Mobile learning sendiri merupakan suatu metode pembelajaran gres yang mengoptimalkan penggunaan teknologi perangkat mobile ketika ini. Pidato Takuya menyinari tiga karakteristik istimewa yang dimiliki Asia Tenggara ihwal teknologi ini. Menurutnya, ketiga karakteristik tersebut sanggup mendukung daerah ini menjadi tempat yang paling maju untuk pertumbuhan mobile learning.
Daftar Isi
Imbas pesatnya pertumbuhan perangkat mobile
Semua orang tahu bahwa Asia Tenggara ialah daerah yang meningkat pesat dalam hal populasi dan pendapatan nasional, dan berdasarkan Takuya, mobile learning bukan pengecualian. Penetrasi mobile atau perkembangan penggunaan perangkat seluler diperkirakan berkembang lima kali lipat antara tahun 2013 hingga 2019. Sedangkan konsumsi mobile data diperkirakan meningkat lebih dari delapan kali lipat dalam rentang tahun yang sama, menjadikan angka ini sebagai salah satu angka kemajuan yang tercepat di dunia.
Selain itu, Asia Tenggara ialah wilayah yang sungguh “mobile”. Karena teknologi perangkat seluler dan jaringan di kawasan ini jauh lebih maju dan cepat diadopsi dibandingkan komputer tradisional. Hampir segala sesuatu yang diciptakan di Asia Tenggara berbentuk mobile. Dalam hal ini tergolong ranah pembayaran, pertanian, pelayanan kesehatan, dan pastinya pembelajaran. Salah satu contoh sukses mobile learning di Asia Tenggara versi Takuya yaitu Kelase dari Indonesia.
BYOD – bring your own device di dunia pendidikan
BYOD boleh jadi makin berkembang pesat di ranah bisnis. Namun, saat kita membahas BYOD mobile – perangkat mirip tablet untuk pembelajaran, hal ini belum menjadi sesuatu yang mainstream di golongan pendidikan. Takuya memberikan bahwa sesudah mengobrol dengan beberapa pencetus EdTech, staf pemerintah, kepala sekolah dan guru, ternyata BYOD mobile belum sanggup diterima secara luas dengan argumentasi keamanan, kurangnya pengaplikasian, efektivitas, dan lainnya. Menurut perkiraan Takuya, hanya sekitar 10 sampai 15 persen siswa yang pernah melaksanakan kegiatan pembelajaran di sekolah secara signifikan menggunakan perangkat seluler mereka sendiri.
Namun, keadaan di Asia Tenggara sangat berbeda. Ketika Takuya mendatangi beberapa sekolah di Indonesia, ia cukup terkejut menemukan bahwa ternyata sudah biasa siswa di tanah air yang menggunakan Quipper School melalui perangkat seluler mereka sendiri. Berdasarkan survei Quipper kepada lebih dari 1.000 siswa dan 200 guru, 95 persen siswa mengaku bahwa mereka diizinkan untuk membawa perangkat seluler mereka sendiri dan menjalankan peran Quipper School di sekolah, dan 55 persen di antaranya sudah aktif melakukan peran dengan cara tersebut.
Takuya lebih lanjut menjelaskan bahwa kecenderungan ini didorong oleh beberapa aspek. Pertama, daerah ini “melompati” teknologi lama ibarat laptop dan wifi, karena yaitu mirip yang sudah disebutkan sebelumnya, kini teknologi mobile dan seluler telah lebih canggih. Kedua, berkat perlindungan pihak pemerintah yang tidak hanya memperbolehkan, tetapi juga mendorong siswa menenteng perangkat selulernya masing-masing. Hal ini dikarenakan pemerintah menyadari bahwa mobile learning yakni kunci untuk memajukan pendidikan di negaranya, yang tentunya berujung pada peningkatan kondisi ekonomi.
Source : http://id.techinasia.com
Sumber https://wirahadie.com