Permendikbud No 26 Tahun 2017 merupakan pergeseran peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2017 perihal Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah. Hal mendasar yang menjadi alasan pokok mengapa Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2017 tersebut dirubah adalah kerana masih terdapat kelemahan dan belum mampu memuat pertumbuhan keperluan masyarakat terkait dengan petunjuk teknis dukungan operasional sekolah.
Terkait dengan hal tersebut diatas, maka pada pasal 1 ditetapkan perubahan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 335), sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang Merupakan pecahan tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Lalu apa saja yang menjadi hal paling penting dari Permendikbud No 26 tahun 2017 ini? Berikut beberapa hal yang kami anggap penting dari Permendikbud No. 26 Tahun 2017:
A. Satuan Biaya
Bos yang diterima oleh masing-masing satuan pendidikan SD/SDLB/Sekolah Menengah Pertama/SMPLB dan SMA/SMALB/Sekolah Menengah kejuruan dijumlah berdasarkna jumlah penerima ajar pada sekolah yang bersangkutan. Besaran satuan ongkos BOS tersebut adalah:
- Sekolah Dasar/LB: Rp. 800.000,-/penerima didik/tahun
- SMP/SMPLB: Rp. 1.000.000,-/penerima didik/tahun
- Sekolah Menengan Atas/SMALB dan SMK: Rp. 1.400.000,-/akseptor latih/tahun
dengan tetap mengacuh pada ketentuan perkiraan jumlah BOS selaku berikut:
- Sekolah dengan jumlah penerima asuh 60 atau lebih, BOS yang diterima oleh sekolah dihitung selaku berikut:
1) SD/SDLB
BOS = jumlah peserta bimbing x Rp 800.000,-
2) SMP/SMPLB/ Sekolah Terintegrasi/SMP Satap
BOS = jumlah penerima asuh x Rp 1.000.000,-
3) Sekolah Menengan Atas/SMALB
BOS = jumlah penerima ajar x Rp 1.400.000,-
4) SMK
BOS = jumlah akseptor didik x Rp 1.400.000,-
5) SLB (dengan penerima didik lintas jenjang)
BOS = (jumlah peserta ajar tingkat Sekolah Dasar x Rp 800.000,-) + (jumlah penerima bimbing tingkat Sekolah Menengah Pertama x Rp 1.000.000,-) + (jumlah peserta asuh tingkat SMA x Rp 1.400.000,-)
Bila hasil perkiraan jumlah dana kurang dari Rp 84.000.000,-, maka jumlah dana sekurang-kurangnyayang diterima SLB tersebut sebesar Rp 84.000.000,-.
BOS = jumlah peserta bimbing x Rp 800.000,-
2) SMP/SMPLB/ Sekolah Terintegrasi/SMP Satap
BOS = jumlah penerima asuh x Rp 1.000.000,-
3) Sekolah Menengan Atas/SMALB
BOS = jumlah penerima ajar x Rp 1.400.000,-
4) SMK
BOS = jumlah akseptor didik x Rp 1.400.000,-
5) SLB (dengan penerima didik lintas jenjang)
BOS = (jumlah peserta ajar tingkat Sekolah Dasar x Rp 800.000,-) + (jumlah penerima bimbing tingkat Sekolah Menengah Pertama x Rp 1.000.000,-) + (jumlah peserta asuh tingkat SMA x Rp 1.400.000,-)
Bila hasil perkiraan jumlah dana kurang dari Rp 84.000.000,-, maka jumlah dana sekurang-kurangnyayang diterima SLB tersebut sebesar Rp 84.000.000,-.
- Sekolah dengan jumlah penerima ajar kurang dari 60 (sekolah kecil), BOS yang diterima oleh sekolah dijumlah sebagai berikut:
1) Penerima kebijakan alokasi minimal 60 akseptor bimbing
a) SD
BOS = 60 x Rp 800.000,-
b) SMP/SMP Sekolah Terintegrasi/Sekolah Menengah Pertama Satap
BOS = 60 x Rp 1.000.000,-
c) SDLB yang berdiri sendiri (tidak menjadi satu dengan SMPLB/SMALB)
a) SD
BOS = 60 x Rp 800.000,-
b) SMP/SMP Sekolah Terintegrasi/Sekolah Menengah Pertama Satap
BOS = 60 x Rp 1.000.000,-
c) SDLB yang berdiri sendiri (tidak menjadi satu dengan SMPLB/SMALB)
BOS = 60 x Rp 800.000,-
d) SMPLB yang bangkit sendiri (tidak menjadi satu
dengan SDLB/SMALB)
BOS = 60 x Rp 1.000.000,-
e) SMALB yang bangkit sendiri (tidak menjadi satu
dengan SDLB/SMPLB)
BOS = 60 x Rp 1.400.000,-
f) SLB yang memiliki akseptor bimbing lintas jenjang, atau sekolah luar biasa dengan satu administrasi antara SDLB, dan/atau SMPLB, dan/atau SMALB
BOS = 60 x Rp 1.400.000,-
2) Bukan akseptor kebijakan alokasi sekurang-kurangnya60 peserta asuh
a) Sekolah Dasar
BOS = jumlah peserta bimbing x Rp 800.000,-
b) SMP/Sekolah Terintegrasi/SMP Satap
BOS = jumlah peserta ajar x Rp 1.000.000,-
c) SMA/Sekolah Terintegrasi/SMA Satap
BOS = jumlah peserta asuh x Rp 1.400.000,-
d) Sekolah Menengah kejuruan
BOS = jumlah akseptor didik x Rp 1.400.000,-
d) SMPLB yang bangkit sendiri (tidak menjadi satu
dengan SDLB/SMALB)
BOS = 60 x Rp 1.000.000,-
e) SMALB yang bangkit sendiri (tidak menjadi satu
dengan SDLB/SMPLB)
BOS = 60 x Rp 1.400.000,-
f) SLB yang memiliki akseptor bimbing lintas jenjang, atau sekolah luar biasa dengan satu administrasi antara SDLB, dan/atau SMPLB, dan/atau SMALB
BOS = 60 x Rp 1.400.000,-
2) Bukan akseptor kebijakan alokasi sekurang-kurangnya60 peserta asuh
a) Sekolah Dasar
BOS = jumlah peserta bimbing x Rp 800.000,-
b) SMP/Sekolah Terintegrasi/SMP Satap
BOS = jumlah peserta ajar x Rp 1.000.000,-
c) SMA/Sekolah Terintegrasi/SMA Satap
BOS = jumlah peserta asuh x Rp 1.400.000,-
d) Sekolah Menengah kejuruan
BOS = jumlah akseptor didik x Rp 1.400.000,-
- Jumlah BOS untuk kelas jauh, SMP Terbuka dan Sekolah Menengan Atas Terbuka tetap didasarkan pada jumlah penerima bimbing riil yang valid karena pengelolaan dan pertanggungjawabannya disatukan dengan sekolah induk.
b. Penyaluran BOS ke Sekolah tiap triwulan
Proporsi penyaluran dana tiap triwulan/semester dari RKUD ke rekening sekolah diubahsuaikan dengan persentase penyaluran BOS dari RKUN ke RKUD yakni:
a. Penyaluran tiap triwulan
1) Triwulan I, III, dan IV (proporsi 20% dari alokasi satu tahun)
a) SD
BOS = alokasi jumlah akseptor didik x Rp 160.000,-
b) Sekolah Menengah Pertama/Sekolah Terintegrasi/Sekolah Menengah Pertama Satap
BOS = alokasi jumlah peserta bimbing x Rp 200.000,-
c) Sekolah Menengan Atas/Sekolah Terintegrasi/SMA Satap
BOS = alokasi jumlah penerima asuh x Rp 280.000,-
d) SMK
BOS = alokasi jumlah peserta didik x Rp 280.000,-
e) SDLB yang bangun sendiri (tidak menjadi satu dengan SMPLB/ SMALB)
BOS = alokasi jumlah akseptor asuh x Rp 160.000,-
f) SMPLB yang berdiri sendiri (tidak menjadi satu dengan SDLB/ SMALB)
BOS = alokasi jumlah peserta bimbing x Rp 200.000,-
g) SMALB yang bangkit sendiri (tidak menjadi satu dengan SDLB/ SMPLB)
BOS = alokasi jumlah peserta ajar x Rp 280.000,-
h) SLB yang mempunyai akseptor latih lintas jenjang, atau sekolah hebat dengan satu manajemen antara SDLB, SMPLB, dan/atau SMALB
BOS = alokasi jumlah peserta bimbing x Rp 280.000,-
2) Triwulan II (proporsi 40% dari alokasi satu tahun)
a) Sekolah Dasar
BOS = alokasi jumlah peserta latih x Rp 320.000,-
b) Sekolah Menengah Pertama/Sekolah Terintegrasi/SMP Satap
BOS = alokasi jumlah peserta latih x Rp 400.000,-
c) SMA/Sekolah Terintegrasi/Sekolah Menengan Atas Satap
BOS = alokasi jumlah peserta didik x Rp 560.000,-
d) SMK
BOS = alokasi jumlah akseptor ajar x Rp 560.000,-
e) SDLB yang bangkit sendiri (tidak menjadi satu dengan SMPLB/ SMALB)
BOS = alokasi jumlah penerima bimbing x Rp 320.000,-
f) SMPLB yang berdiri sendiri (tidak menjadi satu dengan SDLB/ SMALB)
BOS = alokasi jumlah penerima ajar x Rp 400.000,-
g) SMALB yang bangun sendiri (tidak menjadi satu dengan SDLB/ SMPLB)
BOS = alokasi jumlah peserta bimbing x Rp 560.000,-
h) SLB yang memiliki peserta didik lintas jenjang, atau sekolah hebat dengan satu manajemen antara SDLB, dan/atau SMPLB, dan/atau SMALB
BOS = alokasi jumlah peserta bimbing x Rp 560.000,-
a. Penyaluran tiap triwulan
1) Triwulan I, III, dan IV (proporsi 20% dari alokasi satu tahun)
a) SD
BOS = alokasi jumlah akseptor didik x Rp 160.000,-
b) Sekolah Menengah Pertama/Sekolah Terintegrasi/Sekolah Menengah Pertama Satap
BOS = alokasi jumlah peserta bimbing x Rp 200.000,-
c) Sekolah Menengan Atas/Sekolah Terintegrasi/SMA Satap
BOS = alokasi jumlah penerima asuh x Rp 280.000,-
d) SMK
BOS = alokasi jumlah peserta didik x Rp 280.000,-
e) SDLB yang bangun sendiri (tidak menjadi satu dengan SMPLB/ SMALB)
BOS = alokasi jumlah akseptor asuh x Rp 160.000,-
f) SMPLB yang berdiri sendiri (tidak menjadi satu dengan SDLB/ SMALB)
BOS = alokasi jumlah peserta bimbing x Rp 200.000,-
g) SMALB yang bangkit sendiri (tidak menjadi satu dengan SDLB/ SMPLB)
BOS = alokasi jumlah peserta ajar x Rp 280.000,-
h) SLB yang mempunyai akseptor latih lintas jenjang, atau sekolah hebat dengan satu manajemen antara SDLB, SMPLB, dan/atau SMALB
BOS = alokasi jumlah peserta bimbing x Rp 280.000,-
2) Triwulan II (proporsi 40% dari alokasi satu tahun)
a) Sekolah Dasar
BOS = alokasi jumlah peserta latih x Rp 320.000,-
b) Sekolah Menengah Pertama/Sekolah Terintegrasi/SMP Satap
BOS = alokasi jumlah peserta latih x Rp 400.000,-
c) SMA/Sekolah Terintegrasi/Sekolah Menengan Atas Satap
BOS = alokasi jumlah peserta didik x Rp 560.000,-
d) SMK
BOS = alokasi jumlah akseptor ajar x Rp 560.000,-
e) SDLB yang bangkit sendiri (tidak menjadi satu dengan SMPLB/ SMALB)
BOS = alokasi jumlah penerima bimbing x Rp 320.000,-
f) SMPLB yang berdiri sendiri (tidak menjadi satu dengan SDLB/ SMALB)
BOS = alokasi jumlah penerima ajar x Rp 400.000,-
g) SMALB yang bangun sendiri (tidak menjadi satu dengan SDLB/ SMPLB)
BOS = alokasi jumlah peserta bimbing x Rp 560.000,-
h) SLB yang memiliki peserta didik lintas jenjang, atau sekolah hebat dengan satu manajemen antara SDLB, dan/atau SMPLB, dan/atau SMALB
BOS = alokasi jumlah peserta bimbing x Rp 560.000,-
- Ketentuan Penggunaan BOS di Sekolah
- Penggunaan BOS di sekolah harus didasarkan pada komitmen dan keputusan bersama antara Tim BOS Sekolah, Dewan Guru, dan Komite Sekolah. Hasil akad di atas mesti dituangkan secara tertulis dalam bentuk gosip agenda rapat dan ditandatangani oleh penerima rapat. Kesepakatan penggunaan BOS harus didasarkan skala prioritas keperluan sekolah, utamanya untuk menolong mempercepat pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan/atau Standar Nasional Pendidikan (SNP).
- Penggunaan BOS diprioritaskan untuk aktivitas operasional sekolah.
- Biaya transportasi dan duit letih guru PNS yang bertugas di luar kewajiban jam mengajar sesuai dengan satuan biaya yang ditetapkan oleh pemerintah tempat.
- Bunga bank/jasa giro tamat adanya BOS di rekening sekolah dikontrol sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-seruan.
BOS yang diterima oleh sekolah tidak diperbolehkan untuk:- disimpan dengan maksud dibungakan;
- dipinjamkan kepada pihak lain;
- berbelanja software/perangkat lunak untuk pelaporan keuangan BOS atau software sejenis;
- membiayai aktivitas yang tidak menjadi prioritas sekolah dan memerlukan biaya besar, antara lain studi banding, tur studi (karya wisata), dan sejenisnya;
- mengeluarkan uang iuran kegiatan yang diselenggarakan oleh UPTD kecamatan/kabupaten/kota/provinsi/pusat, atau pihak lainnya, kecuali untuk ongkos transportasi dan konsumsi penerima latih/pendidik/tenaga kependidikan yang mengikuti acara tersebut;
- mengeluarkan uang bonus dan transportasi rutin untuk guru;
- membiayai fasilitas kegiatan antara lain sewa hotel, sewa ruang sidang, dan lainnya;
- berbelanja busana/seragam/sepatu bagi guru/penerima didik untuk kepentingan langsung (bukan inventaris sekolah);
- digunakan untuk rehabilitasi sedang dan berat;
- membangun gedung/ruangan gres, kecuali pada SD/SDLB yang belum mempunyai prasarana jamban/WC dan kantin sehat;
- berbelanja Lembar Kerja Siswa (LKS) dan bahan/perlengkapan yang tidak mendukung proses pembelajaran;
- menanamkan saham;
- membiayai kegiatan yang sudah dibiayai dari sumber dana Pemerintah Pusat atau pemerintah kawasan secara penuh/wajar;
- membiayai kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan operasional sekolah, antara lain membiayai iuran dalam rangka upacara perayaan hari besar nasional, dan upacara/program keagamaan;
- membiayai kegiatan dalam rangka mengikuti training/ sosialisasi/pendampingan terkait jadwal BOS/perpajakan acara BOS yang diselenggarakan lembaga di luar dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota dan/atau Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Demikianlah info penting tentang Permendikbud No 26 Tahun 2017. Untuk informasi yang lebih rincian, silahkan anda unduh pada tautan berikut ini:
Sumber http://www.infoguruku.net/