menyampaikan, ‘’Saya belum yakin dengan hijab.’’
Maka kita ejekan dua pertanyaan:
Pertama: Apakah mereka secara fundamental telah percaya dengan eksistensi Islam? Jawabannya niscaya “Ya”, karena beliau mengucapkan لا إله إلا الله. Ini berarti mereka sudah yakin dengan aqidah Islam. Dan mereka juga sudah mengucapkan محمد رسول الله, ini berarti mereka sudah percaya dengan syariat Islam. Kaprikornus mereka telah mendapatkan syariat Islam sebagai aqidah, syariat dan jalan hidup.
Kedua: Apakah hijab termasuk bagian dari syariat Islam dan kewajibannya? Seandainya mereka nrimo dan mencari kebenaran dalam persoalan ini tentu mereka akan mengatakan “Ya”, karena Allah yang kita imani selaku satu-satunya sesembahan yang benar sudah menyuruh hijab didalam kitab suci-Nya, dan Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang kita imani sebagai utusan Allah sudah memerintahkan hijab didalam sunnahnya.
Alasan kedua. Wanita kedua mengatakan: “Saya telah percaya dan mendapatkan kewajiban syariat hijab, akan tetapi ibu saya melarang aku untuk memakainya, jikalau saya mendurhakainya pasti aku masuk neraka.”
Alasan ini sudah dijawab oleh makhluk Allah yang paling mulia adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam ungkapannya yang sungguh singkat dan bijak :
لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِيْ مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ
“Tidak ada ketaatan terhadap makhluk dalam hal mendurhakai sang pencipta.”
Kedudukan kedua orang tua terutama ibu adalah sangat tinggi dan luhur, bahkan Allah menyandingkannya dengan masalah yang paling agung yaitu ibadah menyembah terhadap-Nya dan bertauhid kepada-Nya, dalam banyak ayat sebagaimana firman Allah :
وَاعْبُدُوا اللهَ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun dan berbuat oke terhadap dua orang ibu bapak.” (An-Nisa: 36)
Kaprikornus taat kepada kedua orangtua tidak dibatasi oleh apapun kecuali satu hal adalah kalau keduanya menyuruh untuk bermaksiat terhadap Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلىَ أَنْ تُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلاَ تُطِعْهُمَا
“Dan jikalau keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu wacana itu, maka janganlah kau mengikuti kedunya.” (Luqman: 15)
Dan ketidak taatan kepada keduanya dalam hal maksiat tidak menjadi penghalang bagi anak untuk berbuat baik kepada keduanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَصَاحِبْهُمَا فِيْ الدُّنْيَا مَعْرُوْفًا
“Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (Luqman: 15)
Alasan ketiga. Wanita ketiga menyampaikan: “Udara panas di negeri kami, aku tidak tahan, bagaimana kalau saya memakai hijab?! Kepada orang-orang mirip ini Allah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan :
قُلْ نَارُ جَهَنَّمَ أَشَدُّ حَرًّا لَوْ كَانُوا يَفْقَهُوْنَ
“Katakanlah: “Api nereka Jahannam itu lebih sungguh panas(nya) kalau mereka mengenali.” (At-Taubah: 81)
Bagaimana jika engkau bayangkan antara panasnya negerimu dengan panasnya api jahannam? Ketahuilah bawa setan telah membelitmu dengan salah satu tipu dayanya yang ringkih supaya kau terbebas dari panasnya dunia menuju panasnya neraka. Selamatkanlah dirimu dari jerat-jerat setan, jadikanlah teriknya matahari sebagai lezat bukan selaku siksa, karena dia mengingatkanmu kepada dahsyatnya adzab Allah pada hari dimana panasnya melebihi penasnya dunia dengan berlipat-lipat ganda.
Alasan keempat. Wanita keempat menyampaikan: “Saya takut jikalau saya berhijab sekarang maka sebuah dikala nanti aku akan melepaskannya sebab saya menyaksikan banyak yang melakukan seperti itu.”
Kepadanya kita katakan: “Seandainya semua insan berfikir dengan nalar mirip ini pasti mereka meninggalkan agama ini secara total, pasti mereka telah meninggalkan shalat, alasannya sebagian mereka cemas meninggalkannya. Tentu mereka juga tak inginberpuasa alasannya adalah banyak dari mereka khawatir bila suatu ketika akan meninggalkannya … dst. Tidakkah kamu amati bagaimana sekali lagi setan menjeratmu dengan jaring-jaringnya yang ringkih supaya kau meninggalkan cahaya hidayah?
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Amal yang paling dicintai oleh Allah yakni yang paling langgeng walaupun sedikit.” Mengapa engkau tidak mencari faktor-aspek yang membuat mereka itu menanggalkan hijabnya, agar engkau mampu mengatasi dan menanggulanginya?”
Alasan kelima. Wanita kelima mengatakan: “Saya khawatir, kalau saya mengenakan pakaian syar’i, aku akan dicap sebagai kalangan tertentu, sedangkan aku tidak suka tahazzub (berpecah belah atas dasar fanatisme kelompok).”
Sesungguhya didalam Islam itu hanya ada dua hizib (kalangan) tidak ada lainnya. Keduanya disebutkan oleh Allah didalam kitab sucinya. Hizib pertama disebut dengan hizbullah. Yaitu orang yang ditolong oleh Allah kerena dia mentaati perintah-perintah-Nya dan manjauhi larangan-larangan-Nya. Kelompok kedua disebut hizbusysyaithon yakni orang yang mendurhakai Allah, mentaati setan dan banyak berbuat kerusakan dimuka bumi. Ketika engkau mematuhi perintah Allah yang diantaranya adalah hijab maka engkau tergabung dalam hizbullah yang beruntung. Dan saat engkau bertabarruj menampakkan kecantikanmu maka engkau suka atau membenci, sadar atau tidak sadar sudah naik diatas perahu setan bareng rombongan mereka dari kalangan munafiqin dan kuffar. Sungguh mereka yaitu seburuk-jelek sahabat.
Alasan keenam. Wanita keenam mengatakan: “Ada yang mengatakan terhadap aku: “Jika kamu berhijab maka tidak ada laki-laki yang menikahimu.” Oleh alasannya adalah itu saya tanggalkan dulu dilema hijab ini hingga saya menikah.”
Ukhti, sebenarnya suami yang menginginkanmu keluar rumah dengan membuka aurat, dan bermaksiat kepada Allah ialah suami yang tidak layak untukmu, suami yang tidak cemburu atas kehormatan Allah, tidak cemburu atas dirimu, dan tidak menolongmu untuk dapat memasuki nirwana dan selamat dari neraka.
Sesungguhnya rumah tangga yang dibangun diatas dasar maksiat terhadap Allah dan diatas kemurkaan-Nya adalah layak bagi Allah untuk menulisnya sebagai keluarga yang sengsara di dunia dan alam baka. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
وَمَنْ أعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَإِنَّ لَهُ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka bekerjsama baginya penghidupan yag sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari akhir zaman dalam keadaan buta.” (Thaha: 124)
Setelah itu, bahwasanya ijab kabul itu yakni nikmat dari Allah yang dianugerahkan terhadap siapapun yang Dia kehendaki, betapa banyak perempuan berhijab yang menikah, betapa banyak wanita yang safirah (sering keluar rumah) mutabarrijah (membuka aurat, kecantikannya) tidak menikah. Apabila kamu menyampaikan, bahwa sufurku dan tabarrujku adalah sarana bagi tujuan yang suci ialah ijab kabul, maka tujuan yang suci tidak menghalalkan cara-cara yang rusak dan maksiat dalam Islam. Apabila tujuan mulia maka saranapun mesti mulia karena kaedah dalam Islam:
الْوَسَائِلُ لَهَا حُكْمُ الْمَقَاصِدِ : “Washilah (fasilitas ) itu memiliki aturan seperti hukum maksud (tujuan)
Alasan ketujuh. Wanita ketujuh mengatakan: Saya mengetahui bahwa hijab itu wajib, akan namun saya akan komitmen dengannya sesudah Allah memperlihatkan hidayah nanti.” Tanyakan terhadap ukhti ini, apa tindakan yang ia tempuh supaya menerima hidayah dari Allah ini?!
Kita mengetahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mengakibatkan segala sesuatu itu ada sebabnya. Oleh karena itu orang yang sakit minum obat biar sembuh, seorang musafir naik kereta atau kendaraan supaya hingga ketempat tujuan dst. Apakah ukhti ini betul-betul jujur sudah mengikuti jalan hidayah dan mengerahkan kemampuannya untuk karena-karena yang dapat mengirimkan kepada hidayah? Seperti berdo’a kepada Allah secara ikhlash sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
اِهْدِنَا الصِّراطَ الْمُسْتَقِيْمَ
“Tujukilah kami terhadap jalan lurus.” (Al-Fatihah: 6)
Seperti berteman dengan perempuan-wantia shalihah, kerena mereka adalah sebaik-baik penolong untuk mendapatkan hidayah dan mempertahankannya, sehingga ia betul-betul kesepakatan dengan perintah-perintah Allah, dan menggunakan hijab yang ditugaskan oleh Allah kepada perempuan-perempuan beriman.
Alasan kedelapan. “Wanita kedelapan mengatakan: “Belum waktunya aku menggunakan hijab, alasannya aku masih kecil, nanti kalau saya telah besar dan sudah haji saya akan berhijab.”
Ketahuilah ada satu malaikat yang bangun didepan pintumu sedang menunggu perintah Allah. Dia akan bertindak cepat dan tepat kapan saja dari detik-detik kehidupanmu jika ketentuan Allah telah tiba.
فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لاَ يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَلاَ يَسْتَقْدِمُوْنَ
“Maka bila sudah tiba waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak mampu pula memajukannya.” (al-A’raf: 34)
Kemudian tidak pandang bulu, besar ataupun kecil. Bisa saja akhir hayat menjemputmu ketika kau masih bermaksiat kepada Allah dengan maksiat besar mirip ini; kau melawan Allah dengan sufur dan tabarrujmu.
Alasan kesembilan. Wanita kesembilan menyampaikan: “Kemampuan finansialku terbatas, sehingga aku tidak mempu mengganti baju-bajuku dengan busana-busana yang syar’i.
Kepada ukhti ini kita katakan: “Untuk menerima ridha Allah dan untuk mendapatkan nirwana-Nya, semua yang mahalpun terasa tidak ada harganya; harta dan jiwa tidak ada nilainya. Dan ingat Allah pasti membantu hamba-hamba-Nya yang taat. Barangsiapa yang bertakwa pasti Allah berikan jalan keluar dan akomodasi.
Alasan kesepuluh. Akhirnya perempuan kesepuluh mengatakan: “Saya tidak berhijab alasannya mengamalkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).” (al-Dhuha: 11)
Bagaimana aku harus menyembunyikan lezat keelokan yang sudah Allah berikan kepada saya seperti rambut yang lembut, tampangyang elok dan kulit yang indah?!
Kita katakan: Ukhti ini bersedia mengikuti firman Allah dan akad dengan perintah Allah, tetapai sayang selama itu sesuai dengan hawa nafsunya dan menurut pemahaman yang semaunya. Dan meninggalkan perintah-perintah dari sumber yang serupa saat tidak garang kepadanya. Jika tidak mengapa tidak mematuhi perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala :
وَلاَ يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (An-Nur: 31)
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلاَبِيْبِهِنَّ
“Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka (keseluruh tubuh mereka).” (al-Ahzab: 59)
Sesungguhnya nikmat Allah yang terbesar yakni lezat akidah dan hidayah. Lalu mengapa engkau tidak menampakkan dan memperbincangkan nikmat Allah yang paling besar ini yang diantaranya ialah hijab syar’i.
رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
“Ya Allah, janganlah Engkau simpangkan hati kami ini sehabis Engkau berikan hidayah kepada kami dan anugerahkanlah terhadap kami dari sisi-Mu suatu rahmat, sebetulnya Engkau yaitu Maha Pemberi.”