√ Budaya Politik Di Indonesia

Budaya Politik Di Indonesia – Salah satu unsur budaya nasional yakni budaya politik. Budaya politik suatu bangsa merupakan seperang-kat pengetahuan, keyakinan, sikap, perasaan, & penilaian warga negara terhadap metode politik serta sikap terhadap perannya sendiri dlm kehidupan politik bangsa itu.
 Budaya politik suatu bangsa merupakan seperang √  Budaya Politik Di Indonesia
Budaya Politik Di Indonesia
Budaya politik yg sesuai dgn kehidupan politik bangsa akan membuat kematangan budaya politik. Berikut akan diurai-kan mengenai pengertian budaya politik, tipe-tipe budaya politik, pentingnya sosialisasi politik dlm pengembangan budaya politik, & peran serta budaya politik partisipan.

Daftar Isi

A. Pengertian Budaya Politik

Budaya politik mampu dipandang selaku landasan tata cara politik yg memberi jiwa atau warna pada sistem politik atau yg memberi arah pada kiprah-kiprah politik yg dijalankan oleh struktur politik. Banyak para sarjana politik yg sudah berupaya merumuskan makna budaya politik. Beberapa di antaranya yakni selaku berikut.

1. Gabriel Almond & Sidney Verba (1966)

Budaya politik merupakan sikap orientasi warga negara terhadap tata cara politik & aneka ragam bagiannya & sikap kepada peranan warga negara di dlm metode itu.

2. Kay Lawson (1988)

Budaya politik yakni terdapatnya satu perangkat yg meliputi seluruh nilai politik yg terdapat di seluruh bangsa.

3. Larry Diamond (2003)

Budaya politik yakni kepercayaan, sikap, nilai, pandangan baru-persepsi baru, sentimen, & penilaian suatu penduduk perihal sistem politik negeri mereka & kiprah individu masing-masing dlm metode itu.

4. Austin Ranney (1996)

Budaya politik ialah seperangkat persepsi perihal politik & peme-rintahan yg dipegang dengan-cara bareng , suatu orientasi terhadap objek-objek politik.

5. Alan R. Ball (1963)

Budaya politik yaitu susunan yg terdiri atas sikap, kepercayaan, emosi, & nilai-nilai penduduk yg bekerjasama dgn metode politik & isu-gunjingan politik.

6. Mochtar Masoed & Colin Mac Andrews (2000)

Budaya politik yaitu sikap & orientasi warga suatu negara terhadap kehidupan pemerintah negara & politiknya.
Dari aneka macam usulan di atas, dapat ditarik tamat selaku berikut.
  1. Budaya politik tak menekankan duduk kasus pada sikap konkret warga negara yg berupa perbuatan, melainkan lebih menekankan masalah pada perilaku nonaktual yg berupa orientasi, contohnya sikap, nilai, wawasan, kepercayaan, & penilaian warga terhadap suatu objek politik.
  2. Budaya politik menggambarkan orientasi politik warga negara dgn jumlah besar bukan perseorangan.
  3. Hal-hal yg diorientasikan dlm budaya politik yakni tata cara politik & objek pembicaraan warga negara yakni kehidupan politik pada lazimnya .
  4. Budaya politik merupakan persepsi warga negara yg diaktualisasikan dlm pola sikap kepada urusan politik yg terjadi sehingga memiliki imbas terhadap pembentukan struktur & proses aktivitas politik penduduk maupun pemerintahan karena tata cara politik merupakan hubungan antara manusia yg menyangkut soal kekuasaan, aturan, & wewenang. Negara Indonesia menganut tata cara politik Demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila menurut kerakyatan yg dijiwai & diintegrasikan dgn sila-sila yang lain.
  5. Demokrasi Pancasila merupakan perwujudan & pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi yg menurut atas UUD 1945.

B. Tipe-Tipe Budaya Politik

Budaya politik menunjuk pada orientasi dr tingkah laku individu/ penduduk terhadap metode politik. Budaya politik mampu digolongkan ke dlm tiga tipe, yakni selaku berikut.

1. Budaya Politik Parokial

Budaya politik ini terbatas pada satu wilayah atau lingkup yg kecil. Dalam budaya politik parokial, orientasi politik warga terhadap keseluruhan objek politik bisa dibilang rendah karena anggota penduduk cenderung tak meletakkan minat terhadap objek-objek politik yg luas, kecuali dlm batas tertentu di tempat mereka tinggal.
Ciri-ciri budaya politik parokial yakni sebagai berikut.
  • Budaya politik ini berjalan dlm penduduk yg masih tradisional & sederhana.
  • Belum terlihat kiprah-peran politik yg khusus; tugas politik dilaksanakan serempak bersamaan dgn tugas ekonomi, keagamaan, & lain-lain.
  • Kesadaran anggota masyarakat akan adanya pusat kewenangan atau kekuasaan dlm masyarakatnya condong rendah.
  • Warga condong tak menaruh minat kepada objek-objek politik yg luas, kecuali yg ada di sekitarnya.
  • Warga tak banyak berharap atau tak mempunyai keinginan-harapan tertentu dr tata cara politik tempat ia berada.

2.  Budaya Politik Subjek

Menurut Mochtar Masoed & Colin Mac Andrews (2000), budaya politik subjek menunjuk pada orang-orang yg dengan-cara pasif patuh pada pejabat-pejabat pemerintahan & undang-undang, tetapi tak melibatkan diri dlm politik ataupun menyodorkan suara dlm penyeleksian. Ciri-ciri budaya politik subjek yakni sebagai berikut.
  • Warga menyadari sepenuhnya akan otoritasi pemerintah.
  • Tidak banyak warga yg memberi masukan & undangan pada pemerintah, namun mereka cukup puas untuk mendapatkan apa yg berasal dr pemerintah.
  • Warga bersikap menemukan saja putusan yg dianggapnya selaku sesuatu yg tak boleh dikoreksi, apalagi ditentang.
  • Sikap warga sebagai bintang film politik adalah pasif; artinya warga tak mampu berbuat banyak untuk ikut serta dlm kehidupan politik.
  • Warga menaruh kesadaran, minat, & perhatian terhadap metode politik pada biasanya & terutama terhadap objek politik output, sedangkan kesa-darannya terhadap input & kesadarannya selaku pemain drama politik masih rendah.

3.  Budaya Politik Partisipan

Menurut usulan Almond & Verba (1966), budaya politik partisipan ialah suatu bentuk budaya yg berprinsip bahwa anggota penduduk diorientasikan dengan-cara eksplisit terhadap tata cara sebagai keseluruhan & terhadap struktur & proses politik serta administratif.
Dalam budaya politik partisipan, orientasi politik warga terhadap keseluruhan objek politik, baik umum, input & output, maupun pribadinya dapat dikatakan tinggi. 
Ciri-ciri dr budaya politik partisipan yakni sebagai berikut.
  1. Warga menyadari akan hak & tanggung jawabnya & bisa memper-gunakan hak itu serta menanggung kewajibannya.
  2. Warga tak menerima begitu saja kondisi, tunduk pada kondisi, berdisiplin tetapi mampu menganggap dgn penuh kesadaran semua objek politik, baik keseluruhan, input, output maupun posisi dirinya sendiri.
  3. Anggota penduduk sungguh partisipatif terhadap semua objek politik, baik mendapatkan maupun menolak suatu objek politik.
  4. Masyarakat menyadari bahwa ia ialah warga negara yg aktif & berperan selaku penggerak.
  5. Kehidupan politik dianggap sebagai fasilitas transaksi, menyerupai halnya pedagang & pembeli. Warga mampu memperoleh berdasarkan kesadaran, tetapi pula bisa menolak berdasarkan penilaiannya sendiri.
  Pengertian, Unsur, Ciri, dan Jenis Hukum
Bagaimana dgn budaya politik di Indonesia? Ada bermacam-macam persepsi mengenai budaya politik Indonesia. Keragaman usulan ini dimungkinkan karena persoalan budaya politik itu dilihat dr sudut pandang yg bertentangan. Rusadi Kartaprawira dlm bukunya Sistem Politik di Indonesia menyatakan adanya beberapa ciri dr budaya politik Indonesia, antara lain merupakan selaku berikut.
  1. Sifat ikatan primordial masih kuat yg dikenali lewat indikator yg berupa sentimen kedaerahan, kesukuan, & keagamaan.
  2. Budaya politik Indonesia bersifat parokial subjek di satu pihak & partisipasi di lain pihak.
  3. Ada subbudaya yg banyak & beraneka ragam. Hal ini terjadi karena Indonesia mempunyai banyak suku yg masing-masing mempunyai budaya sendiri-sendiri.
  4. Kecenderungan budaya politik Indonesia masih mengukuhi sifat paternalisme & sifat patrimonial. Sebagai indikator, misalnya yakni sikap menyenangkan atasan.
Affan Gaffar (1999) dlm bukunya Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi menyampaikan bahwa budaya politik Indonesia memiliki tiga ciri lebih banyak didominasi yakni selaku berikut.

1. Hierarki yg tegas

Sebagian besar penduduk Indonesia bersifat hierarkis yg memperlihatkan adanya pembedaan atau tingkatan atas & bawah. Stratifikasi sosial yg hierarkis ini terlihat dr adanya pemilahan tegas antara penguasa & rakyat kebanyakan. Masing-masing terpisah melalui tatanan hierarkis yg sungguh ketat.
Dalam kehidupan politik, imbas stratifikasi sosial semacam itu antara lain tercermin pada cara penguasa memandang dirinya & rakyatnya. Mereka condong merendahkan rakyatnya. Karena penguasa sangat baik, pemurah, & pelindung, sudah semestinya rakyat patuh, tunduk, setia, & taat pada penguasa negara. Bentuk negatif yang lain bisa dilihat dlm soal kebijakan publik. Penguasa membentuk semua jadwal publik, termasuk merumuskan kebijakan publik, sedangkan rakyat condong disisihkan dr proses politik. Rakyat tak diajak berdialog & kurang didengar aspirasinya.

2. Kecenderungan patronage

Kecenderungan patronage, adalah kecenderungan pembentukan teladan hubungan patronage, baik di kelompok penguasa & masyarakat maupun acuan hubungan patron-client. Pola hubungan ini bersifat perorangan. Antara dua individu, yakni patron & client, terjadi interaksi timbal balik dgn mempertukarkan sumber daya yg dimiliki masing-masing. Patron mempunyai sumber daya berupa kekuasaan, kedudukan atau jabatan, perlindungan, perhatian & kasih sayang, bahkan materi. Kemudian, client mempunyai sumber daya berupa pinjaman, tenaga, & kesetiaan.
Menurut Yahya Muhaimin, dlm metode bapakisme (hubungan bapak-anak), ”bapak” (patron) dipandang selaku tumpuan & sumber pemenuhan keperluan material & bahkan spiritual serta pelepasan keperluan emosional ”anak” (client). Sebaliknya, para anak buah dijadikan tulang punggung bapak.

3. Kecenderungan Neo-patrimonialistik

Dikatakan neo-patrimonalistik karena negara mempunyai atribut atau kelengkapan yg sudah modern & rasional, tetapi pula masih mengamati atribut yg patrimonial. Negara masih dianggap milik pribadi atau kelompok pribadi sehingga diperlakukan layaknya suatu keluarga.
Menurut Max Weber, dlm negara yg patrimonalistik penyelenggaraan pemerintah berada di bawah kontrol pribadi pimpinan negara. Adapun menurut Affan Gaffar, negara patrimonalistik mempunyai sejumlah karakteristik selaku berikut.
  1. Penguasa politik terkadang mengaburkan antara kepentingan lazim & kepentingan publik.
  2. Rule of law lebih bersifat sekunder apabila dibandingkan dgn kekuasaan penguasa.
  3. Kebijakan sering kali bersifat partikularistik ketimbang bersifat universalistik.
  4. Kecenderungan untuk mempertukarkan sumber daya yg dimiliki seorang penguasa pada sahabat-temannya lebih besar.

Selanjutnya, manakah sesungguhnya budaya politik Indonesia? Karena bangsa Indonesia yaitu bangsa yg heterogen atas dasar suku, tempat, & agama maka di Indonesia terdapat banyak subbudaya politik. Bangsa Indonesia yaitu bangsa yg berprinsip Bhinneka Tunggal Ika sehingga semua bentuk subbudaya yg ada di Indonesia yakni budaya politik nasional.
Salah satu faktor penting dlm metode politik ialah budaya politik yg merefleksikan faktor subjektif. Budaya politik mengutamakan sisi psikologis dr suatu metode politik. Demokrasi Pancasila yakni suatu paham demokrasi yg bersumber pada persepsi atau filsafat hidup bangsa Indonesia yg digali dr kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Demokrasi Pancasila pada hakikatnya ialah fasilitas atau alat bagi bangsa Indonesia untuk meraih tujuan Negara sebagaimana sudah dirumuskan di dlm Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Budaya Politik Pancasila akan mengarahkan keseluruhan dr persepsi-pandangan politik, seperti norma-norma, teladan-teladan orientasi menyerupai politik & persepsi hidup pada biasanya berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila.
Adapun tata cara politik Indonesia sesuai dgn amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 1 ayat (2) merupakan metode politik demokrasi, yakni kedaulatan di tangan rakyat & dilaksanakan berdasarkan undang-undang dasar. Budaya politik yg sesuai, selaras, & sebangun dgn metode.

C. Pentingnya Sosialisasi Politik dlm Pengembangan Budaya Politik

1.  Pengertian Sosialisasi Politik

Sosialisasi politik merupakan proses pembentukan sikap & orientasi politik para anggota masyarakat dlm menjalani kehidupan politik. Proses sosialisasi berjalan seumur hidup yg diperoleh dengan-cara sengaja lewat pendidikan formal, nonformal, & informal maupun dengan-cara tak sengaja lewat kontak & pengalaman sehari-hari, baik dlm kehidupan keluarga & tetangga maupun dlm kehidupan masyarakat.
Berbagai pemahaman & batasan mengenai sosialisasi politik sudah dike-mukakan oleh para sarjana terkemuka, di antaranya adalah sebagai berikut.

Gabriel Almond (2000)

Sosialisasi politik menunjuk pada proses tempat sikap-sikap & teladan tingkah laku politik diperoleh atau dibentuk. Sosialisasi politik pula merupakan kemudahan bagi suatu generasi untuk memberikan patokan-patokan politik & keyakinan-keyakinan politik pada generasi selanjutnya.

Ramlan Surbakti (1992)

Sosialisasi politik merupakan proses pembentukan sikap & orientasi politik anggota penduduk .
Kenneth P. Langton (1969)
Sosialisasi politik adalah cara penduduk meneruskan kebudayaan politiknya.

Richard E. Dawson (1992)

Sosialisasi politik mampu dipandang selaku pewarisan pengetahuan, nilai-nilai, & persepsi-persepsi politik dr orang bau tanah, guru, & sarana-sarana sosialisasi lainnya pada warga negara gres & mereka yg menginjak remaja.
Pada hakikatnya, sosialisasi politik adalah suatu proses untuk memasya-rakatkan nilai-nilai atau budaya politik ke dlm suatu penduduk . Beberapa aspek penting dr sosialisasi politik yakni selaku berikut.
  1. Sosialisasi politik merupakan proses mencar ilmu dr pengalaman.
  2. Sosialisasi politik merupakan prakondisi bagi kegiatan sosial politik.
  3. Sosialisasi politik berjalan tak cuma pada usia dini & remaja, tetapi tetap berlanjut sepanjang kehidupan.
  4. Sosialisasi politik memperlihatkan hasil mencar ilmu yg berupa keterangan, penge-tahuan, sikap, motif, nilai-nilai yg tak cuma berhubungan dgn individu namun pula dgn kelompok.
Menurut Ramlan Surbakti, sosialisasi politik dibagi dua, yakni pendidikan politik & indoktrinasi politik. Pendidikan politik merupakan proses dialogis di antara pemberi & penerima pesan. Hal ini mampu dilaksanakan lewat aktivitas kursus, latihan kepemimpinan, diskusi, atau keikutsertaan dlm aneka macam pretemuan. Indoktrinasi politik merupakan proses sepihak tatkala penguasa memobilisasi & memanipulasi warga masyarakat untuk menemukan nilai, norma, & simbol yg dianggap oleh pihak yg berkuasa sebagai ideal & baik.

2. Tipe-Tipe Sosialisasi Politik

Tipe sosialisasi yg dimaksud yakni bagaimana cara atau mekanisme sosialisasi politik berlangsung. Ada dua tipe sosialisasi politik, yakni selaku berikut.

a. Sosialisasi Politik Tidak Langsung

Sosialisasi politik tak langsung pada mulanya berorientasi pada hal-hal yg bukan politik, kemudian warga dipengaruhi untuk memiliki orientasi politik. Sosialisasi politik tak pribadi mampu dilaksanakan lewat cara selaku berikut.

Magang

Magang merupakan bentuk acara selaku fasilitas belajar. Magang di tempat-tempat tertentu atau organisasi nonpolitik mampu memengaruhi orang tatkala berafiliasi dgn politik.

Pengalihan hubungan antarindividu

Hubungan antarindividu yg pada mulanya tak berkaitan dgn politik, kesannya individu akan terpengaruh tatkala bermitra atau berorientasi dgn kehidupan politik. Contohnya, hubungan anak dgn orang tua nantinya akan membentuk orientasi anak tatkala ia berjumpa atau berhubungan dgn pihak luar.

Generalisasi

Menurut tipe generalisasi, kepercayaan & nilai-nilai yg diyakini yg sebenarnya tak berhubungan dgn politik bisa memengaruhi orang untuk berorientasi pada objek politik tertentu.

Sosialisasi Politik Langsung

Pada tipe ini, sosialisasi politik berlangsung dlm satu tahap saja, yakni bahwa hal-hal yg diorientasikan & ditransmisikan adalah hal-hal yg bersifat politik. Sosialisasi politik pribadi dapat dilakukan lewat beberapa cara, yakni selaku berikut.

Pengalaman politik

Pengalaman politik yakni belajar pribadi dlm kegiatan-aktivitas politik atau kesibukan yg sifatnya publik. Contohnya, merupakan keterlibatan langsung seseorang dlm aktivitas partai politik.

Pendidikan politik

Sosialisasi politik lewat pendidikan politik ialah upaya yg dengan-cara sadar & sengaja serta dijadwalkan untuk menyampaikan, menanamkan, & membelajarkan anak untuk memiliki orientasi-orientasi politik tertentu.

Pendidikan politik bisa dilaksanakan lewat diskusi politik, kegiatan partai politik, & pendidikan di sekolah.

Peniruan sikap

Proses menyerap atau memperoleh orientasi politik dgn cara meniru orang lain. Contohnya, seorang siswa akan mendukung kandidat presiden tertentu karena kakaknya pula mendukung kandidat presiden tersebut.

Sosialisasi antisipatori

Sosialisasi politik dgn cara berguru bersikap & bertingkah mirip tokoh politik yg diidealkan. Misalnya, seorang anak belajar bersikap & cara mengatakan menyerupai presiden karena ia memang mengidealkan kiprah itu.

3.  Agen atau Sarana Sosialisasi Politik

Menurut Gabriel A. Almond (2000), sosialisasi politik dapat membentuk & mentransmisikan kebudayaan politik suatu bangsa. Sosialisasi politik pula mampu memelihara kebudayaan politik suatu bangsa dlm bentuk penyampaian kebudayaan itu dr generasi tua pada generasi muda, serta dapat pula mengganti kebudayaan politik. Untuk dapat memberikan atau mentrans-misikan persepsi, nilai, sikap, & keyakinan-kepercayaan politik diperlukan fasilitas atau biro-biro sosialisasi politik. Terdapat enam macam kemudahan atau biro sosialisasi, yakni keluarga, kelompok bergaul atau bermain, sekolah, tempat kerja, media massa, & kontak politik pribadi.

a. Keluarga

Keluarga merupakan lembaga pertama yg ditemui oleh individu. Keluarga pula merupakan fasilitas bagi sosialisasi politik yg sungguh strategis utamanya untuk pembentukan kepribadian dasar serta sikap-sikap sosial anak yg nanti kuat untuk orientasi politik. Pengalaman berpartisipasi dlm pengerjaan keputusan keluarga mampu meningkatkan kompetensi anak. Pengalaman itu mampu pula memberi kecakapan-kecakapan untuk melaksanakan interaksi politik.
Keluarga mempunyai peran penting dlm sosialisasi politik karena ada dua argumentasi, yakni selaku berikut.
  1. Hubungan yg terjadi di keluarga merupakan hubungan antar individu yg paling erat & memiliki ikatan yg bersahabat sehingga efektif untuk menanamkan sikap & nilai-nilai.
  2. Keluarga merupakan lembaga yg pertama & utama untuk menanamkan kepribadian anak semenjak permulaan.

b. Kelompok Pergaulan

Kelompok pergaulan bisa menjadi akomodasi sosialisasi politik yg efektif setelah anak keluar dr lingkungan keluarga. Dalam kelompok pergaulan, seseorang akan melaksanakan tindakan tertentu karena sobat-temannya di dlm kelompoknya melakukan tindakan tersebut.

Kelompok pergaulan menyosialisasikan anggota-anggotanya dgn cara mendorong atau mendesak mereka untuk beradaptasi terhadap sikap-sikap atau tingkah laku yg dianut oleh kelompok itu. Seseorang mungkin menjadi terpesona pada politik atau mulai mengikuti insiden-insiden politik karena sobat-temannya berbuat demikian.
Lingkungan kelompok pergaulan lebih luas & mengakibatkan mereka mempunyai pengalaman bareng karena kegiatan yg mereka lakukan. Pengalaman yg dimiliki oleh seorang anak acap kali tak diperoleh dr keluarga.

Sekolah

Proses pendidikan politik sejak dr bangku sekolah merupakan usaha pemerintah memperkenalkan politik pada masyarakat semenjak dini.
Sekolah berperan penting dlm sosialisasi politik. Sekolah memberi penge-tahuan pada para siswa wacana dunia politik & peranan mereka di dalamnya. Sekolah pula memperlihatkan persepsi yg lebih konkrit perihal forum-lembaga politik & hubungan-hubungan politik. Anak berguru mengenal nilai, norma, & atribut politik negaranya. Kegiatan sosialisasi politik melalui sekolah mampu berupa kesibukan intrakurikuler, upacara bendera, aktivitas extra , & baris-berbaris.

d. Tempat Kerja

Organisasi-organisasi formal atau informal yg dibentuk atas dasar pekerjaan pula mampu memainkan tugas selaku agen sosialisasi politik. Organisasi-organisasi tersebut dapat berbentuk serikat kerja atau serikat buruh. Dengan menjadi anggota & aktif dlm organisasi tersebut mereka mendapat sosialisasi politik yg efektif.
Bagi para anggotanya, organisasi-organisasi tersebut mampu berfungsi selaku penyuluh di bidang politik. Secara tak pribadi, para anggota akan berguru ihwal berorganisasi. Pengetahuan tersebut akan berfaedah & kuat tatkala mereka terjun ke dunia politik. Individu-individu yg mempunyai pengalaman berorganisasi biasanya tak akan canggung apabila suatu tatkala menggeluti ke dunia politik. Misalnya, melaksanakan konferensi dgn pejabat soal UMR, bermusyawarah dgn pimpinan perusahaan soal kemakmuran, bahkan kesibukan demonstrasi yg sesuai dgn hukum yg berlaku.

Media Massa

Media massa bagi penduduk terbaru memperlihatkan keterangan-informasi politik yg cepat & dlm jangkauan yg luas. Dalam hal itulah, media mssa baik surat kabar, majalah, radio, televisi, maupun internet memegang peranan penting.
Media massa pula merupakan kemudahan ampuh untuk membentuk sikap-sikap & kepercayaan-kepercayaan politik. Melalui media massa, ideologi negara bisa ditanamkan pada penduduk , & lewat media massa pula politik negara dapat dimengerti oleh penduduk luas.

Kontak Politik Langsung

Kontak politik pribadi bisa berupa pengalaman nyata yg dinikmati oleh seseorang dlm kehidupan politik. Betapa pun positifnya persepsi terhadap metode politik yg sudah ditanamkan oleh keluarga atau sekolah, apabila pengalaman nyata seseorang bersifat negatif, maka hal itu bisa mengubah persepsi politiknya.

D. Menampilkan Peran Serta Budaya Politik Partisipatif

1. Pengertian Budaya Politik Partisipatif

Partisipasi mempunyai arti ikut serta dlm suatu usaha bareng dgn orang lain untuk kepentingan bareng . Budaya politik partisipatif ialah salah satu jenis budaya politik bangsa. Budaya politik partisipatif sebangun atau selaras dgn metode politik demokrasi. Ciri-ciri warga yg berbudaya politik partisipatif, antara lain yaitu selaku berikut.

  • Warga mempunyai kesadaran untuk taat pada peraturan & kebijakan yg dikeluarkan tanpa perasaan stress;
  • Warga menyadari adanya kewenangan atau kekuasaan pemerintah;
  • Warga mempunyai kesadaran akan kiprah, hak, kewajiban, & tanggung jawabnya selaku warga negara;
  • Warga memiliki pengetahuan & kepekaan yg cukup terhadap masalah atau gosip-isu mengenai kehidupan politik negaranya; dan
  • Warga bisa & berani memberi masukan, wangsit, tuntutan, kritik terhadap pemerintah.

Menurut Ramlan Surbakti, partisipasi politik yakni keikutsertan warga dlm politik atau politik memengaruhi hidupnya. Ciri-ciri politik partisipatif yakni selaku berikut.

  Sekretariat Asean Terletak Di Kota...

  • Kegiatan itu diarahkan untuk memengaruhi pemerintah selaku pembuat & pelaksana putusan politik.
  • Kegiatan yg berhasil (efektif) ataupun yg gagal memengaruhi pemerintah termasuk dlm konsep partisipasi politik.
  • Kegiatan itu merupakan kesibukan atau perilaku luar individu warga negara biasa yg mampu diamati, bukan sikap batiniah berupa sikap & orientasi.
  • Kegiatan memengaruhi pemerintah bisa dilakukan baik lewat prosedur masuk akal (konvensional) & tak berupa kekerasan (nonviolence) ibarat mengajukan petisi, mengikuti mekanisme yg wajar & tak berupa kekerasan, mirip demonstrasi, mogok, serangan bersenjata.
  • Kegiatan memengaruhi pemerintah mampu dikerjakan dengan-cara eksklusif atau dengan-cara tak pribadi. Kegiatan langsung bermakna individu memengaruhi pemerintah tanpa menggunakan perantara, sedangkan kegiatan tak eksklusif mempunyai arti individu memengaruhi pemerintah melalui pihak lain yg dianggap bisa meyakinkan pemerintah.
Partisipasi kritis-korektif-konstruktif memiliki arti keterlibatan yg dilakukan dgn mengkaji suatu bentuk kesibukan, memperlihatkan kelemahan atau kesalahan & menunjukkan alternatif yg lebih baik.
Agar partisipasi itu dapat dilakukan & berguna, ada beberapa hal yg harus dipenuhi, antara lain yakni selaku berikut.
  • kesediaan untuk ikut memikul beban & akhir kegiatan atau usaha bareng yg berupa tenaga, harta, & bea, serta kesediaan untuk menikmati hasil kesibukan bareng itu;
  • kemauan & kesanggupan untuk ambil penggalan dlm salah satu atau beberapa tahap dlm proses kegiatan tertentu, dlm satu atau beberapa aspek tertentu;
  • kemauan & kesanggupan untuk mengerti seluk beluk perjuangan bareng yg sedang atau akan dikerjakan.

2.  Menerapkan Budaya Politik Partisipatif

Budaya politik partisipan tak bisa dilepaskan dr kehidupan demokrasi yg sehat. Beberapa sikap & perbuatan yg demokratis dlm kehidupan sehari-hari, yakni selaku berikut.
  • Menghindari sikap angkuh, mau menang sendiri, mementingkan diri sendiri & kelompok, keras kepala, ekstrem, & meremehkan orang lain.
  • Membina & membiasakan sikap perilaku demokratis, kekeluargaan, musyawarah, toleransi, & tenggang rasa.
Menurut S. Yudohusodo, untuk menerapkan budaya politik partisipatif ada empat hal yg mesti dilakukan, yaitu selaku berikut.

  • Mengembangkan budaya mengajukan pertimbangan & beralasan dengan-cara santun dlm semangat egalitarian.
  • Mengembangkan budaya pengambilan putusan dengan-cara terbuka & demokratis, serta mengembangkan sportivitas dlm berpolitik.
  • Membiasakan proses rekrutmen kader dengan-cara transparan menurut kualifikasi yg tolok ukurnya diketahui dengan-cara luas.
  • Mengembangkan budaya keterbukaan.

Warga negara dapat menampilkan budaya politiknya dlm wujud sikap politik. Contoh sikap politik warga negara yg merupakan perwujudan dr budaya politik partisipatif, antara lain yaitu selaku berikut.
  • mengikuti penyeleksian umum;
  • mengikuti aneka macam jajak usulan;
  • mengikuti rapat, musyawarah, obrolan, debat publik & sebagainya yg berkaitan dgn masalah bareng ;
  • melaksanakan demokrasi dengan-cara tenang, baik dlm bentuk penolakan maupun proteksi;
  • memberi masukan, pendapatan, tawaran , & kritik terhadap pemerintahan.

Mendorong Partisipasi Politik dlm Pilpres 2009

Partisipasi politik senantiasa menjadi kasus sehabis runtuhnya Orde Baru. Jika sebelumnya pada masa Orde Baru partisipasi politik penduduk dimobilisasi oleh rezim penguasa, ketika ini variabel partisipasi itu mampu dikatakan cuma tinggal kemauan penduduk . Hal itu mampu kita lihat pada Pemilu 1999, ketika semangat rakyat begitu tinggi selaku salah satu bentuk selebrasi atas kemenangan rakyat dlm bergulirnya reformasi. Golput pada pemilu itu berjumlah hanya 10,40%. Namun, pada 2004 antusiasme penduduk terhadap pemilu legislatif mengalami penurunan. Antusiasme penduduk yg menurun tersebut pada gilirannya mempunyai efek pada tingginya angka golput pada Pemilu 2004 ini. Dalam Pemilu 2004, angka golput memperlihatkan hampir seperempat jumlah pemilih, yakni 24,81%.
Selama pemilu-pemilu di Indonesia, gres kali itu angka golput mengalami peningkatan 100% lebih. Pada pemilu-pemilu Orde Baru pun jumlah mereka yg golput paling tinggi hanya 9,61%, itu terjadi pada Pemilu 1982. Pada Pemilu Presiden 2004, dr sekitar 155 juta orang jumlah pemilih terdaftar, jumlah pemilih golput ialah 21,77% pada pemilu presiden putaran pertama & 26,27% pada putaran kedua. Fenomena golput tersebut timbul pula dlm pelaksanaan penyeleksian kepala tempat (pilkada) langsung. Menurut data Departemen Dalam Negeri, penduduk yg menggunakan hak pilih dlm pilkada berkisar 65–75%. Bahkan, pilkada di sejumlah daerah, angka golput begitu tinggi. Angka itu dapat kita lihat pada Pilkada Kota Surabaya yg angka golputnya mencapai 48,32%. Pada Pilkada DKI Jakarta angka golput meraih 39,2%, & pada Pilkada Jawa Timur angka golput meraih 40%.

Pilpres 2009

Meskipun dengan-cara biasa pelaksanaan pemilu legislatif (pileg) tahun ini berjalan kondusif, antusiasme masyarakat untuk hadir di tempat- tempat pemungutan bunyi mampu dibilang merosot drastis kalau dibandingkan dgn pemilu-pemilu sebelumnya.

Sebagian penduduk perkotaan memilih berlibur. Tingkat partisipasi penduduk dlm pemilu kali ini lebih rendah bila dibandingkan dgn Pemilu 1999 & 2004. Sebanyak 29,1% pemilih pada pemilu legislatif, 9 April 2009, dipahami tak memakai hak pilih (golput). Dari 171.265.442 jumlah pemilih yg terdaftar selaku pemilih tetap, hanya 121.288.366 orang yg menggunakan hak pilih. Dengan demikian terdapat 49.677.076 pemilih yg tak ikut mencontreng.
Sementara itu, jumlah bunyi sah sebanyak 104.099.785 & bunyi tak sah sebanyak 17.488.581. Banyaknya warga yg tak memakai hak mereka dilatarbelakangi oleh duduk kasus teknis & ideologis. (1) ada pemilih yg tak terdaftar dlm DPT,
ada pemilih yg kecewa dgn desain fomat Pemilu yg tak menghargai hak politik warga negara yg dijamin oleh konstitusi, (3) ada pemilih yg protes terhadap kondisi politik yg ada dlm bentuk golput. Memang sudah menjadi polemik bahwa meningkatnya golput dlm Pileg 2009 ini disebabkan pula oleh minimnya sosialisasi pemilu yg dilakukan oleh KPU. Lembaga ini kurang aktif & intensif dlm melaksanakan sosialisasi sehingga warga penduduk banyak yg tak mengenali tentang pemilu. Bagaimana dgn tingkat partisipasi pemilih dlm Pilpres 2009? Berdasarkan survei beberapa lembaga kelihatannya antusiasme publik untuk ikut menentukan dlm pilpres sungguh tinggi. Antusiasme publik ini diiringi pula oleh tingkat kepercayaan yg cukup tinggi terhadap kandidat yg akan dipilihnya.
Antusiasme publik yg tercermin dlm survei tersebut berkorelasi dgn tingginya kesadaran masyarakat soal pentingnya pilpres untuk menentukan pemimpin mereka. Syukurlah hambatan administratif yg timbul terkait dgn masalah daftar pemilih tetap (DPT) yg amburadul setidaknya bisa diminimalisasi dgn peraturan yg mengijinkan pemilih yg tak terdaftar di DPT untuk memakai hak pilihnya dgn memperlihatkan KTP atau paspor.

Titik Krusial

Partisipasi politik merupakan bentuk nyata dr konsep kedaulatan rakyat. Melalui partisipasi politik, rakyat ikut menentukan orang-orang yg akan memegang tampuk pimpinan & menetapkan tujuan-tujuan & masa depan masyarakat. Partisipasi politik merupakan pengejawantahan dr penyelenggaraan kekuasaan politik yg absah oleh rakyat. Di negara-negara demokratis, banyaknya partisipasi memperlihatkan suatu yg baik karena dgn demikian banyak warga negara yg mengetahui & mengerti ihwal politik serta mereka ikut dlm aktivitas tersebut. Sebaliknya, tingkat partisipasi politik relatif yg rendah memperlihatkan bahwa warga negara banyak yg tak mengerti ihwal politik & mereka tidak mau terlibat dlm politik.
Di negara-negara maju yg mapan demokrasinya, partisipasi politik dlm pemilu sepertinya tak menjadi duduk masalah. Relatif rendahnya partisipasi politik tersebut tak berpengaruh bagi legitimasi & demokrasi. Namun, tak demikian halnya dgn partisipasi politik di negara-negara yg gres menerapkan demokrasi. Hal tersebut akan menjadi titik krusial bagi legitimasi pemerintahan terpilih. Salah satu titik krusial dlm partisipasi politik yaitu pemberian bunyi dlm pemilu.
Indonesia, sebagai salah satu negara baru dlm berdemokrasi, setelah selama 32 tahun di bawah pemerintahan adikara, kecenderungan kian menurunnya partisipasi politik dlm pemilu menjadi kekhawatiran banyak golongan. Seperti ditunjukkan di atas, dr pemilu ke pemilu pada masa reformasi ini tingkat partisipasi politik dlm menunjukkan bunyi condong terus turun. Memang banyak faktor yg menjadi penyebab condong menurunnya partisipasi politik dlm pemilu tersebut, baik karena faktor politis maupun faktor administratif. Oleh lantaran itu, menjadi kewajiban kita bersama untuk menawarkan kesadaran pada penduduk perlunya meningkatkan partisipasi politik masyarakat di satu segi, di sisi lain menjadi perhatian bersama bagi para elite politik.

Baca juga

Hakikat Wawasan Nusantara Dalam Konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia

Itulah materi & postingan Budaya Politik Di Indonesia yang admin bagikan kali ini. Semoga bermanfaat & budaya politik di Indonesia kian sehat & jauh dr kecurangan.