√ Peranan Pers daIam Masyarakat Demokrasi

Peranan Pers daIam Masyarakat Demokrasi – Dalam kehidupan penduduk yg demokratis, keberadaan pers mempunyai kiprah yg amat penting. Salah satu ciri suatu negara demokrasi merupakan mempunyai kebebasan pers. Masyarakat bisa menggunakan haknya untuk memperoleh keterangan, berbicara, & mengemukakan usulan selaku perwujudan keikutsertaan setiap warga negara dlm kehidupan berbangsa & bernegara, lewat pers. 
 Dalam kehidupan masyarakat yg demokratis √  Peranan Pers daIam Masyarakat Demokrasi
Peranan Pers daIam Masyarakat Demokrasi
Pers bertindak selaku saluraninformasi, opinipublik, sarana investigasi, saluran kebijakanpublik, & suatu wahana guna lebih mencerdaskan warga negara. Pers yg bebas di dlm suatu negara demokrasi merupakan pers yg bersifat mendidik & ber- tanggung jawab atas kebenaran di dlm hal pemberitaan.

Daftar Isi

A. Pengertian Pers

Berdasarkan sejarah bahasanya, pers berasal dr bahasa Inggris, yaitu press, sedangkan menurut bahasa Perancis, yaitu presse yg memiliki arti tekan atau cetak. Menurut Undang-Undang Pers, istilah pers dibedakan dgn ungkapan jurnalistik, hubungan kemasyarakatan (humas), atau reporter. Kaprikornus, pers merupakan usaha  percetakan atau penerbitan, yg mencakup surat kabar, majalah, buku, atau pamflet-pamflet. Pers pula diartikan selaku usaha pengumpulan & penyiaran suatu gosip lewat surat kabar, majalah, radio, atau televisi.

Baca juga

Sistem Pemerintahan di Indonesia & Berbagai Negara

UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 ihwal Pers, disebutkan bahwa pengertian pers yakni lembaga sosial serta wahana komunikasi massa yg melaksanakan acara jurnalistik yg meliputi mencari, memperoleh, mempunyai, menyimpan, mengolah, serta menyodorkan keterangan. Kegiatan jurnalistik ini mampu dilaksanakan dlm bentuk suara, gambar, bunyi & gambar, serta data & grafik ataupun dlm bentuk yang lain dgn menggunakan media cetak, media elektro, maupun jenis media lain yg tersedia.
Berdasarkan aspek kegiatannya, pers bersifat lebih luas dr jurnalistik, humas, atau reporter. Namun, penduduk mengetahui pers selaku salah satu media massa, yaitu usaha percetakan atau penerbitan atau bentuk usaha pengumpulan & penyiaran info. Kaprikornus, dengan-cara lazim pemahaman pers dapat dibagi menjadi dua, yaitu pers dlm arti sempit & pers dlm arti luas.
  1. Pers dlm arti sempit diartikan sebagai surat kabar, koran, majalah, tabloid, & buletin-buletin kantor informasi. Oleh karenanya, pers cuma terbatas pada media yg tercetak.
  2. Pers dlm arti luas meliputi semua media massa, tergolong radio, televisi, film, & internet.

B. Perkembangan Pers di Indonesia

Setelah mengetahui pengertian pers sebagaimana diterangkan di atas, selanjutnya Anda diajak mengetahui pertumbuhan pers yg terjadi di Indonesia. Sebelumnya, coba simak uraian wacana sejarah singkat pers di Indonesia berikut ini.

1. Pers Pada Masa Kolonialisme Be1anda (Pers Kolonial)

Pada masa kolonial, pers diterbitkan oleh orang-orang Belanda pada masa penjajahan Belanda (sekitar tahun 1942). Saat itu, pers berwujud surat kabar, majalah, & koran yg menggunakan bahasa Belanda atau bahasa wilayah yg ada di Indonesia. Fungsinya untuk membela kepentingan penjajah Belanda & menolong usaha-usaha propaganda pemerintah penjajah Belanda. Namun, dikala itu pers pula melakukan kritik terhadap pemerintah Belanda.
Perkembangan kehidupan pers pada zaman penjajahan Belanda ialah selaku berikut.

a. Pada Tahun 1624

Latar belakang hadirnya pers Indonesia berawal dr pers pada masa kolonialisme Belanda. Verenigde Nederlandsche Geoctroyeerde Oost- Indische Compagnie (VOC) menyadari bahwa kiprah pers sangat memiliki kegunaan untuk mencetak aturan-aturan hukum atau perjanjian yg sudah ditetapkan oleh pemerintahannya. Oleh karena itu, pada tahun 1624 VOC mulai mendatangkan alat percetakan dr Belanda. Ironisnya, saat itu tak ada tenaga percetakan yg bisa mengoperasikan & merawat mesin-mesin percetakan tersebut. Akhirnya, VOC mulai melakukan kontrak kerja dgn Percetakan Hendrik Brant.

Hasil cetakan percetakan Hendrik Brant, antara lain, selaku berikut.

  1. Tijtboek, yakni sejenis almanak atau buku waktu.
  2. Perjanjian Bongaya, yakni perjanjian damai yg ditandatangani oleh Laksamana Cornells Speelman (VOC) & Sultan Hasanuddin di Makassar.
  3. Literatur-literatur penginjilan.
  4. Kitab-kitab keagamaan & traktat-traktat lain.

b. Pada Tahun 1671

Kontrak kerja antara VOC dgn Percetakan Hendrik Brant rampung pada tanggal 16 Februari 1671. Meskipun VOC mempunyai kontrak kerja dgn beberapa percetakan, pemerintah sentra tetap memandang perlu untuk mempunyai percetakan sendiri di dlm Benteng Batavia. Percetakan sendiri ini difungsikan untuk mencetak dokumen-dokumen resmi ataupun dokumen- dokumen diam-membisu.

c. Pada Tahun 1744

Pada tahun ini timbul surat kabar Bataviase Nouvelles pada tanggal 8 Agustus 1744. Penerbitan ini dikepalai oleh Jan Erdman Jordens. ia yaitu seorang saudagar muda yg diperbantukan di kantor VOC di Batavia. Bataviase Nouvelles terbit dlm bentuk selembar kertas ukuran folio, yg terdiri dr dua halaman & masing-masing halaman berisi dua kolom.

Surat kabar Bataviase Nouvelles yang  terbit pada tahun 1744
Sebelum timbul surat kabar yg pertama itu, apalagi dulu muncul buletin berbahasa Belanda milik VOC, yakni Memories der Nouvelles. Isi surat kabar Bataviase Nouvelles, lengkapnya Bataviasche Nouvells en Poltiquw Raisomenete,r di saat itu cuma berorientasi pada iklan-iklan.

d. Pada Tahun 1746

Surat kabar pertama yaitu Bataviase Nouvelles ditutup tanggal 20 Juni 1746 lantaran dianggap merugi (pailit). Namun, 64 tahun kemudian, tepatnya tahun 1810, timbul lagi surat kabar berjulukan Bataviasche Koloniale Courant di Jakarta, Surabaya, & Semarang.

e. Pada Tahun 1770

Pada tahun 1770, lahirlah surat kabar kedua, yg berjulukan Vendu Nieuws. Surat kabar ini pun dihentikan pada tahun 1809, tepatnya pada masa pemerintahan Jenderal Herman Willem Daendels (1808-1811) lantaran dianggap merugi.

f. Pada Tahun 1810

Pada tanggal 5 Agustus 1810, lahirlah surat kabar De Bataviasche Koloniale Courant. Seperti koran-koran Belanda sebelumnya, Bataviasche Koloniale Courant pula didominasi kolom-kolom iklan untuk banyak sekali jenis barang. Surat kabar ini tutup sehabis kota Batavia jatuh ke tangan Kerajaan Inggris pada tanggal 2 Agustus 1811.

g. Pada Tahun 1812

Pada tanggal 29 Februari 1812, terbitlah The Java Government Gazette (Java Gazette) atas perintah Gubernur Jendral Raffles & berhenti pada tahun 1816 ketika penjajah Belanda berkuasa kembali di Hindia Belanda.

h. Pada Tahun 1816

Koran Java Government Gazette resmi diubah namanya menjadi
Bataviasche Courant pada tanggal 20 Agustus 1816.

i. Pada Tahun 1828

Koran Bataviasche Courant diubah menjadi Javasche Courant.

j. Pada Tahun 1831

Pada tahun 1831, terbitlah surat kabar swasta pertama. Keterlambatan surat kabar swasta ini dibandingkan dgn milik pemerintah Hindia Belanda disebabkan oleh beberapa faktor berikut.

  1. Tidak ada tenaga terampil di bidang percetakan.
  2. Sulitnya memperoleh alat untuk bikin abjad timah.
  3. Sedikitnya belum dewasa pribumi yg berpendidikan.
  4. Sekolah Belanda baru dapat dimasuki oleh belum dewasa pribumi setelah tahun 1816.

k. Pada Tahun 1836

Pada bulan Maret 1836, lahirlah surat kabar pribumi yg pertama di Indonesia. Surat kabar tersebut terbit di Surabaya dgn nama Soerabaijas Advertentie-Blad.

l. Pada Tahun 1853

Pada tahun 1853, surat kabar tersebut berganti nama menjadi Soerabaijas Nieuws & Advertentie Blad. Surat kabar tersebut boleh memuat warta informasi, tetapi diawasi dengan-cara ketat oleh pemerintah penjajah Belanda. Makara, kota cikal bakal terbitnya surat kabar Indonesia (pribumi) merupakan Soerabaija (Surabaya), bukan Batavia (Jakarta). Namun, beberapa surat kabar tersebut tak boleh dibaca oleh kaum pribumi lantaran tak didedikasikan bagi anak negeri (pribumi).

m. Pada Tahun 1854

Pada tahun 1854, mulailah terdapat sedikit kelonggaran kebijakan pemerintah Belanda terhadap penerbitan surat kabar pribumi. Akhirnya, terbitlah harian gosip mingguan yg berjulukan Bromartani, yg terbit di Surakarta (Solo) setiap hari Kamis. Nama Bromartani mengandung nama ke-Indonesia- an sekaligus ke-Jawa-an. Tenaga & para pemikirnya yakni orang-orang Indonesia (pribumi). Namun, modalnya berasal dr modal ajaib, yakni dr usaha kongsi Belanda yg berjulukan Harteveldt & Co. Oleh sebagiana sejarawan, Bromartani sukar dimasukkan dlm penggolongan pers Indonesia. Bagaimanapun juga, Bromartani yg berbahasa Jawa & Melayu, dgn m emperkerjakan tenaga teknis berasal dr orang-orang Indonesia (pribumi), sudah bisa disebut selaku Surat Kabar Pelopor dlm pertumbuhan pers nasional Indonesia.

n. Pada Tahun 1956

Sebelum tahun 1856, tak kurang dr 16 surat kabar, baik yg diterbitkan pemerintah maupun swasta timbul di Hindia Belanda. Sepuluh surat kabar dimiliki swasta, lima penerbitan terjadwal, & beberapa surat kabar dikerjakan oleh para misionaris Belanda seperti Bianglala pada tahun 1884 di Batavia (Jakarta).

2. Pers Pada Masa Pergerakan

a. Sebelum Masa Budi Utomo

Pada masa pergerakan ini, pemerintahan kolonial Belanda bertindak sangat keras terhadap pers sehingga mematikan dunia pers. Banyak surat kabar yg timbul, tetapi dlm perjalanan selanjutnya dibredel karena dianggap membahayakan kondisi pemerintahan kolonial. Dengan adanya pengawasan & pemberlakuan sensor yg ketat, justru makin membangkitkan semangat perjuangan kaum jurnalis pribumi untuk turut menggerakkan roda pers selaku alat usaha.

Menjelang permulaan tahun 1870-an, pers dlm bahasa Indonesia/Melayu & Jawa sudah meneguhkan pijakannya di kota-kota penting di Jawa & luar Jawa. Perkembangannya lebih bersifat komersial & berorientasi misi. Segmen pasarnya dgn cepat meningkat di kota-kota pesisir, utamanya pada tempat permukiman para pembaca multirasial & di lingkungan kaum urban kosmopolitan. Bahasa Melayu rendah meningkat & menjadi medium pers, walaupun bahasa Jawa tetap berfungsi sebagai bahasa untuk sejumlah surat kabar yg terbit di Yogyakarta & Surakarta.

Surat kabar Bromartani merupakan surat kabar berbahasa Jawa pertama yg terbit di Surakarta dgn peluncuran pertama tanggal 25 Januari tahun 1855. Selain itu, surat kabar berbahasa Melayu di Surabaya terbit tahun 1856 & di Batavia Jakarta tahun 1858. Peran para editor Indo dikala itu sungguh penting dlm mengurus surat kabar & menggunakannya selaku distributor pergantian sosial.

Surat kabar Medan Prijaji, suatu mingguan isu yg terbit di Bandung pada tahun 1907 tercatat sebagai surat kabar nasional pertama yg menyandang predikat Surat Kabar Pribumi. Pemilik surat kabar ini bernama Raden Mas Tirtohadisoerjo.

b. Pada Masa Pergerakan Budi Utomo (1908)

Setelah datangnya pergerakan modern Budi Utomo tanggal 20 Mei 1908, surat kabar yg dikeluarkan orang –orang Pribumi lebih banyak berfungsi selaku alat perjuangan. Pada waktu itu, pers berfungsi selaku corong/terompet dr organisasi-organisasi pergerakan kaum pribumi. Saat itu surat kabar nasional menjadi semacam “dewan perwakilan rakyat” bagi orang Indonesia yg terjajah. Pers senantiasa menyuarakan kepedihan, penderitaan, serta pencerminan isi hati suatu bangsa yg terjajah. Pers pula menjadi roket pendorong bangsa Indonesia dlm usaha memperbaiki nasib & kedudukan bangsa untuk meraih kemerdekaan bangsa.
Sejak terbitnya beberapa surat kabar pribumi di bumi Nusantara, timbul pula beberapa wadah persatuan wartawan. Misalnya, wartawan Indische Jaornalisten Bond (1919) & Perkumpulan Kaoem Journalist (1931), yg muncul lima bulan sehabis kantor info Antara berdiri.

Pers Tempo Doeloe

Sendjata Indonesia

Sendjata Indonesia yakni surat kabar mingguan dgn ciri khas banyak memuat isu-isu kriminal. Surat kabar ini beredar di Surabaya pada tahun 1929, & diterbitkan oleh Comite Sendjata Indonesia. Surat kabar berukuran broadsheet empat halaman tersebut dihidangkan dlm bahasa Indonesia.
Dalam setiap penerbitannya, surat kabar dgn slogan “Mengejar ke arah kemerdekaan Indonesia bersandar pada keadilan, kebenaran, & persamaan” itu, banyak mengangkat informasi kriminal, perkelahian, & semacamnya. Meskipun demikian, dlm postingan-artikelnya sura tkabar Senjata Indonesia pula memuat tulisan untuk mengobarkan semangat perjuangan yg sejalan dgn slogannya.

Beberapa surat kabar Pribumi yg ada & tetap eksis pada sewaktu itu, antara lain, selaku berikut.
  1. Harian Sedio Tomo sebagai kelanjutan harian Budi Utomo yg terbit di Yogyakarta diresmikan bulan Juni 1920.
  2. Harian Darmo Kondo terbit di Solo dipimpin oleh Sudaryo Cokrosisworo.
  3. Harian Utusan Hindia terbit di Surabaya dipimpin oleh H.O.S, Cokroaminoto.
  4. Harian Fadjar Asia terbit di Jakarta dipimpin oleh Haji Agus Salim.
  5. Majalah mingguan Pikiran Rakyat terbit di Bandung diresmikan oleh Ir. Soekarno.
  6. Majalah terencana Daulah Rakyat dipimpin oleh Moh. Hatta & Sutan Syahrir.

Lama-kelamaan sifat & isi pers pergerakan makin terperinci, yakni antipenjajahan. Akhirnya, pers memperoleh tekanan-tekanan & intimidasi dr pemerintah penjajah Belanda. Salah satu bentuk aksentuasi pemerintah penjajah Belanda dikala itu yaitu menunjukkan hak pada pemerintah untuk memberangus & menutup usaha penerbitan pers pergerakan jikalau dipandang membahayakan eksistensi pemerintahanpenjajah Belanda. Di masa pergerakan itulah berdirilah Kantor Berita Nasional Antara pada tanggal 13 Desember 1937.

Surat kabar Soeara Kaoem Boeroeh yg terbit di Purworejo pada tahun 1921 & Rakyat Bergerak yg terbit di Yogyakarta pada tahun 1923 ialah surat kabar pribumi yg dibredel oleh pemerintah penjajah Belanda. Alasannya, kedua surat kabar tersebut isi beritanya memprovokasi rakyat untuk melawan (memberontak) pemerintah Belanda. Peraturan ihwal sensor terhadap pers oleh pemerintah Belanda, dimulai semenjak berlakunya Persfreidel Ordonantie pada tahun 1931 & Haatzaai Antikelen terhadap pers yg antikolonial.

c. Pada Masa Penjajahan Jepang

Pada masa pendudukan penjajah Jepang, semua jenis pers baik radio, majalah, surat kabar maupun kantor gunjingan, dikuasai oleh Jepang. Beberapa surat kabar pribumi memang diperbolehkan. Namun, harus di bawah kendali pengawasan yg sangat ketat oleh Jepang lewat Undang-Undang Penguasa (Osamu-Sairi) No. 16 wacana Pengawasan Badan-Badan Pengumuman & Penerangan serta Pemilikan Pengumuman & Penerangan. Jepang menjajah Indonesia selama kurang lebih 3,5 tahun. Guna meraih simpati rakyat Indo-nesia, Jepang melakukan propaganda perihal Asia Timur Raya. Namun bantu-membantu, propaganda itu hanyalah demi kejayaan Jepang belaka. Sebagai konsekuensinya, seluruh sumber daya alam & sumberdaya insan di Indonesia diarahkan untuk kepentingan & kemenangan perang Jepang.

Pers masa penjajahan Jepang, negara Indonesia mengalami kemunduran yg sangat besar. Pers nasional yg pernah hidup pada zaman pergerakan dengan-cara sendiri-sendiri dipaksa bergabung untuk tujuan yg sama, yakni mendukung kepentingan & kemenangan Jepang.

Pers di masa pendudukan Jepang, surat kabar semata-mata menjadi alat pemerintah Jepang & bersifat pro-Jepang. Beberapa harian yg timbul pada masa itu yaitu selaku berikut.
  1. Harian Asia  Raya di Jakarta;
  2. Harian Sinar  Baru di Semarang;
  3. Harian Suara Asia di Surabaya;
  4. Harian Tjahaya di Bandung.
Pers nasional masa pendudukan Jepang memang mengalami penderitaan & pengekangan keleluasaan yg melebihi penderitaan & pengekangan keleluasaan zaman Belanda. Namun dibalik itu, ada beberapa faedah yg didapat para wartawan atau insan pers Indonesia yg bekerja pada penerbitan Jepang, yakni selaku berikut.
  1. Pengalaman yg diperoleh para karyawan pers Indonesia bertambah & kemudahan serta alat-alat yg dipakai lebih banyak ketimbang masa pers zaman Belanda. Para karyawan pers mendapat pengalaman banyak dlm memakai banyak sekali kemudahan tersebut.
  2. Pemakaian bahasa Indonesia dlm pemberitaan makin luas. Penjajah Jepang berupaya menghapuskan bahasa Belanda dgn kebijakan memakai bahasa Indonesia dlm berbagai kesempatan seluas-luasnya. Kondisi ini sungguh menolong perkembangan bahasa Indonesia dikala itu, yg kesudahannya menjadi bahasa nasional.
  3. Pengajaran untuk rakyat mudah-mudahan berpikir kritis terhadap gunjingan yg disuguhkan oleh sumber-sumber resmi Jepang. Selain itu. kekejaman & penderitaan yg dialami pada masa pendudukan Jepang bikin lebih mudah para pemimpin bangsa menyodorkan semangat untuk melawan penjajahan.

Sejarah Pers Indonesia Pada Masa Awal Kemerdekaan

Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 oleh Soekarno Hatta di Pegangsaan Timur 56 Jakarta, turut mewarnai wajah pers Indonesia. Tugas wartawan Indonesia waktu itu ialah ikut berjuang menjaga proklamasi. Wartawan-wartawan pergerakan pun tetap melakukan pekerjaan sama melancarkan pemberitaan & penerangan mendukung proklamasi.
Surat kabar pertama setelah kemerdekaan terbit di Jakarta yakni Berita Indonesia (6 September 1945), dgn susunan penyelenggara Suraedi Tahsin, Sidi Mohammad Sjaaf, Rusdi Amran, Suardi Tasri,f & Anas Ma’ruf. Surat kabar selanjutnya yg terbit ialah surat kabar Merdekayang terbit pada tanggal 1 Oktober 1945 dipimpin oleh BM Diah & Koran Rakyat yg dipimpin oleh Syamsuddin Sutan Makmur & Rinto Alwi.

Di Aceh, Ali Hasjmy, Abdullah Atif, & Amelz mempublikasikan Semangat Merdeka (18 Oktober 1945). Di Medan surat kabar Pewarta Deli kembali terbit. Di Medan terbit koran Kita Sumatra Simbun pimpinan Adinegoro, di Padang terbit Padang Nippo, di Palembang terbit Palembang Shimbun, di Kota Tanjung Karang terbit Lampung Shimbun, di Ambon terbit Sinar Matahari. Di Medan terbit Mimbar Oemoem dgn redakturnya Abdul Wahab Siregar, Mohammad Saleh Umar & M Yunan Nasution (November 1945). Di Medan terbit pula Sinar Deli, Buru, & Islam Berjuang. Di Padang terbit Pedoman Kita dipimpin Jusuf Djawab & Decha, serta Kedaulatan Rakyat dipimpin Adinegoro dibantu Anwar Luthan,T. Syahril, Zuwir Djamal, Zubir Salam, Syamsuddin Lubis, Darwis Abbas, Maisir Thaib, & sebagainya. Di Palembang terbit Soematera Baroe dipimpin Nungcik Ar. Di Bandung terbit surat kabar Tjahaya (kemudian berganti nama Soeara Merdeka) dgn susunan redaksi antara lain Burhanuddin Ananda, Muhammad Kurdi, Rohdi Partaatmadja, Djamal Ali, Ace Bastaman, Hiswara Dharmaputra, & Darmosoegito. Di Jogjakarta terbit Kedaulatan Rakyat. Di Surabaya terbit Soera Asia dgn redaksinya R. Toekoel Surohadinoto & RM Azis.
Surat kabar Soeara Asia & Tjahaya merupakan koran yg memberitakan isu proklamasi pada edisi 18 Agustus 1945. Atas prakarsa Abdul Azis & Sulaeman Hadi, di Makassar terbit surat kabar Soeara Indonesia pimpinan Manai Sophiaan, di Manado terbit Menara (Desember 1945) pimpinan GE Daulay. Di Ternate, Arnold Monohutu menerbitkan mingguan Menara Merdeka (Oktober 1945) dibantu Hasan Bissri. Di samping itu, pemerintah Indonesia pula menerbitkan koran seperti Soeloeh Merdeka di Medan (Oktober 1945).

3. Pers Pada Masa Kemerdekaan

a. Pada Masa Revolusi Fisik

Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, pers Indonesia berperan selaku corong pemerintah Republik, yaitu pers yg mendukung usaha & melawan taktik pecah-belah Belanda. Jurnalisme politik berkembang lagi, begitu pula organisasi wartawan. Kesatuan Wartawan Indonesia (PWI) lahir pada tangal 9 Februari 1946. Selanjutnya, disusul dgn hadirnya serikat perusahaan surat kabar (kini penerbit) pada tanggal 8 Juni 1946.
Pada di saat itu, pers terbagi menjadi dua golongan berikut ini.
  1. Pers yg dimunculkan & didanai oleh tentara pendudukan Sekutu & Belanda yg selanjutnya dinamakan pers Nica (Belanda).
  2. Pers yg dimunculkan & didanai oleh orang-orang Indonesia yg disebut pers republik.
Kedua kelompok pers tersebut sungguh bertolak belakang. Pers Republik disuarakan oleh kaum pejuang kemerdekaan yg mengangkutinfo-isu atau gesekan pena-tulisan semangat menjaga kemerdekaan & menentang usaha pendudukan Belanda-Sekutu. Pers Republik ini nyata-nyata berfungsi selaku alat usaha. Sebaliknya, pers Nica berusaha memengaruhi & melaksanakan propaganda pada rakyat Indonesia supaya mampu mendapatkan kembali kedatangan Belanda untuk berkuasa (menjajah) kembali di Indonesia.
Beberapa contoh koran republik yg timbul pada masa itu antara lain harian Merdeka, Sumber, Pemandangan, Kedaulatan Rakyat, Nasional & Pedoman. Jawatan penerangan Belanda menerbilkan pers Nica, antara lain Warta Indonesia di Jakarta, Persatuan di Bandung. Suluh Rakyat di Semarang, Pelita Rakyat di Surabaya, & Mustika di Medan. Pada masa revolusi fisik inilah Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) & serikat pebisnis surat kabar (SPS) lahir. Kedua organisasi ini mempunyai kedudukan penting dlm sejarah pers Indonesia.

b. Pers pada Masa Demokrasi Liberal

Masa demokrasi liberal terjadi pada tahun 1950 sampai dgn tahun 1959. Pada waktu itu, Indone-sia menganut tata cara parlementer yg berpaham liberal. Pers nasional dikala itu mengikuti keadaan dgn alam li-beral yg sungguh menikmati adanya keleluasaan pers. Pada lazimnya , pers nasional mewakili aliran politik (ideologi) yg saling berlawanan. Fungsi pers dlm masa pergerakan & revolusi selaku alat usaha rakyat & bangsa dlm mencapai kemerdekaan sudah berkembang menjadi pers selaku usaha kelompok- kelompok partai atau aliran politik (ideologi). Artinya, tiap surat kabar memosisikan diri bermitra dgn partai politik tertentu.

Dengan berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS 1950) semenjak tanggal 17 Agustus 1950, Indonesia memasuki era demokrasi liberal yg diwarnai dgn keleluasaan pers. Saat itu, keleluasaan pers betul-betul berperan dlm pembentukan pranata sosial. Akan tetapi, pers tersebut lemah dlm permodalan.
Kebebasan pers disalahgunakan & dimanfaatkan untuk kepentingan sekelompok orang atau golongan tertentu yg tak bertanggung jawab, mirip kepentingan-kepentingan politik simpel. Misalnya PSI memiliki surat kabar Pedoman, NU mempunyai surat kabar Duta Masyarakat, PKI memiliki surat kabar Harian Rakyat, PNI memiliki surat kabar Soeloeh Ra’jat Indonesia, & Masyumi mempunyai surat kabar Abadi. Bahkan, pada tahun 1957 jumlah surat kabar menjangkau jumalh 120 buah.
Kehidupan pers liberal yg meningkat pada masa itu tak menyerupai kehidupan pers yg ada di negara-negara liberal. Pers di negara liberal merupakan akumulasi modal dr perusahaan pers sehingga pers nasional tak berkembang. Hal ini karena bangsa Indonesia bekas penjajahan Jepang & Belanda, yg tak mempunyai golongan menengah yg cukup.
Masa partai politik merupakan konsumen tertinggi pada waktu itu. Koran umum yg terbit, antara lain Merdeka & Indonesia Raya. Sementara itu terjadi 300 lebih masalah pemberangusan pers oleh pemerintah tahun 1957. Misalnya, penahanan terhadap wartawan, interograsi, peringatan, & penyitaan percetakan yg mengacu pada undang-undang ciptaan Belanda. Puncaknya, Kodam V Jakarta Raya memberlakukan ketentuan surat ijin terbit (SIT) tanggal 1 Oktober 1957 yg mengawali era kematian pers Indonesia.

c. Pers pada Masa Demokrasi Terpimpin

Masa demokrasi terpimpin yakni masa kepemimpinan Presiden Sukarno (1959-1965). Masa ini berawal dr keluarnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 untuk menuntaskan masa demokrasi liberal yg dianggap tak sesuai dgn kepribadian bangsa. Sejak itu mulailah masa demokrasi terpimpin dgn mendasarkan kembali pada UUD 1945.
Sejalan dgn demokrasi terpimpin, pers nasional menganut desain sewenang-wenang. Pada dikala itu, pers nasional merupakan terompet penguasa & bertugas mengagung-agungkan pribadi presiden serta mengindoktrinasikan kebijakan pemerintah (manipol-USDEK). Pers bertugas menggerakkan agresi-aksi massa yg revolusioner dgn jalan memperlihatkan penerangan serta membangkitkan jiwa & kehendak massa semoga mendukung pelaksanaan manipol & ketetapan pemerintah yang lain.
Pada masa demokrasi terpimpin, pers selaku alat revolusi lewat Ketetapan MPRS Nomor 11 Tahun 1960 perihal Penerangan Massa. Melalui Peraturan Penguasa Perang Tertinggi Nomor 10/1960, SIT diberlakukan dengan-cara terbatas & ketat. Penerbit yg sudah ada diwajibkan mengajukan permohonan SIT lagi. Beberapa ketentuan yg diberlakukan, di antaranya, selaku berikut.
  1. Pers berbahasa Cina dihentikan.
  2. Diarahkan pada pemulihan berlakunya Undang-Undang Dasar 1945.
  3. Pers digiring menjadi atat perjuangan politik ideologi.
  4. Pers diharuskan menjadi alat atau kepanjangan pemerintah dlm menemani perjuangan revolusi yg belum selesai.
  5. Mengeluarkan peraturan untuk lebih mengetatkan pengawasan terhadap pers dgn kewajiban seluruh penerbitan pers supaya mengajukan permohonan Surat Izin Terbit (SIT) dgn mencantumkan 19 pernyataan mendukung Manipol-Usdek.
  Di Bawah Ini Beberapa Argumentasi Agama Islam Masuk Ke Indonesia Pada Periode Ke-13, Kecuali…

Akibat peraturan tersebut, banyak institusi yg menentukan tutup, seperti harian Abadi yg antikomunis, Pedoman Nusantara, Keng-Po, atau Pos Indonesia. Jumlah surat kabar cuma sekitar 60 buah. Redaktur Indonesia Raya tahun 1956-1961, kantor isu Antara, organisasi PWI, & SPS (Serikat Perusahaan Surat kabar) dikuasai komunis. Pers yg semula bebas/liberalis berubah menjadi alat propaganda politik. Aktivis pers mirip B.M. Diah, Adam Malik, Wonohito mencetuskan manifesto kerbudayaan & tubuh penunjang Soekarnoisme yg anti-PKI dgn mendirikan majalah Merdeka, tetapi kemudian ditutup (dibredel).

d. Pers pada Masa Orde Baru

Masa Orde Baru yakni masa kepemimpinan Presiden Suharto (1966-1998). Pemerintahan Orde Baru berawal dr keberhasilannya menggagalkan G-30- S/PKI yg bertujuan membentuk negara Indonesia yg komunis. Sejak dikala itu, Orde Baru bertekad kembali terhadap-Pancasila & Undang-Undang Dasar 1945 dengan-cara murni & konsekuen. Orde Baru merealisasikan cita-cita bangsa dgn melaksanakan pembangunan di segala bidang. Orde Baru disebut pula selaku Orde Pembangunan.
Pada masa permulaan Orde Baru (tahun 1964), pers sempat menikmati kebebasannya. Saat itu sempat timbul beberapa surat kabar harian yg diterbitkan para mahasiswa, antara lain surat kabar harian KAMI, API, atau Trisakti. Dengan keluarnya UU No. 11/1966, sudah menaruh kembali sendi- sendi kelembagaan pers nasional selaku pranata sosial yg melembaga di bawah ideologi Pancasila & Undang-Undang Dasar 1945. Berdasarkan Ketetapan MPRS Nomor 32 tanggal 12 Desember 1966, pers menemukan angin segar dr pemerintah, di antaranya, selaku berikut.
  1. Pasal 4 : Pers nasional tak dikenakan sensor & pembredelan.
  2. Pasal 5 : Kebebasan pers sesuai dgn hak asasi warga negara & dijamin.
  3. Pasal 8 (2) : Pendirian surat kabar tak perlu SIT dr pemerintah, cuma saja keleluasaan pers berlaku hingga 15 Januari 1975.
Pers senantiasa mencerminkan situasi & kondisi masyarakatnya. Pers nasional di masa Orde Baru berkembang & berkembang menjadi salah satu unsur penggerak pembangunan. Pemerintah Orde Baru sungguh mengharapkan pers nasional sebagai kawan dlm rangka menggalakkan pembangunan selaku jalan memperbaiki taraf hidup rakyat.
Setelah masa-masa permulaan orde gres terlewati, kemudian terjadi berbagai tekanan-tekanan terhadap Pers. Bahkan, harian Abadi, Indonesia Raya, Pedoman, Pemuda Indonesia dibredel oleh pemerintah Orde Baru untuk tidak boleh terbit selamanya. Pers mahasiswa pula tak luput dibredel sesudah penerapan NKK/BKK (Normalisasi Kegiatan Kampus/Badan Koordinasi Kampus). Kebijakan Orde Baru membungkam Pers nasional intinya dipicu oleh peristiwa Malari (Malapetaka 1 Januari) I & II di Jakarta (tahun 1974/1976), & tak luput pula di wilayah kampus lainnya, menyerupai Gelora Mahasiswa UGM, almamater IPB, Media IT, Kampus ITB, & Salemba UI.
Saat itu, pers menjadi media vital dlm mengomunikasikan pembangunan. Oleh karenanya, pers yg mengkritik pembangunan akan mendapat tekanan & intimidasi. Pada mulanya, Orde Baru bersikap terbuka & mendukung pers. Namun, dlm perjalanan berikutnya mulai menekan keleluasaan pers. Pers yg tak sejalan dgn kepentingan pemerintah atau terlalu berani mengkritik pemerintah dibredel atau dicabut Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers (SIUUP).

Perumusan rancangan pers Pancasila mulai dilaksanakan tanggal 7-8 Desember 1984 di Solo. Selanjutnya, timbul perumpamaan “pers bebas yg bertanggung jawab”. Namun demikian, pers tetap sering dibredel dgn alasan meresahkan penduduk & menyinggung sara (suku, agama, ras, & antargolongan), mirip Prioritas (1987), Monitor (1990), Tempo, Editor, De-Tik (1994), & Simponi (1994).
Melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982, Perhimpunan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) dimasukkan dlm keluarga besar pers Indonesia bareng PWI, SGP, & SPS. Tatkala Peraturan Menteri Penerangan No. 10 Tahun 1984 diberlakukan, semenjak itulah keluar aturan ihwal SIUP. Terjadilah persaingan ketat pers dengan-cara bisnis. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1994 membuka peluang modal ajaib masuk pers. Pers mulai terjebak antara idealisme politik & pragmatisme ekonomi.
Kesimpulannya, pada era Orde Baru, pers diperlakukan selaku berikut.
  1. Pengamalan Pancasila di bidang jurnalistik menjadi jantung kelembagaan pers, manifestasi peranan, peran, & kewajiban pers selaku lembaga.
  2. Dibentuknya Departemen Penerangan selaku alat kendali terhadap pers.
  3. Diharuskannya penerbitan pers dgn SIUPP yg diberikan oleh Departemen Penerangan.
  4. Meletakkan sendi-sendi kelembagaan pers nasional sebagai pranata sosial yg melembaga di bawah ideologi Pancasila & UUD 1945 dgn keluarnya UU No. 11 Tahun 1966 perihal Pers.

e. Pers pada Masa Reformasi (Pasca Orde Baru)

Reformasi tahun 1998 menjinjing pergantian sangat besar & cukup fundamental. Seluruh komponen bangsa bergerak & bergejolak layaknya sebuah revolusi yg sudah diberi format & saluran reformasi. Ketegangan & kerusuhan terjadi di mana-mana. Konflik horizontal & vertikal pun pecah, baik yg terjadi dengan-cara spontan ataupun yg dimobilisasi.

Reformasi tahun 1998 sungguh menyentuh sendi & tata nilai kehidupan masyarakat bangsa & negara. Perangkat-perangkatnya pula ikut disentuh, dirombak, diubah, & direposisikan kembali sehingga betul-betul bersosok demokrasi. Partai-partai berdiri & pers bebas sudah tak lagi memerlukan izin terbit. Pemilu yg demokratis diselenggarakan pemerintahan gres dgn menentukan presiden & wakil presiden dengan-cara pribadi oleh rakyat.

Pemerintahan masa Presiden B.J. Habibie mempunyai andil besar dlm melepaskan keleluasaan pers, walaupun merugikan posisinya dlm penyeleksian presiden. Urusan izin terbit dipermudah & diperlancar oleh UU Pers Nomor 40 Tahun 1999. Berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 1999, pers nasional melaksanakan peranan berikut ini.
  1. Memenuhi hak penduduk untuk mengetahui & memperoleh keterangan
  2. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi aturan, & hak asasi manusia. serta menghormati kebinekaan;
  3. Mengembangkan pertimbangan biasa menurut keterangan yg sempurna, akurat, & benar;
  4. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, & usulan terhadap hal-hal yg berhubungan dgn kepentingan lazim;
  5. Menperjuangkan keadilan & kebenaran.
Pers nasional mempunyai fungsi & peran selaku media keterangan, pendidikan, hiburan, & kendali sosial. Di samping fungsi-fungsi tersebut, pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi. Pers nasional wajib mewartakan peristiwa serta opini dgn tetap menghormati norma-norma agama & rasa kesusilaan penduduk serta asas praduga tak bersalah.
Kini, pers di dlm penduduk yg sedang menuju demokratisasi yg seutuhnya berupaya mencari kejelasan wacana kebijakan yg paling baik dr setiap permasalahan. Pers selaku media penyaluran aspirasi, usulan pertimbangan , reformasi, atau penilaian sari suatu keterangan kebijakan pemerintah. Jadi, penduduk pun tak boleh bersikap acuh. Dari setiap pergantian & perkembangan, pers Indonesia mempunyai karakteristik tersendiri. Berita yg disampaikan tak cuma sekadar kriminal, seks, sensasi, & insiden besar yang lain yg termasuk spotnews, melainkan lebih menonjol mengenai isu atau analisis di bidang kehidupan sosial, politik, ekonomi, & budaya. Dalam euforia kebebasan pers ini, bisa dimungkinkan ada pemberitaan yg kebablasan. Namun, masyarakat makin kritis menghadapi pers. Pers yg tak bermutu & berbobot akan gampang ditinggalkan oleh pembacanya.
Kesimpulannya, kondisi pada masa reformasi yg kuat terhadap perkembangan pers di Indonesia yaitu selaku berikut.
  1. Pers meningkat sebagai pengawal jalannya reformasi.
  2. Dicabutnya surat izin usaha penerbitan pers (SIUPP).
  3. Lahirnya undang-undang pers yg gres, yakni UU No. 40 Tahun 1999.
  4. Dibubarkannya Departemen Penerangan pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid.

C. Fungsi & Peran Pers dlm Masyarakat Demokratis

Pada era demokrasi remaja ini, pers menjadi salah satu ekspresi kedaulatan rakyat serta unsur komunikasi & pengawasan rakyat dlm kehidupan bermasyarakat, berbangsa & bernegara. Terbentuknya penduduk yg demokratis dlm suatu negara tak bisa dipisahkan dr fungsi pers yg ada di negara tersebut. Pers mempunyai fungsi penting bagi kemajuan suatu negara menuju kehidupan berbangsa & bernegara dengan-cara demokratis.
Oleh alasannya itu, kemerdekaan pers sungguh diperlukan guna bikin keleluasaan mengeluarkan pikiran & usulan sesuai dgn hati nurani. Begitu pula dgn kebebasan keadilan serta kebenaran & usaha untuk meningkatkan kecerdasan & meningkatkan pengetahuan, sebagaimana tercantum pada Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945.

1. Fungsi Pers

Kemerdekaan pers merupakan bentuk dr kedaulatan rakyat. Kemerdekaan pers harus mendasarkan diri pada prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, & supremasi aturan. Dengan memakai prinsip-prinsip itulah beberapa fungsi pers dirumuskan dlm Undang-Undang Nomor 40/ 1999 sebagai berikut.

a. Fungsi selaku Media Informasi

Masyarakat menikmati pers alasannya yaitu mereka membutuhkan keterangan mengenai aneka macam hal yg dikehendaki dlm hidupnya, baik keterangan politik, ekonomi (bisnis), kegemaran, life skill, atau bidang-bidang yang lain yg berfaedah bagi kebutuhan hidupnya. Saat ini dunia pers Indonesia tengah berada dlm optimisme untuk merealisasikan masa depan keleluasaan pers yg pula bermakna masa depan demokrasi Indonesia. Indonesia tengah menjalankan politik keterbukaan dlm kehidupan berbangsa & bernegara. Oleh karena itu, pers harus mendukung dgn performa yg lebih profesional dlm mengungkap fakta dengan-cara transparan, objektif, & langsuug. Pers dgn masyarakat saling memerlukan. Pers memerlukan pertolongan dr masyarakat karena tanpa pinjaman itu pers tak bisa berlangsung dgn tanpa kendala. Sebaliknya. penduduk tanpa pers akan ketinggalan keterangan atau info yg sedang berkembang. Contohnya, penduduk bersedia berlangganan atau membeli surat kabar lantaran memerlukan aneka macam inforrnasi.

Media menjadi fasilitas keterangan dlm kelompok masyarakat. Media menyebarluaskan berbagai peristiwa, kejadian, & langkah-langkah dr warga atau kelompok masyarakat sehingga mampu dimengerti penduduk lain. Dalam hal ini, media sebagai fasilitas komunikasi dr media itu sendiri pada penduduk . Fungsi memberi informasi berhubungan dgn kemampuan media massa yg mempunyai kecepatan & jangkauan amat luas dlm menyebarluaskan keterangan pada publik. Dengan pertumbuhan teknologi informasi & komunikasi, tentu Anda tak perlu mendatangi sendiri kejadian atau peristiwa yg sedang berjalan.

b. Fungsi Pers selaku Media Pendidikan

Pers pula bisa berfungsi selaku media pendidikan (mass education). Pers mampu mengangkutketerangan-keterangan yg berguna dlm pengembangan wawasan & ilmu pengetahuan hidup insan. Dengan adanya pers, rakyat menjadi makin pandai karena bertambah wawasan pengetahuannya. Pers bisa memberikan pendidikan, pengetahuan pengetahuan, & mencerdaskan penduduk . Masyarakat
yg dengan-cara teratur mencari & memperoleh isu dr pers akan makin luas ilmunya, wawasannya, & pengetahuannya. Misalnya, seorang warga bisa ber- tanamjambu air denganhasil menguntungkan karena membaca suatu majalah atau tabloid perihal per- tanian.

c. Fungsi Pers sebagai Media Hiburan

Informasi yg disuguhkan oleh pers kadangkala bersifat hiburan, baik melalui media cetak ataupun media elektronik. Hal ini sesungguhnya bukan cuma sekadar mengimbangi isu-info yg berat, tetapi kebutuhan hiburan merupakan keperluan dasar manusia yg harus dipenuhi. Informasi hiburan dlm media cetak, misalnya kisah bergambar, cerita pendek, karikatur, teka- teki silang, & keterangan hiburan yg diselenggarakan oleh media elektronik maupun tempat-tempat hiburan yg tersedia.

d. Fungsi Pers selaku Media Kontrol Sosial

Pers mesti bisa melaksanakan kendali sosial untuk menangkal terjadinya penyalahgunaan kekuasaan, baik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) maupun penyelewengan & penyimpangan yang lain dlm kehidupan bermasyarakat, berbangsa, & bernegara. Kehadiran kendali sosial dr pers untuk memperbaiki kondisi melalui media massa. Kontrol sosial yg dilakukan oleh pers merupakan hal yg sungguh penting.

Fungsi kendali sosial terkandung dlm makna demokratis yg di dalamnya terdapat unsur-unsur sebagai berikut.

  1. Social participation (keikutsertaan rakyat dlm pemerintahan).
  2. Social responsibility (pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyat).
  3. Social support (pertolongan rakyat terhadap pemerintah).
  4. Social kendali (kendali masyarakat terhadap tindakan-tindakan pemerintah).

Fungsi kendali sosial pers bisa dinyatakan sebagai sikap pers dlm melaksanakan fungsinya yg diarahkan terhadap individual atau kelompok. Tujuannya untuk memperbaiki kondisi lewat tabrakan pena-goresan pena yg dimuat, baik dengan-cara pribadi atau tak pribadi, mengkritik aparatur pemerintahatau lembaga- lembaga masyarakat yg terkait sesuai dgn aturan hukum yg berlaku.

Pelaksanaan fungsi kendali sosial pers mempunyai banyak tujuan, antara lain, selaku berikut.

  1. Mewujudkan penyusunan rencana negara, baik perencanaan politik, ekonomi, sosial, maupun budaya, yg sesuai dgn keperluan-keperluan & kepentingan- kepentingan penduduk & bangsa.
  2. Melakukan koreksi-koreksi terhadap pemerintah dlm menempatkan pejabat-pejabat menurut aspirasi rakyat & kualitasnya, baik pendidikan maupun pengalamannya, dlm rangka merealisasikan clean government (pemerintahan yg bersih).
  3. Mengetahui kekuasaan legislatif merupakan penggalan kekuasaan dr kedaulatan rakyat yg dijalankan oleh badan perwakilan publik atau badan perwakilan rakyat yg berbentukundang-undang selaku aspirasi rakyat.
  4. Menjaga supaya undang-undang yg sudah dibuat oleh wakil-wakil rakyat dijalankan sebaik-baiknya oleh semua pihak.
  5. Mewujudkan manajemen negara mudah-mudahan berjalan sesuai ketentuan-ketentuan yg berlaku & berorientasi pada kepentingan-kepentingan rakyat, baik kepentingan politik, sosial, ekonomi, budaya, hankam, maupun agama.
  6. Melakukan kendali dengan-cara organisatoris di dlm administrasi negara yg demokratis atau pemerintahan yg menurut kedaulatan rakyat merupakan potongan integral dr kedaulatan itu sendiri.
  7. Menjaga jalannya pemerintahan mudah-mudahan sesuai dgn Undang-Undang Dasar, UU, serta kehendak seluruh lapisan penduduk & bangsa.
  8. Menjaga pegawapemerintah pemerintah dlm menjalankan peran-tugasnya dgn baik & mengabdi pada rakyat.
  9. Melindungi hak-hak asasi insan dr tindakan-tindakan yg dilakukan sewenang-wenang oleh siapa pun.
  10. Menjaga penggunaan budget negara sesuai dgn sasaran yg sudah ditetapkan sehingga bisa terwujud maksudnya.
  11. Melindungi kepentingan-kepentingan masyarakat, baik kepentingan politik, sosial, ekonomi, maupun budaya.
  12. Melakukan tindakan-tindakan yg bersifat korektif yg berupa keterangan atau pernyataan-pernyataan yg menolong pemerintah terhadap orang- orang yg akan menjabat atau menempati suatu posisi di dlm badan- tubuh manajemen negara yg bertalian dgn mutu pribadi, baik dr sudut etika maupun loyalitas terhadap ideologi.
  13. Mendukung pemerintahan dlm rangka menjalankan open management atau pengelolaan pemerintahan dengan-cara terbuka, yaitu terwujudnya social participation (keikutsertaan atau partisipasi penduduk terhadap pemerintah) & terbentuknya responsibility of government, baik pertanggungjawaban politik, sosial, budaya, hankam, maupun tegaknya pertolongan dr penduduk (social support) yg sehat.
  14. Membantu tegaknya rule of law atau pemerintahan berdasarkan aturan, yakni tegaknya supremacy of law (aturan tertinggi) equality before the law, serta tegaknya protection of human right.
  15. Mengoreksi keputusan-keputusan yg dibikin badan yudikatif, baik keputusan tingkat tinggi maupun tingkat menengah biar keputusan- keputusan yg diambil oleh tubuh yudikatif itu berpihak pada rasa keadilan itu sendiri, bukan pada pihak-pihak lain.
  16. Mendukung pemerintahan yg demokratis sehingga tak mengarah pada tiranisme & nepotisme.
  17. Melakukan kontrol sosial terhadap tindakan-langkah-langkah yg dilakukan tubuh administrasi negara.
  18. Mewujudkan pemerintahan yg higienis & stabil sehingga mendapat pertolongan rakyat.
  19. Melakukan kontrol sosial biar mampu menolong terselenggaranya pelaksanaan pekerjaan yg sehat dr abdi negara.
  20. Mewujudkan terciptanya kemakmuran masyarakat dengan-cara keseluruhan, baik material maupun spiritual.
Secara prinsip, fungsi pers selaku fasilitas kendali sosial merupakan fungsi paling elementer dlm tata cara pemerintahan demokratis. Tatanan kehidupan sosial yg demokratis nustahil dapat dicapai tanpa adanya kendali dr masyarakat. Makara, eksistensi pers dlm penduduk sungguh bergantung pada pelaksanaan fungsi kontrol sosial tersebut. Untuk dapat melaksanakan fungsi kontrol sosial, pers mesti mampu menerjemahkan & meneruskan aspirasi serta kepentingan rakyat melalui pemberitaan & pembentukan dewan pers.

e. Fungsi Pers sebagai Media Komunikasi

Pemerintah sungguh memerlukan pertolongan & kepatuhan warga negaranya guna melaksanakan agenda-jadwal & kebijakan negara. Warga negara pula mengharapkan negara memberi jaminan proteksi aturan, keamanan & keterangan, serta kebijakan yg berfaedah luas. Masyarakat ingin mengetahui acara & kebijakan pemerintah yg telah, sedang, & akan dilaksanakan. Demikian pula pemerintah menginginkan penduduk mengetahui aneka macam kegiatan acara yg dilakukan sehingga mendapat kesepakatan & dukungan.

Pers menjadi fasilitas bagi antarpihak untuk melaksanakan hubungan, menjalin komunikasi, memperoleh keperluan informasi, & media untuk mengekspresikan diri, baik dengan-cara verbal, tertulis maupun dengan-cara visual. Pers atau media massa berguna & dibutuhkan oleh penduduk & pemerintah selaku penyelenggara negara. Pers dlm kehidupan penduduk yg demokratis mempunyai peranan penting. Dengan adanya pers, penduduk mampu mengetahui dgn cepat & gampang suatu keterangan atau isu penting yg sedang berkembang.

Makin berkembangnya ilmu pengetahuan & teknologi, makin luas pula hubungan masyarakat & wilayah jangkauannya serta beragamnya problem. Oleh lantaran itu, pers kian penting selaku saluran komunikasi. Saluran komunikasi antara pemerintah & masyarakat tersebut dapat dijalankan lewat kiprah media massa untuk menghubungkan antara keduanya. Bahkan, antaranggota masyarakat pun dapat saling berkomunikasi & memperoleh keterangan dengan-cara cepat & efektif.

Media massa mampu menjadi media komunikasi dua arah, yakni dr penduduk ke negara & dr negara ke penduduk . Misalnya liputan televisi ihwal pemerintah DKI Jakarta yg akan melakukan razia kartu tanda penduduk & informasi adanya sekelompok nelayan yg ingin mendapatkan kredit rumah. Penyebarluasan informasi tersebut akan makin pesat dgn adanya aneka macam media massa.

f. Fungsi Pers selaku Lembaga Ekonomi

Saat ini, pers tak hanya sekadar media infomasi. Namun, sudah merupakan lembaga ekonomi. Artinya, pers berkembang menjadi industri media yg bisa memperoleh & menyerap lapangan kerja yg cukup signifikan serta menghadirkan keuntungan yg sungguh mencukupi. Oleh karenanya, tumbuhnya investasi dlm bidang ini cukup menjanjikan. Contohnya, Media Group dgn Metro TV & Media Indonesia-nya, serta Kompas Group dgn Gramedia. UU Pers No. 40/1999 menyebutkan bahwa pers yakni lembaga sosial & wahana komunikasi massa yg melaksanakan kegiatan jurnalistik. Hal itu meliputi penelusuran/cara memperoleh, mempunyai, menyimpan, mengolah, & memberikan keterangan, baik dengan-cara goresan pena, bunyi, gambar, bunyi & gambar, serta data demografik dgn menggunakan alat bantu/media cetak, elektronik, atau saluran lain yg tersedia.

Selain itu, pers selaku lembaga ekonomi menyediakan jasa sosial untuk kepentingan masyarakat yg membutuhkan dgn tujuan memperoleh gunjingan positif & nilai jual atas acara-program kerjanya. Misalnya, meliputi aktivitas bakti sosial, agenda open house, atau kegiatan, yang lain. Ditambah lagi bidang pemasaran kolom advertising, kolom postingan, atau kolom isu yang lain.

Dalam perkembangannya, pers dituntut untuk terus-menerus memperbaiki diri. Hal itu mempunyai arti perbaikan pada sumber daya manusia & perangkat keras, yg kesemuanya memerlukan ongkos. Biaya itu diperoleh dr hasil penjualan surat kabar, baik langganan & eceran maupun pemasaran ruangan untuk iklan. Karena pertumbuhan ekonomi di mana-mana & sepanjang sejarahnya cenderung naik, berarti naik pula komponen-komponen ongkos produksinya.

Berdasarkan kegiatan jurnalistik, suatu perusahaan yg bergerak di bidang pers mempunyai bahan baku keterangan yg dimasak sehingga menciptakan produk gosip. Berita tersebut digemari oleh penduduk dgn nilai jual yg tinggi. Semakin berkualitas nilai beritanya, makin tinggi nilai jualnya. Tanpa terlepas dr tindakan ekonomi bahwa suatu perusahaan yg bergerak di bidang pers mampu memanfaatkan kondisi di sekitarnya selaku nilai jual, pers selaku lembaga ekonomi mampu memperoleh laba optimal dr hasil produksinya. Misalnya, gelombang tsunami di Aceh ialah peristiwa alam yg tak dapat diperkirakan kejadiannya.

Surat kabar yg hidup dr penghasilannya sendiri, akan dapat menjalankan tanggung jawabnya dengan-cara ideal & memelihara kebebasan yg diperlukan untuk melaksanakan tanggung jawab dengan-cara mencukupi. Namun, bukan berarti pers diperlakukan & diatur semata-mata sebagai bisnis atau selaku perusahaan. Untuk mencari laba yg diusahakan merupakan sisi bisnis dr pers yg tunduk pada faktor idealnya. Aspek bisnis, tergolong faktor industrinya, dikembangkandalambentukpercetakandankinijuga komputerisasi dgn tujuanuntuk menunjang faktor idealnya. Dari sisi prinsip per-kembangannya, pers selaku bisnis tak perlu dgn sendirinya mengubah tujuan pers itu.

g. Fungsi Pers selaku Media Investigasi

Pers menjadi sarana untuk mengungkap permasalahan-problem publik dengan-cara luas, seperti kebijakan pejabat, masalah pembangunan, agenda, & usaha- usaha pemerintah pada penduduk . Informasi yg sebelumnya tertutup & terbatas di kalangan pemerintahan mampu menjadi terbuka & dipahami penduduk . Pers mampu melaksanakan laporan & penyidikan dengan-cara mendalam terhadap masalah publik yg sebelumnya tak dimengerti masyarakat menjadi dikenali penduduk . Misalnya, menurunkan pemeriksaan keterangan kasus korupsi di suatu departemen.

Fungsi pemeriksaan & informasi media massa diharapkan untuk mengurangi kecenderungan setiap pemerintah untuk merahasiakan banyak sekali hal. Pemerintah yg bertanggung jawab yakni pemerintah yg bersedia memberitahu rakyatnya mengenai kebijakan yg diambil atau pemerintah dianggap bertanggung jawab kalau warganya mengetahui kebijakan yg pemerintah kerjakan.

Selain itu warga negara mempunyai fasilitas yg independen untuk mendapatkan & menilai kebijakan resmi yg dikeluarkan. Dalam hal ini, media massa mempunyai kiprah untuk memperlihatkan informasi mengenai kebijakan & kepentingan publik. sedangkan penduduk luas berhak untuk mendapatkan keterangan itu.

h. Fungsi Pers selaku Media Program Sosialisasi & Kebijakan Publik dr Pemerintah pada Rakyat

Melalui perantaraan pers, program, keputusan, kebijakan & peraturan- peraturan gres dr pemerintah semakin cepat hingga pada penduduk . Seorang menteri yg mengeluarkan kebijakan baru mampu melaksanakan konferensi pers dgn memanggil para reporter & wartawan. Media mampu dijadikan fasilitas untuk membuka dilema-duduk perkara publik yg semestinya dimengerti oleh masyarakat. Dengan adanya keterbukaan, sungguh mendukung untuk menetralisir ketertutupan informasi. Berbagai pro-gram & kebijakan pemerintah sesungguhnya merupakan urusan publik yg tak boleh ditutup- tutupi pada penduduk . Melalui media massa, permasalahan-urusan publik tersebut dapat dimengerti dengan-cara luas. Media pula mampu melaksanakan penyidikan & laporan mendalam suatu duduk perkara publik yg sebelumnya tak dimengerti masyarakat.

Media dapat berperan menyampaikan kebijakan, program, & peraturan- peraturan negara dengan-cara cepat & luas pada masyarakat. Selain itu, pemerintah pula menggunakan media untuk menyosialisasikan program & kebijakannya. Media pula menjadi corong pemerintah, yakni selaku alat pemerintah untuk mensugesti & mengajak warga negara semoga selaku sarana opini & debat publik, media berperan selaku sarana komunikasi dr bawah ke atas atau dr penduduk ke negara. Media pula mampu dijadikan saluran untuk memberikan aspirasi, usulan, kritik, usul, & saran. Media menjadi sarana efektif dlm memuat aneka macam pemikiran penduduk . Berbagai pemikiran penduduk berjumpa di media. Fungsi debat publik dr media massa yaitu menyediakan forum bagi para pemimpin pemerintah, tokoh partai, & pejabat publik lainnya supaya mampu dengan-cara leluasa berdebat, beradu pertimbangan berdiskusi, atau berpolemik mengenai suatu hal dgn media massa. Debat tersebut bisa diakses oleh seluruh penduduk . Selain itu, penduduk pula mempunyai hak berpartisipasi di dlm debat publik. Dengan cara tersebut, permasalahan-persoalan yg bersifat publik menjadi makin terbuka & setiap orang dapat ikut serta di dalamnya.

Media massa pula menjadi sarana komunikasi dr atas ke bawah. Artinya, selaku saluran pemerintah, media berfungsi memberi-tahukan pada warga negara mengenai segala hal yg dijalankan oleh pemerintah. Pada masa sekarang, walaupun tak diperintahkan untuk memberitahukan kebijakan pemerintah, media massa akan tetap melaksanakan kiprahnya tersebut.

2. Peran Pers

Pers merupakan lembaga infrastruktur politik di negara Indonesia. Pers berada di penduduk serta mempunyai kiprah & fungsi bagi penduduk & negara. Pers mempunyai kedudukan penting dlm penduduk & kehidupan bernegara. Dalam negara demokrasi, pers dianggap sebagai pilar demokrasi yg keempat sehabis lembaga direktur, legislatif, & kekuasaan yudikatif.

Media massa yakni salah satu pilar dr demokrasi. Kebebasan berekspresi & berinformasi merupakan dasar penting dlm metode demokrasi. Pers adalah suatu media massa, baik elektronik maupun nonelektronik untuk memberikan keterangan atau gunjingan pada penduduk .

Karena pentingnya dlm kehidupan negara demokrasi, pers mempunyai peranan selaku berikut.

a. Saluran Informasi pada Masyarakat

Pers berperan untuk mencari & membuatkan isu dengan-cara cepat & luas pada masyarakat. Pers menjadi fasilitas keterangan antarkelompok penduduk . Dalam hal ini, pers selaku akomodasi komunikasi dr pers itu sendiri pada penduduk & pertukaran informasi antarmasyarakat.

b. Saluran bagi Debat Publik & Opini Publik

Pers berperan selaku sarana komunikasi dr bawah ke atas atau dr penduduk ke negara. Masyarakat luas bisa memberikan bermacam-macam aspirasi, pendapat, kritik, usul, & anjuran lewat pers. Pers menjadi fasilitas efektif dlm menampung berbagai aspirasi rakyat.

Berdasarkan UU No. 40 Tahun 1999 wacana Pokok-Pokok Pers Nasional, pers mempunyai peranan selaku berikut.

  1. Memenuhi hak penduduk untuk mengenali.
  2. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi serta mendorong terwujudnya supremasi aturan, hak asasi insan (HAM), & menghormati kebhinnekaan.
  3. Mengembangkan pertimbangan lazim berdasarkan keterangan yg tepat, akuran, & benar.
  4. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, & usulan terhadap hal-hal yg berafiliasi dgn kepentingan lazim.
  5. Memperjuangkan keadilan & kebenaran.

3. Hak Dan Kewajiban Pers

a. Hak Pers

Dalam menjalankan fungsinya, pers diberikan suatu kemerdekaan yg mesti bisa dipertanggungjawabkan, baik itu pada Tuhan, bangsa, negara, & penduduk . Kemerdekaan pers merupakan wujud kedaulatan rakyat yg menurut prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, & supremasi aturan yg dilaksanakan oleh pengadilan, serta tanggung jawab profesi yg dijabarkan dlm arahan etik jurnalistik serta sesuai dgn hati nurani insan pers. Berikut ini merupakan hak pers nasional.

  1. Kemerdekaan pers dijamin selaku hak asasi warga negara. Maksudnya, pers bebas dr tindakan pencegahan, pelarangan, & atau tekanan semoga hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin.
  2. Pers nasional tak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.
  3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, & memberitakan ilham & keterangan.
  4. Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak tolak.

b. Kewajiban Pers

Selain mempunyai hak, pers pula mempunyai kewajiban dlm memakai haknya. Berikut merupakan kewajiban pers tersebut.

  1. Pers nasional wajib memberitakan peristiwa & opini dgn menghormati norma-norma agama & rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
  2. Pers wajib melayani hak jawab.
  3. Pers wajib melayani hak koreksi.
  4. Menghormati privasi.
  5. Tidak menerima suap.
  6. Tidak mengumbar kekejaman fisik & seksual.

D. Keterkaitan Antara Pers & Jurnalistik

Jika mempelajari perihal pers, pasti Anda tak akan lepas dr obrolan jurnalistik. Apabila Anda ingin memahami perihal pers lebih jauh, tentu mesti mempelajari ihwal jurnalistik. Hal

ini karena pers terkait bersahabat dgn jurnalistik. Selaku media komuni- kasi massa, pers tidak akan memiliki kegunaan kalau semua paparannya jauh dr kaidah-kaidah jurnalistik. Bahkan, bukan pers namanya apabila materi yg disampaikan- nya di luar prinsip-prinsip jurnalistik. Sebaliknya, sebuah karya jurnalistik tidak  akan berkhasiat  bila tanpa disampaikan oleh pers selaku medianya. Kesimpulannya, pers merupakan media khusus yg diharapkan dalammewujudkan danmenyampaikan karya jurnalistik pada publik.

Secara bahasa, jurnalistik berasal dr kata jurnalis. Istilah jurnalis berasal dr kata diurnorius atau diurnarii (bahasa Latin). Artinya, orang yg mencari & mengolah (mengutip & memperbanyak) banyak sekali informasi untuk selanjutnya dijual pada pihak-pihak lain yg memerlukan. Secara singkat, pers yakni wadah penyajian karya jurnalistik berupa keterangan, hiburan, ataupun keterangan & penerangan.

Adapun jurnalistik yakni keahlian dlm merealisasikan keterangan, hiburan, keterangan, atau penerangan dlm bentuk gosip, tajuk, kritik, ulasan, ataupun postingan-postingan yang lain. Pengertian lain dr jurnalistik yaitu seni & keahlian dlm mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun, & menghidangkan informasi wacana insiden yg terjadi dengan-cara indah dlm rangka menyanggupi segala keperluan hati nuraninya. Makara pers & jurnalistik merupakan satu kesatuan (institusi) yg bergerak dlm bidang penyiaran informasi, hiburan, keterangan penerangan dgn maksud untuk menyanggupi keperluan hati nurani selaku makhluk sosial dlm kehidupan sehari-hari.

E. Kode Etik Jurnalistik serta Pers yg Bebas & Bertanggung Jawab

1. Pengertian Kode Etik Jurnalistik

Secara lazim, setiap kelompok profesi selalu memiliki instruksi etik. Kode etik merupakan norma atau asas yg diterima oleh kelompok tertentu selaku pedoman tingkah laris. Kode etik berlainan dgn hukum walaupun keduanya bersifat menertibkan serta menjadi pedoman dlm bertingkah laku. Adapun ciri dr suatu petunjuketik yakni selaku berikut.
  1. Kode etik mempunyai hukuman yg bersifat moral terhadap anggota kelompok tersebut.
  2. Daya jangkauan suatu arahan etik cuma tertuju pada kelompok yg mempunyai arahan etik tersebut.
  3. Kode etik dibikin & disusun oleh lembaga/kelompok profesi yg bersangkutan sesuai dgn aturan organisasi itu & bukan dr pihak luar.
Kaum jurnalis & kaum pers pula membentuk isyarat etik sendiri sesuai kelompok organisasinya. Kode etik jurnalistik adalahpedoman bagi para insan pers dlm mela- kukan kiprah & fungsinya. Kode etikakanmenjadi landasan moral/etika profesi untuk menjamin keleluasaan pers & terpenuhinya hak-hak masya- rakat, serta pedoman opera- sional dlm rangka menegakkan integritas danprofesionalitas para insan pers.

Kode etik jurnalistik merupakan himpunan etika profesi kewartawanan yg disepakati organisasi kewartawanan & ditetapkan oleh Dewan Pers. Etika pers yakni etika semua orang yg terlibat dlm aktivitas pers, yg merupakan filsafat di bidang moral pers, yakni kewajiban-kewajiban pers, baik & buruknya, pers yg benar & pers yg mengendalikan tingkah laku pers.
Sumber etika pers yakni kesadaran moral pers mengenai pengetahuan baik & buruk, benar & salah, serta tepat & tak sempurna bagi orang-orang yg terlibat dlm kegiatan pers. Pers (khususnya wartawan) tak mampu lepas dr tanggung jawab etis, moral, & hukum. Seorang wartawan (jurnalis) wajib memelihara hubungan baik dgn sumber informasi & kerap kali mesti melindungi sumber keterangan. Seorang jurnalis tak boleh mencelakakan sumber info, baik itu karena keterusterangannya yg konyol & tolol maupun karena tak tahu situasi & kondisi sumber gunjingan yg besangkutan dlm melaksanakan tugasnya. Dengan demikian, kode etik jurnalistik sesungguhnya berfungsi selaku berikut.
  1. Alat kendali sosial, yaitu tak hanya mengontrol hubungan antara sesama anggota seprofesi, tetapi pula dapat mengontrol hubungan antara anggota organisasi profesi tersebut dgn penduduk .
  2. Mencegah adanya kontrol & campur tangan pihak lain, tergolong pemerintah atau kelompok penduduk tertentu.

2. Bentuk-Bentuk Kode Etik

Dalam sejarah pers Indonesia, terdapat jumlah arahan etik yg dirumuskan & diberlakukan oleh organisasi wartawan ibarat PWI, AJI, & kode etik yg dibikin bareng , yakni KEWI (Kode Etik Wartawan Indonesia). Dewan pers yg terbentuk pasca Reformasi 1998 pula merumuskan dua arahan etik, yakni petunjukpraktik & kode bisnis pers. Dengan demikian, bila diklarifikasikan terdapat tiga mode, yakni instruksi etik wartawan Indonesia, instruksi praktik bagi media pers, & isyarat etik jurnalistik.

Apabila seorang jurnalis melanggar arahan etik jurnalis, Dewan Kehormatan PWI berwenang menetapkan telah terjadinya pelanggaran instruksi etik jurnalistik & sanksi terhadap pelakunya. Dewan Kehormatan PWI merupakan satu-satunya lembaga yg berwenang memastikan kesalahan & eksekusi bagi pelaku pelanggaran isyarat etik jurnalistik di Indonesia. Keputusan Dewan Kehormatan PWI tak bisa diusik gugat. Hukuman mampu dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan PWI pada pelaku pelanggaran instruksi etik jurnalistik sebagai berikut.

  1. Peringatan biasa.
  2. Peringatan keras.
  3. Skorsing dr keanggotaan PWI untuk selama-lamanya dua tahun.

Anggota PWI yg terkena hukuman karena pelanggaran kode etik jurnalistik mampu membela diri di kongres.

a. Kode Etik Wartawan Indonesia

Kemerdekaan pers merupakan akomodasi pemenuhan hak asasi insan, yakni hak berkomunikasi & memperoleh keterangan. Wartawan Indonesia perlu menyadari adanya tanggung jawab sosial yg tercermin lewat pelaksanaan isyarat etik profesi dengan-cara jujur & bertanggung jawab. Kode Etik Wartawan Indonesia atau KEWI merupakan isyarat etik yg disepakati semua organisasi wartawan cetak & elektronik tergolong Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), & Himpunan Praktisi Penyiaran Indonesia (HPPI).

Kode etik disusun 26 organisasi wartawan di Bandung tahun 1999 dgn semangat meningkatkan jurnalisme di era kebebasan pers.

  1. Wartawan Indonesia menghormati hak penduduk untuk memperoleh keterangan yg benar.
  2. Wartawan Indonesia menempuh tata cara yg etis untuk memperoleh & memberitakan
  3. Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tak mencampuradukkan fakta dgn opini, berimbang, & senantiasa meneliti kebenaran keterangan, serta tak melaksanakan plagiat.
  4. Wartawan Indonesia tak memberitakan informasi yg bersifat dusta, sadis, & cabul, serta tak menyebutkan identitas korban kejahatan susila.
  5. Wartawan Indonesia tak mendapatkan suap & menyalahgunakan profesi.
  6. Wartawan Indonesia memiliki hak tolak, menghargai ketentuan embargo, keterangan latar belakang, serta off the record sesuai kesepakatan.
  7. Wartawan Indonesia segera mencabut & meralat kekeliruan dlm pemberitaan, serta melayani hak jawab.
Pengawasan & penetapan eksekusi atas pelanggaran isyarat etik ini sepenuhnya diserahkan pada jajaran pers & dilaksanakan oleh organisasi yg dibentuk untuk memantau pelaksanaan kode etik.

1. Kode Praktik bagi Media Pers

Di luar isyarat etik jurnalistik yg sudah disusun masing-masing organisasi wartawan. Dewan Pers menyusun Kode Praktik (Code of Practices) media selaku upaya penegakan independensi serta penerapan prinsip pers mengontrol sendiri (self regulated). Kode etik yg disusun ini pula berfungsi menjamin berlakunya etika & patokan jurnalis profesional serta media yg bertanggung jawab. Jika semua media patuh pada kode etik yg sudah berlaku & disepakati, diinginkan bisa menerapkan regulasi sendiri & lepas dr ketentuan undang-undang atau peraturan khusus. Dewan pers memandang perlu disusun kode praktik yg berlaku bagi media untuk mempraktikan standardisasi kerja jurnalistik yg meliputi selaku berikut.

a. Privasi

  1. Penggunaan kamera lensa panjang untuk memotret seseorang di wilayah privasi tanpa seizin yg bersangkutan tak dibenarkan.
  2. Redaksi mesti menjamin wartawannya mematuhi semua ketentuan tersebut, tak menerbitkan bahan dr sumber-sumber yg tak menyanggupi ketentuan tersebut.
  3. Wartawan tak boleh bertahan di kediaman narasumber yg sudah memintanya meninggalkan tempat, termasuk tak membuntuti narasumber itu.
  4. Setiap orang berhak dihormati privasinya, keluarga, rumah tangga, kesehatan, & kerahasiaan surat-suratnya. Menerbitkan hal-hal di atas tanpa izin dianggap gangguan atas privasi seseorang.
  5. Pers wajib waspada, menahan diri menerbitkan/ menyiarkan informasi yg bisa dikategorikan melanggar privasi, kecuali hal itu demi kepentingan publik.
  6. Wartawan tak menelepon, bertanya, memaksa, atau memotret seseorang sehabis diminta untuk menghentikan upaya itu.
  7. Wartawan & fotografer tak diperbolehkan memperoleh atau mencari keterangan & gambar me- lalui intimidasi, pelecehan, atau pemaksaan.

b. Diskriminasi

  1. Pers menyingkir dari penulisan yg mendetail ihwal ras seseorang, warna kulit, agama, kecenderungan seksual, & terhadap kekurangan fisik & mental atau penyandang cacat, kecuali hal itu dengan-cara pribadi berafiliasi dgn isi info.
  2. Pers menyingkir dari praduga atau sikap merendahkan seseorang berdasarkanras, warna kulit, agama, jenis kelamin ataukecenderungan seksual, terhadap kekurangan fisik & mental, atau penyandang caact.

c. Akurasi

  1. Pers tak menerbitkan keterangan yg kurang akurat, menyesatkan, atau diputarbalikkan. Ketentuan ini pula berlaku untuk foto & gambar.
  2. Pers wajib membedakan antara komentar, praduga, & fakta.
  3. Pers kritis terhadap sumber isu & mengkaji fakta dgn hati- hati.
  4. Jika diketahui informasi yg dimuat/disiarkan ternyata tak akurat, menyesatkan, atau diputarbalikkan, koreksi mesti secepatnya dijalankan jikalau perlu diikuti permohonan maaf.
  5. Pers memberitakan dengan-cara seimbang & akurat hal-hal yg menyangkut pertengkaran yg melibatkan dua pihak.
  6. Dalam membuatkan keterangan, pers wajib menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan individu atau kelompok.

d. Liputan Kriminalitas

  1. Pers tak boleh mengidentifikasi bawah umur di belum dewasa yg terlibat dlm masalah serangan seksual, baik selaku korban maupun saksi.
  2. Pers menghindarkan identifikasi keluarga atau teman yg dituduh atau disangka melaksanakan kejahatan tanpa seizin mereka.
  3. Pertimbangan khusus mesti diamati untuk masalah anak-anak yg menjadi saksi atau menjadi korban kejahatan.

e. Pornografi

Pers tak memberitakan informasi & produk visual yg dimengerti mencemooh atau melecehkan perempuan. Media pornografi tak tergolong klasifikasi pers. Meski demikian, adakalanya pers memberitakan keterangan atau gambar yg dinilai menyinggung kesopanan individu atau kelompok tertentu. Dalam penilaian pornografi mesti diadaptasi dgn pertumbuhan zaman & keragaman penduduk .

f. Sumber Rahasia

Pers mempunyai kewajiban moral untuk melindungi sumber-sumber keterangan membisu-membisu atau konfidensial. Cara-cara yg dilakukan yakni sebagai berikut.
  1. Dokumen atau foto cuma boleh diambil tanpa seizin pemiliknya.
  2. Jurnalis tidakmemperoleh ataumencariinformasi atau gambar melalui cara-cara yg tak dibenarkan atau meng-gunakan dalih-alasan .
  3. Dalih dapat dibenarkan bila menyangkut kepentingan publik & cuma tatkala materi info tak bisa diperoleh dgn cara-cara yg sewajarnya.

g. Hak Jawab & Bantahan

  1. Hak jawab atas informasi yg tak akurat harus dihormati.
  2. Kesalahan & ketidakakuratan wajib secepatnya di-koreksi.
  3. Koreksi & sanggahan wajib diterbitkan secepatnya.

2. Kode Etik Jurnalistik AJI (Aliansi Jurnalis Independen)

Kode etik jumalistik Indonesia merupakan salah satu organisasi wartawan selain PWI, PWI Reformasi, & sebagainya. Isi instruksi etik jurnalistik yaitu selaku berikut.
  1. Jurnalis senantiasa menjaga prinsip-prinsip keleluasaan & keberimbangan dlm peliputan danpemberitaan serta kritik & komentar.
  2. Jurnalis menghindari kebencian, praduga, sikap merendahkan, diskriminasi, dlm problem suku, ras, bangsa, jenis kelamin, orientasi seksual, bahasa, agama, persepsi politik, cacat/sakit jasmani, cacat/ sakit mental, atau latar belakang sosial yang lain.
  3. Jurnalis melaporkan fakta & usulan yg terang sumbernya.
  4. Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh infor- masi yg benar.
  5. Jurnalis tak meman- faatkan posisi dan
  6. keterangan yg dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi.
  7. Jurnalis memberi tempat bagi pihak yg kurang mempunyai daya & potensi untuk menyuarakan pendapatnya.
  8. Jurnalis menghormati hak narasumber untuk memberi latar belakang
  9. off the record & embargo.
  10. Jurnalis menghormati privasi, kecuali hal-hal yg bisa merugikan masyarakat.
  11. Jurnalis secepatnya meralat setiap pemberitaan yg diketahuinya tak akurat.
  12. Kasus-masalah yg berhubungan dgn arahan etik akan tertuntaskan oleh Majelis Kode Etik. Berdasarkan kode etik di atas, dikehendaki keleluasaan pers yg diberikan & dijamin selaku hak asasi warga negara, tak semena-mena dipakai untuk alat memojokkan atau menjatuhkan pihak tertentu. Namun, keleluasaan pers mengeluarkan asumsi atau pertimbangan dlm kehidupan demokrasi perlu diarahkan & dibina supaya bisa meningkat sesuai nilai-nilai Pancasila serta tak merugikan orang lain atau kelompok tertentu.
  13. Jurnalis menggunakan cara-cara yg etis untuk memperoleh gosip, foto, & dokumen.
  14. Jurnalis tak menyembunyikan keterangan penting yg perlu dimengerti penduduk .
  15. Jurnalis menyingkir dari fitnah & pencemaran nama baik.
  16. Jurnalis tak dibenarkan menyontek.
  17. Jurnalis tak dibenarkan mendapatkan sogokan.
  18. Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber keterangan konfidensial, identitas korban kejahatan seksual, & pelaku tindak kriminal di belum dewasa.

Dengan demikian, profesi di bidang pers tergolong di dalamnya jurnalistik, tak cuma bertanggung jawab di dlm pelaksanaan pekerjaannya, melainkan bertanggung jawab pula pada penduduk & pemerintahan.

3. Penafsiran Kode Etik Wartawan Indonesia

Pengawasan & penetapan hukuman atas pelanggaran isyarat etik ini, sepenuhnya diserahkan pada jajaran pers & dilaksanakan oleh organisasi yg dibuat untuk itu. Misalnya, Majelis Kode Etik di Aliansi Jurnalis Independen (AJI) & Dewan Kehormatan di PWI.

Penafsiran Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) yakni selaku berikut.

  1. Wartawan Indonesia yg beriman & bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa melaporkan & memberitakan informasi dengan-cara faktual & terperinci sumbernya. Selain itu, tak menyembunyikan fakta serta pertimbangan yg penting & menawan yg perlu dimengerti publik selaku hak penduduk untuk memperoleh keterangan yg benar & akurat. Misalnya, problem korupsi & manipulasi di suatu instansi pemerintah maupun swasta, konspirasi yg berencana memunculkan kesemrawutan, wabah penyakit yg melanda wilayah tertentu, materi kuliner yg mengandung zat berbahaya atau tak halal yg dikonsumsi oleh masyarakat/publik.
  2. Wartawan Indonesia dlm memperoleh keterangan & sumber gosip/ narasumber, tergolong dokumen & memotret, dijalankan dgn cara- cara yg bisa dipertanggungjawabkan berdasarkan hukum, kaidah- kaidah kewartawanan, kecuali dlm hal investigative reporting.
  3. Wartawan Indonesia tak memberitakan keterangan yg bersifat dusta, fitnah, sadis, & cabul, serta tak menyebutkan identitas korban kejahatan susila.
  4. Wartawan Indonesia tak menerima suap & tak menyalahgunakan profesi.
  5. Wartawan Indonesia menempuh cara yg etis untuk memperoleh & menyuarakan keterangan serta menyodorkan identitas pada sumber keterangan.
  6. Wartawan Indonesia menghormati hak penduduk untuk memperoleh informasi yg benar.
  7. Wartawan Indonesia dlm melaporkan & memberitakan keterangan tak menghakimi atau bikin kesimpulan kesalahan seseorang, terlebih lagi untuk kasus-kasus yg masih dlm proses peradilan. Wartawan tak memasukkan opini pribadinya. Dalam melaporkan & menyiarkan informasi, wartawan perlu meneliti kembali kebenaran keterangan. Dalam sengketa & perbedaan pendapat, masing-masing pihak mesti diberikan ruang/waktu pemberitaan dengan-cara berimbang.
  8. Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tak mencampurkan fakta & opini, berimbang & senantiasa meneliti kebenaran keterangan, serta tak melaksanakan plagiat.
  9. Wartawan Indonesia tak melaporkan & menyiarkan keterangan yg tak jelas sumber & kebenarannya, rumor atau tuduhan tanpa dasar yg bersifat sepihak, keterangan yg dengan-cara gamblang memperlihatkan aurat yg bisa memunculkan nafsu birahi atau mengundang kontroversi publik. Dalam perkara tindak perkosaan/pemerkosaan, hendaknya tak menyebutkan identitas korban. Hal ini untuk menjaga & melindungi kehormatan korban.
  10. Wartawan Indonesia mempunyai hak tolak, menghargai ketentuan embargo, keterangan latar belakang, & off the record sesuai kesepatakan.
  11. Wartawan Indonesia segera mencabut & meralat pemberitaan & penyiaran yg keliru & tak akurat dgn diikuti permintaan maaf. Ralat diposisikan pada halaman yg sama dgn keterangan yg salah atau tak akurat. Dalam hal pemberitaan yg merugikan seseorang atau kelompok, pihak yg dirugikan mesti diberikan potensi untuk melaksanakan penjelasan. Pengawasan & penetapan hukuman terhadap pelanggaran isyarat etik ini, sepenuhnya diserahkan pada jajaran insan pers & dilaksanakan oleh organisasi yg dibuat.
  12. Wartawan Indonesia senantiasa menjaga kehormatan profesi dgn tak mendapatkan imbalan dlm bentuk apa pun dr sumber info yg berhubungan kiprah-kiprah kewartawanannya, & tak menyalahgunakan profesi untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
  13. Wartawan Indonesia secepatnya mencabut & meralat kekeliruan dlm pemberitaan serta melayani hak jawab.
  14. Wartawan Indonesia melindungi narasumber yg tak bersedia disebut nama & identitasnya. Berdasarkan persetujuan, jikalau narasumber meminta informasi yg diberikan ditangguhkan pemuatannya, mesti dihargai. Hal itu pula berlaku untuk keterangan latar belakang.
  41 Pengertian Korupsi Menurut Para Ahli

b. Kode Etik Wartawan Internasional

Kode etik wartawan Internasional diterima dlm Kongres Sedunia Deferal Wartawan Internasional ke-2 di Bordeaux pada tanggal 25-28 April 1954 & diamandemenkan oleh Konggres Sedunia Federasi Wartawan Internasional ke-18 di Helsingor pada tanggal 2-6 Juni 1986. Kode etik federasi wartawan internasional tersebut yakni sebagai berikut.

  1. Dalam melaksanakan kewajiban ini, wartawan mesti membela prinsip- prinsip keleluasaan & pengumpulan publikasi info dengan-cara jujur, & hak atas komentar, serta kritik yg adil.
  2. Wartawan sedapat mungkin meralat setiap pemberitaan yg sudah dipublikasi yg ternyata tak benar & merugikan pihak lain.
  3. Wartawan hendaknya menilai pelanggaran-pelanggaran profesi bersifat berat dlm hal-hal ibarat penjiplakan/plagiat, salah penulisan/pemberitaan dengan-cara sengaja, fitnah, pencemaran nama baik, & tuduhan yg tak berdasar, & suap dlm bentuk apa pun untuk memikirkan pemuatan info ataupun untuk menyembunyikan fakta.
  4. Menghormati kebenaran & hak penduduk akan kebenaran merupakan kewajiban utama seorang wartawan.
  5. Wartawan hendaknya sadar akan ancaman diskriminasi yg dikarenakan oleh media. Oleh karenanya, sedapat mungkin berupaya menyingkir dari perbuatan diskriminasi yg didasarkan pada ras, jenis kelamin, orientasi seksual, bahasa, agama, pertimbangan politik, atau usulan yang lain, serta asal muasal kebangsaan atau sosialnya.
  6. Wartawan yg berhak menyandang gelar tersebut hendaknya dgn setia menaati prinsip-prinsip tersebut di atas dalammenjalankan tugasnya. Dalam ketentuan biasa di setiap negara, wartawan hendaknya cuma mengakuiyuridiksi rekansekerja dalammasalahprofesi danmenolaksetiap bentuk campur tangan pemerintah ataupun pihak lainnya.
  7. Wartawan hendaknya memberi laporan yg sesuai dgn fakta-fakta yg dimengerti sumbernya & tak menyembunyikan informasi yg penting atau memalsukan dokumen.
  8. Wartawan hendaknya mengakui kerahasiaan profesional berkenaan dgn sumber isu yg didapatkan karena keyakinan.
  9. Wartawan hendaknya menggunakan cara yg wajar/layak untuk memperoleh info, foto, & dokumen.

3. Kebebasan Peıs

a. Pengertian Kebebasan Pers

Pers nasional yakni pers Pancasila yg terlahir lantaran bangsa Indonesia berideologi & berfalsafah Pancasila. Begitu pula dgn pers liberal, terlahir karena dasar falsafah liberalisme. Menurut Dewan Pers, definisi pers Pancasila yaitu pers yg bebas & bertanggung jawab, serta menyaksikan segala sesuatunya dengan-cara proporsional.

Pers Pancasila hendaknya mencari keseimbangan dlm informasi & tulisannya demi kepentingan semua pihak sesuai dgn konstitusi negara, tata nilai budaya penduduk , serta mempunyai misi mencerdaskan, penduduk , menegakkan keadilan, & memberantas kebatilan. Dengan demikian, sekalipun mempunyai otonomi (independence), bukan bermakna pers bersifat bebas & kebal aturan & segala kesalahan yg dikerjakan dengan-cara tak profesional.

Kebebasan pers ialah kebebasan memakai usulan, baik dengan-cara goresan pena maupun ekspresi, lewat media pers, mirip harian, majalah, & buletin. Kebebasan pers dituntut tanggung jawabnya untuk menegakkan keadilan, ketertiban, & keamanan dlm masyarakat. Kebebasan pers mesti disertai tanggung jawab sebab kekuasaan yg besar & bebas yg dimiliki insan gampang sekali disalahgunakan & dibuat semena-mena. Demikian pula pers harus memikirkan apakah isu yg disebarkan dapat menguntungkan penduduk luas atau memberi efek positif pada penduduk & bangsa. Inilah sisi tanggung jawab & pers. Makara, pers diberi keleluasaan dgn dibarengi tanggung jawab sosial.

Pers yg bebas di Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Belanda & Jerman Barat dituntut tanggung jawabnya sesuai dgn konstitusi undang-undang dasar atau undang-undang yg berlaku di negara-negara itu. Oleh karena itu, pers yg bebas mesti sesuai dgn rule of law. Artinya, pers harus memerhatikan norma-horma aturan & norma-norma penduduk .

Sebagai negara adikuasa, Amerika Serikat sungguh menjunjung tinggi keleluasaan & demokrasi sehingga tak menganut tata cara pers bebas. Hal ini ditunjukkan dgn eksistensi perangkat-perangkat aturan, contohnya Declaration of Independence, Bill of Rights yg menyatakan bahwa model komunikasi massa di Amerika Serikat terkontrol oleh kekuatan besar, yakni negara. Pers di Amerika Serikat hingga dikala ini tetap menganut teori social responsibility (teori tanggung jawab sosial) yg berada netral di tengah- tengah antara teori libertarian (kebebasan yg sebenar-benarnya) & authoritarian (menghendaki adanya intervensi negara.

Di Inggris, keleluasaan pers memiliki ciri tak menghancurkan Magna Charta, Habeus Corpus Act, & Bill of Right. Kebebasan pers di Prancis tak menghancurkan egalite & fratemite, tetapi memupuknya. Hampir semua negara mencantumkan dlm aturan dasar negara tersebut mengenai jaminan akan adanya kebebasan berbicara & beropini. Oleh karena itu, keleluasaan pers merupakan partner yg baik dlm menegakkan rule of law. Kebebasan pers dlm negara demokrasi tak terpisahkan dgn metode demokrasi itu sendiri, yakni bersumber dr rakyat, diolah oleh rakyat, & didedikasikan bagi rakyat sesuai dgn tanggung jawab kebebasan pers terhadap rakyat. Dengan demikian, pers yg betul-betul bebas tak ada sebagaimana pula manusia yg bebas sepenuhnya tidaklah ada.

b. Jaminan/Landasan Hukum Kebebasan Pers di Indonesia

Kebebasan pers yakni kebebasan dlm konsep, pemikiran , prinsip, & nilai cetusan yg bersifat naluriah kemanusiaan di mana pun insan itu berada. Nilai kemanusiaan yakni naluri mengeluarkan perasaan hati pada orang lain selaku pribadi yg suaranya ingin diperhitungkan & timbul dr keinginannya untuk menegaskan eksistensinya. Untuk itu, jenis kebebasan meliputi hal-hal berikut.

  1. Kebebasan pers (freedom of the press).
  2. Kebebasan berpikir & mengeluarkan pertimbangan (freedom of the opinion and expression).
  3. Kebebasan mengatakan (freedom of the speech).
Kebebasan untuk menyodorkan, mempunyai, & memberitakan pertimbangan lewat pers dijamin oleh konstitusi negara di mana pun pers itu berada. Oleh karena itu, jaminan keleluasaan pers bersifat universal. Hal ini dijamin dlm Piagam HAM PBB (Universal Declaration of Human Rights) Pasal 19 yg menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan mengeluarkan pertimbangan . Dalam hal ini tergolong keleluasaan mempunyai pertimbangan tanpa gangguan & untuk mencari, mendapatkan, & menyampaikan keterangan & buah pikiran melalui media apa pun dgn tak menatap batas-batas wilayah.

Kebebasan berbicara untuk memperoleh keterangan merupakan salah satu hak asasi insan. Hak asasi tersebut dijamin dlm ketentuan perundang-undangan & merupakan hak setiap warga negara. Negara Indonesia sudah menjamin hak kebebasan mengatakan & keterangan bagi warga negara. Jaminan keleluasaan berbicara & keterangan itu, antara lain selaku berikut.

1. Pasal 28 UUD 1945

“Kemerdekaan berserikat & berkumpul, mengeluarkan asumsi dgn ekspresi & goresan pena & sebagainya ditetapkan dgn undang-undang.”

2. Pasal 28 F Undang-Undang Dasar 1945

“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi & memperoleh keterangan untuk mengembangkan pribadi & lingkungan sosialnya, serta berhakuntuk mencari, memperoleh, mempunyai, menyimpan, mengolah, & menyampaikan keterangan dgn memakai segala jenis saluran yg tersedia.”

3. Tap MPR No. XVII/MPR /1998 perihal Hak Asasi Manusia

Piagam Hak Asasi Manusia, Bab VI, Pasal 20 & 21 yg isinya selaku berikut.

(20)“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi & memperoleh keterangan untuk mengembangkan pribadi & lingkungan sosialnya.”
(21)“Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, mempunyai, menyimpan, me-ngolah, & memberikan informasi dgn memakai segala jenis saluran yg tersedia.

4. Undang-Undang No. 39 Tahun 2000 Pasal 14 Ayat 1 & 2 perihal Hak Asasi Manusia

  1. “Setiaporang berhak untuk berkomunikasi & memperoleh informasi yg dibutuhkan untuk mengembangkan pribadi & lingkungan sosialnya.”
  2. “Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, mempunyai, menyimpan, mengolah, & menyodorkan keterangan dgn memakai segala jenis akomodasi yg tersedia.”

5. Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 dlm Pasal 2 & Pasal 4 Ayat 1 perihal Pers

Pasal 2 berbunyi, “Kemerdekaan pers yakni salah satu wujud kedaulatan rakyat yg berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, & supremasi aturan.

Pasal 4 Ayat 1 berbunyi, “Kemerdekaan pers dijamin selaku hak asasi warga negara.” Denganadanya jaminan hakkebebasanberbicara daninformasi tersebut, warga negara mendapat proteksi hukum serta bebas dr ancaman & panik dr pihak lain untuk menyampaikan & memperoleh keterangan.

Berdasarkan UU No. 40 Tahun 1999, keleluasaan pers atau kemerdekaan pers diartikan selaku wujud kedaulatan rakyat yg berasaskan prinsip- prinsip demokrasi, keadilan, & supremasi aturan. Kebebasan pers sangat penting bila dihubungkan dgn salah satu fungsi pers, yakni menyodorkan keterangan pada penduduk .

c. Aliran ihwal Kebebasan Pers

Kebebasan pers mempunyai empat aliran yg menciptakan teori mengenai pers. Teori tersebut ialah selaku berikut.

1. Teori Pers Totalitarian

Teori ini timbul di Rusia pada masa ke-19. Falsafah teori totalitarian merupakan media massa selaku alat negara untuk menyodorkan segala sesuatunya pada rakyat. Pengguna media yakni anggota partai yg setia. Media massa dikelola dengan-cara ketat oleh pemerintah & dihentikan melaksanakan kritik atas tujuan & kebijakan.

2. Teori Pers Libertarian

Teori ini timbul di Inggris, kemudian masuk ke Amerika Serikat hingga ke seluruh dunia. Falsafah teori ini yakni pers memberi penerangan & hiburan dgn menghargai sepenuhnya individu. Teori libertarian menganut paham ideologi kebebasan pers yg sebebas-bebasnya tanpa ada campur tangan pengontrol terhadap media di dalamnya. Ideologi inilah yg dipraktekkan oleh media massa yg bercorak free press. Pers menjadi alat kendali penduduk pada pemerintah & digunakan untuk menyanggupi keperluan penduduk .

3. Teori Pers Social Responsibility

Teori ini menyatakan bahwa pers memiliki tanggung jawab sosial. Teori ini dikembangkan di Amerika Serikat pada era ke-20. Falsafah teori ini merupakan pers menunjukkan penerangan, hiburan, & menjual produk. Namun, pers tidak boleh melanggar kepentingan orang lain & penduduk . Teori ini berada di tengah antara teori authoritarian & libertarian. Hingga dikala ini, dunia pers di Amerika Serikat menganut teori social respon-sibility yg berada netral di antara kedua kutub yg ada. Di satu sisi mereka mendapatkan ideologi keleluasaan pers & bersamaan dgn itu mereka menerima intervensi pengaturan & kontrol dr negara. Ide untuk menganut pahamini dipicu dgn kondisi simpang siurnya penggunaan gelombang transmisi elektromagnetik radio oleh dunia pers di Amerika Serikat. Tidak adanya kendali yg ketat dr pemerintah mengakibatkan kesemrawutan dlm penggunaannya sehingga negara merasa perlu ikut campur dlm problem dunia pers ini.

4. Teori Pers Authoritarian

Teori ini dikembangkan di Inggris mulai masa ke-16 & 17, kemudian ke seluruh dunia. Falsafah teori authoritarian yakni pers menjadi kekuasaan mutlak kerajaan atau pemerintah yg berkuasa guna mendukung kebijakannya. Pers difungsikan untuk mengabdi pada kepentingan negara. Dengan demikian, yg berhak memakai media komunikasi yakni siapa saja yg mendapat izin dr kerajaan atau pemerintah. Teori ini menunjukkan keleluasaan pada negara untuk melaksanakan intervensi pada pers.

d. Dampak Penyalahgunaan Kebebasan Pers

Undang-Undang (UU) No 40 Tahun 1999 ihwal pers menyebutkan, “Kemerdekaan pers merupakan suatu wujud kedaulatan rakyat yg berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, & supremasi aturan”. Ini artinya, kemerdekaan pers bukan bermakna pers merdeka & bebas sebebas-bebasnya dlm menghidangkan info, melainkan pula mesti diikuti dgn kesadaran akan pentingnya penyempaian informasi yg santun, berkaidah jurnalistik, & menjunjung supremasi hukum.

Tanggung jawab profesi yg dijabarkan dlm kode etik wartawan mesti betul-betul dijalankan, tak cuma dijadikan “macan kertas” yg mesti mengalah demi kepentingan pragmatis.

Inilah makna hakiki keleluasaan pers yg bertanggung jawab, masyarakat perlu lebih pilih-pilih dlm menentukan pemberitaan. Hal ini penting ditekankan, lantaran toh sebagian media utamanya media-media “tidak terang” tidaklah senantiasa benar dlm pemberitaan. Ingat, iklim keleluasaan pers & pemujaan keleluasaan beropini, dengan-cara kontraproduktif kini justru dimanfaatkan oknum-oknum media untuk menyimpang dr orientasi perjuanganpers sebagai pilar keempat demokrasi. Media massa dlm penyampaian beritanya untuk kehidupan penduduk mempunyai manfaat yg cukup besar. Mereka memakai alat atau media ibarat koran, radio, televisi, seni pertunjukan, & lain sebagainya. Peralatan tersebut mampu digunakan untuk memberikan pesan, tetapi jikalau fungsi penyampaian keterangan/info disalahgunakan hal ini dapat berefek sebagai berikut antara lain :

  1. Distorsi keterangan: biasanyadgn memperbesar atau meminimalkan keterangan, kesannya maknanya berubah.
  2. Dramatisasi fakta palsu: mampu dilaksanakan dgn memperlihatkan gambaran dengan-cara verbal, auditif ataupun visual yg berlebihan mengenai suatu objek.
  3. Mengganggu privacy: hal ini dijalankan melalui peliputan yg menggar hal- hal pribadi narasumber.
  4. Pembunahan karakter: dijalankan dgn cara terus menerus menonjolkan sisi jelek individu/kelompok/organisasi tanpa memperlihatkan dengan-cara berimbang dgn tujuan membangun citra negatif yg menjatuhkan.
  5. Eksploitasi seks: media memperlihatkan seks selaku komoditas dengan-cara serampangan tanpa memerhatikan batasan norma & kepatuhan
  6. Meracuni fikiran bawah umur: eksploitasi kesadaran berpikir anak yg diarahkan dengan-cara tak wajar pada hal-hal yg tak mendidik.
  7. Penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power): media menyalahgunakan kekuatannya dlm mensugesti opini publik dlm suatu praktik mass deception (pembogongan massa).
Dampak negatif dr media berada dlm suatu bisnis yg bebas ibarat berkurangnya jumlah media yg independen atau sikap masa bodoh terhadap pemberdayaan khalayak mesti diminimilisir. Media yg memberdayakan penduduk sudah sebaiknya merujuk pada ide normatif dr social responsibility theory. Menurut pandangan baru teori itu, media sudah sebaiknya menyanggupi kewajiban pada masayrakat dgn pemenuhan pprofesionalisme penginformasian, kebenaran, akurasi, objektivitas, & keseimbangan.

Media pula menolak apapun yg mengarahkan pada kejahatan, kekerasan, ketidakteraturan sosial, & pelanggaran atas minoritas. Fungsi media massa selaku alat pendidikan masyarakat tak lagi menjadi cara yg kokoh, penayangan adegan yg tak layak di media-media elektronik begitulah wajah keleluasaan pers Indonesia dikala ini. Disatu sisi menanamkan tanggung jawab sosial, tetapi disisi lain keberadaannya dikhawatirkan menghancurkan moral bangsa ini. Inilah efeknya pers yg dihasilkan wajah pers Indonesia dgn karakter yg bermacam-macam mirip kini.

e. Upaya Mewujudkan Kebebasan Pers yg Bertanggung Jawab

Pemerintah Indonesia bertanggung jawab untuk melakukan penegakan & jaminan akan pelaksanaan hak-hak di atas. Salah satu media bagi penyaluran keleluasaan berbicara & menemukan keterangan merupakan pers atau media massa. Untuk dapat melakukan peranannya selaku media penyaluran hak kebebasan berbicara & informasi diharapkan adanya keleluasaan pers.

Dalam merealisasikan pers yg bebas & bertanggung jawab diharapkan kemerdekaan pers dlm setiap tindakannya. Akan tetapi, apakah hal itu tak akan menjadi kebablasan bagi pers itu sendiri? Agar tak terjadi perbuatan penyelewengan bagai insan pers, kemerdekaan pers mesti menurut prinsip- prinsip demokrasi, keadilan, & supremasi aturan.

Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh & memberikan ide & keterangan. Bagaimanapun, kemerdekaan pers dijamin selaku hak asasi warga negara.

Kebebasan pers bukanlah kebebasan yg tak ada batasnya. Batasan keleluasaan pers yakni keleluasaan dr pihak-pihak lain. Pers yg bebas & bisa berdiri diatas kaki sendiri tak boleh melanggar batas-batas pribadi orang lain serta melanggar hak asasi pribadi pihak lain. Pers dlm negara demokrasi perlu mempunyai tanggung jawab dlm pemberitaannya & bertanggung jawab terhadap publik perihal sesuatu yg sudah diberitakan. Pers yg memberitakan sesuatu cara tak benar bisa dituntut oleh publik yg merasa dirugikan oleh pemberitaannya. Tidak jarang berbagai pemberitaan yg dianggap merugikan dituntut atau digugat bahkan didemo oleh penduduk . Masyarakat berhak melakukan penilaian & menguji terhadap setiap pemberitaan dr media massa. Penyelesaian terhadap pers yg mempunyai problem dijalankan melalui jalur aturan. Kebebasan yg bertanggung jawab dr media massa pada hasilnya bergantung pada independensi & profesionalisme para pekerjanya.

1. Ciri-ciri Pers yg Bertanggung jawab

Secara sengaja atau tidak, kebebasan pers yg bertanggung jawab berasal dr ungkapan free and responsibility press. Dalam rancangan free and responsibility press, terdapat ketergantungan manusia yg makin besar pada media massa terbaru. Hal ini memunculkan kewajiban baru (tanggung jawab) di pihak pers & hak yg gres di pihak penduduk . Ciri-ciri pers yg bertanggung jawab merupakan selaku berikut.

  1. Memelihara ketertiban biasa .
  2. Mengutamakan kejujuran & fakta serta menyingkir dari kebohongan (people’s rights to know).
  3. Tidak menyesatkan penduduk .
  4. Tidak menjadikan keonaran & kegelisahan serta tak tendensius.
  5. Tidak melaksanakan pemaksaan.
  6. Tidak merusak kesusilaan (obscenity).

Seorang wartawan yg baik mesti menghayati tanggung jawabnya dlm aneka macam sisi, yakni terhadap :

  1. hati nurani sendiri,
  2. sesama warga negara yg pula memiliki hak asasi,
  3. kepentingan biasa yg diwakili pemerintah, dan
  4. sesama rekan seprofesi.
Kebebasan pers mesti berlandaskan pada hal-hal berikut.

  1. Pancasila.
  2. UUD 1945.
  3. Ketetapan MPR.
  4. UU No. 40 Tahun 1999 perihal Pers.
  5. Tata nilai penduduk
  6. Etika.
Kebebasan pers terjamin apabila dlm suatu negara tercukupi tiga syarat berikut.

  1. Tidak ada suatu kewajiban menurut aturan untuk meminta surat izin terbit bagi suatu pemberitaan pers pada pemerintah.
  2. Tidak ada wewenang menurut hukum pada pemerintah untuk melaksanakan penyensoran sebelumnya terhadap informasi atau karangan yg akan dimuat dlm suatu penerbitan pers.
  3. Tidak ada wewenang menurut aturan pada pemerintah untuk melaksanakan penerbitan pers, baik untuk selama-lamanya maupun untuk rentang waktu tertentu.
Menurut Dewan Pers, keleluasaan pers yakni keleluasaan pers yg bertanggung jawab & sesuai dgn pers Pancasila. Makna bebas bukan mempunyai arti bebas tanpa aturan, tetapi bebas khas Indonesia, yakni tak menganut keleluasaan yg melahirkan negatif, mirip di negara komunis atau liberal & pula tak mesti bertanggung jawab pada pemerintah.

2. Jenis Tanggung Jawab pada Kebebasan Pers

Berdasarkan jenisnya, terdapat empat tanggung jawab yg harus dipikul oleh wartawan, yakni selaku berikut.

  1. Tanggung jawab terhadap media tempat wartawan itu melakukan pekerjaan & organisasinya.
  2. Tanggung jawab sosial yg berakibat adanya kewajiban melayani opini publik & penduduk dengan-cara keseluruhan.
  3. Tanggung jawab & kewajibannya yg bekerjasama dgn kewajiban bertindak sesuai dgn undang-undang.
  4. Tanggung jawab terhadap penduduk internasional yg bekerjasama dgn nilai-nilai universal.
  5. Tanggung jawab mampu bersifat formal danbersifat moral. Tanggung jawab bersifat formal yakni tanggung jawab terhadap aturan. Artinya, tanggung jawab yg dijalankan mesti sesuai denganhukum dantidakboleh berlawanan dgn peraturan perundang-undangan yg berlaku (aturan positif).

Adapun tanggung jawab yg bersifat moral merupakan tanggung jawab terhadap nilai-nilai kebenaran & keadilan yg bersumber pada nilai-nilai yg diyakini oleh penduduk yg beradab.

Upaya mengembangkan kemerdekaan pers yg bebas & bertanggung jawab, dibikin Dewan Pers yg independen, yg berencana selaku berikut.

  1. Melindungi kemerdekaan pers dr campur tangan pihak lain.
  2. Mengkaji pengembangan kehidupan pers.
  3. Menetapkan & memantau pelaksanaan kode etik jurnalistik.
  4. Mempertimbangkandan mengupayakanpenyelesaian pengadaanmasyarakat.
  5. Mengembangkan komunikasi antara pers, penduduk , & pemerintah.
  6. Memfasilitasi organisasi-organisasi dlm menyusun aturan pers & meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.
  7. Mengiventaris data-data perusahaan pers.
Dalam mempertanggungjawabkan suatu gunjingan, pers wajib memperlihatkan opini dgn menghormati norma-norma agama & rasa kesusilaan penduduk serta asas praguda tak bersalah. Selain itu, pers pula mempunyai kewajiban melayani hak jawab, hak koreksi, serta hak jawab & hak tolak.

1. Hak Jawab

Masyarakat mempunyai kesadaran untuk menyodorkan kritik pada pers lewat surat pembaca & sejenisnya selaku salah satu bentuk hak jawab, tetapi mekanisme keredaksian masih mempunyai kekurangan sehingga penduduk sering putus asa. Dalam UU Nomor 40/1999 Pasal 1 Ayat (11) disebutkan bahwa hak jawab ialah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan respon atau sanggahan terhadap pemberitaan berbentukfakta yg merugikan nama baiknya. Pasal 5 Ayat 2 & pula hampir semua kode etik jurnalistik mewajibkan pers melayani hak jawab. Wajib artinya mesti diangkut.

2. Hak Koreksi

Dalam beberapa kode etik jurnalistik, tercantum bahwa wartawan Indonesia dgn kesadaran sendiri berhak & wajib secepatnya mencabut atau meralat setiap pemberitaan yg ternyata tak akurat & memberi kesempatan hak jawab dengan-cara proporsional pada sumber & atau objek informasi. Adapun isi jawaban mesti terkait pokok dilema & disampaikan dengan-cara to the point. Tujuan hak jawab dlm tradisi aturan media Anglo- Saxon ialah untuk mempersingkat penyelesaian perkara pers yg terkait abuse of press freedom.

3. Hak Tolak

UU Nomor 40/1999 Pasal 1 Ayat (10) menyebut hak tolak yakni hak wartawan karena profesinya untuk menolak mengungkapkan nama narasumber & atau identitas sumber gosip yg mesti dirahasiakannya. Pertimbangan etis tertentu membuat wartawan mesti menolak memberi keterangan dlm proses peradilan & hakim harus menghormati keberatan itu.

Pembukaan membisu-diam antara reporter narasumber yg telah disepakati sebelumnya mampu dianggap tindakan melawan hukum berdasarkan Pasal 322 kitab undang-undang hukum pidana. Dalam praktik penulisan info, pelaksanaan hak tolak ini mampu diwujudkan. Misalnya, melalui kata-kata “berdasarkan suatu sumber yg layak dipercaya”, atau “menurut golongan berwajib”. Belakangan hak tolak itu dipakai dengan-cara tak selektif & bertendensi melindungi kekurangan reportase wartawan yg bersangkutan, bukan melindungi keselamatan dirinya atau narasumbernya sehingga mesti ada batas-batas hak tolak wartawan. Kriteria “diam-membisu” haruslah diperjelas, yakni apabila ia dibuka pada publik akan menganggu ketertiban lazim & keamanan negara. Wartawan hendaknya senantiasa mengajukan pertanyaan, adakah risiko keamanan & ruginya kepentingan lazim jikalau suatu belakang layar dr narasumber dipublikasikannya.

Ada dua model penyelesaian persoalan pelanggaran isyarat etik, baik menurut UU Pers maupun aturan main yg disepakati & dirumuskan oleh dewan pers bareng DPR serta banyak sekali kelompok penduduk terkait. Model penyelesaian urusan itu ialah sebagai berikut.

  1. Penyelesaian dengan-cara formal prosedural.
  2. Penyelesaian dengan-cara mandiri.
Dalam sidangtanggal 6 Juni 2000, Komisi I DPR sependapat dengansaran Dewan Pers mudah-mudahan penyelesaian masalah pertentangan media dgn publik ditempuh tiga jalur.

  1. Melalui pemenuhan hak jawab narasumber oleh media pers.
  2. Jika masih tak puas, narasumber dapat mengadu/meminta santunan pada Dewan Pers sesuai Pasal 15 Ayat 2 UU Pers Nomor 40/1999.
  3. Jika salah satu pihak tetap merasa tak puas dgn rekomendasi Dewan Pers, ia mampu menempuh jalur aturan ke pengadilan.

Demikianlah postingan & materi yg admin bagikan pada kali ini, membicarakan perihal Peranan Pers daIam Masyarakat Demokrasi. Semoga bermanfaat & dgn adanya postingan diatas, pastinya kita bisa mengerti bertahap peranan pers dlm penduduk demokrasi. Sekian & terima kasih.