√ Isi Perundingan Renville, Efek, Tujuan, Tempat, Dan Tokoh-Tokohnya

Isi Perundingan Renville, Dampak, Tujuan, Tempat, dan Tokoh-Tokohnya – Perundingan Renville dilaksanakan karena adanya perbedaan penafsiran mengenai isi Perundingan Linggajati yang sudah disepakati bersama. Perselisihan ini kian memuncak sehingga pada tanggall 21 Juli 1947, Belanda melakukan Agresi Militer pertama kepada Republik Indonesia.

Agresi militer yang dikerjakan oleh Indonesia terhadap Belanda mendapat kecaman dari Negara-negara Timur tengah, utamanya Liga Arab. Mereka pula mengakui kemerdekaan Indonesia dan memusuhi Belanda.

Untuk menyelesaikan konflik antara Indonesia – Belanda, Dewan keselamatan PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN), Committee of Good Offices for Indonesia, yang terdiri dari Negara – Negara, seperti: Amerika Serikat, Australia, dan Belgia. KTN dibentuk untuk mencari jalan keluar atas persoalan Indonesia – Belanda. Akhirnya, KTN berhasil mempertemukan pihak Indonesia dan Belanda di dalam suatu meja negosiasi.

Perundingan tersebut dijalankan di atas sebuah kapal pengangkut milik pasukan Angkatan Laut Amerika Serikat “USS Renville” yang tengah berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Oleh karena itulah, perundingan ini disebut juga dengan Perundingan Renville.

Perundingan ini dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan dihadiri oleh beberapa delegasi dari kedua belah pihak. Adapun tokoh – tokoh pemimpin delegasi kedua belah pihak tersebut ialah sebagai berikut:

Pimpinan Delegasi Indonesia: Mr. Amir Syarifuddin

Pimpinan Delegasi Belanda: Kolonel R. Abdulkadir Widjojoatmodjo (seorang Indonesia yang pro Belanda),

Pimpinan Delegasi Amerika Serikat (sebagai penengah): Frank Porter Graham.

Isi Perundingan Renvile

Setelah melakukan konsolidasi di atas Kapal Renvile, Perundingan ini menghasilkan beberapa poin yang disebut juga dengan isi Perundingan Renville yang baru ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948. Adapun isi dari perundingan Renville adalah sebagai berikut:

(1) Pemerintah Republik Indonesia harus mengakui kedaulatan Negara Belanda atas Hindia Belanda hingga batas waktu yang sudah diputuskan oleh Kerajaan Belanda sebelum memberi ratifikasi kepada Negara Indonesia Serikat (NIS).

(2) Akan diadakannya pemungutan bunyi bagi penduduk-penduduk di daerah Madura, Jawa, dan Sumetera untuk memilih apakah mereka mengharapkan untuk bergabung dengan Republik Indonesia atau Menjadi Negara bagaian dari Negara Indonesia Serikat.

(3) Setiap negara potongan mempunyai hak untuk tinggal di luar Negara Indonesia Serikat atau mengadakan hubungan khusus dengan Negara Indonesia Serikat atau dengan Nederland.

(4) Belanda berdaulat penuh atas seluruh wilayah Indonesia hingga kedaulatan tersebut diserahkan terhadap Republik Indonesia Serikat, yang hendak segera dibentuk.

(5) Seluruh Pasukan Republik Indonesia yang masih berada didaerah-tempat pendudukan Pasukan Belanda mesti secepatnya ditarik ke luar ke tempat Republik Indonesia.

Akibat disahkannya hasil perundingan ini, kawasan Republik Indonesia yang pada mulanya hanya mencakup Jawa, Madura, dan Sumatera menjadi kian kecil. Namun, Republi Indonesia bersedia untuk menandatangani hasil dari Perjanjian Renville ini dikarenakan ada beberapa argumentasi.

Adapun argumentasi-argumentasi tersebut ialah persediaan amunisi TNI untuk perang semakin menipis, sehingga kalau menolak, maka akan muncul pertempuran yang lebih ahli dan akan timbul korban yang besar di pihak TNI.

Selain itu, Dewan Keamanan PBB memperlihatkan jaminan terhadap Republik Indonesia untuk membantu dengan akan melaksanakan pemungutan bunyi yang mau dimenangkan oleh pihak Indonesia.

Pasca Perjanjian Renville

Sebagai hasil dari perundingan ini, Tentara Nasional Indonesia harus keluar dari wilayah-wilayah yang sudah dikuasainya, sehingga pada bulan Februari 1948, Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah. Namun, tidak semua p0juang

Republik Indonesia yang berisikan berbagai laskar mau meninggalakan wilayahnya, menyerupai Barisan Bambu Runcing dan Laskar Hizbullah/Sabillilah yang dipimpinan oleh Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo.

Pasukan TNI dari Resimen 40/Damarwulan, bersama dengan batalyon di jajarannya, seperti: Batalyon Gerilya (BG) VIII, Batalyon Gerilya (BG) IX, Batalyon Gerilya (BG) X, Depo Batalyon, EX, dan ALRI Pangkalan X meninggalkan wilayahnya dan pindah ke Blitar dan sekitarnya.

Selanjutnya, Resimen 40/Damarwulan berkembang menjadi Brigade III/Damarwulan, dan seluruh batalyon juga ikut berganti, diantaranya yaitu Batalyon 25, Batalyon 26, Batalyon 27.

Kemudian di bawah pimpinan Letnan Kolonel Moch Sroedji, Resimen ini melakukan Wingate Action dengan menempuh jarak 500 Kilometer selama 51 hari. Aksi ini dikerjakan atas perintah Panglima Besar Sudirman dalam Surat Perintah Siasat No I.

Sumber https://www.kakakpintar.id