√ Sistem Hukum Dan Peradilan Internasional

Sistem Hukum Dan Peradilan Internasional – Hukum Internasional pada dasarnya dibikin oleh penduduk internasional guna membuat kolaborasi, perdamaian, & menyelesaikan persoalan interna-sional dengan-cara tenang. Hubungan antarbangsa di dunia diperlukan mampu menciptakan kekerabatan kerja sama yg baik sehingga dapat tercapai kemakmuran & kedamaian bareng .

Sistem Hukum Dan Peradilan Internasional  √  Sistem Hukum Dan Peradilan Internasional
Sistem Hukum Dan Peradilan Internasional

Akan tetapi, hubungan antarbangsa itu ke-mungkinan mampu menimbulkan pertentangan atau sengketa antarbangsa itu sendiri. Penyelesaian sengketa diperlukan dapat dilakukan dgn cara damai bukan lewat perang. Perang cuma akan membuat kerusakan & kehancuran. Salah satu cara penyelesaian damai yakni lewat pengadilan internasional.

Daftar Isi

A. Sistem Hukum Internasional

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata tata cara berarti (1) seperangkat unsur yg dengan-cara teratur saling berhubungan sehingga membentuk suatu totalitas, susunan yg teratur dr persepsi, teori, asas, & sebagainya, (3) metode. Oleh karena itu, dlm kaitannya dgn aturan internasional, kata metode mampu diartikan susunan yg teratur dr pandangan, teori, asas ihwal aturan internasional.

Baca juga

Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka

1.  Makna Hukum Internasional

Hukum internasional dlm arti luas terbagi dlm dua kepingan, yakni aturan perdata internasional & aturan internasional publik. Hukum perdata internasional yakni kumpulan ketentuan aturan yg menuntaskan urusan antarindividu-individu yg pada dikala yg sama tunduk pada yurisdiksi dua negara atau lebih yg berlawanan. Hukum internasional publik yaitu keseluruhan kaidah & asas aturan yg mengendalikan hubungan atau duduk kasus yg melintasi batas negara yg bukan bersifat perdata.
Menurut Prof. Mochtar Kusumaatmadja, definisi aturan internasional publik tersebut mempunyai dua kekurangan, yakni yakni selaku berikut.
  1. Definisi tersebut tak tegas karena didasarkan pada suatu ukuran yg dirumuskan dengan-cara negatif, yakni hubungan atau permasalahan internasional yg tak bersifat perdata.
  2. Umumnya pembahasan mengenai aturan internasional selalu menunjuk pada aturan internasional publik, sehingga tak perlu dibahas aturan perdata internasional.
Atas dasar argumentasi tersebut, Prof. Mochtar Kusumaatmadja mengartikan aturan internasional sebagai keseluruhan kaidah & asas yg menertibkan hubungan atau dilema yg melintasi batas negara, antara negara dgn negara, & negara dgn subjek aturan lain bukan negara, atau subjek hukum bukan negara satu sama lain.
Tujuan dr aturan internasional merupakan untuk bikin metode aturan yg teratur dlm kekerabatan-kekerabatan internasional dgn memperhatikan asas keadilan.

2.  Macam-Macam Hukum Internasional

Hukum Internasional mampu dibedakan atas tiga, yakni sebagai berikut.
  1. Hukum internasional lazim, merupakan peraturan-peraturan yg dilaksanakan dengan-cara universal & berlaku biasa pada negara-negara yg mengikatkan diri pada hukum tersebut.
  2. Hukum internasional regional, yakni peraturan-peraturan yg tumbuh dgn adanya kekerabatan antarnegara & terbatas pada lingkungan berlakunya. Peraturan-peraturan regional tak bermakna derajatnya lebih rendah daripada peraturan universal. Peraturan regional cuma bersifat memperbesar (complementary) atau bekerjasama. Jika terjadi pertengkaran, pengadilan internasional mesti memakai peraturan-peraturan regional yg diakui sah oleh negara-negara yg menyelenggarakan perjanjian.
  3. Hukum internasional khusus, cuma berlaku pada negara-negara tertentu yg tak terbatas pada wilayah tertentu. Perbedaannya dgn aturan internasional regional yakni bahwa aturan internasional regional tumbuh lewat aturan kebiasaan, sedangkan hukum internasional khusus berkembang lewat perjanjian internasional multilateral.
Selain macam-macam hukum internasional di atas aturan internasional bisa dibedakan atas aturan perdata internasional & aturan internasional publik.

3.  Asas-asas Hukum Internasional

Pembahasan mengenai asas aturan internasional berkaitan dgn perumpamaan prinsip aturan lazim (the general principle of law). Prinsip aturan selaku suatu pikiran dasar yg biasa sifatnya atau latar belakang dr peraturan aturan yg muncul. Asas hukum menjadi norma dasar & menjadi petunjuk arah dr pembentukan aturan.
Ada pertimbangan yg menerangkan bahwa macam & tingkatan dr prinsip-prinsip aturan biasa itu antara lain ialah selaku berikut.

Prinsip-prinsip aturan

Terdapat kesamaan prinsip antara hukum dr berbagai bangsa & negara. Kesamaannya dlm hal asas atau prinsip yg mendasarinya. Misalnya prinsip keadilan, kelayakan, kepatutan, & prinsip itikad baik.

Prinsip-prinsip aturan dr aneka macam metode aturan

Ada banyak sekali metode aturan yg diketahui di seluruh dunia. Secara klasik diketahui tata cara aturan Anglo-Saxon & metode hukum Eropa Kontinental. Selain itu, diketahui pula metode aturan sosialis, metode aturan magribi, & sistem aturan Islam.

Prinsip-prinsip Hukum Internasional

Prinsip-prinsip hukum internasional pada umumnya yakni prinsip kesamaan derajat negara-negara, prinsip penentuan nasib sendiri, & prinsip non-intervensi.
Prinsip kesamaan derajat negara-negara, yakni prinsip yg mengakui sepenuhnya bahwa negara-negara di dunia ini baik besar kecil maupun kaya-miskin, mempunyai derajat yg sama selaku negara. Semua negara mesti diperlakukan sama dlm menjalin hubungan internasional.
Prinsip penentuan nasib sendiri merupakan prinsip yg menyatakan bahwa setiap bangsa itu berhak untuk menentukan nasibnya. Dengan demikian, setiap negara hendaknya menghormati hak setiap bangsa untuk menentukan nasibnya.
Prinsip nonintervensi yaitu prinsip tak turut campur dlm urusan dlm negeri orang lain.
Berdasarkan konsideransi Resolusi Majelis Umum PBB No. 2625 tahun 1970, ada tujuh asas utama yg mesti ditegakkan dlm praktik aturan internasional. Asas-asas itu, yaitu sebagai berikut.
Setiap negara tak melaksanakan perbuatan ancaman aksi terhadap keutuhan wilayah & kemerdekaan negara lain.
Asas ini memberi pemfokusan bahwa dlm kekerabatan internasional, setiap negara mempunyai kewajiban untuk
Tidak membahas ancaman dgn kekuatan militer terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik suatu bangsa.
Tidak melaksanakan hal-hal lain yg tak sesuai dgn tujuan PBB. Setiap negara bertanggung jawab untuk tak melakukan propaganda perang & aksi terhadap negara lain. Perang & agresi merupakan suatu kejahatan melawan perdamaian. Maka langkah-langkah tersebut mampu menjinjing konsekuensi yg berupa pertanggungjawaban sesuai dgn aturan internasional.

Setiap negara mesti menyelesaikan problem-permasalahan internasional dgn cara damai

Setiap negara diperlukan bisa menyelesaikan permasalahan internasionalnya lewat cara-cara hening. Cara-cara tersebut bisa berupa negoisasi mediasi, konsiliasi, arbitrasi, & penyelesaian yudisial. Setiap negara yg mempunyai urusan internasional wajib untuk mencari penyelesaian tenang dlm menyelesaikan pertikaian antarnegara. Oleh lantaran itu, negara harus mengendalikan diri dr tindakan-tindakan yg dapat membahayakan perdamaian & keselamatan internasional.

Setiap negara tak melaksanakan intervensi terhadap urusan dlm negeri negara lain

Tidak ada negara yg berhak untuk mengintervensi negara lain mengenai urusan dlm & mancanegara negara lain baik dengan-cara langsung maupun tak pribadi. Apabila suatu negara merupakan intervensi atau melakukan ancaman terhadap suatu negara, hal itu merupakan kejahatan dlm aturan internasional.

Negara-negara berkewajiban untuk menjalin kerja sama dgn negara lain berdasarkan pada piagam PBB

Negara-negara mempunyai kewajiban untuk bekerja sama satu sama lain dlm aneka macam bidang. Kerja sama internasional itu mesti bebas dr diskriminasi sehingga mampu merealisasikan perdamaian & keamanan internasional. Untuk merealisasikan stabilitas ekonomi & kemakmuran internasional itu, kerja sama itu mesti bebas dr diskriminasi sehingga bisa merealisasikan perdamaian & keselamatan internasional & untuk mewujudkan stabilitas ekonomi & kesejahteraan seluruh bangsa. Oleh karena itu, bangsa-bangsa di seluruh negara mesti melakukan pekerjaan sama dlm merealisasikan hak-hak asasi & keleluasaan internasional ;
  • melakukan pekerjaan sama dlm merealisasikan hak-hak asasi & kebebasan manusia & melepaskan diri dr diskriminasi ras serta saling toleransi antarumat beragama;
  • melakukan pekerjaan sama dlm bidang ekonomi, sosial, teknik, kultural & jual beli;
Sebagai catatan anggota PBB memiliki kewajiban untuk mengambil cuilan dr tindakan untuk bekerjasama dlm organisasi PBB berdasarkan piagam PBB.

Terdapat asas persamaan hak & penentuan nasib sendiri

Tiap-tiap bangsa mempunyai hak untuk dengan-cara bebas menentukan nasibnya, tanpa campur tangan pihak lain. Penerapan asas ini mempunyai tujuan untuk
  • mempromosikan hubungan persahabatan & kerja sama antarnegara;
  • mengakhiri kolonialisme dgn cepat.
  • Perwujudan kedaulatan & kemerdekaan suatu negara diputuskan oleh rakyat & pihak yg berwajib.
  • Terdapat asas persamaan kedaulatan dr negara
Secara biasa , persamaan kedaulatan meliputi faktor-faktor selaku berikut.
  • Setiap negara mempunyai persamaan yudisial.
  • Setiap negara memiliki hak penuh terhadap kedaulatan.
  • Setiap negara wajib menghormati kepribadian negara lain.
  • Integritas teritorial & kemerdekaan politik suatu negara merupakan hal yg tak mampu diganggu gugat.
  • Setiap negara mempunyai keleluasaan dlm memilih & membangun metode politik, sosial, ekonomi, & sejarah bangsanya.
  • Setiap negara berkewajiban untuk mematuhi kewajiban internasional & hidup tenang dgn negara lain.
  • Setiap negara mesti dapat diandalkan dlm memenuhi kewajiban
  • Setiap negara mesti dapat dipercaya dlm menyanggupi kewajiban negara itu sesuai dgn piagam PBB.

4.  Subjek Hukum Internasional

Subjek hukum internasional yakni pihak yg mampu dibebani oleh hak & kewajiban yg dikelola oleh aturan internasional. Hak & kewajiban yg dikontrol oleh aturan internasional meliputi hak & keharusan yg dikontrol oleh aturan internasional material & aturan internasional formal.
Menurut Starke, subjek aturan internasional terdiri atas negara, tahta suci, Palang Merah Internasional, organisasi internasional, orang-individual (individu), pemberontak, & pihak-pihak yg bersengketa.

a. Negara

Sejak lahirnya aturan internasional, negara sudah diakui selaku subjek aturan internasional, bahkan masih ada fikiran bahwa aturan internasional pada hakikatnya yaitu aturan antarnegara.
Dalam Konvensi Montevideo tahun 1933, yg mengendalikan hak & kewajiban negara, sudah ditetapkan persetujuan mengenai syarat-syarat yg mesti dipenuhi suatu negara selaku subjek aturan internasional, yakni adanya penduduk yg tetap, wilayah yg pasti, serta pemerintah & kemampuan untuk menyelenggarakan kekerabatan internasional. Di antara syarat-syarat yg ditetapkan oleh konvensi Montevideo, syarat adanya kemampuan menyelenggarakan hubungan internasional merupakan syarat penting bagi aturan internasional.
Sebagai subjek aturan internasional, negara selaku pengemban hak & kewajiban dikontrol oleh aturan internasional. Hak & kewajiban itu mampu dibedakan menjadi hak & kewajiban negara yg berhubungan dgn kedudukannya terhadap negara lain, hak & keharusan negara yg berafiliasi dgn wilayah dlm penduduk internasional, hak & kewajiban negara yg berhubungan dgn orang yg ada dlm masyarakat internasional, hak & kewajiban negara yg bekerjasama dgn benda-benda dlm penduduk internasional, hak & kewajiban negara atas kepentingan ekonomi, serta hak & kewajiban negara atas lingkungan & yuridiksi negara.

Hak & kewajiban negara yg berhubungan dgn kedudukannya terhadap negara lain

Hak-hak negara itu meliputi hak kemerdekaan, hak kesederajatan, & hak untuk menjaga diri. Kewajiban negara itu yakni tak melaksanakan perang, melaksanakan perjanjian internasional dgn itikad baik, & tak mencampuri urusan negara lain.

Hak & kewajiban negara atas orang

Pada hakikatnya hak & kewajiban negara terhadap orang diputuskan oleh wilayah negara & kewarganegaraan orang yg bersangkutan. Setiap orang yg ada di wilayah suatu negara, baik warga negaranya sendiri maupun orang asing, harus tunduk pada negara tersebut. Mereka wajib menaati aturan negara tersebut. Bagi orang gila pada prinsipnya berlaku semua aturan yg berlaku di negara tersebut dgn beberapa pengecualian. Misalnya mereka tak memiliki hak bunyi dlm penyeleksian lazim, mereka tak berhak menduduki jabatan tertentu & bagi mereka yg mempunyai kekebalan diplomatik bebas dr pungutan pajak & bea.
Kewarganegaraan yaitu kedudukan aturan orang dlm hubungannya dgn negaranya. Kewarganegaraan menimbulkan hak & kewajiban pada dua belah pihak. Warga negara suatu negara di manapun ia berada mesti tunduk pada kekuasaan & aturan negaranya dibatasi oleh kekuasaan & aturan negara kawasan mereka berada. Di samping itu, negara wajib melindungi warga negaranya.

Hak & kewajiban negara atas benda

Semua benda yg ada di wilayah suatu negara tunduk pada kekuasaan & aturan negara itu. Hak & keharusan negara atas benda utamanya berlaku bagi benda-benda yg ada di daerahnya. Kekuasaan & aturan negara itu pula berlaku bagi benda-benda yg masih ada relevansinya dgn negara itu, namun berada di negara lain.
Contohnya, kapal yg berlayar di bawah bendera negara lain yg berlabuh di negara itu & pesawat terbang yg terdaftar di negara lain mendarat di negara tersebut, hingga pada batas-batas tertentu tunduk pada kekuasaan & aturan negara bendera atau negara pendaftarnya.
Hak & kewajiban negara atas kepentingan ekonomi. Hak & kewajiban ini dapat disebutkan selaku berikut.
  • Tiap negara berkewajiban untuk tak melaksanakan diskriminasi dlm pembatasan jual beli, dlm pajak, & pungutan jual beli terhadap negara lain.
  • Negara penerima investasi modal swasta berkewajiban untuk tak membatasi atau melarang pembayaran keuntungan pada penanam modal asing.
  • Negara produsen & negara bermodal wajib melakukan pekerjaan sama dlm menjamin stabilitas harga komoditi & menyelaraskan penawaran pada usul.
  • Negara berkewajiban untuk menghindari pemasaran barang persediaannya dgn harga ramah biaya & dlm jumlah yg tak terbatas yg mampu mencampuri perkembangan industri negara yg sedang meningkat .
  • Negara berkewajiban untuk meniadakan pembatasan kuantitatif atas impor & ekspornya.
  • Negara meningkat berhak menemukan pinjaman ekonomi khusus & keuntungan khusus.

b. Tahta Suci

Tahta Suci (Vatikan) semenjak dulu merupakan subjek hukum internasional. Hal ini merupakan peninggalan sejarah masa lalu. Paus bukan cuma Kepala Gereja Roma. Namun, mempunyai pula kekuasaan duniawi. Hingga di saat ini Tahta Suci mempunyai perwakilan diplomatik di banyak ibu kota negara, tergolong Jakarta. Tahta Suci yaitu subjek hukum dlm arti sarat karena mempunyai kedudukan sejajar dgn negara. Kedudukan mirip itu utamanya terjadi sehabis diadakannya perjanjian antara Italia & Tahta Suci pada tanggal 11 Februari 1929 yg dipahami dgn perjanjian Lateran (Lateran Treaty). Berdasarkan perjanjian itu, pemerintah Italia mengembalikan sebidang tanah di Roma pada Tahta Suci. Dalam sebidang tanah itu kemudian didirikan Negara Vatikan.

Palang Merah Internasional

Palang Merah Internasional diakui sebagai organisasi internasional yg mempunyai kedudukan selaku subjek aturan internasional, walaupun dgn ruang lingkup yg terbatas. Palang Merah Internasional bukan merupakan subjek aturan internasional dlm arti yg sarat . Pengakuan Palang Merah Inter-nasional selaku subjek aturan internasional terjadi karena hal itu merupakan warisan sejarah.

Palang Merah merupakan suatu perhimpunan yg anggotanya memperlihatkan pertolongan dengan-cara sukarela pada setiap manusia yg sedang menderita tanpa membeda-bedakan bangsa, golongan, agama, & politik. Berawal dgn pecahnya perang antara pasukan Prancis & Italia melawan Austria pada tahun 1859 di Selferino (Italia Utara), Henry Dunant menyaksikan terjadinya perang tersebut di mana banyak korban perang yg tak mendapat pertolongan, sehingga timbul pandangan baru atau ide untuk memberi pertolongan pada korban perang tersebut. Pengalaman selama beberapa hari bergelut di medan perang, ia tuangkan di dlm buku yg ditulisnya pada tahun 1962 berjudul A Memory of Solferino (Kenangan di Solferino). Buku tersebut berkisah ihwal kondisi yg ditimbulkan oleh peperangan & menganjurkan biar dibuat satuan tenaga sukarela yg bernaung di bawah suatu lembaga yg menunjukkan pertolongan pada orang yg terluka di medan perang.

d. Organisasi Internasional

Organisasi Internasional berkedudukan sebagai tubuh aturan internasional yakni suatu badan yg berkedudukan selaku subjek aturan internasional & dibebani hak & keharusan yg dikelola oleh aturan internasional. Hak & kewajiban organisasi internasional dibatasi oleh tugas organisasi internasional tersebut.
Organisasi internasional pula meliputi forum-lembaga internsaional non-pemerintah atau disebut Non-Government Organization (NGO), misalnya Green Peace & Transparancy Internasional.

Orang Perseorangan (Individu)

Pergantian hak & kewajiban individu dlm aturan internasional banyak dikaitkan dgn kewarganegaraan individu yg bersangkutan. Yang dimaksud dgn kewarganegaraan merupakan kedudukan aturan individu selaku anggota suatu negara. Kewarganegaraan merupakan penghubung antara individu & aturan internasional. Karena kewarganegaraannya individu dapat mempergunakan hukum internasional. Karena kewarganegaraan itu individu tersebut dilindungi aturan internasional.
Dalam perjanjian perdamaian Versailles 1919 yg mengakhiri Perang Dunia I antara Jerman dgn Inggris & Prancis sudah terdapat pasal-pasal yg memungkinkan orang perorangan mengajukan perkara ke hadapan Mahkamah Arbitrase Internasional. Sejak saat itu dalil lama yg menyatakan bahwa cuma negaralah yg dapat menjadi pihak di depan suatu peradilan internasional, sudah ditinggalkan.
Dalam suatu proses di depan mahkamah penjahat perang yg diadakan di Tokyo & Nuremberg, bekas para pemimpin perang, Jepang & Jerman dituntut selaku orang individual atau individu atas perbuatan yg dikualifikasikan selaku kejahatan terhadap perdamaian, kejahatan terhadap kemanusiaan, & kejahatan perang.

4.  Pemberontak & Pihak dlm Sengketa (Belligerent)

Berdasarkan aturan perang dlm keadaan tertentu pemberontak bisa memperoleh kedudukan & hak selaku pihak yg bersengketa (belligerent). Dewasa ini timbul pertumbuhan gres yg mirip dgn pengesahan terhadap status pihak yg bersengketa dlm perang. Akan namun, kemajuan gres itu mempunyai ciri lain yg khas, yakni adanya pengesahan terhadap gerakan pembebasan, misalnya gerakan pembebasan Palestina (PLO).
Pengakuan terhadap gerakan pembebasan selaku subjek aturan internasional merupakan perwujudan dr suatu pandangan, gres khususnya dianut oleh negara-negara dunia ketiga, yakni bahwa bangsa-bangsa mempunyai hak asasi seperti hak dengan-cara bebas menentukan metode ekonomi, politik, & sosial sendiri, hak menguasai sumber kekayaan alam di wilayah yg didiaminya, & hak menentukan nasib sendiri.

5.  Sumber Hukum Internasional

Istilah sumber hukum internasional memiliki makna materiil & makna formil. Sumber hukum dlm arti materiil mempersoalkan apakah yg menjadi dasar kekuatan mengikat suatu aturan internasional. Adapun sumber aturan dlm arti formal menunjukkan jawaban atas pertanyaan: dimanakah kita menemukan ketentuan aturan yg bisa dipraktekkan selaku kaidah aturan internasional. Sumber aturan dlm arti materiil mempersoalkan isi/materi aturan, sedangkan sumber hukum dlm arti formel mempersoalkan bentuk atau wadah aturan aturan.
Istilah sumber aturan adakalanya dipakai dlm arti lain, yakni kekuatan atau faktor-faktor (politis, kemasyarakatan, ekonomi, teknis, psikologi) yg mendorong pembentukan aturan. Dalam pemahaman ini aturan dilihat sebagai suatu tanda-tanda sosial dlm kehidupan penduduk insan.
Pada lazimnya ungkapan sumber aturan internasional menunjuk pada sumber aturan dlm arti formal. Terkait dgn sumber aturan formal tersebut ada empat sumber aturan internasional yg dipakai oleh mahkamah internasional dlm mengadili perkara yg diajukan kepadanya, yakni
  • Perjanjian internasional
  • Kebiasaan internasional
  • Prinsip hukum lazim yg diakui oleh bangsa-bangsa beradab
  • Keputusan pengadilan & usulan para sarjana ternama dr aneka macam negara.
  √ Kitab Undang Undang Hukum Pidana Dan Penjelasannya
Menurut Starke, tiga sumber hukum yg disebut pertama yaitu sumber hukum utama (primer), sedangkan selebihnya yakni sumber aturan extra (subsider).
Berikut ini yakni uraian singkat keempat sumber aturan internasional tersebut.

Perjanjian internasional

Perjanjian internasional ialah perjanjian yg diadakan antaranggota masyarakat bangsa-bangsa & bermaksud untuk memunculkan jawaban aturan tertentu. Dari pengertian tersebut, suatu perjanjian bisa dibilang selaku perjanjian internasional apabila perjanjian itu diadakan oleh subjek aturan internasional yg menjadi anggota penduduk internasional.
Perjanjian internasional itu mampu berbentuktreaty, pakta (pact), konvensi (convention), piagam (statute), charter, deklarasi, protokol, accord, modus vivendi, arrangement, covenant, & sebagainya.

Kebiasaan internasional

Kebiasaan internasional merupakan kebiasaan umum yg diterima sebagai aturan. Tidak setiap kebiasaan internasional merupakan sumber aturan. Untuk dapat menjadi sumber aturan, kebiasaan internasional tersebut mempunyai syarat selaku berikut.
  1. Kebiasaan itu merupakan kebiasaan yg bersifat biasa .
  2. Kebiasaan itu diterima selaku hukum.
Kedua unsur itu disebut unsur material & unsur psikologi. Unsur material menunjuk pada adanya kebiasaan yg bersifat biasa , sedangkan unsur psikologis menunjuk pada realita diterimanya kebiasaan internasional tersebut selaku aturan, yakni ada ikatan batin atau kesadaran untuk menyanggupi tuntutan kebiasaan internasional tersebut.
Suatu kebiasaan internasional mampu dikatakan selaku suatu kebiasaan lazim bila menyanggupi dua persyaratan, yakni sebagai berikut.
  1. Kebiasaan itu merupakan suatu pola kelakuan yg berlangsung usang. Pola kelakuan itu merupakan serangkaian perbuatan yg serupa mengenai hal & kondisi yg serupa pula.
  2. Kebiasaan atau pola kelakuan itu, harus berlaku lazim & berkenaan dgn korelasi internasional.

Prinsip hukum lazim yg diakui oleh bangsa-bangsa beradab

Prinsip aturan biasa yakni asas aturan yg mendasari metode aturan modern. Sistem hukum terbaru adalah tata cara aturan positif yg didasarkan pada asas & lembaga aturan negara Barat yg sebagian besar didasarkan pada asas & forum aturan Romawi.
Berdasarkan pasal 38 ayat 1 Deklarasi prinsip-prinsip aturan internasional, asas hukum umum merupakan suatu sumber aturan utama (primer) yg berdiri sendiri di samping perjanjian internasional & kebiasaan.

Keputusan pengadilan & usulan para sarjana ternama

Maksudnya di sini merupakan sumber aturan subsider atau sumber aturan tambahan. Artinya keputusan pengadilan & pertimbangan para ahli mampu dikemukakan untuk menandakan adanya kaidah aturan internasional mengenai suatu urusan yg didasarkan pada sumber aturan primer yakni perjanjian internasional, kebiasaan, & asas hukum umum. Keputusan pengadilan di sini meliputi segala macam peradilan internasional & nasional, tergolong di dalamnya mahkamah & komisi arbitrase.
Keputusan peradilan merupakan ketentuan hukum yg hanya mengikat pihak-pihak bersengketa yg bersangkutan & hanya mengikat untuk sengketa yg diadili, dgn kota lain keputusan pengadilan tak berlaku biasa .
Ajaran pakar hukum, yg biasanya disebut dgn dogma, merupakan ketentuan yg tak mengikat siapa saja. Artinya, keputusan pengadilan & pertimbangan para sarjana tak mampu menyebabkan suatu kaidah hukum. Dalam metode peradilan berdasarkan piagam mahkamah internasional, tak dikenal asas putusan pengadilan yg mengikat. Meskipun tak mengikat, putusan pengadilan mempunyai efek yg besar dlm pertumbuhan aturan internasional.
Sumber aturan formal merupakan proses yg memutuskan ketentuan menjadi ketentuan aturan yg berlaku lazim & sumber aturan material merupakan prinsip yg menentukan isi ketentuan aturan yg berlaku. Tampak bahwa sumber aturan tersebut mampu dijadikan ukuran untuk menentukan apakah suatu ketentuan yg berlaku dlm penduduk merupakan ketentuan hukum atau tidak. Pada hakikatnya mampu diputuskan bahwa ketentuan yg berlakunya yg ditetapkan melalui sumber aturan internasional yakni ketentuan aturan internasional. Begitu pula ketentuan yg isinya yg merupakan pembagian teratur mengenai dr prinsip aturan internasional yg diterima biasa merupakan ketentuan aturan internasional.

B. Sistem Peradilan Internasional

Dalam hubungannya dgn peradilan internasional, komponen peradilan itu yg dengan-cara teratur saling berhubungan sehingga membentuk suatu kesatuan dlm rangka mencapai keadilan internasional. Komponen-komponen tersebut mencakup mahkamah internasional (the international court of justice), mahkamah pidana internasional (the international criminal court), & panel khusus & Istimewa pidana internasional (the international criminal tribunals and special courts).

1.  Mahkamah Internasional

Mahkamah internasional merupakan organ utama lembaga kehakiman PBB yg berkedudukan di Den Haag, Belanda. Mahkamah itu diresmikan pada tahun 1945 berdasarkan piagam PBB. Dalam piagam itu ditetapkan kedudukan & wewenang mahkamah internasional yg merupakan pecahan integral dr piagam PBB.

a. Kedudukan Mahkamah Internasional

Mahkamah internasional merupakan salah satu organ utama Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sebagai organ utama, mahkamah internasional bertugas untuk meraih tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sebagai organ utama, Mahkamah Internasional melakukan pekerjaan sama & saling membantu dgn organ-organ lain dr PBB. Mahkamah Internasional merupakan kemudahan peradilan bagi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa Negara bukan anggota PBB, untuk kasus tertentu, pula bisa berperkara di hadapan mahkamah internasional setelah memenuhi tolok ukur yg ditetapkan oleh majelis lazim & atas rekomendasi Dewan Keamanan.

b. Komposisi Mahkamah Internasional

Dalam pasal 9 statuta mahkamah internasional diterangkan bahwa komposisi mahkamah internasional terdiri atas 15 orang hakim, dgn masa jabatan 9 tahun. Ke-15 kandidat hakim tersebut direkrut dr warga negara anggota yg dinilai cakap di bidang aturan internasional. Dari daftar calon hakim ini, majelis biasa & dewan keamanan dengan-cara independen melakukan pemungutan bunyi untuk menentukan anggota mahkamah internasional.
Para kandidat yg memperoleh bunyi terbanyak terpilih menjadi hakim mahkamah internasional. Biasanya lima hakim mahkamah internasional berada dr negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB (Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Cina, & Rusia). Di samping 15 hakim tetap, pasal 32 statuta mahkamah internasional memungkinkan dibentuknya hakim ad hoc yg terdiri atas dua orang hakim yg dianjurkan oleh negara yg bersengketa. Kedua hakim ad hoc tersebut bareng -sama dgn ke-15 hakim tetap, menyelidiki & memutuskan masalah yg disidangkan.

Fungsi Utama Mahkamah Internasional

Fungsi utama mahkamah internasional yakni menyelesaikan masalah-masalah persengketaan internasional yg subjeknya yakni negara. Dalam pasal 34 statuta Mahkamah internasional dinyatakan bahwa yg boleh beracara di Mahkamah Internasional merupakan subjek hukum negara (only states may be parties Indonesia cases before the court). Ada tiga pembagian terstruktur mengenai negara berdasarkan statute ini, yakni selaku berikut.
  1. Negara anggota PBB berdasarkan pasal 35 ayat 1 statuta mahkamah internasional & pasal 93 ayat 1 piagam PBB, otomatis mempunyai hak untuk beracara di mahkamah internasional.
  2. Negara bukan anggota PBB yg menjadi anggota statute mahkamah internasional, dapat beracara di mahkamah internasional apabila telah menyanggupi tolok ukur yg diberikan oleh dewan keamanan PBB atas dasar pertimbangan majelis lazim PBB, yakni bersedia menemukan ketentuan dr statute mahkamah internasional piagam PBB pasal 94 & segala ketentuan berkenaan dgn mahkamah internasional.
  3. Negara bukan anggota statute mahkamah internasional, pembagian terstruktur mengenai-kategori ini diharuskan bikin deklarasi bahwa akan tunduk pada semua ketentuan mahkamah internasional & piagam PBB pasal 94.

Fungsi peradilan itu masing-masing adalah selaku berikut.

Penyelesaian sengketa, cuma mampu diminta oleh negara dlm persengketaannya dgn negara lain. Yurisdiksi mahkamah internasional dlm penyelesaian sengketa hanya terbatas pada sengketa negara. Putusan mahkamah internasional bersifat mengikat. Putusan itu hanya mengikat pihak-pihak yg bersengketa & cuma masalah yg diputuskannya. Putusan mahkamah internasional bersifat final & tak mampu dimintakan banding. Akan namun, putusan itu dapat dimintakan revisi apabila didapatkan faktor penentu/bukti baru yg berhubungan dgn sengketa yg bersangkutan. Karena putusan mahkamah internasional mengikat pihak-pihak yg bersengketa, negara pihak bersengketa itu wajib menyanggupi putusan mahkamah itu. Apabila negara berperkara gagal melaksanakan kewajibannya, negara musuh berperkara dapat meminta derma pada Dewan Keamanan PBB supaya putusan mahkamah internasional itu dilaksanakan. Mahkamah internasional sendiri tak mampu mengeksekusi putusannya.
Pemberian nasihat, merupakan pertimbangan mahkamah internasional dlm memecahkan dilema aturan, yg diajukan oleh tubuh yg diberi wewenang untuk itu atau menurut piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Nasihat mahkamah internasional bukan merupakan putusan yg bersifat mengikat. Badan yg diberi wewenang untuk mengajukan permohonan hikmah Mahkamah Internasional dibedakan menjadi dua, yakni yg mampu mengajukan permohonan pribadi & yg dapat mengajukan permohonan dgn izin majelis biasa Perserikatan Bangsa-Bangsa terlebih dahulu.

Yurisdiksi Mahkamah Internasional

Yurisdiksi yakni kewenangan yg dimiliki oleh mahkamah internasional yg bersumber pada aturan internasional untuk menentukan & menegakkan suatu aturan aturan. Yurisdiksi mahkamah internasional ini meliputi kewenangan untuk
  • memutuskan kasus-perkara pertengkaran (contentious case);
  • memperlihatkan opini-opini yg bersifat hikmah (advisory opinion).
Yurisdiksi menjadi dasar mahkamah internasional dlm merampungkan sengketa internasional. Para pihak yg akan beracara di mahkamah internasional wajib untuk mendapatkan yurisdiksi mahkamah internasional. Terdapat beberapa kemungkinan cara penerimaan tersebut, yakni dlm bentuk berikut.
Perjanjian khusus, yakni bahwa para pihak yg bersengketa menyerahkan perjanjian khusus yg berisi subjek sengketa & pihak yg bersengketa. Contohnya yakni permasalahan sengketa Pulau Ligitan & Sipadan antara Indonesia & Malaysia.
Penundukan diri dlm perjanjian internasional, yakni bahwa para pihak telah menundukkan diri pada yurisdiksi mahkamah internasional sebagaimana yg terdapat dlm isi perjanjian internasional di antara mereka. Ketentuan tersebut mengharuskan peserta perjanjian untuk tunduk pada yurisdiksi mahkamah internasional kalau terjadi sengketa di antara para peserta perjanjian.
Pernyataan penundukan diri negara peserta statuta Mahkamah Internasional, yakni bahwa negara yg menjadi anggota statuta Mahkamah internasional yg akan beracara di Mahkamah Internasional menyatakan diri untuk tunduk pada Mahkamah Internasional. Mereka tak perlu bikin perjanjian khusus terlebih dahulu.
Putusan Mahkamah Internasional mengenai yurisdiksinya, mampu diterangkan bahwa tatkala terdapat sengketa mengenai yurisdiksi Mahkamah Inter-nasional, sengketa tersebut dapat diatasi lewat keputusan mahkamah internasional sendiri. Di sini para pihak bisa mengajukan keberatan permulaan terhadap yurisdiksi mahkamah internasional.
Penafsiran putusan, didasarkan pada pasal 60 statuta mahkmah internasional, yg mengharuskan Mahkamah Internasional memperlihatkan penafsiran bila diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak yg beracara. Permintaan penafsiran dapat dijalankan dlm bentuk perjanjian khusus antarpara pihak yg bersengketa.
Perbaikan putusan, mampu dijelaskan bahwa penundukan diri pada yurisdiksi Mahkamah Internasional dijalankan melalui pengajuan undangan. Syaratnya yakni adanya fakta gres (novum) yg belum dikenali Mahkamah Internasional pada ketika bikin keputusan. Hal tersebut sama sekali bukan karena kesengajaan dr para pihak yg bersengketa.
Mahkamah Internasional menetapkan menurut aturan. Akan namun, Mahkamah Internasional mampu menetapkan sengketa berdasarkan kepantasan & kebaikan apabila pihak-pihak yg bersengketa menyetujuinya.

2.  Mahkamah Pidana Internasional

Mahkamah pidana internasional berdiri permanen menurut traktat multilateral. Tujuan mahkamah pidana internasional merupakan untuk merealisasikan supremasi aturan internasional & memastikan bahwa pelaku kejahatan berat internasional dipidana. Mahkamah pidana internasional dibuat berdasarkan statuta Roma pada tanggal 17 Juli 1998 & disahkan pada tanggal 1 Juli 2002. Tiga tahun kemudian, yakni pada tanggal 1 Juli 2005 statuta mahkamah pidana internasional sudah diterima & diratifikasi oleh 99 negara. Mahkamah pidana internasional berkedudukan di Den Haag, Belanda.

a. Komposisi

Pada mulanya mahkamah pidana internasional terdiri atas delapan belas orang hakim dgn masa jabatan sembilan tahun tanpa mampu dipilih kembali. Para hakim dipilih berdasarkan dua pertiga bunyi majelis negara pihak, terdiri atas negara-negara yg telah meratifikasi statuta ini (pasal 36 ayat 6 & 9). Paling tak setengah dr mereka berkompeten di bidang hukum pidana & acara pidana, sementara paling tidak, yg yang lain mempunyai kompetensi di bidang aturan internasional, seperti aturan humaniter internasional & aturan HAM Internasional (pasal 36 ayat 5).
Dalam pasal 36 ayat 8 dibilang bahwa dlm memilih para hakim, negara pihak (negara peserta/anggota) mesti memperhitungkan perlunya perwakilan menurut prinsip-prinsip sistem hukum di dunia, keseimbangan geografis, & keseimbangan jender.
Dalam pasal 39 para hakim tersebut akan disebar dlm tiga potongan yakni praperadilan, peradilan, & peradilan banding. Pasal 42 ayat (4) menerangkan bahwa mayoritas diktatorial dr majelis negara pihak akan memutuskan jaksa penuntut & satu atau lebih wakil jaksa penuntut & satu atau lebih wakil jaksa penuntut dgn masa kerja sembilan tahun & tak mampu diseleksi kembali.

Dalam pasal 42 ayat (3) ditetapkan bahwa para penuntut tersebut mesti mempunyai pengalaman praktik yg luas dlm penuntutan kasus-masalah pidana. Jaksa mampu bertindak atas penyerahan diri negara pihak atau Dewan Keamanan, & mampu pula mempunyai gagasan melaksanakan penyelidikan berdasarkan keinginansendiri (propio motu). Prinsip yg mendasar dr statuta nama yakni Mahkamah Pidana Internasional merupakan embel-embel bagi yurisdiksi pidana nasional (pasal 1). Artinya, bahwa mahkamah mesti mendahulukan tata cara nasional. Apabila metode nasional yg ada benar-benar tak bisa & tak bersedia untuk melaksanakan pengusutan atau menuntut tindak kejahatan yg terjadi, dilema itu mampu diambil alih di bawah yurisdiksi Mahkamah (pasal 17).

Yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional

Yurisdiksi yg dimiliki mahkamah pidana internasional untuk menegakkan aturan aturan internasional ialah memutus urusan terbatas pada pelaku kejahatan berat oleh warga negara dr negara yg sudah meratifikasi statuta mahkamah.
Dalam pasal 5–8 statuta Mahkamah terdapat tiga jenis kejahatan berat, yakni sebagai berikut.
Pertama adalah kejahatan genosida (the crime of genocide), yakni perbuatan kejahatan yg berupaya untuk memusnahkan keseluruhan atau sebagian dr suatu bangsa, etnik, ras ataupun kelompok keagamaan tertentu.
Kedua yakni kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), yakni tindakan penyerangan yg luas atau sistematis terhadap populasi penduduk sipil tertentu.
Ketiga yakni kejahatan perang (war crimes) yakni kejahatan yg bisa diterangkan selaku berikut.
  1. Tindakan yg berkenaan dgn kejahatan perang, khususnya kalau dilakukan selaku serpihan dr suatu rencana atau kebijakan atau selaku kepingan dr suatu planning atau kebijakan atau sebagai bagian dr suatu pelaksanaan dengan-cara besar-besaran dr kejahatan tersebut.
  2. Semua tindakan terhadap insan atau hak miliknya yg bertentangan dgn Konvensi Jenewa, misalnya, pembunuhan berencana, penyiksaan, eksperimen biologis, atau menghancurkan harta benda.
  3. Kejahatan serius yg melanggar aturan pertentangan bersenjata internasional. Contohnya menyerang objek-objek sipil bukan objek militer, membombardir dengan-cara mambabi buta suatu desa, atau penghuni bangunan-bangunan tertentu yg bukan objek militer.
  4. Kejahatan agresi (the crime of aggression), yakni tindak kejahatan yg berhubungan dgn ancaman terhadap perdamaian.
Tujuan PBB seperti yg diamanatkan dlm Pasal 1 Piagam PBB, ialah untuk membuat perdamaian & keamanan internasional. Adalah kewajiban PBB untuk mendorong agar sengketa-sengketa diselesaikan dengan-cara tenang. Dua tujuan tersebut ialah suatu reaksi yg terjadi balasan pecahnya Perang Dunia II. Adalah upaya PBB supaya perang dunia gres tak kembali terjadi. Adalah perjuangan PBB biar sengketa yg terjadi antarnegara dapat tertuntaskan sesegera mungkin dengan-cara tenang.
Langkah-langkah lebih lanjut perihal yg mesti dilaksanakan oleh negara-negara anggota PBB guna penyelesain sengketa dengan-cara hening diuraikan dlm Bab IV (Pacific Settlement of Disputes)
Terkait hal-hal tersebut PBB mempunyai banyak sekali cara yg terlembaga & termuat di dlm Piagam PBB. Di samping itu, PBB mempunyai cara informal yg lahir & meningkat dlm pelaksanaan kiprah PBB sehari-hari. Cara-cara ini kemudian dipakai & diterapkan dlm menyelesaikan sengketa yg timbul di antara negara anggotanya.
Dalam upayanya membuat perdamaian & keselamatan internasional, PBB memiliki empat golongan tindakan, yg saling berhubungan satu sama lain & dlm pelaksanaanya memerlukan pertolongan dr semua anggota PBB supaya mampu terwujud. Keempat kelompok tindakan itu ialah sebagai berikut.

Preventive Diplomacy

Preventive Diplomacy yaitu suatu tindakan untuk menghalangi timbulnya suatu sengketa di antara para pihak, menghalangi meluasnya suatu sengketa, atau membatasi ekspansi suatu sengketa. Cara ini mampu dilakukan oleh Sekjen PBB, Dewan Keamanan, Majelis Umum, atau oleh organisasi-organisasi regional berkerja sama dgn PBB. Misalnya, upaya yg dilakukan oleh Sekjen PBB sebelumnya Kofi Annan dlm menghalangi pertentangan Amerika Serikat–Irak menjadi sengketa terbuka mengenai keenganan Irak mengijinkan UNSCOM menilik dugaan adanya senjata pemusnah massal di wilayah Irak, walaupun upaya tersebut karenanya menemui jalan buntu.

Peace Making

Peace Making ialah tindakan untuk menenteng para pihak yg bersengketa untuk saling sepakat, khususnya lewat cara-cara hening mirip yg terdapat dlm Bab VI Piagam PBB. Tujuan PBB dlm hal ini berada di antara peran menangkal pertentangan & menjaga perdamaian. Di antara dua peran ini terdapat keharusan untuk menjajal menenteng para pihak yg bersengketa menuju kontrak dgn cara-cara hening. Dalam perananya di sini, Dewan Keamanan hanya memberikan rekomendasi atau usulan mengenai cara atau metode penyelesaian yg tepat setelah memikirkan sifat sengketanya.

Peace Keeping

Peace Keeping merupakan tindakan untuk mengerahkan kehadiran PBB dlm pemeliharaan perdamaian dgn kesepakatan para pihak yg berkepentingan. Biasanya PBB mengirimkan personel militer, polisi PBB & pula personel sipil. Meskipun sifatnya militer, namun mereka bukan angkatan perang.

Cara ini yakni suatu teknik yg ditempuh untuk menghalangi pertentangan maupun untuk bikin perdamaian. Peace Keeping merupakan “inovasi” PBB semenjak pertama kali dibentuk, Peace Keeping sudah bikin stabilitas yg bermakna diwilayah konflik. Sejak tahun 1945 hingga 1992, PBB sudah membentuk 26 kali operasi Peace Keeping. Sampai bulan Januari 1992 tersebut, PBB sudah menggelar 528.000 personel militer, polisi & sipil. Mereka sudah mengabdikan hidupnya di bawah bendera PBB. Sekitar 800 dr jumlah tersebut yg berasal dr 43 negara telah gugur dlm melaksanakan tugasnya.

Peace Building

Peace Building yakni tindakan untuk mengidentifikasi & mendukung struktur-struktur yg & guna memperkuat perdamaian untuk menangkal suatu konflik yg sudah didamaikan berubah kembali menjadi pertentangan. Peace Building lahir sehabis berlangsungnya pertentangan. Cara ini bisa berbentukproyek kolaborasi positif yg menghubungkan dua atau lebih negara yg menguntungkan di antara mereka. Hal demikian tak cuma memberi peran serta bagi pembangunan ekonomi & sosial, namun pula menumbuhkan kepercayaan yg merupakan syarat fundamental bagi perdamaian.

Peace Enforcement

Di samping keempat hal tersebut, sarjana Amerika Latin, Eduardo Jimenez De Arechaga, memperkenalkan ungkapan lain yakni Peace Enfocement (Penegakan Perdamaian). Yang dimaksud dgn ungkapan ini yakni wewenang Dewan Keamanan berdasarkan Piagam untuk menentukan adanya suatu tindakan yg merupakan ancaman terhadap perdamaian atau adanya tindakan agresi. Dalam menghadapi suasana ini, berdasarkan Pasal 41 (Bab VII), Dewan berwenang menentukan penerapan hukuman ekonomi, politik atau militer. Bab VII yg membawahi Pasal 41 Piagam ini dipahami pula selaku “gigi”-nya PBB (the “teeth” of the United Nations).
Contoh dr penerapan hukuman ini, yakni Putusan Dewan Keamanan tanggal 4 November 1977. putusan tersebut mengenakan embargo senjata terhadap Afrika Selatan berdasarkan Bab VII Piagam sehubungan dgn kebijakan negara tersebut menduduki Namibia (UNSC Res.418[1971]).
Termuat dlm Pasal 33 ayat (1) Piagam yg menyatakan bahwa para pihak yg bersengketa “shall, first of all, seek a resolution by negotiation…,” tersirat bahwa penyelesaian sengketa pada organ atau badan PBB hanyalah “cadangan”, bukan cara utama dlm merampungkan suatu sengketa.
Namun demikian, ketentuan tersebut tak ditafsirkan manakala sengketa lahir. Para pihak tak boleh menyerahkan dengan-cara eksklusif sengketanya pada PBB sebelum semua cara penyelesaian sengketa yg ada sudah dijalankan. Pada kenyataanya bahwa organ utama PBB mampu dengan-cara pribadi menangani suatu sengketa apabila PBB menatap bahwa suatu sengketa sudah mengancam perdamaian & keselamatan internasional.
Organ-organ utama PBB bedasarkan Bab III (Pasal 7 ayat (1)) Piagam PBB terdiri atas Majelis Umum, Dewan Keamanan, ECOSOC, Dewan Peralihan, Mahkamah Internasional & Sekretariat. Organ-organ ini berperan penting dlm melaksanakan tugas & fungsi PBB. Terutama dlm memelihara perdamaian & keamanan internasional, sesuai dgn kaedah keadilan & prinsip aturan internasional.

Panel Khusus & Spesial Pidana Internasional (The International Criminal tribunals and Special Courts, ICT & SC)
Lembaga ini yakni lembaga peradilan internasional yg berwenang mengadili para tersangka kejahatan berat internasional yg bersifat tak permanen, artinya sehabis selesai mengadili peradilan ini dibubarkan.
Dasar pembentukan & komposisi penuntut & hakim ad hoc diputuskan berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB. Yurisdiksi atau kewenangan Panel Khusus & Spesial pidana internasional (ICT & SC) menyangkut tindak kejahatan perang & genosida tanpa melihat apakah negara dr si pelaku sudah meratifikasi statuta Mahkamah Pidana Internasional atau belum. Hal ini berlainan dgn Mahkamah Pidana Internasional yg yurisdiksinya menurut pada kepesertaan negara dlm traktat multilateral tersebut.
Perbedaan antara panel khusus pidana internasional & panel Istimewa pidana internasional terletak pada komposisi penuntut & hakim ad hoc-nya. Pada Panel khusus pidana internasional komposisi sepenuhnya diputuskan menurut ketentuann peradilan internasional. Adapun pada panel Istimewa pidana internasional komposisi penuntut & hakim ad hoc-nya merupakan gabungan antara peradilan nasional & peradilan internasional.
Contoh-pola panel khusus pidana internasional & panel spesial pidana internasional, antara lain adalah selaku berikut.
  1. International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR), yg dibuat oleh Dewan Keamanan PBB pada tahun 1994.
  2. International Criminal Tribunal for Former Yugoslavia (ICTY), yg dibuat pada tahun 1993.
  3. Special Court for Irag (SCI): Toward a Trial for Saddom Hussein and Other Top Booth Leaders.
  4. Special Court for East Timor (SCET).
  5. Special Court for  Leone (SCSL).

Mahkamah internasional pula bergotong-royong bisa mengajukan keputusan ex aequo et bono, yakni didasarkan pada keadilan & kebaikan, & bukan berdasarkan hukum, namun hal ini bisa dilaksanakan jikalau ada perjanjian antarnegara-negara yg bersengketa. putusan mahkamah internasional sifatnya final, tak mampu banding & cuma mengikat para pihak. Putusan pula diambil atas dasar suara lebih banyak didominasi. Yang bisa menjadi pihak hanyalah negara, namun semua jenis sengketa mampu diajukan ke mahkamah internasional. Masalah pengajuan sengketa mampu dijalankan oleh salah satu pihak dengan-cara unilateral, tetapi kemudian mesti ada persetujuan dr pihak yg lain. Jika tak ada persetujuan, masalah akan dihapus dr daftar mahkamah internasional lantaran mahkamah internasional tak akan memutus perkara dengan-cara in-absensia (tidak datangnya para pihak).

C. Penyebab Sengketa Internasional & Upaya Penye-lesaiannya

Sengketa internasional (international dispute) yaitu pertengkaran yg terjadi antara negara & negara, antara negara & individu-individu, atau antara negara & tubuh-tubuh atau lembaga-forum yg menjadi subjek hukum Internasional. Sengketa atau pertentangan yg terjadi dengan-cara biasa disebabkan oleh hal-hal berikut.

  1. Salah satu pihak tak menyanggupi kewajiban dlm perjanjian Internasional.
  2. Perbedaan penafsiran mengenai isi perjanjian Internasional.
  3. Perebutan sumber-sumber ekonomi.
  4. Penghinaan terhadap harga diri bangsa.
  5. Adanya intervensi terhadap kedaulatan negara lain.
  6. Perebutan efek ekonomi, politik, & keselamatan regional serta internasional
Konflik atau sengketa dapat dibedakan menjadi perang antaranegara & sengketa bersenjata atas pelanggaran perdamaian yg tak bersifat perang. Suatu sengketa bisa digolongkan menjadi perang atau bukan perang didasarkan pada luas atau dalamnya sengketa, niat para pihak yg bersengketa, & sikap serta reaksi pihak-pihak yg tak berperang.

Dalam Traktat Paris tahun 1928 disebutkan bahwa negara-negara peserta traktat bersepakat untuk tak melaksanakan perang selaku cara dlm merampungkan sengketa internasional. Para pihak sepakat untuk menyelesaikan pertengkaran yg timbul di antara mereka dgn cara tenang. Dalam piagam PBB pula dikelola bahwa para pihak yg menyelenggarakan perjanjian sepakat untuk menyelasaikan sengketa di antara mereka dgn cara hening sehingga tak membahayakan perdamaian, keamanan, & keadilan. Mereka yg menyelenggarakan perjanjian sudah berjanji untuk menyanggupi kewajiban dgn itikad baik & bersepakat untuk mematuhi nasehat-rekomendasi & keputusan Dewan Keamanan. Dalam kekerabatan ini perlu dibedakan dua faktor yg penting, yakni:
  1. Perang karena adanya aksi.
  2. Perang lantaran membela diri.
Mengenai hak pembelaan, piagam PBB menentukan bahwa setiap negara untuk menyelenggarakan pembelaan diri baik dengan-cara individu maupun kolektif terhadap adanya serangan bersenjata, selama menunggu anjuran & keputusan dr Dewan Keamanan. Hak untuk menyelenggarakan pembelaan diri ini cuma berlaku pada kondisi yg mendesak & tak bisa dilakukan dgn cara lain, serta tak dengan-cara berlebihan.
Apakah perdagangan & lalu lintas antarwarga negara dr negara-negara yg bersengketa serta perjanjian yg ada tetap berlaku? Dalam hal ini aturan internasional memberikan keleluasaan sebesar-besarnya pada para pihak. Pertimbangannya ialah bahwa permasalahan tersebut merupakan duduk perkara aturan internasional. Pada umumnya warga negara yg bersengketa membatalkannya lantaran beranggapan bahwa mereka bisa menolong pihak musuh apabila kesibukan jual beli kemudian lintas, & perjanjian masih tetap dilaksanakan.
Secara biasa ada dua cara penyelesaian sengketa internasional, yakni penyelesaian dengan-cara tenang & apabila penyelesaian dengan-cara tenang gagal dijalankan, maka penyelesaian dilakukan dgn cara paksa atau kekerasan.

1.  Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai

Penyelesaian dengan-cara tenang merupakan cara penyelesaian tanpa paksaan atau kekerasan. Cara-cara penyelesaian ini mencakup: arbitrasi, penyelesaian yudisial, perundingan, jasa-jasa baik, mediasi, konsiliasi, penyelidikan, penyelesaian di bawah naungan organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pembedaan cara-cara penyelesaian itu bukan mempunyai arti bahwa proses penyelesaian sengketa internasional satu sama lain saling terpisah. Akan namun, terdapat kemungkinan antara cara yg satu dgn yg lain saling bekerjasama.

a. Arbitrase

Penyelesaian pertikaian atau sengketa internasional lewat arbitrase internasional merupakan pengajuan sengketa internasional pada arbitrator yg dipilih dengan-cara bebas oleh para pihak. Mereka itulah yg memutuskan penyelesaian sengketa, tanpa terlalu terikat pada pertimbangan-pertimbangan hukum. Putusan itu mampu didasarkan pada kepantasan & kebaikan.
Hakikat arbitrase ialah mekanisme penyelesaian sengketa konsensual dlm arti bahwa penyelesaian sengketa lewat arbitrase cuma mampu dijalankan lewat kesepakatan para pihak yg bersengketa. Kaprikornus, para pihak bersangkutan yg mengontrol pengadilan arbitrase.
Dalam proses arbitrase ada mekanisme tertentu yg mesti ditempuh. Apabila terdapat sengketa antara dua negara & para pihak tersebut menginginkan penyelesaian lewat Permanent Court of Arbitration, mereka mesti mengikuti mekanisme tertentu & wajib menaati & melaksanakan menurut kaidah-kaidah aturan Internasional. Prosedur itu yakni selaku berikut:
  1. Negara yg bersengketa masing-masing menunjuk dua arbitrator. Salah seorang di antaranya boleh warga negara mereka sendiri atau dipilih dr orang-orang yg dinominasikan oleh negara tersebut selaku anggota panel mahkamah arbitrase.
  2. Para arbitrator tersebut kemudian menentukan seorang wasit yg bertindak selaku ketua dr pengadilan arbitrase itu.

Putusan diberikan melalui bunyi terbanyak

  • Arbitrase terdiri atas
  • seorang arbitrator;
  • komisi bareng antara anggota-anggota yg ditunjuk oleh para pihak yg bersengketa, yg biasanya warga negara dr negara-negara yg bersang-kutan;
  • komisi campuran yg terdiri atas orang-orang yg diajukan oleh para pihak yg bersengketa yg ditambah dgn anggota yg dipilih dgn cara lain.

Wewenang arbitrase Internasional bergantung pada persetujuan negara-negara yg berseng-keta dlm perjanjian internasional perihal arbitrase yg berangkutan. Dalam praktiknya arbitrase banyak menanggulangi sengketa aturan, sengketa mengenai fakta & hak-hak dlm suatu pertentangan. Batas wewenang arbitrase diputuskan oleh negara-negara bersangkutan dlm perjanjian arbitrasenya.
Masyarakat Internasional telah membentuk beberapa arbitrase internasional, antara lain pengadilan arbitrase kamar jualan Internasional yg diresmikan di Paris pada tahun 1919, pusat Arbitrase Dagang Regional yg berkedudukan di Kuala Lumpur pada tahun 1978 untuk Asia & di Kairo pada tahun 1979 untuk Afrika, Pusat penyelesaian sengketa penanaman modal Internasional yg berkedudukan di Washington D.C.

b. Penyelesaian Yudisial

Penyelesaian yudisial merupakan suatu penyelesaian sengketa internasional lewat suatu pengadilan internasional yg dibentuk sebagaimana mestinya, dgn memberlakukan kaidah-kaidah aturan. Lembaga pengadilan internasional yg berfungsi selaku organ penyelesaian yudisial dlm penduduk internasional yakni International Court of Justice.

Negosiasi, Jasa-jasa Baik, Mediasi, Konsiliasi, & Penyelidikan

Negosiasi atau perundingan dilaksanakan antara para pihak yg bersengketa untuk memperoleh penyelesaian dengan-cara tenang. Cara perundingan sering diadakan dlm kaitannya dgn jasa-jasa baik atau mediasi. Dewasa ini sebelum dilaksanakan perundingan terdapat dua proses yg sudah dijalankan terlebih dahulu, yakni konsultasi & komunikasi. Tanpa kedua media tersebut terkadang dlm beberapa hal perundingan tak dapat berjalan.

Mediasi atau jasa baik merupakan cara penyelesaian sengketa Internasional karena negara ketiga yg bersahabat dgn para pihak yg bersengketa membantu penyelesaian sengketa dengan-cara tenang. Jasa baik dapat diberikan oleh individu atau organisasi internasional. Dalam penyelesaian sengketa internasional dgn memakai jasa baik, pihak ketiga memperlihatkan jasa-jasa untuk mempertemukan pihak-pihak yg bersengketa. Pihak tersebut mengusulkannya dlm bentuk syarat lazim penyelesaian, namun tak dengan-cara nyata ikut serta dlm pertemuan. Ia pula tak melaksanakan suatu penyelidikan dengan-cara seksama atas beberapa faktor dr sengketa tersebut. Sebaliknya, dlm penyelesaian sengketa internasional dgn menggunakan mediasi, pihak yg melakukan mediasi mempunyai kiprah yg lebih aktif. Ia berpartisipasi dlm perundingan & mengarahkan pihak-pihak yg bersengketa sehingga penyelesaian dapat tercapai walaupun usulan-usulan yg diajukannya tak mengikat terhadap pihak-pihak yg bersengketa.
Konsiliasi dlm arti luas memiliki arti merampungkan sengketa dengan-cara damai melalui bentuan negara-negara lain atau badan pengusutan yg tak memihak yg disebut pula dgn komite penasihat. Adapun dlm arti sempit konsiliasi berarti pengajuan persengketaan pada komisi atau komite untuk bikin laporan dgn usulan-usulan penyelesaian yg tak mengikat. Sifat tak mengikatnya inilah yg membedakannya dgn arbitrase. Komisi konsiliasi dikelola dlm konvensi The Hague 1899 & 1907 untuk penyelesaian hening sengketa-sengketa Internasional. Komisi tersebut dibentuk melalui perjanjian khusus antara pihak yg bersengketa. Tugas komisi tersebut ialah menyidik serta melaporkan fakta, dgn ketentuan bahwa isi laporan tersebut tak mengikat para pihak dlm sengketa.
Penyelidikan selaku suatu cara menyelesaikan sengketa dengan-cara tenang dijalankan dgn tujuan menetapkan suatu fakta yg mampu digunakan untuk memperlancar suatu perundingan. Kasus yg biasa teratasi dgn tunjangan metode ini ialah kasus-perkara yg berhubungan dgn sengketa batas wilayah suatu negara. Oleh alasannya adalah itu, dibuat komisi penyelidik untuk mengusut fakta sejarah & geografis menyangkut wilayah yg disengketakan.

d. Penyelesaian di bawah Naungan Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa

Penyelesaian ini dikelola dlm pasal 2 piagam PBB. Para anggota PBB berjanji untuk menyelesaikan persengketaan-persengketaan tanpa melalui kekerasan atau perang. Tanggung jawab diserahkan pada Majelis Umum & Dewan Keamanan. Majelis Umum diberi wewenang merekomendasikan langkah-langkah-tindakan untuk penyelesaian tenang atas suatu kondisi yg dapat mengusik kemakmuran lazim atau kekerabatan-hubungan persahabatan di antara bangsa-bangsa. Dewan Keamanan bertindak mengenai beberapa hal, yakni persengketaan yg mampu membahayakan perdamaian & keamanan internasional, peristiwa yg mengancam perdamaian, melanggar perdamaian, & langkah-langkah penyerangan (aksi).

2.  Cara-cara Penyelesaian Secara Paksa atau Kekerasan

Adakalanya para pihak yg terlibat dlm suatu sengketa internasional tak meraih perjanjian dlm merampungkan sengketa tersebut dengan-cara hening. Jika hal tersebut terjadi, cara penyelesaian yg mungkin yaitu lewat cara kekerasan, antara lain perang & tindakan bersenjata nonperang, retorsi, tindakan-langkah-langkah pembalasan, blokade dengan-cara tenang, & intervensi.

a. Perang & Tindakan Bersenjata Nonperang

Yang dimaksud dgn perang ialah perkelahian bersenjata yg menyanggupi patokan tertentu, yakni bahwa pihak-pihak yg berselisih yaitu negara & bahwa perselisihan bersenjata tersebut dibarengi pernyataan perang. Tujuan perang yakni untuk menaklukkan lawan & menetapkan patokan-persyaratan yg mesti dipenuhi oleh pihak musuh.
Hukum perang berencana menawarkan batas-batas penggunaan kekerasan untuk mengalahkan pihak musuh. Apabila aturan perang tak dikontrol, ada kemungkinan akan terjadi kekejaman & hak-hak asasi insan tak akan dihargai. Hukum perang menentukan bahwa perbuatan-perbuatan kejam, mirip pembunuhan terhadap penduduk, perlakuan buruk terhadap para tawanan, menenggelamkan kapal niaga, merupakan perbuatan yg tak sah. Dalam beberapa hal aturan perang mempunyai kelemahan, contohnya negara-negara yg bersengketa mampu menyelenggarakan perang tanpa adanya pernyataan terlebih dahulu. Tanpa aturan perang kekuasaan akan merajalela.
Negara masih diakui mempunyai hak untuk berperang dlm hal-hal berikut.
  1. Apabila perang itu dilaksanakan sebagai akomodasi menjaga diri (self defence) yg dibenarkan oleh aturan internasional.
  2. Apabila perang itu dilaksanakan selaku tindakan kolektif dlm rangka pelaksanaan kewajiban internasional yg berdasarkan suatu perjanjian internasional.
  3. Apabila perang itu dilaksanakan antarnegara yg merupakan pihak dlm Traktat Paris.
  4. Apabila perang itu dilaksanakan untuk melawan negara pihak dlm Traktat Paris yg melanggar traktat tersebut.
  Pengertian, Peranan, dan Fungsi Pers

Retorsi

Retorsi yaitu pembalasan dendam oleh suatu negara terhadap langkah-langkah-langkah-langkah tak patut yg dilakukan oleh negara lain. Retorsi berbentukperbuatan sah yg tak dekat dlm batas wewenang dr negara yg terkena perbuatan tak layak itu. Perbuatan retorsi itu antara lain abolisi hak-hak istimewa diplomatik, penurunan status relasi diplomatik, & penarikan kembali konsesi pajak atau tarif.
Keadaan yg menyampaikan penggunaan retorsi hingga kini belum mampu dengan-cara niscaya diputuskan lantaran pelaksanaan retorsi sangat beraneka ragam. Dalam pasal 2 paragraf 3 piagam PBB ditetapkan bahwa anggota perserikatan bangsa-bangsa mesti merampungkan sengketa mereka dgn cara hening sehingga tak mengusik perdamaian & keselamatan internasional & keadilan. Penggunaan retorsi dengan-cara sah oleh negara anggota perserikatan bangsa-bangsa terikat oleh ketentuan piagam tersebut.

Tindakan-Tindakan Pembalasan (Reprisal)

Pembalasan/reprisal merupakan cara penyelesaian sengketa internasional yg dipakai oleh suatu negara untuk mengupayakan diperolehnya ganti rugi dr negara lain. Reprisal berlawanan dgn retorsi karena perbuatan retorsi pada hakikatnya merupakan perbuatan yg tak melanggar aturan, sedangkan perbuatan reprisal pada hakikatnya merupakan perbuatan yg melanggar aturan. Reprisal bisa berbentukpemboikotan barang, embargo, demonstrasi angkatan laut. Praktik aturan internasional memperlihatkan bahwa reprisal di masa tenang cuma mampu dibenarkan apabila negara yg dikenai perbuatan reprisal itu bersalah dlm melakukan perbuatan yg tergolong kejahatan internasional & sudah diminta sebelumnya untuk menunjukkan pemulihan atas perbuatannya itu. Reprisal yg tak sepadan dgn kesalahan yg sudah dilakukan, tak mampu dibenarkan.
Reprisal di masa perang yakni perbuatan pembalasan antara pihak yg berperang & tujuan untuk memaksa pihak musuh menghentikan perbuatannya yg melanggar hukum perang. Sama mirip retorsi, penggunaan reprisal oleh anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa pula dibatasi oleh piagam & deklarasi majelis biasa . Dalam pasal 2 paragraf 4 piagam PBB ditetapkan bahwa negara anggota mesti menahan diri untuk tak mengancam atau menggunakan kekerasan terhadap integritas teritorial atau keleluasaan politik suatu negara atau dgn cara lain yg tak sesuai dgn tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Deklarasi majelis biasa pula menyatakan bahwa negara berkewajiban menahan diri dr perbuatan reprisal yg menggunakan senjata.

d. Blokade Secara Damai

Blokade dengan-cara hening yakni suatu perbuatan yg dijalankan pada waktu hening. Terkadang tindakan tersebut digolongkan sebagai suatu pembalasan. Tindakan itu pada lazimnya ditujukan untuk memaksa negara yg pelabuhannya diblokade untuk menaati usul ganti rugi atas kerugian yg diderita oleh negara yg memblokade. Sekarang ini disangsikan apakah blokade merupakan fasilitas sah untuk merampungkan sengketa. Blokade dianggap selaku kemudahan penyelesaian sengketa yg lama. Blokade yg dilakukan oleh suatu negara selaku langkah-langkah sepihak dianggap berlawanan dgn piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Piagam itu cuma mengizinkan penggunaan blokade yg ditetapkan oleh Dewan Keamanan dlm rangka memelihara atau mengembalikan perdamaian & keamanan.
Dalam sejarah, blokade pertama kali digunakan pada tahun 1827. Pada lazimnya blokade digunakan oleh negara yg berpengaruh angkatan lautnya terhadap negara yg lemah. Akan namun, banyak blokade dijalankan bersama dgn negara besar untuk tujuan kepentingan bareng contohnya mengakhiri gangguan, menjamin pelaksanaan perjanjian internasional, atau menangkal terjadinya perang.
Akibat aturan dr blokade masa damai yakni bahwa negara yg memblokade tak berhak menangkap kapal negara ketiga yg mencoba melanggar blokade itu. Kapal negara ketiga tak terikat kewajiban untuk menghormati blokade itu. Berbeda dgn akhir hukum blokade di masa perang yg mengikat kapal negara ketiga. Dalam blokade masa perang negara yg memblokade berhak memeriksa kapal negara netral.

Intervensi

Intervensi selaku cara untuk menyelesaikan sengketa Internasional merupakan tindakan campur tangan terhadap kemerdekaan politik negara tertentu dengan-cara sah & tak melanggar aturan internasional. Yang tergolong dlm intervensi dengan-cara sah yakni
  • intervensi kolektif sesuai dgn piagam PBB;
  • intervensi untuk melindungi hak-hak & kepentingan warga negaranya;
  • pertahanan diri;
  • intervensi terhadap negara yg dipersalahkan dlm melaksanakan pelanggaran berat terhadap aturan internasional.

Peradilan-peradilan yang lain di bawah kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yakni selaku berikut.

1. Mahkamah Pidana Internasional (International Court of Justice/ICL)

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) semenjak pembentukannya sudah memainkan peranan penting dlm bidang aturan internasional selaku upaya untuk membuat perdamaian dunia. Selain mahkamah internasional (international court of justice/ICL) yg berkedudukan di Den Haag, Belanda, di saat ini Perserikatan Bangsa-Bangsa pula sedang berupaya untuk merampungkan ”aturan acara” bagi berfungsinya mahkamah pidana internasional (international criminal court/ICC), yg statuta pembentukannya sudah disahkan lewat konferensi internasional di Roma, Italia, pada bulan Juni 1998. Statuta tersebut akan berlaku kalau sudah disahkan oleh 60 negara. Berbeda dgn mahkamah internasional, yurisdiksi (kewenangan aturan) mahkamah pidana internasional ini yaitu di bidang aturan pidana internasional yg akan mengadili individu yg melanggar hak asasi insan & kejahatan perang, genosida (pemusnahan ras), kejahatan humaniter (kemanusiaan), serta aksi. Negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa tak dengan-cara otomatis terikat dgn yurisdiksi mahkamah ini, namun mesti lewat pernyataan mengikatkan diri & menjadi pihak pada statuta mahkamah pidana internasional. (Mauna, 2003; 263)

Mahkamah Kriminal Internasional untuk Bekas Yugoslavia (The International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia/ICTY)

Melalui resolusi dewan keselamatan Nomor 827, tanggal 25 Mei 1993, Perserikatan Bangsa-Bangsa membentuk The International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia, yg bertempat di Den Haag, Belanda. Tugas mahkamah ini yakni untuk mengadili orang-orang yg bertanggung jawab atas pelanggaran-pelanggaran berat terhadap aturan humaniter internasional yg terjadi di negara bekas Yugoslasvia. Semenjak mahkamah ini dibuat, sudah 84 orang yg dituduh melaksanakan pelanggaran berat & 20 di antaranya sudah ditahan. Pada tanggal 27 Mei 1999, tuduhan pula dikeluarkan terhadap pemimpin-pemimpin terkenal, mirip Slobodan Milosevic (Presiden Republik Federal Yugoslavia), Milan Milutinovic (Presiden Serbia), yg dituduh telah melaksanakan kejahatan terhadap kemanusiaan & melanggar aturan perang. (Mauna, 2003; 264).

Mahkamah Kriminal untuk Rwanda (International Criminal Tribunal for Rwanda)

Mahkamah ini bertempat di Arusha, Tanzania & diresmikan menurut resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 955, tanggal 8 November 1994. Tugas mahkamah ini yakni untuk meminta pertanggungjawaban para pelaku kejahatan pembunuhan massal sekitar 800.000 orang Rwanda, khususnya dr suku Tutsi. Mahkamah mulai menjatuhkan hukuman pada tahun 1998 terhadap Jean-Paul Akayesu, mantan Walikota Taba, & pula Clement Kayishema & Obed Ruzindana yg sudah dituduh melaksanakan pemusnahan ras (genosida).
Mahkamah mengungkapkan bahwa pembunuhan massal tersebut mempunyai tujuan khusus, yakni pemusnahan orang-orang Tutsi, selaku sebuah kelompok suku, pada tahun 1994. Walaupun peran dr mahkamah kriminal internasional untuk bekas Yugoslavia & mahkamah kriminal untuk Rwanda belum selesai, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pula telah mempersiapkan pembentukan mahkamah untuk Kamboja mengadili para penjahat perang di zaman pemerintahan Pol Pot & Khmer Merah, antara tahun 1975 hingga dgn 1979 yg sudah membunuh sekitar 1.700.000 orang. Jika diperkirakan bahwa peran mahkamah peradilan Yugoslavia & Rwanda sudah merampungkan tugas mereka, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa akan mengeluarkan resolusi untuk membubarkan kedua mahkamah tersebut, yg sebagaimana dimengerti mempunyai sifat ad hoc (sementara).

D. Penyelesaian Sengketa Internasional melalui Mahkamah Internasional

Mahkamah internasional dapat dikatakan sebagai organ aturan PBB, karena tugas mahkamah internasional berhubungan dgn penyelesaian dengan-cara hukum suatu perkara. Mahkamah internasional pada dasarnya yakni suatu pengadilan internasional.
Mahkamah internasional yakni peradilan untuk negara yg berarti bahwa pihak yg mampu berperkara dlm mahkamah internasional merupakan negara. Badan aturan, organisasi internasional & perseorangan tak berhak menjadi pihak untuk berperkara di mahkamah internasional.
Suatu negara yg terlibat dlm sengketa dgn negara lain mampu mengajukan penyelesaiannya lewat mahkamah internasional.

1.  Dasar Hukum Proses Peradilan Mahkamah Internasional

Terdapat lima aturan yg menjadi dasar & rujukan dlm proses persidangan Mahkamah Internasional yg mencakup
  • Piagam PBB 1945.
  • Statuta Mahkamah Internasional 1945.
  • Aturan Mahkamah (rules of the court) 1970.
  • Panduan praktik (Practice Direction) I-IX.
  • Resolusi perihal praktik Judisial Internal Mahkamah (Resolution Concerning the Internal Judicial Practice of the court).
Dalam piagam PBB 1945, dasar aturan yg berkaitan dgn mahkamah Internasional, terdapat dlm cuilan XIV mengenai mahkamah internasional. Dalam statuta mahkamah internasional, ketentuan tentang proses beracara tercantum dlm Bab III yg menertibkan mekanisme & dlm Bab IV yg memuat ihwal advisory opinion.
Aturan mahkamah tahun 1970 sudah mengalami beberapa kali amendemen & amendemen terakhir terjadi pada tanggal 5 Desember 2000. Aturan itu berlaku sejak tanggal 1 Februari 2001 & bersifat non-retroactive (tidak berlaku surut).
Dalam tutorial praktik I–IX terdapat sembilan bimbingan praktik yg menjadi dasar proses beracara mahkamah internasional. Panduan ini berkenaan dgn surat pembelaan dlm proses beracara di mahkamah internasional.

Dalam resolusi mengenai praktik judisial internal mahkamah berisi sepuluh ketentuan perihal proses beracara mahkamah internasional. Resolusi ini menggantikan resolusi yg sama wacana internal judicial practice pada tanggal 5 Juli 1968.

2.  Mekanisme Persidangan Mahkamah Internasional

Mekanisme persidangan mahkamah internasional bisa dibedakan menjadi dua, yakni mekanisme wajar & mekanisme khusus.

a. Mekanisme Normal

Mekanisme ini dilaksanakan dlm persidangan mahkamah internasional dgn urutan selaku berikut.
  1. Penyerahan perjanjian khusus (notification of special agreement) atau aplikasi (application)
  2. Persidangan dimulai dgn penyerahan perjanjian khusus antara kedua pihak yg bersengketa mengenai penerimaan yurisdiksi mahkamah internasional. Perjanjian tersebut menampung identitas para pihak yg bersengketa & inti dr sengketa.
  3. Bentuk lain proses awal persidangan merupakan lewat penyerahan aplikasi oleh salah satu pihak yg bersengketa. Aplikasi berisi identitas pihak yg menyerahkan aplikasi, identitas negara yg menjadi pihak musuh dlm sengketa tersebut, & pokok duduk perkara sengketa.
Negara yg mengajukan aplikasi disebut applicant, sedangkan pihak lawan disebut respondent.
Perjanjian khusus itu ditandatangani oleh wakil & dilampiri surat menteri mancanegara atau duta besar negara yg bersangkutan. Setelah diterima oleh register mahkamah internasional, perjanjian khusus atau aplikasi tersebut diantarkan pada kedua belah pihak yg bersengketa & pada negara-negara anggota mahkamah internasional. Selanjutnya, perjanjian khusus itu dimasukkan ke dlm daftar biasa mahkamah (courts general list) & dilanjutkan dgn siaran pers. Setelah didaftar, model bahasa Inggris & bahasa Prancis dikirim pada Sekretaris Jenderal PBB, negara yg mengakui yurisdiksi mahkamah internasional, & setiap orang yg memintanya.
Tanggal pertama kali perjanjian atau aplikasi diterima oleh register merupakan tanggal dimulainya proses beracara di mahkamah internasional.

Pembelaan Tertulis (Written Pleadings)

Apabila tak diputuskan lain oleh para pihak yg bersengketa, pembelaan tertulis dilakukan yakni berupa memori & respon memori. Apabila para pihak meminta diadakannya potensi pertimbangan & mahkamah internasional menyetujuinya, diberikan peluang untuk menawarkan jawaban.
Memori berisi pernyataan fakta, aturan yg berkaitan & penundukan yg diminta. Tanggapan memori berisi argumen penunjang atau penolakan terhadap fakta yg disebutkan dlm memori, tambahan fakta gres, jawaban atas pernyataan aturan memori, & putusan yg diminta, & dibarengi dokumen penunjang.
Apabila kedua belah pihak yg bersengketa tak mengendalikan batas-batas mengenai lamanya waktu untuk menyusun memori atau respon memori, bahasa resmi yg akan digunakan, hal tersebut akan diputuskan oleh mahkamah internasional.

Presentasi Pembelaan (oral pleadings)

Setelah pembelaan tertulis diserahkan oleh pihak-pihak yg bersengketa, dimulailah penghidangan pembelaan. Tahap ini bersifat terbuka untuk lazim, kecuali kalau para pihak menginginkan tertutup & disetujui oleh mahkamah internasional.

Putusan (judgement)

Ada beberapa kemungkinan suatu urusan sengketa internasional dianggap selesai, yakni sebagai berikut.
  1. Apabila para pihak berhasil meraih kesepakatan sebelum proses beracara berakhir.
  2. Apabila kedua belah pihak atau applicant sepakat untuk menarik diri dr proses beracara.
  3. Apabila mahkamah internasional sudah memutus problem tersebut menurut pertimbangan dr keseluruhan proses persidangan yg dilaksanakan
Ada tiga kemungkinan usulan hakim mahkamah internasional, yakni:
  1. Pendapat menyepakati (declaration).
  2. Pendapat berisi kesepakatan walaupun ada perbedaan dlm hal-hal tertentu (separate opinion).
  3. Pendapat berisi penolakan (dissenting opinion). 

Mekanisme Khusus

Berdasarkan karena-alasannya tertentu, persidangan mahkamah internasional mampu dilaksanakan dengan-cara khusus, yakni terdapat penambahan tahap-tahap tertentu yg berlawanan dr mekanisme wajar . Adapun alasannya yg menjadikan persidangan tersebut berbeda dr mekanisme normal yakni selaku berikut.

Keberatan permulaan

Untuk menghalangi supaya mahkamah internasional tak bikin putusan, salah satu pihak yg bersengketa mengajukan keberatan, karena mahkamah internasional dianggap tak mempunyai yurisdiksi, aplikasi yg diajukan tak tepat. Ada dua kemungkinan yg dikerjakan mahkamah internasional dlm menghadapi keberatan awal tersebut yakni:
  • Menerima keberatan permulaan tersebut & menutup permasalahan yg dipakai.
  • Menolak keberatan awal tersebut & meneruskan proses persidangan.

Ketidakhadiran salah satu pihak

Ketidakhadiran salah satu pihak tak menghentikan proses persidangan di mahkamah internasional. Persidangan tetap dijalankan dgn mekanisme masuk akal & akan diberikan putusan atas sengketa tersebut.

Putusan sela

Apabila dlm proses beracara terjadi hal-hal yg dapat membahayakan subjek dr aplikasi yg diajukan, pihak applicant bisa meminta mahkamah internasional untuk memberikan putusan sela guna menyampaikan proteksi atas subjek aplikasi tersebut. Putusan sela bisa berupa undangan mahkamah internasional biar pihak responden tak melaksanakan hal-hal yg mampu mengancam efektivitas putusan mahkamah internasional.

Beracara bareng

Proses beracara bersama dapat dilaksanakan oleh mahkamah internasional, apabila mahkamah internasional mendapatkan fakta adanya dua pihak atau lebih dlm proses beracara yg berlawanan, yg mempunyai argumen & tuntutan (petitum) yg sama atas satu pihak musuh yg sama.

Intervensi

Ada kemungkinan dlm suatu persidangan dijalankan intervensi, yakni Mahkamah Internasional memberikan hak pada negara lain yg tak terlibat dlm sengketa untuk melakukan intervensi terhadap sengketa yg tengah disidangkan. Hal ini dimungkinkan apabila negara yg tak terlibat dlm sengketa itu berpendapat bahwa ada kemungkinan ia mampu dirugikan oleh adanya putusan mahkamah internasional atas permasalahan yg diajukan oleh para pihak yg terlibat dlm suatu sengketa.
Pada biasanya negara-negara yg bersengketa jarang menempuh cara penyelesaian lewat mahkamah internasional. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal,
  • penyelesaian itu merupakan jalan terakhir yg ditempuh apabila penyelesaian lain mengalami kemacetan;
  • penyelesaian tersebut mengkonsumsi waktu usang & biaya yg cukup mahal;
  • penyelesaian mirip itu cuma digunakan untuk sengketa internasional yg besar;
  • mahkamah internasional tak memiliki yurisdiksi yg wajib.

Pada tanggal 3 Februari 2009, Mahkamah Internasioal (MI) memutuskan garis batas dlm rangka sengketa batas maritim antara Romania & Ukraina terkait delimitasi batas maritim untuk Zona Ekonomi Eksklusif & Landas Kontinen di sekitar Laut Hitam (Black Sea). Sengketa antara kedua negara ini mulai dibawa ke MI pada September 2004 & diputuskan Februari 2009, atau dgn kata lain menyantap waktu nyaris 5 tahun untuk memperoleh hasilnya. Kedua negara, baik Romania maupun Ukraina melewati proses panjang dlm pengajuan sengketa batas ini. Keputusan yg diambil oleh MI ialah satu garis selaku batas untuk dua buah zona maritim, ZEE & Landas kontinen untuk kedua negara. Garis batas hasil putusan MI ini pula terkait erat dgn posisi Pulau Serpents, suatu Pulau kecil milik Ukraina.
Wilayah maritim yg disengketakan oleh Romania & Ukraina berada di sekeliling barat laut wilayah Laut Hitam. Laut Hitam, yg mempunyai luas sekitar 432,000 km2 terletak antara 40° 562 hingga 46° 332 LU & antara 27° 272 & 41° 422 BT. Di sebelah Barat Daya Laut Hitam, berjarak sekitar 20 mil laut dr Delta Danube, berada suatu Pulau bernama Serpents. Pulau Serpents, yg terlihat pada kondisi maritim pasang, mempunyai luas sekitar 0.17 km persegi & termasuk dlm wilayah kedaulatan Ukraina.
Serpents Island mempunyai peran penting dlm keputusan Mahkamah Internasional terkait delimitasi batas maritim untuk ZEE & Landasa Kontinen antara Romania & Ukraina. Titik 1 & titik 2 yakni titik-titik yg terletak pada busur batas zona Laut Teritorial yg diklaim memakai Serpents Island selaku titik pangkal (lihat gambar 2). Ini merupakan bukti bahwa pulau-pulau kecil, mirip Serpents Island (yang mempunyai luas cuma 0,17km persegi), memiliki kiprah penting dlm delimitasi batas maritim.

Bagaimana Indonesia?

Indonesia, yg memiliki ratusan pulau kecil yg memiliki batas dgn negara lain, mampu mengambil pelajaran penting atas keputusan Mahkamah Internasional terkait batas zona ZEE & Landas Kontinen antara Romania & Ukraina. Peran penting Serpents Island menjadi bukti bahwa pulau-pulau kecil bisa menjadi faktor penting dlm delimitasi batas maritim dgn negara tetangga.

D. Menghargai Putusan Mahkamah Internasional

Seluruh anggota PBB dengan-cara otomatis menjadi anggota Mahkamah Inter-nasional. Oleh karena itu, jikalau terjadi sengketa maka sudah menjadi ketentuan bagi negara-negara anggota untuk menggunakan haknya bila merasa dirugikan oleh negara lain. Sebaliknya, jikalau suatu keputusan Mahkamah Internasional sudah diputuskan segala konsekuensinya yanga da mesti diterima. Hal itu mengingat bahwa apa yg menjadi putusan Mahkamah Internasional merupakan putusan terakhir walaupun bisa dimintakan banding.
Putusan Mahkamah Internasional biasanya bersifat final & mengikat para pihak yg bersengketa. Namun, dlm hal-hal khusus upaya banding terhadap putusan arbitrase pada Mahkamah Internasional dimungkinkan. Contohnya adalah dlm kasus Guined Bissau (1991), mahkamah memberikan beberapa argumentasi yg memungkinkan adanya upaya banding terhadap putusan, yakni Excess de Pouvoir. Di mana badan arbitrase menentukan suatu sengketa melampaui wewenang yg diberikan pada pihak atau yg tak diminta para pihak. Para arbiter tak meraih suatu putusan dengan-cara lebih banyak didominasi & tak cukupnya alasan-alasan bagi putusan yg dikeluarkan.
Pada dasarnya putusan Mahkamah Internasional ialah pernyataan majelis hakim Mahkamah Internasional dlm sidang pengadilan terbuka, berbentukketetapan majelis terhadap urusan yg disengketakan, berkekuatan aturan tetap & final, serta mesti diterima oleh para pihak yg bersengketa. Putusan tersebut haruslah dihargai sebagai upaya merealisasikan keadilan global. Meskipun ada pihak yg merasa dirugikan, menang atau kalah bukanlah hal yg utama. Hal yg terpenting yakni semua pihak berguru untuk lebih tertib dlm menjaga integritas bangsa & wilayahnya sekaligus berperan dlm mewujudkan perdamaian dunia. Contoh penyelesaian sengketa Internasional melalui Mahkamah Internasional ialah sengketa antara Indonesia & Malaysia mengenai kepemilikan pulau Sipadan & Ligitan. Kedua negara sama-sama berasumsi bahwa Pulau Sipadan & Ligitan ialah daerahnya. Indonesia menyatakan kedua Pulau tersebut selaku daerahnya berdasarkan bukti-bukti histories, sedangkan Malaysia pula mempunyai bukti-bukti lain yg menyatakan kedua pulau tersebut sebagai daerahnya.
Setelah lewat aneka macam perundingan bilateral & tak memperoleh kesepakatan, akibatnya kedua negara sepakat menenteng urusan ini ke Mahkamah Internasional. Pada tanggal 17 Desember 2002 Mahkamah Internasional memutuskan bahwa Pulau Sipadan & Ligitan merupakan wilayah Malaysia berdasarkan realita bahwa Malaysia dianggap sudah melakukan kedaulatan yg lebih efektif atas Pulau Sipadan Ligitan.
Terhadap putusan tersebut Indonesia merasa dirugikan. Akan namun, pemerintah Indonesia mesti menemukan hasil tersebut, selaku konsekuensi penyelesaian persoalan tersebut melalui mahkamah internasional. Penyelesaian dengan-cara tenang dianggap lebih baik & bermartabat ketimbang cara-cara kekerasan. Di samping itu, hal ini merupakan bentuk penghormatan negara Indonesia terhadap aturan tergolong aturan internasional.

Lihat juga

Hubungan Internasional Dan Organisasi Internasional

Itulah postingan yg admin bagikan pada kali ini, mengenai Sistem Hukum Dan Peradilan Internasional. Semoga berguna & tata cara aturan yg sudah ada, makin terjalin dgn baik terlebih dlm skala internasional. Sekian & terima kasih. Bagikan bila postingan di atas, dianggap berguna ya.