√ Perkembangan Masyarakat Indonesia Pada Masa Reformasi

Perkembangan Masyarakat Indonesia Pada Masa Reformasi – Pada kesempatan kali ini, admin kembali untuk mengingatkan buat anda sekalian, supaya membaca postingan sebelumnya mengenai Perkembangan Masyarakat Indonesia Pada Masa Orde Baru. Dan untuk lebih lengkapnya, pribadi saja anda mendengarkanpenjelasan di bawah ini.

A. Kondisi Ekonomi & Politik Sebelum Reformasi

Reformasi merupakan perubahan yg radikal & menyeluruh untuk perbaikan. Perubahan yg fundamental atas paradigma gres atau kerangka berpikir gres yg dijiwai oleh sebuah persepsi keterbukaan & transparansi merupakan tuntutan dlm masa reformasi.
Perkembangan Masyarakat Indonesia Pada Masa Reformasi
Reformasi menginginkan adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, & bernegara ke arah yg lebih baik dengan-cara konstitusional dlm banyak sekali bidang kehidupan. Tatkala terjadi krisis ekonomi, politik, aturan & krisis kepercayan, maka seluruh rakyat mendukung adanya reformasi & menginginkan adanya pergeseran pemimpin yg diinginkan bisa menenteng perubahan Indonesia di segala bidang ke arah yg lebih baik.

Perkembangan Politik Pasca Pemilu 1997

Di tengah-tengah pertumbuhan kehidupan berbangsa & bernegara terjadilah ganjalan dlm kehidupan berpolitik menjelang Pemilu 1997 disebabkan adanya peristiwa 27 Juli 1996, yakni adanya kerusuhan & perusakan gedung DPP PDI yg menjinjing korban jiwa & harta.
Tekanan pemerintah Orba terhadap oposisi sangat besar dgn adanya tiga kekuatan politik yakni PPP, GOLKAR, PDI, & tidak boleh mendirikan partai politik lain. Hal ini berafiliasi dgn diberlakukan paket UU Politik, yakni:
  1. UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilu,
  2. UU No. 2 Tahun 1985 ihwal susunan & kedudukan anggota MPR, DPR, DPRD yg kemudian disempurnakan menjadi UU No 5 Tahun 1995,
  3. UU No. 3 tahun 1985 ihwal Partai Politik & Golongan Karya,
  4. UU No. 8 tahun 1985 ihwal Organisasi Kemasyarakatan.
Pertikaian sosial & kekerasan politik terus berlangsung dlm masyarakat sepanjang tahun 1996, kerusuhan meletus di Situbondo, Jawa Timur Oktober 1996. Kerusuhan serupa terjadi di Tasikmalaya, Jawa Barat Desember 1996, kemudian di banyak sekali kawasan di Indonesia.
Pemilu 1997, dgn hasil Golkar selaku pemenang mutlak. Hal ini ber-arti perlindungan mutlak pada Soeharto makin besar untuk menjadi presiden lagi di Indonesia dlm sidang MPR 1998. Pencalonan kembali Soeharto menjadi presiden tak dapat dipisahkan dgn komposisi anggota DPR/MPR yg mengandung nepotisme yg tinggi bahkan hampir semua putra-putrinya tampil dlm lembaga negara ini. Terpilihnya kembali Soeharto menjadi Presiden RI & kemudian membentuk Kabinet Pembangunan VII yg penuh dgn ciri nepotisme & kolusi. Mahasiswa & golongan intelektual mengadakan protes terhadap pelaksanaan pemerintahan ini. Di samping hal tersebut di atas semenjak 1997 Indonesia terkena imbas krisis moneter di Asia Tenggara. Sistem ekonomi Indonesia yg lemah tak mampu menangani krisis, bahkan kurs rupiah pada 1 Agustus 1997 dr Rp2.575; menjadi Rp5.000; per dolar Amerika. Tatkala nilai tukar makin memburuk, krisis lain menyusul yakni pada final tahun 1997 pemerintah melikuidasi 16 bank. Kemudian disusul membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yg bertugas memantau 40 bank bermasalah. Kepercayaan dunia terhadap kepemimpinan Soeharto makin menurun. Pada April 1998, 7 bank dibekukan operasinya & nilai rupiah terus melemah hingga Rp10.000 perdolar. Hal ini menyebabkan terjadinya aksi mahasiswa di aneka macam kota di seluruh Indonesia. Keadaan makin kacau tatkala pemerintah memberitahukan peningkatan harga BBM & biaya angkutan. Tanggal 4 Mei 1998 aksi anti Soeharto makin meluas, bahkan pada tanggal 12 Mei 1998 aksi mahasiswa Trisakti bermetamorfosis bentrokan fisik yg membawa 4 kurban meninggal yakni Elang Mulia, Hari Hartanto, Hendriawan, & Hafiadin Royan.

B. Perkembangan Politik Setelah 21 Mei 1998

1. Sebab-Sebab terjadi Reformasi

Sejak 13 Mei 1998 rakyat meminta agar Presiden Soeharto mengundurkan diri. Tanggal 14 Mei 1998 terjadi kerusu-han di Jakarta & di Surakarta. Tanggal 15 Mei 1998 Presiden Soeharto pulang dr mengikuti KTT G-15 di Kairo, Mesir.
Demo mahasiswa 21 Mei 1998
Tanggal 18 Mei para mahasiswa men-duduki gedung MPR/dewan legislatif & pada saat itu ketua badan legislatif/MPR mengeluarkan per-nyataan supaya Presiden Soeharto mengundur-kan diri. Hal ini terperinci besar lengan berkuasa terhadap nilai tukar rupiah yg merosot sampai Rp15.000 per dollar. Dari kenyataan di atas, kesudahannya tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyerahkan kekuasaan pada B.J. Habibie, yg membuka peluang suk-sesi kepemimpinan nasional pada B.J. Habibie. Tujuan reformasi adalah tercip-tanya kehidupan dlm bidang politik, ekonomi, aturan, & sosial yg lebih baik dr masa sebelumnya.
Presiden Soeharto menyerahkan kekuasaan pada Habibie

a. Tujuan Reformasi

  1. Reformasi politik bertujuan tercapainya demokratisasi.
  2. Reformasi ekonomi bermaksud meningkatkan tercapainya penduduk .
  3. Reformasi hukum bertujuan tercapainya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
  4. Reformasi sosial bermaksud terwujudkan integrasi bangsa Indonesia. 

b. Faktor Pendorong Terjadinya Reformasi

1) Faktor politik mencakup hal-hal berikut.
  • Adanya KKN (Korupsi, Kolusi, & Nepotisme) dlm kehidupan pemerintahan.
  • Adanya rasa tak percaya pada pemerintah Orba yg sarat dgn nepotisme & kronisme serta merajalelanya korupsi.
  • Kekuasaan Orba di bawah Soeharto otoriter tertutup.
  • Adanya harapan demokratisasi dlm kehidupan berbangsa & bernegara.
  • Mahasiswa menginginkan perubahan.
2) Faktor ekonomi, meliputi hal-hal berikut.
  • Adanya krisis mata duit rupiah.
  • Naiknya harga barang-barang keperluan penduduk .
  • Sulitnya memperoleh barang-barang kebutuhan pokok.
3) Faktor sosial penduduk : adanya kerusuhan tanggal 13 & 14 Mei 1998 yg melumpuhkan perekonomian rakyat.
4) Faktor hukum : belum adanya keadilan dlm perlakuan aturan yg sama di antara warga negara.

c. Suksesi (Pergantian Pimpinan)

1) Sukarno–Soeharto, ada beberapa hal, yakni selaku berikut.
  • Problem pokok adanya komunis/ PKI (nomor 4 sedunia).
  • Peristiwa Lubang Buaya.
  • Adanya dualisme: ada pro & anti pembubaran PKI.
  • Sidang istimewa MPRS 1967 didahului turunnya Supersemar.
2) Soeharto–Habibie, ada beberapa hal, antara lain selaku berikut.
  • Problem pokok adanya krisis ekonomi meluas ke bidang politik.
  • Adanya gerakan reformasi yg menghendaki perubahan radikal karena KKN dlm tubuh pemerintahan. Nepotisme memiliki arti mengajak keluarga dlm kekuasaan. Kronisme yakni mengajak sobat-sahabat dlm kekuasaan.
  • Presiden Soeharto ditolak oleh rakyat ditandai dgn didudukinya gedung DPR/MPR oleh mahasiswa, sehingga Soeharto menyerahkan jabatan pada Habibie.
3) Pengalaman suksesi di Indonesia
  • Pergantian pimpinan disertai kekerasan & keributan & setelah turun dr jabatan, dihujat.
  • Menginginkan pergantian pimpinan yg wajar, tetapi tak didapatkan alasannya tak adanya pembatasan masa jabatan.
  • Tidak adanya Chek and Balance yakni tak ada keseimbangan dlm negara yg disebabkan kecenderungan absolut.
  • Etika moralitas bahwa KKN berlawanan dgn moralitas.
  Tahun Baru Imlek: Ritual Dan Legenda

d. Substansi Agenda Reformasi Politik

Subsitusi acara reformasi politik selaku berikut.
1) Reformasi di bidang ideologi negara & konstitusi.
2) Pemberdayaan DPR, MPR, DPRD tujuannya mudah-mudahan lembaga perwakilan rakyat betul-betul melaksanakan fungsi perwakilannya sebagai faktor kedaulatan rakyat dgn langkah sebagai berikut.
  • Anggota badan legislatif harus benar-benar diseleksi dlm pemilu yg jurdil.
  • Perlu diadakan perubahan tata tertib parlemen yg menghambat kinerja dewan perwakilan rakyat.
  • Memperdayakan MPR.
  • Perlu pemisahan jabatan ketua MPR dgn badan legislatif.
3) Reformasi lembaga kepresidenan & kabinet meliputi hal-hal berikut.
  • Menghapus kewenangan khusus presiden yg berupa keputusan presiden & instruksi presiden.
  • Membatasi penggunaan hak prerogatif.
  • Menyusun kode etik kepresidenan.
4) Pembaharuan kehidupan politik yakni memperdayakan partai politik untuk menegakkan kedaulatan rakyat, maka mesti dikembangkan tata cara multipartai yg demokratis tanpa intervensi pemerintah.
5) Penyelenggaraan pemilu.
6) Birokrasi sipil mengarah pada terciptanya institusi birokrasi yg netral & profesional yg tak memihak.
7) Militer & dwifungsi ABRI mengarah pada mengurangi kiprah sosial politik dengan-cara bertahap hingga akhirnya hilang sama sekali, sehingga ABRI berfokus pada fungsi Hankam.
8) Sistem pemerintah tempat dgn sasaran memperdayakan otonomi daerah dgn asas desentralisasi.

e. Agenda Reformasi Bidang Ekonomi

  1. Penyehatan ekonomi & kesejahteraan pada bidang perbankan, jual beli, & koperasi serta pinjaman mancanegara untuk perbaikan ekonomi.
  2. Penghapusan monopoli & oligopoli.
  3. Mencari penyelesaian yg konstruktif dlm mengatasi utang mancanegara.

f. Agenda Reformasi Bidang Hukum

  1. Terciptanya keadilan atas dasar HAM.
  2. Dibentuk peraturan perundang-seruan yg sesuai dgn tuntutan reformasi. Misal : Bidang ekonomi dikeluarkan UU kepailitan, dihapuskan UU subversi, sesuai semangat HAM dilepaskan napol-tapol (amnesti-pembatalan).

g. Agenda Reformasi bidang hukum

Agenda reformasi bidang aturan difokuskan pada integrasi nasional.

h. Agenda reformasi bidang pendidikan

Agenda reformasi bidang pendidikan ditujukan khususnya duduk kasus kurikulum yg mesti ditinjau paling sedikit lima tahunan.

i. Hambatan pelaksanaan reformasi politik

  1. Hambatan kultural : mengenang pergeseran kepemimpinan nasional dr Soeharto ke B.J. Habibie tak diiringi perubahan rezim yg memiliki arti sebagian besar anggota kabinet, gubernur, birokrasi sipil, komposisi anggota dewan perwakilan rakyat/MPR masih peninggalan rezim Orba.
  2. Hambatan legitimasi : pemerintah B.J. Habibie karena belum merupakan hasil pemilu.
  3. Hambatan struktural : bekerjasama dgn krisis ekonomi yg berlarut-larut yg mempunyai pengaruh kian banyak rakyat yg hidup dlm kemiskinan.
  4. Munculnya aneka macam tuntutan otonomi kawasan, yg bila tak dijalankan dengan-cara baik akan membuat disintegrasi bangsa.
  5. Adanya kesan kurang kuat dlm menegakkan hukum terhadap praktik penyimpangan politik-ekonomi rezim lama ibarat praktik KKN.
  6. Terkotak-kotaknya elite politik, maka diperlukan kesadaran untuk bareng -sama membuat kondisi politik yg mantap biar transformasi politik berjalan tanpa kendala.

2. Jatuh Bangunnya Pemerintahan RI Setelah 21 Mei 1998

Pemilihan umum dilaksanakan pada 7 Juni 1999. Dari seratus lebih partai politik yg terdaftar, cuma 48 partai politik yg dinyatakan memenuhi kriteria untuk mengikuti penyeleksian biasa . Lima besar hasil Pemilu ialah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan), Partai Golongan Karya (Partai Golkar), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), & Partai Amanat Nasional (PAN) & sekaligus merupakan lima penyusunan keanggotaan MPR yg menempatkan Amin Rais sebagai Ketua MPR & Akbar Tanjung sebagai Ketua DPR RI. Sidang Umum MPR pada tanggal 19 Oktober 1999 menolak laporan pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie yg disampaikan pada tanggal 16 Oktober 1999. Faktor penting yg mengakibatkan ditolaknya laporan pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie yakni pantas disangka bahwa presiden menguraikan indikator pertumbuhan ekonomi yg tak akurat & manipulatif.

Presiden B.J. Habibie memperlihatkan laporan pertanggungjawaban dlm Sidang Umum MPR
Sidang Umum MPR pula berhasil mengambil keputusan menentukan & menentukan K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) selaku Presiden RI masa bakti 1999–2004. Presiden K.H. Abdurrahman Wahid dlm menjalankan pemerintahan didampingi Wapres Megawati Sukarnoputri. Sidang Umum MPR setelah berhasil memutuskan Presiden & Wakil Presiden RI pula berhasil bikin sembilan ketetapan & untuk kali pertama melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Presiden Abdurrahman Wahid menjalankan pemerintahan dgn membentuk kabinet yg disebut Kabinet Persatuan Nasional. Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid berjasa dlm membuka kran kelonggaran berpendapat dlm rangka demokrasi di Indonesia. Rakyat diberi keleluasaan seluas-luasnya untuk beropini hingga kesannya terjadi kebingungan & kebimbangan mengenai benar & tidaknya sebuah hal. Pemerintah sendiri pula tak pernah tegas dlm memperlihatkan pernyataan terhadap sebuah permasalahan. Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dengan-cara biasa belum bisa melepaskan bangsa Indonesia keluar dr krisis yg dialaminya. Fakta yg ada justru memperlihatkan makin banyak terjadi pengangguran, naiknya harga-harga, & bertambahnya jumlah penduduk yg berada di garis kemiskinan. Disintegrasi bangsa pula makin meluas walaupun telah diusahakan penyelesaian, contohnya pergantian nama Irian Jaya menjadi Papua. Pertentangan badan legislatif dgn forum kepresidenan pula makin transparan. Banyak sekali teguran DPR yg tak pernah diindahkan Presiden Abdurrahman Wahid. Puncak kontradiksi itu timbul dlm permasalahan yg diketahui sebagai Bruneigate & Buloggate. Kasus Buloggate menimbulkan forum dewan perwakilan rakyat mengeluarkan teguran keras pada presiden dlm bentuk memorandum I hingga II. Intinya semoga presiden kembali melakukan pekerjaan sesuai GBHN yg sudah diamanatkan. Presiden Abdurrahman Wahid tak mengindahkan peringatan DPR tersebut. DPR alhasil bertindak meminta MPR menggelar sidang istimewa untuk meminta pertanggungjawaban kinerja presiden. Presiden berupaya menyelesaikan dilema laporan pertanggungjawaban dgn kompromi politik. Namun, upaya itu tak mendapat sambutan positif lima dr enam partai politik pemenang Pemilu 1999, yakni PDI Perjuangan, Partai Golkar, PPP, PAN, & Partai Bulan Bintang. Partai Kebangkitan Bangsa sebagai basis politik K.H. Abdurrahman Wahid terang mendukung langkah-langkahnya. Sikap MPR untuk menggelar sidang istimewa makin tegas sehabis presiden dengan-cara sepihak melantik pemangku sementara jabatan Kepala Kepolisian RI Komisaris Jenderal (Pol) Chaerudin Ismail mengambil alih Kapolri Jenderal Suroyo Bimantoro yg sudah dinonaktifkan karena berseberangan pendapat dgn presiden. Padahal sesuai aturan yg berlaku pengangkatan jabatan setingkat Kapolri walaupun itu hak prerogatif presiden mesti tetap berkoordinasi dgn dewan perwakilan rakyat. Presiden sendiri dlm merespon rencana sidang istimewa berupaya mencari kompromi politik yg sama-sama menguntungkan. Namun, bila sampai tanggal 31 Juli 1998 kompromi ini tak didapatkan, presiden akan menyatakan negara dlm kondisi bahaya. MPR berencana menggelar sidang istimewa mulai tanggal 21 Juli 2001. Presiden direncanakan akan memperlihatkan laporan pertanggungjawabannya pada tanggal 23 Juli 2003. Namun, presiden menolak planning tersebut & menyatakan Sidang spesial MPR tak sah & ilegal.
Di lain pihak, beberapa pimpinan partai politik lima besar pemenang pemilu minus PKB mulai mendekati & mendorong Wapres Megawati Sukarnoputri untuk maju menjadi presiden. Melihat pertumbuhan politik yg tak menguntungkan tersebut, Presiden K.H. Abdurrahman Wahid menengarai adanya persekongkolan untuk menjatuhkan dirinya selaku presiden. Oleh karena itu, presiden secepatnya bertindak walaupun tak mendapat sumbangan sarat dr kabinetnya untuk mengeluarkan Dekret Presiden pada tanggal 23 Juli 2001 pukul 1.10 WIB dini hari. Dekret Presiden 23 Juli 2001 pada pada dasarnya berisi hal selaku berikut:
  1. membekukan MPR & dewan legislatif RI;
  2. mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat & mengambil perbuatan serta menyusun badan-badan yg diharapkan untuk menyelenggarakan pemilihan biasa dlm waktu satu tahun;
  3. menyelamatkan gerakan reformasi total dr kendala unsur-unsur orde gres dgn membekukan Partai Golkar sambil menunggu keputusan Mahkamah Agung.
  Sejarah Dan Tema Peringatan Hari Museum Indonesia 2019
Bangsa Indonesia menyikapi Dekret Presiden itu dgn sarat kebimbangan. MPR pada tanggal 23 Juli 2001 pukul 8.00 WIB, kesudahannya bersikap bahwa dekret tak sah & presiden terang-terang sudah melanggar haluan negara yg diembannya. Pernyataan MPR disokong oleh pedoman Mahkamah Agung yg eksklusif dibacakan pada Sidang Istimewa MPR itu. Sidang Istimewa MPR terus berjalan walaupun PKB & PDKB menyatakan walk out & tak bertanggung jawab atas hasil apapun dr Sidang Istimewa MPR. Fraksi-fraksi MPR yg ada kesudahannya oke memberhentikan K.H. Abdurrahman Wahid selaku Presiden RI & memutuskan Megawati Sukarnoputri selaku Presiden RI. Keputusan memutuskan Megawati Sukarnoputri sebagai presiden dituangkan dlm Tap. MPR No. III/MPR/2001. Masa jabatan terhitung semenjak dilantik hingga tahun 2004 atau melanjutkan sisa masa pemerintahan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid. Hamzah Haz terpilih Wapres RI. Presiden Megawati Sukarnoputri menjalankan pemerintahan dgn membentuk kabinet yg diberi nama Kabinet Gotong Royong. Komposisi kabinet ini ditetapkan pada tanggal 9 Agustus 2001. Persoalan berat yg dihadapi bangsa Indonesia sudah menghadang Presiden Megawati & kabinetnya untuk diselesaikan secepatnya.

Zaman reformasi sebayak 48 partai politik, yakni :

1.
PIB
: Partai Indonesia Baru
2.
KRISNA
: Partai Kristen Indonesia
3.
PNI
: Partai Nasonal Indonesia
4.
PADI
: Partai Aliansi Demokrat Indonesia
5.
KAMI
: Partai Kebangitan Muslim Indonesia
6.
PUI
: Partai Umat Islam
7.
PKU
: Partai Kebangkitan Umat
8.
Masyumi Baru
9.
PPP
: Partai Persatuan Indonesia
10.
PSII
: Partai Syariat Islam Indonesia
11.
PDI Perjuangan
12.
PAY
: Partai Abu Yatama

13.
PKM
: Partai Kebangsaan Merdeka
14.
PDKB
: Partai Demokrasi Kasih Bangsa
15.
PAN
: Partai Amanat Nasional
16.
PRD
: Partai Rakyat Demokrasi
17.
PSII
: Partai Syarikat Islam Indonesia 1905
18.
PKRD
: Partai Keadilan Rakyat Demokrasi
19.
PILAR
: Partai Pilihan Rakyat
20.
PARI
: Partai Rakyat Indonesia
21.
MASYUMI
22.
PBB
: Partai Bulan Bintang
23.
PSP
: Partai Solidaritas Pekerja
24.
PK
: Partai Keadilan
25.
PNU
: Partai Nahdatul Umat
26.
PNI Front Marhenis
27.
IPKI
: Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
28.
Partai Republik
29.
PID
: Partai Islam Demokrat
30.
PNI Massa Marhenis
31.
MURBA
: Partai Musyawarah Rakyat
32.
PDI
: Partai Demokrasi Indonesia
33.
Golkar
: Golongan Karya
34.
PP
: Partai Persatuan
35.
PKB
: Partai Kebangkitan Bangsa
36.
PUDI
: Partai Uni Demokrasi Indonesia
37.
PBN
: Partai Buruh Nasional
38.
MKGR
: Partai Musyawarah Gotong Royong
39.
PDR
: Partai Daulat Rakyat
40.
Partai Cinta Damai
41.
PKP
: Partai Keadilan & Persatuan
42.
PSPSI
: Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia
43.
PNBI
: Partai Nasional Bangsa Indonesia
44.
PBI
: Partai Bhinneka Tunggal Ika Indonesia
45.
SUNI
: Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia
46.
PND
: Partai Nasional Demokrat
47.
PUMI
: Partai Umat Muslimin Indonesia
48.
PPI
: Partai Pekerja Indonesia

3. Kondisi Sosial & Politik Bangsa Indonesia Setelah 21 Mei 1998

Perubahan politik di Indonesia semenjak bulan Mei 1998 merupakan babak baru bagi penyelesaian problem Timor Timur. Pemerintah Indonesia yg dipimpin oleh Presiden B.J. Habibie telah mena-warkan pilihan, yaitu pertolongan otonomi khusus pada Timor Timur di dlm Negara Kesatuan RI atau memisahkan diri dr Indone-sia. Melalui negosiasi yg disponsori oleh PBB, di New York, Amerika Serikat pada tanggal 5 Mei 1999 ditandatangani akad tripartit antara Indonesia, Portugal, & PBB untuk melaksanakan jajak pertimbangan mengenai status masa depan Timor Timur.
Jajak proposal di Timor Timur
PBB kemudian membentuk misi PBB di Timor Timur atau United Nations Assistance Mission in East Timor (UNAMET). Misi ini bertugas melaksanakan jajak pertimbangan . Jajak pendapat diselenggarakan tanggal 30 Agustus 1999. Jajak pertimbangan diikuti oleh 451.792 penduduk Timor Timur berdasarkan persyaratan UNAMET. Jajak usulan diumumkan oleh PBB di New York & Dili pada tanggal 4 September 1999. Hasil jajak proposal menunjukkan bahwa 78,5% penduduk Timor Timur menolak mendapatkan otonomi khusus dlm NKRI & 21,5% mendapatkan usul otonomi khusus yg ditawarkan pemerintah RI. Ini memiliki arti Timor Timur mesti lepas dr Indonesia. Ketetapan MPR No. V/MPR/ 1999 perihal Penentuan Pendapat Rakyat di Timor Timur menyatakan mencabut berlakunya Tap. MPR No. V/MPR/1978. Selain itu, mengakui hasil jajak usulan tanggal 30 Agustus 1999 yg menolak otonomi khusus.
Pengalaman lepasnya Timor Timur dr Indonesia membuat pemerintah lebih waspada terhadap permasalahan Aceh & Papua. Sikap politik pemerintah di kurun reformasi terhadap solusi problem Aceh & Papua dikerjakan dgn memberi otonomi khusus pada dua daerah tersebut. Untuk lebih memberi perhatian & semangat pada penduduk Irian Jaya, di kurun kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid nama Irian Jaya diganti menjadi Papua. Pemerintah pusat pula memberi otonomi khusus pada wilayah Papua. Dengan demikian, pemerintah sudah berusaha merespon sebagian harapan warga Papua untuk bisa lebih memaksimalkan segala potensinya untuk kemakmuran rakyat Papua sendiri. Meskipun begitu, masih saja terjadi usaha untuk memisahkan diri dr NKRI, utamanya yg dipimpin oleh Theys H. Eluoy, Ketua Presidium Dewan Papua. Gerakan Papua Merdeka sempat mereda setelah Theys H. Eluoy tewas tertembak pada tanggal 11 November 2001 yg disangka dijalankan oleh beberapa oknum Tentara Nasional Indonesia dr Satgas Tribuana X. Penyelesaian konflik mirip itu bergotong-royong tak diinginkan pemerintah, namun ada saja oknum yg memancing di air keruh sehingga menimbulkan ketegangan.
Keinginan sebagian rakyat untuk merdeka sudah mengakibatkan pemerintah bertindak keras. Apalagi sehabis pengalaman Timor Timur & tunjangan otonomi khusus pada rakyat tak menampilkan hasil optimal. Pada masa pemerintahan Presiden Megawati Sukarnoputri, Aceh sudah mendapat otonomi khusus dgn nama Nanggroe Aceh Darussalam. Namun, keinginan baik pemerintah kurang mendapat sambutan sebagian rakyat Aceh. Kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tetap pada tuntutannya, yakni ingin Aceh merdeka. Akibatnya, di Aceh sering terjadi gangguan keamanan, seperti penghadangan & perampokan truk-truk pembawa keperluan rakyat, serta terjadinya penculikan & pembunuhan pada tokoh-tokoh yg memihak Indonesia. Agar kondisi tak makin parah, pemerintah pusat dgn persetujuan dewan legislatif, akibatnya melaksanakan operasi militer di Aceh. Hukum darurat militer diberlakukan di Aceh. Para penunjang Gerakan Aceh Merdeka ditangkap. Namun demikian, operasi militer pula tetap saja menyengsarakan warga sipil sehingga diinginkan mampu segera selesai.
Gejolak politik di kala reformasi pula ditandai dgn banyaknya teror bom di Indonesia. Teror bom terbesar terjadi di suatu tempat hiburan di Legian, Kuta, Bali yg menewaskan ratusan orang asing. Pada tanggal 12 Oktober 2002 bom berikutnya sempat memporak-porandakan Hotel J.W. Marriot di Jakarta beberapa waktu kemudian. Keadaan yg tak aman & banyaknya teror bom memperburuk citra Indonesia di mata internasional sehingga banyak penanam modal yg batal menanamkan modal di Indonesia. Kondisi politik Indonesia yg kurang menguntungkan tersebut diperparah dgn tak ditegakkannya aturan & hak asasi manusia (HAM) sebagaimana mestinya. Berbagai perkara pelanggaran aturan & HAM utamanya yg menyangkut tokoh-tokoh politik, konglomerat, & oknum Tentara Nasional Indonesia tak pernah tertuntaskan dengan-cara adil & jujur. Oleh karena itu, rakyat makin tak percaya pada penguasa walaupun dua kali sudah terjadi pergeseran pimpinan negara semenjak Soeharto tak menjadi Presiden RI.

C. Kondisi Sosial & Ekonomi Masyarakat di Berbagai Daerah Sejak Reformasi

Tuntutan reformasi menghendaki adanya perubahan & perbaikan di segala faktor kehidupan yg lebih baik. Namun, pada praktiknya tuntutan reformasi sudah disalahgunakan oleh para petualang politik cuma untuk kepentingan pribadi & kelompoknya. Pada masa reformasi, kontradiksi yg terjadi di penduduk makin gampang terjadi & sering kali bersifat etnis di aneka macam wilayah. Kondisi sosial penduduk yg semrawut selesai lemahnya aturan & perekonomian yg tak secepatnya kunjung membaik menimbulkan sering terjadi tabrakan-goresan dlm penduduk . Beberapa kontradiksi sosial yg terjadi pada kurun reformasi berlangsung di beberapa wilayah, antara lain selaku berikut.

1. Kalimantan Barat

Konflik sosial yg terjadi di Kalimantan Barat melibatkan etnik Melayu, Dayak, & Madura. Kejadian bermula dr tertangkapnya seorang pencuri di Desa Parisetia, Kecamatan Jawai, Sambas, Kalimantan Barat yg kemudian dihakimi hingga tewas pada tanggal 19 Januari 1999. Kebetulan pencuri tersebut beretnis Madura, sedangkan penduduk Parisetia beretnis Dayak & Melayu.

  5+ Kerajaan Hindu Tertua Di Indonesia Beserta Lokasi & Peninggalannya
Kerusuhan Sampit

Entah info apa yg beredar di masyarakat menyebabkan penduduk Desa Sarimakmur yg kebanyakan dihuni etnis Madura melaksanakan aksi balas dendam dgn menyerang & menghancurkan segala sesuatu di Desa Parisetia. Akibatnya, terjadi aksi saling balas dendam antaretnis tersebut & menjalar ke aneka macam tempat di Kalimantan Barat. Pemerintah berusaha men-damaikan konflik tersebut dgn mengajak tokoh penduduk dr masing-masing etnis yg ada untuk membentuk Forum Komunikasi Masyarakat Kalimantan Barat. Dengan wadah tersebut segala permasalahan dicoba diselesaikan dengan-cara hening.

2. Kalimantan Tengah

Konflik sosial di Kalimantan Barat ternyata terjadi pula di Kalimantan Tengah. Pada tanggal 18 Februari 2001 pecah kontradiksi antara etnis Madura & Dayak. Konflik itu diawali dgn terjadinya perselisihan individual antaretnis di Kalimantan Tengah. Ribuan rumah & ratusan nyawa melayang tidak berguna balasan perselisihan antaretnis tersebut. Sebagian pengungsi dr etnis Madura yg dimuat dr Sampit untuk kembali ke kampung halamannya di Madura ternyata pula menjadikan problem di kemudian hari. Kondisi Pulau Madura yg kurang menguntungkan menyebabkan sebagian warganya menolak kehadiran para pengungsi itu. Sampai sekarang pun pengungsi Sampit masih menjadi dilema pemerintah.

3. Sulawesi Tengah

Kerusuhan Poso
Konflik sosial di Sulawesi Tengah tepatnya di kawasan Poso berkembang menjadi kontradiksi antaragama. Kejadian bermula dipicu oleh perkelahian antara Roy Luntu Bisalembah (Kristen) yg kebetulan sedang mabuk dgn Ahmad Ridwan (Islam) di akrab Masjid Darussalam pada tanggal 26 Desember 1998. Entah informasi apa yg meningkat di penduduk perkela-hian dua orang bertentangan agama itu meningkat menjadi ketegangan antaragama di Poso, Sulawesi Tengah. Konflik tersebut pula mengakibatkan ratusan rumah & tempat ibadah hancur. Puluhan, bahkan ratusan nyawa terbang final kontradiksi tersebut. Konflik sempat mereda, tetapi masuknya beberapa orang asing ke daerah pertentangan tersebut menyebabkan ketegangan & kerusuhan terjadi lagi. Beberapa obrolan digelar untuk meredakan konflik tersebut, ibarat konferensi Malino yg dijalankan pada tanggal 19–20 Desember 2001.

4. Maluku

Konflik sosial yg dipicu oleh kontradiksi agama pula terjadi di Maluku. Kejadian diawali dgn bentrokan antara warga Batumerah, Ambon, & sopir transportasi kota pada tanggal 19 Januari 1999. Namun, mirip konflik yg terjadi di wilayah Indonesia lainnya, tanpa tahu info apa yg beredar di penduduk , terjadi ketegangan antarwarga. Puncaknya terjadi kerusuhan massa dgn disertai pembakaran Masjid Al-Falah. Warga Islam yg tak terima secepatnya membalas dgn pembakaran & perusakan gereja. Konflik meluas menjadi antaragama. Namun, anehnya pertentangan yg semula antaragama berkembang menjadi gerakan separatis. Sebagian warga Maluku pada tanggal 25 April 2002 membentuk Front Kedaulatan Maluku & mengibarkan bendera Republik Maluku Selatan (RMS) di beberapa tempat. Upaya menurunkan bendera tersebut menimbulkan korban. Mereka gigih mempertahankannya. Sampai kini pertentangan Maluku itu belum dapat diatasi dgn tuntas.
Dari beberapa insiden itu terlihat betapa di kala reformasi terjadi pergeseran pelaku kekerasan. Di era orde gres, kekerasan lebih banyak dijalankan oleh oknum ABRI daripada warga sipil. Namun, pada era reformasi kekerasan justru di-perlihatkan oleh sesama warga sipil. Masyarakat makin beringas & aturan ibarat tak ada. Banyak kejadian kriminal yg pelakunya tertangkap basah pribadi dihakimi bahkan hingga meninggal oleh masyarakat. Kinerja para penegak hukum sepertinya sudah tak dapat diandalkan lagi. Masyarakat sudah muak melihat banyak sekali perkara besar yg melibatkan pejabat negara & oknum militer tak tertanggulangi hingga tuntas meskipun mereka dinyatakan bersalah.
Sedangkan mengenai duduk kasus ekonomi, selama masa tiga bulan kekuasaan pemerintah B.J. Habibie, ekonomi Indonesia belum mengalami perubahan yg berarti. Enam dr tujuh bank yg telah dibekukan & dilikuidasi pemerintah pada bulan Agustus 1998. Nilai rupiah terhadap mata duit asing masih tetap lemah di atas Rp10.000,00 per dolar Amerika Serikat. Persediaan sembilan materi pokok di pasaran pula makin berkurang & harganya meningkat cepat. Misalnya, pada bulan Mei 1998, harga satu kilogram beras rata-rata Rp1.000,00, tetapi harga tersebut sempat naik menjadi di atas Rp3.000,00 per kilogram pada bulan Agustus 1998. Antrian panjang penduduk berbelanja beras & minyak goreng mulai terlihat di aneka macam tempat. Oleh karena kondisi ekonomi yg parah menyebabkan rakyat Indonesia melaksanakan segala perbuatan untuk sekadar mampu memadai keperluan.

Antrian pembeli sembako masa reformasi

Penjarahan ialah pemandangan biasa yg ditemui pada permulaan-awal pemerintahan Presiden B.J. Habibie. Penjarahan mereka kerjakan terhadap tempat-tempat yg bisa menolong kelancaran hidup. Kayu-kayu di hutan lindung mereka tebangi, tambak udang & ikan bandeng yg siap panen mereka sikat, lahan-lahan tidur milik orang kaya khususnya mantan para penguasa orde baru mereka tempati. Mereka dgn mengatasnamakan rakyat kecil atau wong cilik melaksanakan tindakan itu semua. Pemerintah yg tak berwibawa tak bisa menangani semua itu. Aparat penegak hukum pun tak berkutik dibuatnya.

Pemerintah Indonesia pun sebenarnya berusaha memulihkan kondisi ekonomi nasional dgn menjalin kolaborasi dgn Bank Dunia (World Bank) & Dana Moneter Internasional (IMF). Namun, budi ekonomi pemerintah Indonesia atas proposal dua lembaga keuangan dunia malah memperburuk situasi ekonomi nasional. Dua lembaga keuangan dunia itu menyarankan supaya subsidi pemerintah untuk listrik, BBM, & telepon dicabut. Akibatnya, terjadi peningkatan biaya pada ketiga sektor tersebut sehingga rakyat makin terjepit. Atas desakan rakyat Indonesia, akhirnya pemerintah memutuskan relasi dgn dua forum keuangan pada masa pemerintahan Presiden Megawati Sukarnoputri. Para pemilik bank (bankir) di Indonesia pula ikut memperburuk kondisi dgn menenteng lari dana penyehatan bank (dana BLBI) yg mereka terima. Maksud pemerintah sebetulnya baik, yakni ikut menolong menyehatkan bank tanggapan krisis keuangan yg menimpa. Akan tetapi, mental mereka memang sudah rusak sehingga dana itu malah dipakai untuk hal lain sehingga mereka tak bisa mengembalikan.
Sungguhpun begitu, pemerintah tetap berupaya memulihkan kondisi ekonomi Indonesia. Segala cara dijalankan supaya rakyat segera terlepas dr krisis ini. Partisipasi dr setiap warga negara sangat diinginkan untuk mampu secepatnya memulihkan kondisi mewujudkan penduduk adil & sejahtera sesuai Pembukaan UUD 1945.

Itulah klarifikasi Perkembangan Masyarakat Indonesia Pada Masa Reformasi pada kali ini. Semoga berfaedah & jangan lupa, baca pula postingan yang lain mengenai Revolusi Menegakkan Panji-Panji NKRI. Sekian & terima kasih atas kunjugannya selama ini, untuk meramaikan blog tercinta kami.