Anda sering mendengar kritik bahwa dengan-cara politik kita sudah merdeka namun secara hemat masih sering dipermainkan oleh kekuatan ekonomi global. Bahkan ada yg dengan-cara ekstrim mengatakan “kita sudah merdeka dengan-cara politik tetapi masih terjajah di bidang ekonomi.” Bahkan beberapa ahli menyampaikan tak cuma terjajah dengan-cara ekonomi, di Indonesia pula sedang berkembang imperialisme kebudayaan.
Dapat dirasakan bahwa kemandirian & kekuatan ekonomi Indonesia masih lemah lantaran dampak kekuatan asing & hutang mancanegara yg tak sedikit. Sementara di dlm negeri aneka macam penyelewengan di sektor ekonomi, termasuk korupsi masih terus berlangsung. Begitu pula kalau mencermati perkembangan budaya & pola hidup sebagian generasi muda kita yg lebih besar hati & menyenangi budaya dr Barat. Contohnya, belum dewasa & remaja akan lebih mengenal & bangga mengkonsumsi hamburger dr pada jenis masakan di negeri sendiri contohnya singkong.
Mengapa hal itu terjadi? Mengapa kemandirian di bidang ekonomi kita masih lemah? Mengapa jati diri di bidang kebudayaan pula kurang kompetitif? Pertanyaan-pertanyaan itu mempesona untuk kita telaah kemudian menemukan jawabnya. Yang terperinci kemandirian ekonomi memang mesti terus diperjuangkan, mengenang negeri kita negeri yg begitu kaya. Sejarah telah mencatat bahwa kekayaan bumi Nusantara yg diibaratkan selaku “mutiara dr timur” telah menarik perhatian negara lain untuk menjajah & menguasai tanah air tersayang. Begitu pula jati diri budaya bangsa kita mampu tergoyahkan. Kalau kita renungkan banyak sekali kasus tersebut berakar dr berkembangnya kolonialisme & imperialisme Barat di Indonesia sejak era ke-17. Nah, mulai dikala itu kita tak memiliki kemandirian & kedaulatan baik dengan-cara ekonomi, politik maupun budaya. Mencermati uraian dlm pengirim di atas ihwal adanya pandangan bahwa terdapat beberapa faktor kehidupan bangsa Indonesia yg masih berada di bawah bayang-bayang pengaruh dominasi aneh. Hal ini mengingatkan pada kehidupan di zaman kolonial tatkala negeri kita dikuasai bangsa aneh baik dengan-cara ekonomi, politik & budaya. Pemerintah yg pernah menjajah negeri kita pula tidak sedikit yg korup & menanggung hutang. Pertanyaannya ialah apakah realitas kehidupan ekonomi kita ketika ini yg masih terlilit utang, korupsi & dikatakan masih berada di bawah bayang-bayang kekuatan ekonomi global itu merupakan warisan sejarah masa kolonial?
Tentu tak sepenuh sempurna. Tetapi pertanyaan itu mengingatkan kita pada konsep perubahan & keberlanjutan dlm sejarah. Perubahan merupakan konsep yg sungguh penting dlm sejarah. Sebab insiden itu terjadi pada hakikatnya karena adanya perubahan. Perubahan merupakan pembeda dr suatu kondisi yg satu dgn kondisi yg lain, dr tempat yg satu dgn tempat yg lain, dr waktu yg satu ke waktu yg lain. Misalnya perubahan dr keadaan bangsa yg terjajah menjadi bangsa yg merdeka sesudah terjadi peristiwa Proklamasi 17 Agustus 1945. Sekalipun terjadi kejadian proklamasi ada aspek-faktor tertentu yg tersisa & masih berlanjut. Sebagai contoh dr insiden proklamasi, status kita berubah dr bangsa terjajah menjadi bangsa merdeka, namun dlm bidang aturan mirip UU Hukum Pidana masih banyak melanjutkan UU Hukum Pidana pada zaman Belanda.
Begitu pula dlm mengkaji sejarah perkembangan kolonialisme & imperialisme pasti ada peristiwa-peristiwa atas realitas yg terkait dgn desain perubah & keberlanjutan. Nah, pada uraian berikut ini kita akan berguru perihal kemajuan kolonialisme & imperialisme Barat serta perlawanan rakyat Indonesia lewat tema: antara kolonialisme & imperialisme.
Perlu disadari bahwa Nusantara merupakan kepulauan yg sungguh kaya & indah. Bagaikan “mutiara dr timur”, Nusantara atau Kepulauan Indonesia mempunyai tanaman & fauna yg sangat berwarna-warni, hasil & persediaan tambang ada di mana-mana, begitu pula hasil pertanian & perkebunan melimpah dgn hasil rempah-rempah yg senantiasa menggugah selera. Sungguh Tuhan Yang Maha Pemurah sudah menganugerahkan bumi Nusantara yg kaya ini untuk kita semua. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita bersyukur atas nikmat-Nya, dgn menjaga & melestarikannya. Kekayaan & keindahan tanah Nusantara itu pula yg menawan & menggiurkan bangsa-bangsa lain untuk datang. Sekarang mereka datang ke Indonesia, ada yg selaku wisatawan, ada selaku penanam modal, ada yg melaksanakan pekerjaan mirip konsultan, & lain-lain. Tetapi dlm perjalanan sejarah Indonesia kedatangan bangsa-bangsa aneh di Nusantara yg dimulai kala ke-16 ternyata sudah menenteng suatu perubahan besar dgn terjadinya suatu masa penjajahan bangsa Barat.
Dalam kaitannya dgn pelayaran & penjelajahan samudra itu ada pertimbangan yg menarik dr Menzies, seorang perwira angkatan bahari Inggris. Ia menegaskan bahwa yg berhasil mengelilingi dunia pertama kali yakni armada Cina yg dipimpin oleh Panglima Zheng He (Cheng Ho) pada tahun 1421. Zheng He yaitu seorang kasim kepercayaan Kaisar Cina dr Dinasti Ming yg bernama Zhu Di atau Yong Le. Dijelaskan oleh Menzies bahwa Zheng He bareng armadanya sudah berlayar mengelilingi dunia dgn berpedoman pada peta-peta kuna yg dibikin oleh para kartografer Cina & pula beberapa peta yg dibikin misalnya oleh Fra Mauro (orang Italia), & yg dibuat oleh Piri Reis (orang Turki).
Kemudian bagaimana kiprah para nelayan & pedagang Indonesia yg sudah berjualan sampai India, kemudian ke Laut Timur Tengah? Mereka pada umumnya sudah mengetahui banyak sekali jalur jual beli & pelayaran ke banyak sekali wilayah, sehingga masuk akal kalau beberapa di antara mereka pula selaku pemandu pelayaran. Sungguh luar biasa nenek moyang & para pendahulu kita ketika itu. Mereka sudah mempunyai pengetahuan yg luas perihal pelayaran & penjelajahan samudra. Mereka sudah mewariskan pada kita wacana jiwa & nilai-nilai maritim, perihal kedaulatan diri untuk berjualan & bergaul dgn orang-orang dr luar atas dasar persamaan.
|
Kapal-kapal Cina yg sudah biasa berlayar hingga di perairan Nusantara |
b. Portugis
|
Vasco da Gama |
Berita keberhasilan Columbus menemukan tempat gres, bikin ingin tau raja Portugis (kini terkenal dgn sebutan Portugal), Manuel l. Dipanggillah pelaut ulung Portugis berjulukan Vasco da Gama untuk melakukan ekspedisi menjelajahi samudra mencari Tanah Hindia. Vasco da Gama mencari jalan lain biar lebih singkat sampai di Tanah Hindia tempat penghasil rempah-rempah. Kebetulan sebelum Vasco da Gama mendapatkan perintah dr Raja Manuel l, sudah ada pelaut Portugis bernama Bartholomeus Diaz melaksanakan pelayaran mencari wilayah Timur dgn menelusuri pantai barat Afrika. Pada tahun 1488 lantaran serangan ombak besar terpaksa Bartholomeus Diaz mendarat di suatu Ujung Selatan Benua Afrika. Tempat tersebut kemudian dinamakan Tanjung Harapan. Ia tak melanjutkan penjelajahannya tetapi memilih bertolak kembali ke negerinya.
Pada Juli 1497 Vasco da Gama berangkat dr pelabuhan Lisabon untuk memulai penjelajahan. Berdasarkan pengalaman Bartholomeus Diaz itu, Vasco da Gama pula berlayar mengambil rute yg pernah dilayari Bartholomeus Diaz. Rombongan Vasco da Gama pula singgah di Tanjung Harapan. Atas instruksi dr pelaut bangsa Moor yg sudah disewanya, rombongan Vasco da Gama melanjutkan penjelajahan, berlayar menelusuri pantai timur Afrika kemudian berbelok ke kanan untuk mengarungi Lautan Hindia (Samudra Indonesia). Pada tahun 1498 rombongan Vasco da Gama mendarat sampai di Kalikut & pula Goa di pantai barat India. Ada panorama yg menarik dr kedatangan rombongan Vasco da Gama ini. Mereka ternyata sudah menyiapkan patok kerikil yg disebut kerikil padrao. Batu ini sudah diberi pahatan lambang bola dunia. Setiap wilayah yg disinggahi kemudian dipasang patok watu padrao sebagai tanda bahwa daerah yg ditemukan itu milik Portugis. Bahkan di Goa, India Vasco da Gama berhasil mendirikan kantor jualan yg dilengkapi dgn benteng. Atas kesuksesan ekspedisi ini maka oleh Raja Portugis, Vasco da Gama diangkat selaku penguasa di Goa atas nama pemerintahan Portugis.
|
Ilustrasi kehadiran bangsa Portugis di wilayah Indonesia |
Setelah bertahun-tahun tinggal di India, orang-orang Portugis menyadari bahwa India ternyata bukan daerah penghasil rempah-rempah. Mereka mendengar bahwa Malaka merupakan kota pusat perdagangan rempah-rempah. Oleh karena itu, dipersiapkan ekspedisi lanjutan di bawah pimpinan Alfonso de Albuquerque. Dengan armada lengkap Alfonso de Albuquerque berangkat untuk menguasai Malaka. Pada tahun 1511 armada Portugis berhasil menguasai Malaka. Dengan demikian kekuatan Portugis kian mendekati Kepulauan Nusantara. Orang-orang Portugis pun segera mengetahui tempat buruannya “mutiara dr timur” yakni di Kepulauan Nusantara, khususnya di Kepulauan Maluku.
Perlu ditambahkan bahwa dgn dikuasainya Malaka oleh Portugis pada tahun 1511 sudah menjadikan perdagangan orang-orang Islam menjadi terdesak. Para pedagang Islam tak lagi bisa berdagang & keluar masuk daerah Selat Malaka, karena Portugis melaksanakan monopoli jual beli. Akibatnya para pedagang Islam mesti menyingkir ke daerah-kawasan lain. Tindakan Portugis yg memaksakan monopoli dlm jual beli itu sudah mendapatkan protes & perlawanan dr banyak sekali pihak. Sebagai teladan pada tahun 1512 terjadi perlawanan yg dilancarkan seorang pemuka masyarakat yg bernama Pate Kadir (Katir). Pate Kadir merupakan tokoh penduduk yg sungguh pemberani. Ia melancarkan perlawanan terhadap keserakahan Portugis di Malaka. Dalam melancarkan perlawanan ini Kadir berhasil menjalin persekutuan dgn Hang Nadim. Perlawanan Pate Kadir terjadi di bahari & kemudian menyerang pusat kota. Tetapi ternyata dgn kekuatan senjata yg lebih unggul, pasukan Kadir mampu dipukul mundur. Kadir makin terdesak & kemudian berhasil meloloskan diri hingga ke Jepara & selanjutnya ke Demak.
Tindak monopoli yg dipaksakan Portugis pula mendapatkan protes dr penguasa Kerajaan Demak. Demak sudah menyiapkan pasukan untuk melancarkan perlawanan terhadap Portugis di Malaka. Pasukan Demak ini dipimpin oleh putera mahkota, Pati Unus. Pasukan Demak ini makin kuat setelah bergabungnya Pate Kadir & pengikutnya. Tahun 1513 pasukan Demak yg berkekuatan 100 perahu & ribuan tentara mulai melancarkan serangan ke Malaka. Tetapi dlm kenyataannya kekuatan pasukan Demak & pengikut Kadir belum bisa menandingi kekuatan Portugis, sehingga serangan Demak ini pula belum berhasil. Posisi Portugis menjadi makin kuat. Portugis terus berusaha memperluas monopolinya, hingga kemudian sampai ke Indonesia.
c. Belanda
Mendengar kesuksesan orang-orang Spanyol & pula Portugis dlm mendapatkan wilayah gres, apalagi daerah penghasil rempah-rempah, para pelaut & pedagang Belanda tidak ingin ketinggalan. Tahun 1594 Barents menjajal berlayar untuk mencari dunia Timur atau Tanah Hindia lewat tempat kutub utara. Karena keyakinannya bahwa bumi lingkaran maka sekalipun dr utara atau barat akan hingga pula di timur. Ternyata Barents tak begitu mengenal medan. Ia gagal melanjutkan penjelajahannya karena kapalnya terjepit es mengenang air di kutub utara sedang membeku. Barents terhenti di suatu pulau yg disebut Novaya Zemlya. Ia berupaya kembali ke negerinya, tetapi ia meninggal di perjalanan.
Pada tahun 1595 pelaut Belanda yg lain yakni Cornelis de Houtman & Piter de Keyser memulai pelayaran. Kedua pelaut ini bareng armadanya dgn kekuatan empat kapal & 249 awak kapal beserta 64 pucuk meriam melaksanakan pelayaran & penjelajahan samudra untuk mencari tanah Hindia yg diketahui selaku penghasil rempah-rempah. Cornelis de Houtman mengambil jalur bahari yg terbiasa dilalui orang-orang Portugis. Tahun 1596 Cornelis de Houtman beserta armadanya berhasil mencapai Kepulauan Nusantara. Ia & rombongan mendarat di Banten. Sesuai dgn niatnya untuk berdagang maka kehadiran Cornelis de Houtman diterima baik oleh rakyat. Waktu itu di Kerajaan Banten bertepatan dgn masa pemerintahan Sultan Abdul Mufakir Mahmud Abdulkadir. Dengan melihat pelabuhan Banten yg begitu strategis & adanya hasil tumbuhan rempah-rempah di wilayah itu Cornelis de Houtman berambisi untuk memonopoli perdagangan di Banten. Dengan arogansi & adakala berlaku kasar, orang-orang Belanda memaksakan kehendaknya. Hal ini tak mampu diterima oleh rakyat & penguasa Banten. Oleh karena itu, rakyat mulai tidak senang bahkan kemudian mengusir orang-orang Belanda itu. Cornelis de Houtman & armadanya secepatnya meninggalkan Banten & kesudahannya kembali ke Belanda.
Ekspedisi penjelajahan selanjutnya segera dipersiapkan untuk kembali menuju Kepulauan Nusantara. Rombongan kali ini dipimpin antara lain oleh van Heemskerck. Tahun 1598 van Heemskerck dgn armadanya sampai di Nusantara & pula mendarat di Banten. Heemskerck & anggotanya bersikap hati-hati & lebih erat. Rakyat Banten pun kembali mendapatkan kedatangan orang-orang Belanda. Belanda mulai melaksanakan kegiatan jual beli. Kapal-kapal mereka mulai berlayar ke timur & singgah di Tuban. Dari Tuban pelayaran dilanjutkan ke timur menuju Maluku. Di bawah pimpinan Jacob van Neck mereka hingga di Maluku pada tahun 1599. Kedatangan orang-orang Belanda ini pula diterima baik oleh rakyat Maluku. Kebetulan waktu itu Maluku sedang konflik dgn orang-orang Portugis. Pelayaran & jual beli orang-orang Belanda di Maluku ini mendapatkan keuntungan yg berlipat. Dengan demikian kian banyak kapal-kapal jualan yg berlayar menuju Maluku.
Uraian tersebut menampilkan bahwa rakyat Indonesia selalu mau akrab & berdagang dgn siapa saja atas dasar persamaan. Tetapi jikalau para pedagang abnormal itu ingin memaksakan kehendak & melaksanakan monopoli jual beli di wilayah Nusantara tentu mesti ditolak karena tak sesuai dgn martabat rakyat Indonesia yg ingin berdaulat dlm hidup & kehidupan tergolong dlm kegiatan perdagangan.
d. Inggris
Perlu dipahami bahwa sehabis Portugis berhasil memperoleh kepulauan Maluku, jual beli rempah-rempah makin meluas. Dalam waktu singkat Lisabon berkembang menjadi pusat perdagangan rempah-rempah di Eropa Barat. Dalam kaitan ini Inggris mampu mengambil keuntungan besar dlm jual beli rempah-rempah karena Inggris mendapatkan rempah-rempah dengan-cara bebas & relatif murah di Lisabon. Rempah-rempah itu kemudian diperdagangkan di wilayah-kawasan Eropa Barat bahkan sampai di Eropa Utara. Tetapi karena Inggris terlibat pertentangan dgn Portugis selaku serpihan dr Perang 80 Tahun, maka Inggris mulai mengalami kesulitan untuk mendapatkan rempah-rempah dr pasar Lisabon. Oleh lantaran itu, Inggris kemudian berupaya mencari sendiri negeri penghasil rempah-rempah. Banyak anggota masyarakat, para pelaut & pedagang yg tak melibatkan diri dlm perang justru menyelenggarakan pelayaran & penjelajahan samudra untuk memperoleh wilayah penghasil rempah-rempah. Dalam pelayarannya ke dunia Timur untuk mencari wilayah penghasil rempah-rempah, Inggris
hingga ke India. Para pelaut & pedagang Inggris ini masuk ke India pada tahun 1600. Inggris justru memperkuat kedudukannya di India. Inggris membentuk kongsi jualan yg diberi nama East India Company (EIC). Dari India inilah para pelaut & pedagang Inggris berlayar ke Kepulauan Nusantara untuk meramaikan jual beli rempah-rempah. Bahkan pada tahun 1811 pernah memegang kontrol kekuasaan di Tanah Hindia.
Di samping ekspedisi tersebut, ada beberapa rombongan pelaut Inggris yg melalui jalur yg pernah ditempuh para pelaut Spanyol. Misalnya kalangan Pelgrim Father yg merupakan golongan pelaut Inggris yg memakai Kapal Mayflower. Tahun 1607 golongan Pilgrim Father berhasil mendarat di Amerika penggalan Utara. Mereka kemudian membangun koloni di Amerika Utara di Massachusetts.
KESIMPULAN
- Latar belakang datangnya bangsa-bangsa Barat ke Indonesia: Jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Usmani (1453), adanya banyak sekali penemuan di bidang teknologi, semangat melanjutkan Perang Salib
- Bangsa-bangsa Barat (Portugis, Spanyol, Belanda, & Inggris), mencari tempat baru untuk mengejar rempah-rempah lewat penjelajahan samudra atau jalur laut
- Dari konteks Indonesia, orang-orang Spanyol tiba ke Indonesia melalui jalur timur, sedang Portugis melalui jalur barat, disertai Belanda & Inggris.
- Orang-orang Barat itu sudah memperoleh buruannya yakni Kepulauan Nusantara, penghasil rempah-rempah yg diumpamakan sebagai “mutiara dr timur”. Sungguh hebat kekayaan bumi Nusantara selaku rahmat yg diberikan TuhanYang maha Pengasih. Oleh lantaran itu, mesti disyukuri. Tetapi sayang waktu itu rakyat Indonesia belum bersatu padu sehingga mudah dipengaruhi oleh orang-orang Barat.
B. Menganalisis Kemaharajaan VOC
Kalau anda tinggal di Jakarta pasti sudah mengenal gedung Museum Fatahilah atau gedung Museum Sejarah Jakarta. Apakah ananda pernah berkunjung ke gedung museum tersebut? Apa saja koleksinya? Tahun berapa gedung itu dibangun? Bagi Kamu yg tinggal di luar Jakarta perlu dimengerti bahwa di Jakarta terdapat suatu bangunan Museum yg sungguh megah yg dikenal dgn Museum Fatahilah atau Museum Sejarah Jakarta. Gedung yg sekarang terletak di Jalan Taman Fatahilah mulai dibangun tahun 1620 atas perintah Gubernur Jan Pieter Zoen Coen. Gedung ini kemudian dikenali selaku Stadhuis atau Balai Kota, merupakan salah satu bangunan Belanda di Batavia yg digunakan sebagai kantor Gubernur Jenderal VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie ). Gedung itulah yg dijadikan sentral untuk membangun kemaharajaan VOC, tempat permulaan membangun keabsolutan & kesewenang-wenangan monopoli jual beli serta intervensi politik VOC di Nusantara, bahkan di Asia pada biasanya. Hal ini dilanjutkan pada masa pemerintahan Hindia Belanda sehabis VOC dibubarkan.
Menganalisis keserakahan kongsi jualan
a. Lahirnya VOC
Seperti telah dijelaskan di tampang bahwa tujuan kedatangan orang-orang Eropa ke dunia timur antara lain untuk mendapatkan keuntungan & kekayaan. Tujuan ini boleh dikatakan dapat diraih sehabis mereka memperoleh rempah-rempah di Kepulauan Nusantara. Berita wacana keuntungan yg melimpah berkat perdagangan rempah-rempah itu menyebar luas. Dengan demikian kian banyak orang-orang Eropa yg terpesona pergi ke Nusantara. Mereka saling berinteraksi & bersaing dlm meraup keuntungan berdagang. Para pedagang atau perusahaan jualan Portugis berkompetisi dgn para pedagang Belanda, berkompetisi dgn para pedagang Spanyol, bersaing dgn para pedagang Inggris, & seterusnya. Bahkan tak cuma antarbangsa, antarkelompok atau kongsi jualan , dlm satu bangsapun mereka saling berkompetisi. Oleh lantaran itu, untuk memperkuat posisinya di dunia timur masing-masing kongsi dagang dr suatu negara membentuk persekutuan jualan bersama. Sebagai pola seperti pada tahun 1600 Inggris membentuk suatu kongsi jualan yg diberi nama East India Company (EIC). Kongsi jualan EIC ini kantor pusatnya berkedudukan di Kalkuta, India. Dari Kalkuta ini kekuatan & setiap kebijakan Ingris di dunia timur, dikendalikan. Pada tahun 1811 kedudukan Inggris begitu kuat & meluas bahkan pernah berhasil menempatkan kekuasaannya di Nusantara.
Persaingan yg cukup keras pula terjadi di antarperusahaan jualan orang-orang Belanda. Masing-masing ingin memenangkan kelompoknya biar mendapatkan keuntungan yg lebih besar. Kenyataan ini mendapat perhatian khusus dr pihak pemerintah & dewan perwakilan rakyat Belanda, karena persaingan antarkongsi Belanda pula akan merugikan Kerajaan Belanda sendiri. Terkait dgn itu, maka pemerintah & Parlemen Belanda (Staten Generaal) pada 1598 merekomendasikan biar antarkongsi jualan Belanda melaksanakan pekerjaan sama membentuk sebuah perusahaan jualan yg lebih besar. Usulan ini gres terealisasi empat tahun selanjutnya, yakni pada 20 Maret 1602 dengan-cara resmi dibentuklah persekutuan kongsi jualan Belanda di Nusantara selaku hasil fusi antarkongsi yg sudah ada. Kongsi jualan Belanda ini diberi nama Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) atau dapat disebut dgn “Perserikatan Maskapai Perdagangan Hindia Timur/Kongsi Dagang India Timur”. VOC dengan-cara resmi diresmikan di Amsterdam. Adapun tujuan dibentuknya VOC ini antara lain untuk: (1) menghindari kompetisi yg tak sehat antara sesama golongan/kongsi pedagang Belanda yg sudah ada, (2) memperkuat kedudukan Belanda dlm menghadapi kompetisi dgn para pedagang negara lain.
VOC dipimpin oleh suatu dewan yg beranggotakan 17 orang, sehingga disebut “Dewan Tujuh Belas” (de Heeren XVII). Mereka terdiri dr delapan perwakilan kota pelabuhan dagang di Belanda. Markas Besar Dewan ini berkedudukan di Amsterdam. Dalam menjalankan tugas, VOC ini mempunyai beberapa kewenangan & hak-hak antara lain:
- melaksanakan monopoli jual beli di wilayah antara Tanjung Harapan hingga dgn Selat Magelhaens, tergolong Kepulauan Nusantara,
- membentuk angkatan perang sendiri,
- melaksanakan pertempuran,
- menyelenggarakan perjanjian dgn raja-raja lokal,
- mencetak & mengeluarkan mata duit sendiri,
- mengangkat pegawai sendiri, dan
- memerintah di negeri jajahan.
Sebagai suatu kongsi jualan , dgn kewenangan & hak-hak di atas, memperlihatkan bahwa VOC mempunyai hak-hak istimewa & kewenangan yg sungguh luas. VOC selaku kongsi jualan bagaikan negara dlm negara.
Dengan mempunyai hak untuk membentuk angkatan perang sendiri & boleh melakukan pertempuran, maka VOC condong ekspansif. VOC terus berupaya memperluas wilayah-kawasan di Nusantara selaku wilayah kekuasaan & monopolinya. VOC pula memandang bangsa-bangsa Eropa yg lain selaku musuhnya. Mengawali ekspansinya tahun 1605 VOC sudah berhasil mengusir Portugis dr Ambon. Benteng pertahanan Portugis di Ambon dapat diduduki tentara VOC. Benteng itu kemudian oleh VOC diberi nama Benteng Victoria.
|
Pieter Both |
Pada permulaan pertumbuhannya hingga tahun 1610, “Dewan Tujuh Belas” dengan-cara pribadi harus menjalankan kiprah-peran & menuntaskan berbagai urusan VOC, tergolong urusan perluasan untuk perluasan wilayah monopoli. Dapat Kamu bayangkan “Dewan Tujuh Belas” yg berkedudukan di Amsterdam, Belanda mengorganisir wilayah yg ada di Kepulauan Nusantara. Sudah barang tentu “Dewan Tujuh Belas” tak bisa menjalankan peran sehari-hari dengan-cara cepat & efektif. Sementara itu persaingan & permusuhan dgn bangsa-bangsa lain pula semakin keras. Berangkat dr permasalahan ini maka pada 1610 dengan-cara kelembagaan diciptakan jabatan gres dlm organisasi VOC, yakni jabatan gubernur jenderal. Gubernur jenderal merupakan jabatan tertinggi yg bertugas mengatur kekuasaan di negeri jajahan VOC. Di samping itu pula dibentuk “Dewan Hindia” (Raad van Indie). Tugas “Dewan Hindia” ini yakni memberi pesan tersirat & memantau kepemimpinan gubernur jenderal. Gubernur jenderal VOC yg pertama yakni Pieter Both (1610-1614). Sebagai gubernur jenderal yg pertama, Pieter Both sudah tentu mesti mulai menata organisasi kongsi jualan ini sebaik mungkin biar harapan mendapatkan monopoli jual beli di Hindia Timur dapat diwujudkan. Pieter Both pertama kali mendirikan pos jual beli di Banten pada tahun 1610. Pada tahun itu pula Pieter Both meninggalkan Banten & berhasil memasuki Jayakarta. Penguasa Jayakarta waktu itu, Pangeran Wijayakrama sungguh terbuka dlm hal perdagangan. Pedagang dr mana saja bebas berjualan, di samping dr Nusantara pula dr luar mirip dr Portugis, Inggris, Gujarat/India, Persia, Arab, tergolong pula Belanda. Dengan demikian Jayakarta dgn pelabuhannya Sunda Kelapa menjadi kota jualan yg sangat ramai. Kemudian pada tahun 1611 Pieter Both berhasil menyelenggarakan perjanjian dgn penguasa Jayakarta, guna pembelian sebidang tanah seluas 50×50 vadem ( satu vadem sama dgn 182 cm) yg berlokasi di sebelah timur Muara Ciliwung. Tanah inilah yg menjadi cikal bakal residensial & wilayah kekuasaan VOC di tanah Jawa & menjadi cikal bakal Kota Batavia. Di lokasi ini kemudian diresmikan bangunan watu berlantai dua selaku tempat tinggal, kantor & sekaligus gudang. Pieter Both pula berhasil menyelenggarakan perjanjian & menanamkan pengaruhnya di Maluku & berhasil mendirikan pos perdagangan di Ambon.
b. VOC makin merajalela
Pada tahun 1614 Pieter Both digantikan oleh Gubernur Jenderal Gerard Reynst (1614-1615). Baru berjalan satu tahun ia digantikan gubernur jenderal yg gres yakni Laurens Reael (1615-1619). Pada masa jabatan Laurens Reael ini berhasil dibangun Gedung Mauritius yg berlokasi di tepi Sungai Ciliwung.
Orang-orang Belanda yg tergabung dlm VOC itu memang cerdik. Pada mulanya mereka bersikap baik dgn rakyat. Hubungan dagang dgn kerajaan-kerajaan yg ada di Nusantara pula berjalan tanpa hambatan. Bahkan mirip sudah djelaskan di atas, orang-orang Belanda di bawah pimpinan Gubernur Jenderal Pieter Both diizinkan oleh Pangeran Wijayakrama untuk membangun tempat tinggal & loji di Jayakarta. Sikap baik rakyat & para penguasa setempat ini dimanfaatkan oleh VOC untuk semakin memperkuat kedudukannya di Nusantara. Lama kelamaan orang-orang Belanda mulai menampakkan sikap congkak, & angkuh. Setelah merasakan nikmatnya tinggal di Nusantara & menikmati manfaatnya yg melimpah dlm berdagang, Belanda semakin garang ingin menguasai & adakala melakukan paksaan & kekerasan. Hal ini telah menyebabkan kebencian rakyat & para penguasa setempat. Oleh karena itu, pada tahun 1618 Sultan Banten yg dibantu tentara Inggris di bawah Laksamana Thomas Dale berhasil mengusir VOC dr Jayakarta. Orang-orang VOC kemudian menyingkir ke Maluku. Setelah VOC hengkang dr Jayakarta pasukan Banten pada permulaan tahun 1619 pula mengusir Inggris dr Jayakarta. Dengan demikian Jayakarta sepenuhnya dapat dikendalikan oleh Kesultanan Banten.
Tahun 1619 Gubernur Jenderal VOC Laurens Reael digantikan oleh Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen (J.P. Coen). J.P. Coen dikenal gubernur jenderal yg berani & kejam serta ambisius. Oleh karena itu, merasa bangsanya dipermalukan pasukan Banten & Inggris di Jayakarta, maka J.P. Coen menyiapkan pasukan untuk menyerang Jayakarta. Armada angkatan maritim dgn 18 kapal perangnya mengepung Jayakarta. Ternyata dlm waktu singkat Jayakarta dapat diduduki VOC. Kota Jayakarta kemudian dibumihanguskan oleh J.P. Coen pada tanggal 30 Mei 1619. Di atas puing-puing kota Jayakarta itulah dibangun kota baru bergaya kota & bangunan di Belanda. Kota baru itu dinamakan Batavia selaku pengganti nama Jayakarta.
J.P. Coen yakni gubernur jenderal yg sangat garang untuk memaksakan monopoli. Ia pula diketahui selaku peletak dasar penjajahan VOC di Indonesia. Disertai dgn sikap congkak & perbuatan yg kejam, J.P.Coen berupaya meningkatkan eksploitasi kekayaan bumi Nusantara. Cara-cara VOC untuk meningkatkan eksploitasi kekayaan alam dijalankan antara lain dengan:
- Merebut pasaran buatan pertanian, biasanya dgn memaksakan monopoli, seperti monopoli rempah-rempah di Maluku.
- Tidak ikut aktif dengan-cara langsung dlm kegiatan bikinan hasil pertanian. Cara memproduksi hasil pertanian dibiarkan berada di tangan kaum Pribumi, tetapi yg penting VOC dapat memperoleh hasil-hasil pertanian itu dgn mudah, sekalipun harus dgn paksaan.
- VOC sementara cukup menduduki tempat-tempat yg strategis.
- VOC melaksanakan campur tangan terhadap kerajaan-kerajaan di Nusantara, utamanya menyangkut usaha pengumpulan hasil bumi & pelaksanaan monopoli. Dalam kaitan ini VOC mempunyai daya tawar yg berefek, sehingga dapat menentukan harga.
- Lembaga-lembaga pemerintahan tradisional/kerajaan masih tetap dipertahankan dgn impian bisa dipengaruhi/bisa diperalat, kalau tidak mau baru diperangi.
Setelah berhasil membangun Batavia & menaruh dasar-dasar penjajahan di Nusantara, pada tahun 1623 J.P. Coen kembali ke negari Belanda. Ia menyerahkan kekuasaannya pada Pieter de Carpentier. Tetapi oleh pimpinan VOC di Belanda, J.P. Coen diminta kembali ke Batavia. Akhirnya pada tahun 1627 J.P. Coen tiba di Batavia & diangkat kembali selaku Gubernur Jenderal untuk jabatan yg kedua kalinya. Pada masa jabatan yg kedua inilah terjadi serangan tentara Mataram di bawah Sultan Agung ke Batavia.
Batavia selalu memiliki posisi yg strategis bagi VOC. Semua kebijakan & perbuatan VOC di wilayah Asia dikendalikan dr markas besar VOC di Batavia. Di samping itu Batavia pula terletak pada persimpangan atau menjadi penghubung jalur perdagangan internasional. Batavia menghubungkan perdagangan di Nusantara kepingan barat dgn Malaka, India, kemudian pula menghubungkan dgn Nusantara kepingan timur. Apalagi Nusantara belahan timur ini menjadi daerah penghasil rempah-rempah yg utama, maka posisi Batavia yg berada di tengah-tengah itu menjadi kian strategis dlm jual beli rempah-rempah.
VOC kian serakah & berangasan untuk menguasai Nusantara yg kaya rempah-rempah ini. Tindakan intervensi politik kepada kerajaan-kerajaan di Nusantara & pemaksaan monopoli jual beli terus dilakukan. Politik
devide et impera dan berbagai tipu daya pula dilaksanakan demi mendapatkan kekuasaan & keuntungan sebesar-besarnya. Sebagai contoh, Mataram yg merupakan kerajaan kuat di Jawa akhirnya pula bisa dikendalikan dengan-cara penuh oleh VOC. Hal ini terjadi sehabis dgn tipu muslihat VOC, Raja Pakubuwana II
|
Salah satu cuilan Benteng Victoria benteng yg ada di Maluku |
yang sedang dlm keadaan sakit keras dipaksa untuk menandatangani naskah penyerahan kekuasaan Kerajaan Mataram pada VOC pada tahun 1749. Tidak cuma kerajaan-kerajaan di Jawa, kerajaan-kerajaan di luar Jawa berupaya ditaklukkan. Untuk memperkokoh kedudukannya di Indonesia serpihan barat & memperluas pengaruhnya di Sumatera, VOC berhasil menguasai Malaka sehabis mengalahkan saingannya, Portugis pada tahun 1641. Berikutnya VOC berupaya meluaskan pengaruhnya ke Aceh. Kerajaan Makassar di bawah Sultan Hasanuddin yg tersohor di Indonesia belahan timur pula berhasil dikalahkan setelah terjadi Perjanjian Bongaya tahun 1667. Dari Makasar VOC pula berhasil memaksakan kontrak & monopoli jual beli dgn Raja Sulaiman dr Kalimantan Selatan. Sementara jauh sebelum itu yakni tahun 1605 VOC sudah berhasil menghalau Portugis dr Ambon. VOC menjadi berjaya sehabis berhasil melaksanakan monopoli jual beli rempah-rempah di Kepulauan Maluku. Untuk mengontrol pelaksanaan monopoli di tempat ini dilaksanakan Pelayaran Hongi.
Pengaruh & kekuasaan VOC kian meluas. Untuk memperkuat kebijakan monopoli ini di setiap wilayah yg dipandang strategis armada VOC diperkuat. Benteng-benteng pertahanan dibangun. Sebagai contoh Benteng Doorstede dibangun di Saparua, Benteng Nasau di Banda, di Ambon sudah ada Benteng Victoria, Benteng Oranye di Ternate, & Benteng Rotterdam di Makasar.
Dalam rangka memperluas efek & kekuasaannya itu, ternyata perhatian VOC pula hingga ke Irian/Papua yg diketahui selaku wilayah yg masih tertutup dgn hutan belantara yg begitu luas. Penduduknya pula masih bersahaja & primitif. Orang Belanda yg pertama kali sampai ke Irian yakni Willem Janz. Bersama armandanya rombongan Willem Janz menaiki Kapal Duyke & berhasil memasuki tanah Irian pada tahun 1606. Willem Janz ingin mencari kebun tumbuhan rempah-rempah. Tahun 1616-1617 Le Maire & William Schouten mengadakan survei di wilayah pantai timur laut Irian & memperoleh Kepulauan Admiralty bahkan sampai ke New Ireland. Dengan inovasi ini maka nama William diabadikan selaku nama kepulauan, Kepulauan Schouten. Pada waktu orang-orang Belanda sungguh membutuhkan santunan budak, maka banyak diambil dr orang-orang Irian. Pengaruh VOC di Irian makin kuat. Bahkan pada tahun 1667, Pulau-pulau yg termasuk wilayah Irian yg semula berada di bawah kekuasaan Kerajaan Tidore sudah berpindah tangan menjadi tempat kekuasaan VOC. Dengan demikian wilayah efek & kekuasaan VOC sudah meluas di seluruh Nusantara.
Memahami uraian di atas, terperinci bahwa VOC yg merupakan kongsi jualan itu berangkat dr usaha mencari untung kemudian mampu menanamkan dampak bahkan kekuasaannya di Nusantara. Fenomena ini pula terjadi pada kongsi jualan milik bangsa Eropa yg lain. Artinya, untuk memperkokoh perbuatan monopoli & memperbesar keuntungannya orang-orang Eropa itu mesti memperbanyak daerah yg dikuasai (daerah koloninya). Tidak cuma wilayah yg dikuasai dengan-cara ekonomi, kongsi jualan itu pula ingin mengendalikan dengan-cara politik atau memerintah daerah tersebut. Bercokollah kemudian kekuatan kolonialisme & imperialisme.
Dalam praktiknya, antara kolonialisme & imperialisme sulit untuk dipisahkan. Kolonialisme merupakan bentuk pengekalan imperialisme (Taufik Abdullah & A.B. Lapian (ed), 2012). Muara kedua paham itu yaitu penjajahan dr negara yg satu terhadap daerah atau bangsa yg lain. Sistem inilah yg biasanya diterapkan bangsa-bangsa Eropa yg tiba di Kepulauan Nusantara, baik Portugis, Spanyol, Inggris maupun Belanda. Berangkat dr motivasi untuk memperbaiki taraf kehidupan ekonomi kemudian meningkat menjadi nafsu untuk menguasai & mengeruk kekayaan & keuntungan sebanyak-banyaknya dr wilayah koloni untuk kejayaan bangsanya sendiri. Pihak atau bangsa lain dipandang selaku musuh & mesti dihindari. Sifat keangkuhan & keserakahan telah menghiasi sikap kaum penjajah. Inilah sifat-sifat yg sungguh dibenci & tak diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Demikian halnya dgn VOC, tak sekedar menjadi sebuah kongsi dagang yg berusaha untuk mencari untung tetapi pula ingin menanamkan kekuasaannya di Nusantara. VOC dgn hak-hak & kewenangan yg diberikan pemerintah & parlemen Belanda sudah melaksanakan penjajahan & menguatkan akar kolonialisme & imperialisme di Nusantara. Melalui cara-cara pemaksaan monopoli jual beli, politik memecah belah serta tipu tipu daya yg sering dibarengi tindak peperangan & kekerasan, semakin memperluas tempat kekuasaan & memperkokoh kemaharajaan
VOC. Sekali lagi tindak keserakahan & kekerasan yg dilakukan oleh VOC itu memperlihatkan mereka tak mau bersyukur atas karunia yg diberikan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, masuk akal bila timbul perlawanan dr banyak sekali daerah contohnya dr Aceh, Banten, Demak, Mataram, Banjar, Makasar, & Maluku.
c. VOC menuju kebangkrutan
Pada era ke-17 hingga awal periode ke-18, VOC mengalami puncak kejayaan. Penguasa & kerajaan-kerajaan setempat berhasil diungguli. Kerajaan-kerajaan itu sudah menjadi bawahan & pramusaji kepentingan VOC. Jalur perdagangan yg dikendalikan VOC menyebar luas membentang dr Amsterdam, Tanjung Harapan, India hingga Irian/Papua. Keuntungan perdagangan rempah-rempah pula melimpah. Namun di balik itu ada problem-persoalan yg bermunculan. Semakin banyak daerah yg dikuasai ternyata pula bikin pengelolaan makin kompleks. Semakin luas daerahnya, pengawasan pula kian sulit. Kota Batavia makin ramai & kian padat. Orang-orang timur gila mirip Cina & Jepang diizinkan tinggal di Batavia. Sebagai pusat pemerintahan VOC, Batavia pula kian dibanjiri penduduk, sehingga tak jarang menjadikan masalah-kasus sosial.
Pada tahun 1749 terjadi perubahan yg fundamental dlm forum kepengurusan VOC. Pada tanggal 27 Maret 1749, Parlemen Belanda mengeluarkan UU yg menetapkan bahwa Raja Willem IV selaku penguasa tertinggi VOC. Dengan demikian, anggota pengelola “Dewan Tujuh Belas” yg semula dipilih oleh parlemen & provinsi pemegang saham (kecuali Provinsi Holland), kemudian sepenuhnya menjadi tanggung jawab Raja. Raja pula menjadi panglima tertinggi tentara VOC. Dengan demikian VOC berada di bawah kekuasaan raja. Pengurus VOC mulai dekat dgn pemerintah Belanda. Kepentingan pemegang saham menjadi terabaikan. Pengurus tak lagi berpikir memajukan perjuangan perdagangannya, tetapi berpikir untuk memperkaya diri. VOC selaku kongsi jualan swasta keuntunganya makin merosot. Bahkan tercatat pada tahun 1673 VOC tak mampu mengeluarkan uang dividen. Kas VOC pula merosot tajam lantaran serangkaian perang yg telah dilakukan VOC & beban hutang pun tak terelakkan.
Sementara itu para pejabat VOC pula makin feodal. Pada tanggal 24 Juni 1719 Gubernur Jenderal Henricus Zwaardecroon mengeluarkan ordonansi untuk menertibkan dengan-cara rinci cara penghormatan terhadap gubernur jenderal, pada Dewan Hindia beserta isteri & anak-anaknya. Misalnya, semua orang mesti turun dr kendaraan bila berpapasan dgn para pejabat tinggi tersebut, warga keturunan Eropa mesti menundukkan kepala, & warga bukan orang Eropa mesti menyembah. Kemudian Gubernur Jenderal Jacob Mosel pula mengeluarkan ordonansi gres tahun 1754. Ordonansi ini menertibkan kendaraan kebesaran. Misalnya kereta ditarik enam ekor kuda, hiasan berwarna emas & kusir orang Eropa untuk kereta kebesaran gubernur jenderal, sedang untuk anggota dewan hindia kuda yg menawan kereta cuma empat ekor & hiasannya warna perak. Nampaknya para pejabat VOC sudah gila hormat & ingin berfoya-foya. Sudah barang tentu ini pula menambah beban budget.
Posisi jabatan & banyak sekali simbol kehormatan tersebut tidaklah lengkap tanpa hadiah & upeti. Sistem upeti ini ternyata pula terjadi di kalangan para pejabat, dr pejabat di bawahnya pada pejabat yg lebih tinggi. Hal ini semua terkait dgn mekanisme perubahan jabatan di tubuh organisasi VOC. Semua bermuatan korupsi. Gubernur Jenderal Van Hoorn konon menumpuk harta hingga 10 juta gulden tatkala kembali ke Belanda pada tahun 1709, sementara honor resminya cuma sekitar 700 gulden sebulan. Gubernur Maluku berhasil menghimpun kekayaan 20-30 ribu gulden dlm waktu 4-5 tahun, dgn honor sebesar 150 gulden per bulan. Untuk menjadi karyawan VOC pula mesti dgn menyogok. Pengurus VOC di Belanda memasang tarif sebesar f 3.500,- bagi yg ingin menjadi pegawai onderkoopman (pada hal gaji resmi per bulan sebagai onderkoopman cuma f.40,-), untuk menjadi kapitein mesti menyogok f.2000,- & begitu seterusnya yg semua sudah merugikan uang lembaga. Demikianlah para pejabat VOC terjangkit penyakit korupsi karena ingin kehormatan & kemewahan sesaat. Beban utang VOC makin berat, sehingga jadinya VOC sendiri gulung tikar. Bahkan ada suatu perumpamaan, VOC kepanjangan dr Vergaan Onder Corruptie (karam lantaran korupsi) (Taufik Abdullah dan A.B. Lapian (ed), 2012).
Dalam kondisi gulung tikar VOC tak dapat berbuat banyak. Menurut penilaian pemerintah eksistensi VOC selaku kongsi jualan yg menjalankan roda pemerintahan di negeri jajahan tak dapat dilanjutkan lagi. VOC sudah gulung tikar, oleh sebab itu, pada tanggal 31 Desember 1799 VOC dinyatakan bubar. Semua utang piutang & segala milik VOC diambil alih oleh pemerintah. Pada waktu itu selaku Gubernur Jendral VOC yg terakhir Van Overstraten masih mesti bertanggung jawab wacana kondisi di Hindia Belanda. Ia bertugas menjaga Jawa dr serangan Inggris.
KESIMPULAN
- Yang dimaksud dunia Timur penghasil rempah-rempah itu ternyata Kepulauan Nusantara.
- Setelah mendapatkan kawasan penghasil rempah-rempah, perdaganganpun meningkat. Untuk menghindari kompetisi antarpedagang satu bangsa dibentuklah kongsi jualan . Misalnya Inggris membentuk IEC berpusat di India, Belanda mendirikan VOC di Indonesia.
- VOC mula-mula dipimpin oleh Dewan Tujuh Belas (de Heeren XVII) yg berkedudukan di Amsterdam, kemudian biar lebih efektif & produktif diangkat jabatan gubernur jenderal yg berkedudukan di Hindia.
- VOC selaku kongsi jualan yg ingin mencari untung sebanyak-banyaknya, kemudian makin agresif untuk mengusai wilayah-tempat di Nusantara dgn memerangi beberapa kerajaan yg ada.VOC alhasil menjadi kongsi penjajah. Mulailah bercokol kolonialisme & imperialisme di Indonesia.
- Pada masa kejayaannya, wilayah kekuasaan VOC makin luas. Ternyata hal ini menjadikan urusan dlm hal tata kelola pemerintahan. Pengawasan tak mampu berjalan dengan-cara baik. Berbagai penyelewengan mulai terjadi. Pegawai atau pengelola VOC mulai hidup glamor & berfoya-foya. Penyakit korupsi makin merebak. Utang VOC meningkat, & kas habis untuk membiayai perang. VOC berada pada posisi gulung tikar.
- Tanggal 31 Desember 1799, VOC dibubarkan.
C. Mengevaluasi Penjajahan Pemerintah Hindia Belanda
|
Perkebunan Tembakau |
Tentu anda sudah dekat dgn gambar-gambar di atas. Gambar itu yaitu gambar tumbuhan kopi, tembakau, & tebu. Ketiga jenis flora itu kini begitu populer di penduduk Indonesia. Tembakau merupakan materi utama untuk rokok. Sementara kopi kini menjadi minuman yg sungguh terkenal di kalangan rakyat Indonesia. Begitu pula tebu selaku materi pembuat gula pasir. Sejak zaman kolonial di Indonesia sudah meningkat penanaman kopi, tembakau & tebu. Ketiga jenis tumbuhan sudah menjadi materi ekspor.
Ketiga jenis tumbuhan tersebut dengan-cara historis berarti yg sungguh penting, ditambah dgn tanaman-tanaman yg lain seperti nila & karet. Tanaman tersebut telah menjadi tanaman pokok pada masa kolonial di Indonesia, khususnya pada era Tanam Paksa (Cultuurstelsel). Pada masa itu Indonesia berada di bawah penjajahan pemerintah kolonial Belanda. Kebijakan Tanam Paksa ini sudah menyengsarakan rakyat Indonesia. Nah, bagaimana kehidupan rakyat pada masa penjajahan pemerintah kolonial, berikut ini uraiannya ihwal “Menganalisis Penjajahan Pemerintah Hindia Belanda”.
1. Masa Pemerintahan Republik Bataaf
Pada tahun 1795 terjadi perubahan di Belanda. Muncullah golongan yg menamakan dirinya kaum patriot. Kaum ini terpengaruh oleh semboyan Revolusi Perancis: liberte (kemerdekaan), egalite (persamaan), & fraternite (persaudaraan). Berdasarkan inspirasi & paham yg digelorakan dlm Revolusi Perancis itu maka kaum patriot mengharapkan perlunya negara kesatuan. Bertepatan dgn cita-cita itu pada permulaan tahun 1795 pasukan Perancis menyerbu Belanda. Raja Willem V melarikan diri ke Inggris. Belanda dikuasai Perancis. Dibentuklah pemerintahan gres selaku serpihan dr Perancis yg dinamakan Republik Bataaf (1795-1806). Sebagai pemimpin Republik Bataaf ialah Louis Napoleon kerabat dr Napoleon Bonaparte.
Sementara itu dlm pengasingan, Raja Willem V oleh pemerintah Inggris ditempatkan di Kota Kew. Raja Willem V kemudian mengeluarkan perintah yg terkenal dgn “Surat-surat Kew”. Isi perintah itu merupakan semoga para penguasa di negeri jajahan Belanda menyerahkan daerahnya pada Inggris bukan pada Perancis. Dengan “Surat-surat Kew” itu pihak Inggris bertindak cepat dgn menggantikan beberapa wilayah di Hindia mirip Padang pada tahun 1795, kemudian menguasai Ambon & Banda tahun 1796. Inggris pula memperkuat armadanya untuk melaksanakan blokade terhadap Batavia.
Sudah barang niscaya pihak Perancis & Republik Bataaf pula tidak ingin ketinggalan untuk secepatnya menggantikan seluruh wilayah bekas kekuasaan VOC di Kepulauan Nusantara. Karena Republik Bataaf ini merupakan vassal dr Perancis, maka kebijakan-kebijakan Republik Bataaf untuk mengontrol pemerintahan di Hindia masih pula terpengaruh oleh Perancis. Kebijakan yg utama bagi Perancis waktu itu yakni memerangi Inggris. Oleh karena itu, untuk menjaga Kepulauan Nusantara dr serangan Inggris diperlukan pemimpin yg besar lengan berkuasa. Ditunjuklah seorang muda dr kaum patriot untuk memimpin Hindia, yakni Herman Williem Daendels. Ia diketahui selaku tokoh muda yg revolusioner.
a. Pemerintahan Herman Williem Daendels (1808-1811)
H.W. Daendels sebagai Gubernur Jenderal memerintah di Nusantara pada tahun 1808-1811. Tugas utama Daendels yaitu mempertahankan Jawa semoga tak dikuasai Inggris. Sebagai pemimpin yg ditunjuk oleh Pemerintahan Republik Bataaf, Daendels mesti memperkuat pertahanan & pula memperbaiki manajemen pemerintahan, serta kehidupan sosial ekonomi di Nusantara khususnya di tanah Jawa.
|
Daendels |
Daendels ialah kaum patriot & liberal dr Belanda yg sungguh dipengaruhi oleh pemikiran Revolusi Perancis. Di dlm banyak sekali pidatonya, Daendels tak lupa mengutip semboyan Revolusi Perancis. Daendels ingin menanamkan jiwa kemerdekaan, persamaan & persaudaraan di lingkungan masyarakat Hindia. Oleh lantaran itu, ia ingin memberantas praktik-praktik feodalisme. Hal ini dimaksudkan biar penduduk lebih dinamis & produktif untuk kepentingan negeri induk (Republik Bataaf). Langkah ini pula untuk membatasi penyalahgunaan kekuasaan & sekaligus menghalangi hak-hak para bupati yg terkait dgn penguasaan atas tanah & penggunaan tenaga rakyat.
Dalam rangka mengemban peran selaku gubernur jenderal & menyanggupi pesan dr pemerintah induk, Daendels melakukan beberapa langkah strategis, khususnya menyangkut bidang pertahanan-keselamatan, tata kelola pemerintahan, & sosial ekonomi.
Bidang pertahanan & keamanan
Memenuhi tugas menjaga Jawa dr serangan Inggris, Daendels melaksanakan langkah-langkah:
- Membangun benteng-benteng pertahanan gres
- Membangun pangkalan angkatan laut di Anyer & Ujungkulon. Namun pembangunan pangkalan di Ujungkulon boleh dikatakan tak berhasil
- Meningkatkan jumlah tentara, dgn mengambil orang-orang pribumi karena pada waktu pergi ke Nusantara, Daendels tak menenteng pasukan. Oleh karena itu, Daendels segera memperbesar jumlah pasukan yg diambil dr orang-orang pribumi, yakni dr 4.000 orang menjadi 18.000 orang (baca Ricklefs, 2005)
- Membangun jalan raya dr Anyer (Jawa Barat, kini Provinsi Banten) sampai Panarukan (ujung timur Pulau Jawa, Provinsi Jawa Timur) sepanjang kurang lebih 1.100 km. Jalan ini sering dinamakan Jalan Daendels.
|
Garis berwarna merah memperlihatkan jalur jalan raya Anyer – Panarukan |
Pelaksanaan acara pembangunan di bidang pertahanan & keamanan tersebut sudah merubah gambaran Daendels. Pada awalnya Daendels dimengerti selaku tokoh muda yg demokratis yg dijiwai panji-panji Revolusi Perancis dgn semboyannya: liberte, egalite & fraternite. Ia berubah menjadi diktator. Daendels pula mengerahkan rakyat untuk kerja rodi. Dengan kerja rodi itu maka rakyat yg sudah jatuh miskin menjadi kian menderita, terlebih kerja rodi dlm pengerjaan pangkalan di Ujungkulon, lantaran lokasi yg begitu jauh, sulit dicapai & penuh dgn sarang nyamuk malaria. Oleh karena itu, wajar kalau kemudian banyak rakyat Hindia yg jatuh sakit bahkan tak sedikit yg meninggal.
Bidang pemerintahan
Daendels pula melakukan aneka macam perubahan di bidang pemerintahan. Ia banyak melakukan campur tangan & perubahan dlm tata cara & moral istiadat di dlm kerajaan-kerajaan di Jawa. Kalau sebelumnya pejabat VOC datang berkunjung ke istana Kasunanan Surakarta ataupun Kasultanan Yogyakarta ada tata cara tertentu, misalnya mesti memberi hormat pada raja, tak boleh menggunakan payung emas, kemudian membuka topi & harus duduk di dingklik yg lebih rendah dr dampar (dingklik singgasana raja), Daendels tak ingin menjalani seremoni yg mirip itu. Ia mesti pakai payung emas, duduk di kursi sama tinggi dgn raja, & tak perlu membuka topi. Sunan Pakubuwana IV dr Kasunanan Surakarta terpaksa menerima, tetapi Sultan Hamengkubuwana II menolaknya (Baca Ricklefs, 2005). Penolakan Hamengkubuwana II terhadap kebijakan Daendels memunculkan terjadinya perseteruan antara kedua belah pihak. Untuk memperkuat kedudukannya di Jawa, Daendels berhasil mensugesti Mangkunegara II untuk membentuk pasukan “Legiun Mangkunegara” dgn kekuatan 1.150 orang tentara. Pasukan ini siap sewaktu-waktu untuk membantu pasukan Daendels apabila terjadi perang. Dengan kekuatan yg ia miliki, Daendels makin congkak dan berani. Daendels mulai melaksanakan intervensi terhadap pemerintahan kerajaan-kerajaan setempat, umpamanya saat terjadi perubahan raja.
Melihat bentuk intervensi & kesewenang-wenengan Daendels, Raden Rangga terdorong untuk melancarkan perlawanan terhadap kekuatan kolonial. Raden Rangga yakni kepala pemerintahan mancanegara di bawah Kasultanan Yogyakarta. Oleh karena itu, Sultan Hamengkubuwana mendukung adanya perlawanan yg dilancarkan Raden Rangga. Namun perlawanan Raden Rangga ini secepatnya bisa ditumpas & Raden Rangga sendiri terbunuh. Setelah berhasil mematahkan perlawanan Raden Rangga, Daendels kemudian memperlihatkan ultimatum pada Sultan Hamengkubuwana II biar menyepakati pengangkatan kembali Danureja II selaku patih & Sultan mesti menanggung kerugian perang balasan perlawanan Raden Rangga. Sultan Hamengkubuwana II menolak ultimatum itu. Akibatnya, pada Desember 1810 Daendels menuju Yogyakarta dgn menenteng 3.200 orang serdadu. Dengan kekuatan ini Daendels berhasil memaksa Hamengkubuwana II untuk turun tahta & menyerahkan kekuasaannya pada puteranya selaku Sultan Hamengkubuwana III. Hamengkubuwana III ini sering disebut Sultan Raja & Hamengkubuwana II yg masih diizinkan tinggal di lingkungan istana sering disebut Sultan Sepuh.
Di samping hal-hal di atas, Daendels pula melakukan beberapa tindakan yg mampu memperkuat kedudukannya di Nusantara. Beberapa perbuatan yg dimaksud ialah selaku berikut.
- Membatasi dengan-cara ketat kekuasaan raja-raja di Nusantara.
- Membagi Pulau Jawa menjadi sembilan wilayah prefectuur/prefektur (wilayah yg mempunyai otoritas). Masing-masing prefektur dikepalai oleh seorang prefek. Setiap prefek pribadi bertanggung jawab pada Gubernur Jenderal. Di dlm struktur pemerintahan kolonial, setiap prefek membawahi para bupati.
- Kedudukan bupati selaku penguasa tradisional diubah menjadi pegawai pemerintah (kolonial) yg digaji. Sekalipun demikian para bupati masih mempunyai hak-hak feodal tertentu.
- Kerajaan Banten & Cirebon dihapuskan & daerahnya dinyatakan selaku wilayah pemerintahan kolonial.
Bidang peradilan
Untuk memperlancar jalannya pemerintahan & menertibkan ketertiban dlm kehidupan bermasyarakat, Daendels pula melaksanakan perbaikan di bidang peradilan. Daendels berusaha memberantas aneka macam penyelewengan dgn mengeluarkan banyak sekali peraturan.
- Daendels membentuk tiga jenis peradilan: (1) peradilan untuk orang Eropa, (2) peradilan untuk orang-orang Timur Asing, & (3) peradilan untuk orang-orang pribumi. Peradilan untuk kaum pribumi dibentuk di setiap prefektur, misalnya di Batavia, Surabaya, & Semarang.
- Peraturan untuk pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu. Pemberantasan korupsi diberlakukan terhadap semua orang tergolong orang-orang Eropa, & Timur Asing.
Bidang sosial ekonomi
Daendels pula diberi kiprah untuk memperbaiki kondisi di Tanah Hindia, sembari menghimpun dana untuk ongkos perang. Oleh lantaran itu, Daendels melaksanakan aneka macam perbuatan yg mampu mendatangkan keuntungan bagi pemerintah kolonial. Beberapa kebijakan & perbuatan Daendels itu contohnya:
- Daendels memaksakan aneka macam perjanjian dgn penguasa Surakarta & Yogyakarta yg intinya melakukan penggabungan banyak wilayah ke dlm wilayah pemerintahan kolonial, misalnya wilayah Cirebon,
- Meningkatkan perjuangan pemasukan duit dgn cara pemungutan pajak,
- Meningkatkan penanaman tanaman yg hasilnya laku di pasaran dunia,
- Rakyat diharuskan melaksanakan penyerahan wajib hasil pertaniannya,
- Melakukan pemasaran tanah-tanah pada pihak swasta.
Pemerintahan Janssen (1811)
Pada bulan Mei 1811, Daendels diundang pulang ke negerinya. Ia digantikan oleh Jan Willem Janssen. Janssen dikenal seorang politikus berkebangsaan Belanda. Sebelumnya Janssen menjabat sebagai Gubernur Jenderal di Tanjung Harapan (Afrika Selatan) tahun 1802-1806. Pada tahun 1806 itu Janssen terusir dr Tanjung Harapan karena kawasan itu jatuh ke tangan Inggris. Pada tahun 1810 Janssen diperintahkan pergi ke Jawa & alhasil mengambil alih Daendels pada tahun 1811. Janssen menjajal memperbaiki kondisi yg sudah ditinggalkan Daendels.
Namun harus diingat bahwa beberapa wilayah di Hindia sudah jatuh ke tangan Inggris. Sementara itu penguasa Inggris di India, Lord Minto telah memerintahkan Thomas Stamford Raffles yg berkedudukan di Pulau Penang untuk secepatnya menguasai Jawa. Raffles secepatnya menyiapkan armadanya untuk menyeberangi Laut Jawa. Pengalaman pahit Janssen ketika terusir dr Tanjung Harapan pun terulang. Pada Tanggal 4 Agustus 1811 sebanyak 60 kapal Inggris di bawah komando Raffles sudah timbul di perairan sekitar Batavia.
|
Jan Willem Janssen |
Beberapa minggu selanjutnya, tepatnya pada tanggal 26 Agustus 1811 Batavia jatuh ke tangan Inggris. Janssen berupaya menyingkir ke Semarang bergabung dgn Legiun Mangkunegara & tentara-tentara dr Yogyakarta serta Surakarta. Namun pasukan Inggris lebih berdampak sehingga berhasil menghantam mundur Janssen beserta pasukannya. Janssen kemudian mundur ke Salatiga & alhasil mengalah di Tuntang. Penyerahan Janssen dengan-cara resmi ke pihak Inggris ditandai dengan adanya Kapitulasi Tuntang pada tanggal 18 September 1811.
2. Perkembangan Kolonialisme Inggris di Indonesia (1811-1816)
Tanggal 18 September 1811 yaitu tanggal dimulainya kekuasaan Inggris di Hindia. Gubernur Jenderal Lord Minto dengan-cara resmi mengangkat Raffles selaku penguasanya. Pusat pemerintahan Inggris berkedudukan di Batavia. Sebagai penguasa di Hindia, Raffles mulai melaksanakan langkah-langkah untuk memperkuat kedudukan Inggris di tanah jajahan. Dalam rangka menjalankan pemerintahannya, Raffles berpegang pada tiga prinsip.
|
Raffles |
Pertama, segala bentuk kerja rodi & penyerahan wajib dihapus, diganti penanaman bebas oleh rakyat. Kedua, peranan para bupati selaku pemungut pajak dihapuskan & para bupati dimasukkan selaku belahan pemerintah kolonial. Ketiga, atas dasar persepsi bahwa tanah itu milik pemerintah, maka rakyat penggarap dianggap sebagai penyewa. Berangkat dr tiga prinsip itu Raffles melaksanakan beberapa langkah, baik yg menyangkut bidang politik pemerintahan maupun bidang sosial ekonomi.
a. Kebijakan dlm bidang pemerintahan
Dalam menjalankan peran di Hindia, Raffles didampingi oleh para penasihat yg terdiri atas: Gillespie, Mutinghe, & Crassen. Secara geopolitik, Jawa dibagi menjadi 16 karesidenan. Selanjutnya untuk memperkuat kedudukan & menjaga keberlangsungan kekuasaan Inggris, Raffles mengambil seni tata kelola membina hubungan baik dgn para pangeran & penguasa yg sekiranya tidak suka Belanda. Strategi ini sekaligus selaku upaya mempercepat penguasaan Pulau Jawa selaku basis kekuatan untuk menguasai Kepulauan Nusantara. Sebagai realisasinya, Raffles berhasil menjalin hubungan dgn raja-raja di Jawa & Palembang untuk mengusir Belanda dr Hindia. Tetapi nampaknya Raffles tak tahu balas budi. Setelah berhasil mengusir Belanda dr Hindia, Raffles mulai tak simpati terhadap tokoh-tokoh yg membantunya. Sebagai contoh dgn apa yg terjadi pada Raja Palembang, Baharuddin. Raja Baharuddin tergolong raja yg banyak jasanya terhadap Raffles dlm mengenyahkan Belanda dr Nusantara, namun justru Raffles ikut mendukung usaha Najamuddin untuk menggulingkan Raja Baharuddin.
Pada waktu Raffles berkuasa, kontradiksi di lingkungan istana Kasultanan Yogyakarta nampaknya belum surut. Sultan Sepuh yg pernah dipecat oleh Daendels, menyatakan diri kembali sebagai Sultan Hamengkubuwana II & Sultan Raja dikembalikan pada kedudukannya sebagai putera mahkota. Tetapi nampaknya Sultan Raja tak puas dgn perbuatan ayahandanya, Hamengkubuwana II. Melalui seorang perantara berjulukan Babah Jien Sing, Sultan Raja berkirim surat pada Raffles. Surat itu isinya melaporkan bahwa di bawah pemerintahan Hamengkubuwana II, Yogyakarta menjadi berantakan. Dengan membaca isi surat dr Sultan Raja itu, Raffles menyimpulkan bahwa Sultan Hamengkubuwana II seorang yg keras & tak mungkin diajak kerja sama bahkan bisa jadi akan menjadi duri dlm pemerintahan Raffles di tanah Jawa. Oleh lantaran itu, Raffles segera mengantarpasukan di bawah pimpinan Kolonel Gillespie untuk menyerang Keraton Yogyakarta & memaksa Sultan Hamengkubuwana II turun dr tahta. Sultan Hamengkubuwana II berhasil diturunkan & Sultan Raja dikembalikan selaku Sultan Hamengkubuwana
Sebagai imbalannya Hamengkubuwana III mesti menandatangani kontrak bareng Inggris. Isi politik kontrak itu antara lain selaku berikut.
- Sultan Raja dengan-cara resmi ditetapkan sebagai Sultan Hamengkubuwana III, & Pangeran Natakusuma (kerabat Sultan Sepuh) ditetapkan selaku penguasa tersendiri di wilayah pecahan dr Kasultanan Yogyakarta dgn gelar Paku Alam I.
- Sultan Hamengkubuwana II dgn puteranya Pangeran Mangkudiningrat diasingkan ke Penang.
- Semua harta benda milik Sultan Sepuh selama menjabat selaku sultan dirampas menjadi milik pemerintah Inggris.
b. Tindakan dlm bidang ekonomi
Raffles tak ubahnya Daendels, bisa dikatakan yakni tokoh pembaru dlm menata tanah jajahan. Pandangannya di bidang ekonomi pula cukup revolusioner.
Yang terperinci Raffles telah melaksanakan beberapa perbuatan untuk meningkatkan perekonomian di Hindia. Tetapi acara itu tujuan utamanya untuk meningkatkan keuntungan pemerintah kolonial. Beberapa kebijakan & perbuatan yg dijalankan Raffles antara lain sebagai berikut.
- Pelaksanaan metode sewa tanah atau pajak tanah (land rent) yg kemudian meletakkan dasar bagi perkembangan metode perekonomian uang.
- Penghapusan pajak & penyerahan wajib hasil bumi.
- Penghapusan kerja rodi & perbudakan.
- Penghapusan metode monopoli.
- Peletakan desa selaku unit manajemen penjajahan.
Kebijakan & acara land rent yg dicanangkan Raffles tersebut tak terlepas dr pandangannya mengenai tanah selaku faktor bikinan. Menurut Raffles, pemerintah yakni satu-satunya pemilik tanah. Dengan demikian sudah sewajarnya apabila penduduk Jawa menjadi penyewa dgn membayar pajak sewa tanah dr tanah yg diolahnya. Pajak dipungut individual. Jumlah pungutannya diadaptasi dgn jenis & buatan tanah. Tanah yg paling produktif akan mengeluarkan uang pajak sekitar 1/2 dr hasil & tanah yg paling tak produktif cuma 1/4 dr hasil. Kalau dirata-rata setiap wajib pajak itu akan menyerahkan sekitar 2/5 dr hasil. Setelah itu petani bebas memakai sisanya.
Pajak yg dibayarkan penduduk dikehendaki berupa duit. Tetapi bila terpaksa tak berupa duit mampu pula dibayar dgn barang lain misalnya beras. Kalau dibayar dgn duit, diserahkan pada kepala desa untuk kemudian disetorkan ke kantor residen. Tetapi jikalau dgn beras yg bersangkutan mesti mengirimnya ke kantor residen lokal atas biaya sendiri. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan ulah pimpinan lokal yg sering memotong/menghemat penyerahan hasil panen itu. Kita tahu bahwa para pimpinan atau pejabat Pribumi sudah dialihfungsikan menjadi pegawai pemerintah yg digaji. Pelaksanaan metode land rent itu dikehendaki dapat lebih mengembangkan metode ekonomi uang di Hindia.
Kemudian ditempatkannya desa selaku unit manajemen pelaksanaan pemerintah, dimaksudkan mudah-mudahan desa menjadi lebih terbuka sehingga bisa meningkat . Kalau desa berkembang maka bikinan pula akan meningkat, hidup rakyat bertambah baik, sehingga hasil penarikan pajak tanah pula akan bertambah besar. Raffles pula ingin memperlihatkan keleluasaan bagi para petani untuk menanam tanaman yg sekiranya lebih laku di pasar dunia, seperti kopi, tebu, & nila.
Raffles memang orang yg berpandangan maju. Ia ingin memperbaiki tanah jajahan, tergolong ingin meningkatkan kemakmuran rakyat. Tetapi dlm pelaksanaan di lapangan menghadapi banyak sekali kendala. Budaya & kebiasaan petani sulit diubah, pengawasan pemerintah kurang, dlm mengontrol rakyat kiprah kepala desa & bupati lebih memiliki dampak dr pada tangan kanan residen yg berasal dr orang-orang Eropa. Raffles pula sulit melepaskan kultur selaku penjajah. Kerja rodi, perbudakan & pula monopoli masih pula dilaksanakan. Misalnya kerja rodi untuk pengerjaan & perbaikan jalan ataupun jembatan, & melaksanakan monopoli garam. Secara lazim Raffles boleh dikatakan kurang berhasil untuk mengatur tanah jajahan sesuai dengan idenya. Pemerintah Inggris tak mendapat keuntungan yg bermakna. Sementara rakyat pula tetap menderita.
3. Dominasi Pemerintahan Kolonial Belanda
Tahun 1816 Raffles mengakhiri pemerintahannya di Hindia. Pemerintah Inggris bantu-membantu sudah menunjuk John Fendall untuk menggantikan Raffles. Tetapi pada tahun 1814 sudah diadakan Konvensi London. Salah satu isi Konvensi London yakni Inggris mesti mengembalikan tanah jajahan di Hindia pada Belanda. Dengan demikian pada tahun 1816 Kepulauan Nusantara kembali dikuasai oleh Belanda. Sejak itu dimulailah Pemerintahan Kolonial Belanda.
a. Jalan tengah bareng Komisaris Jenderal
Setelah kembali ke tangan Belanda, tanah Hindia diperintah oleh badan gres yg diberi nama Komisaris Jenderal. Komisaris Jenderal ini dibuat oleh Pangeran Willem VI yg terdiri atas tiga orang, yakni: Cornelis Theodorus Elout (ketua), Arnold Ardiaan Buyskes (anggota), & Alexander Gerard Philip Baron Van der Capellen (anggota). Sebagai rambu-rambu pelaksanaan pemerintahan di negeri jajahan Pangeran Willem VI mengeluarkan Undang-Undang Pemerintah untuk negeri jajahan (Regerings Reglement) pada tahun 1815. Salah satu pasal dr undang-undang tersebut menegaskan bahwa pelaksanaan pertanian dikerjakan dengan-cara bebas. Hal ini memperlihatkan bahwa ada relevansi dgn keinginan kaum liberal sebagaimana dianjurkan oleh Dirk van Hogendorp.
Berbekal ketentuan dlm undang-undang tersebut ketiga anggota Komisaris Jenderal itu berangkat ke Hindia Belanda. Ketiganya sepakat untuk mengadopsi beberapa kebijakan yg pernah dipraktekkan oleh Raffles. Mereka sampai di Batavia pada 27 April 1816. Tatkala melihat realita di lapangan, Ketiga Komisaris Jenderal itu tidak percaya untuk menerapkan prinsip-prinsip liberalisme dlm mengorganisir tanah jajahan di Nusantara. Hindia dlm kondisi terus merosot & pemerintah mengalami kerugian. Kas negara di Belanda dlm kondisi menipis. Mereka sadar bahwa kiprah mereka mesti dilaksanakan secepatnya untuk mampu menanggulangi persoalan ekonomi baik di Tanah Jajahan maupun di Negeri Induk. Sementara itu perdebatan antar kaum liberal & kaum konservatif terkait dgn pengelolaan tanah jajahan untuk mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya belum meraih titik temu. Kaum liberal berkeyakinan bahwa pengelolaan negeri jajahan akan mendatangkan keuntungan yg besar bila diserahkan pada swasta, & rakyat diberi keleluasaan dlm menanam. Sedang kelompok konservatif berpendapat pengelolaan tanah jajahan akan menciptakan keuntungan apabila pribadi dikerjakan pemerintah dgn pengawasan yg ketat.
Dengan menimbang-nimbang amanat UU Pemerintah & menyaksikan realita di lapangan serta memperhatikan kaum liberal & kaum konservatif, Komisaris Jenderal sepakat untuk menerapkan kebijakan jalan tengah. Maksudnya, eksploitasi kekayaan di tanah jajahan langsung dikerjakan pemerintah Hindia Belanda biar secepatnya mendatangkan keuntungan bagi negeri induk, di samping mengusahakan keleluasaan penduduk & pihak swasta untuk berupaya di tanah jajahan. Tetapi kebijakan jalan tengah ini tak mampu merubah kondisi. Akhirnya pada tanggal 22 Desember 1818 Pemerintah memberlakukan UU yg menegaskan bahwa penguasa tertinggi di tanah jajahan ialah gubernur jenderal. Van der Capellen kemudian ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal. Ia ingin melanjutkan strategi jalan tengah. Tetapi kebijakan Van der Capellen itu berkembang ke arah sewa tanah dgn penghapus peran penguasa tradisional (bupati & para penguasa setempat).
|
Van der Capellen |
Kemudian Van der Capellen pula menarik pajak tetap yg sungguh memberatkan rakyat. Timbul banyak protes & mendorong terjadinya perlawanan. Kemudian ia dipanggil pulang & digantikan oleh Du Bus Gisignies. Ia berminat membangun modal & meningkatkan ekspor. Tetapi program ini tak berhasil karena rakyat tetap miskin sehingga tak bisa menyediakan barang-barang yg diekspor. Yang terjadi justru impor lebih besar dibanding ekspor. Tentu ini sungguh merugikan bagi pemerintah Belanda. Kondisi tanah jajahan dlm kondisi krisis, kas negara di negeri induk pun kosong. Hal ini disebabkan dana banyak tersedot untuk pembiayaan perang di tanah jajahan. Sebagai pola Perang Diponegoro yg gres berjalan satu tahun sudah menguras dana yg hebat, sehingga pemerintahan Hindia Belanda & pemerintah negeri induk mengalami kesulitan ekonomi. Kesulitan ekonomi Belanda ini kian diperberat dgn adanya pemisahan antara Belanda & Belgia pada tahun 1830. Dengan pemisahan ini Belanda banyak kehilangan lahan industri sehingga pemasukan negara pula semakin berkurang.
b. Sistem Tanam Paksa
Pemerintah Belanda terus mencari cara bagaimana untuk menanggulangi problem ekonomi. Berbagai usulan mulai dilontarkan oleh para para pemimpin & tokoh masyarakat. Salah satunya pada tahun 1829 seorang tokoh bernama Johannes Van den Bosch mengajukan pada raja Belanda anjuran yg berkaitan dgn cara melaksanakan politik kolonial Belanda di Hindia. Van den Bosch berpendapat untuk memperbaiki ekonomi, di tanah jajahan harus dilaksanakan penanaman tanaman yg bisa laku dijual di pasar dunia. Sesuai dgn kondisi di negeri jajahan, maka penanaman dijalankan dgn paksa. Mereka menggunakan desain kawasan jajahan selaku tempat mengambil keuntungan bagi negeri induk. Seperti dikatakan Baud, Jawa ialah “gabus tempat Nederland mengapung”. Jadi dgn kata lain Jawa dipandang selaku sapi perahan.
Konsep Bosch itulah yg kemudian dikenal dgn Cultuurstelsel (Tanam Paksa). Dengan cara ini dikehendaki perekonomian Belanda mampu dgn cepat pulih & kian meningkat. Bahkan dlm salah satu goresan pena Van den Bosch menciptakan suatu perkiraan bahwa dgn Tanam Paksa, hasil tumbuhan ekspor mampu ditingkatkan sebanyak kurang lebih f.15. sampai f.20 juta setiap tahun. Van den Bosch menyatakan bahwa cara paksaan mirip yg pernah dilaksanakan VOC yakni cara yg terbaik untuk memperoleh tanaman ekspor untuk pasaran Eropa. Dengan menjinjing & memperdagangkan hasil tanaman sebanyak-banyaknya ke Eropa, maka akan mendatangkan keuntungan yg sungguh besar.
Ketentuan Tanam Paksa
|
Van den Bosch |
Raja Willem terpesona serta setuju dgn tawaran & perkiraan Van den Bosch tersebut. Tahun 1830 Van den Bosch diangkat selaku Gubernur Jenderal baru di Jawa. Setelah sampai di Jawa Van den Bosch secepatnya mencanangkan tata cara & jadwal Tanam Paksa. Secara lazim Tanam Paksa mengharuskan para petani untuk menanam tumbuhan-tanaman yg mampu diekspor di pasaran dunia. Jenis tumbuhan itu di samping kopi pula antara lain tembakau, tebu, & nila. Rakyat kemudian diwajibkan mengeluarkan duit pajak dlm bentuk barang sesuai dgn hasil tumbuhan yg ditanam petani. Secara rinci beberapa ketentuan Tanam Paksa itu termuat pada Lembaran Negara (Staatsblad) Tahun 1834 No. 22. Ketentuan-ketentuan itu antara lain selaku berikut.
- Penduduk menyediakan sebagian dr tanahnya untuk pelaksanaan Tanam Paksa.
- Tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk pelaksanaan Tanam Paksa tak boleh melampaui seperlima dr tanah pertanian yg dimiliki penduduk desa.
- Waktu & pekerjaan yg diharapkan untuk menanam tumbuhan Tanam Paksa tak boleh melampaui pekerjaan yg dibutuhkan untuk menanam padi.
- Tanah yg ditawarkan untuk tanaman Tanam Paksa dibebaskan dr pembayaran pajak tanah.
- Hasil tanaman yg terkait dgn pelaksanaan Tanam Paksa wajib diserahkan pada pemerintah Hindia Belanda. Jika harga atau nilai hasil flora ditaksir melampaui pajak tanah yg mesti dibayarkan oleh rakyat, maka kelebihannya akan dikembalikan pada rakyat.
- Kegagalan panen yg bukan disebabkan oleh kesalahan rakyat petani, menjadi tanggungan pemerintah.
- Penduduk desa yg bekerja di tanah-tanah untuk pelaksanaan Tanam Paksa berada di bawah pengawasan pribadi para penguasa pribumi, sedang pegawai-pegawai Eropa melaksanakan pengawasan dengan-cara lazim.
- Penduduk yg bukan petani, diwajibkan melakukan pekerjaan di perkebunan atau pabrik-pabrik milik pemerintah selama 65 hari dlm satu tahun.
Menurut apa yg tertulis di dlm ketentuan-ketentuan tersebut di atas, tampaknya tak terlalu memberatkan rakyat. Bahkan pada prinsipnya rakyat boleh mengajukan keberatan-keberatan apabila memang tak bisa melaksanakan sesuai dgn ketentuan. Ini artinya ketentuan Tanam Paksa itu masih memperhatikan martabat & nilai-nilai kemanusiaan.
Pelaksanaan Tanam Paksa
Menurut Van den Bosch, pelaksanaan metode Tanam Paksa mesti menggunakan organisasi desa. Oleh karena itu, diharapkan faktor penggerak, yakni lembaga organisasi & tradisi desa yg dipimpin oleh kepala desa. Berkaitan dgn itu pengerahan tenaga kerja melalui kegiatan mirip sambatan, gotong royong maupun gugur gunung, merupakan usaha yg tepat untuk dilaksanakan. Dalam hal ini peran kepala desa sungguh sentral. Kepala desa di samping selaku penggerak para petani, pula selaku penghubung dgn atasan & pejabat pemerintah. Oleh lantaran posisi yg begitu penting itu maka kepala desa tetap berada di bawah efek & pengawasan para pamong praja.
Yang terperinci pelaksanaan Tanam Paksa itu tak sesuai dgn peraturan yg tertulis. Hal ini sudah mendorong terjadinya tindak korupsi dr para pegawai & pejabat yg terkait dgn pelaksanaan Tanam Paksa. Tanam Paksa sudah menenteng penderitaan rakyat. Banyak pekerja yg jatuh sakit. Mereka dipaksa konsentrasi melakukan pekerjaan untuk Tanam Paksa, sehingga nasib diri sendiri & keluarganya tak terurus. Bahkan kemudian timbul ancaman kelaparan & kematian di aneka macam daerah. Misalnya di Cirebon (1843 – 1844), di Demak (tahun 1849) & Grobogan pada tahun 1850.
Sementara itu dgn pelaksanaan Tanam Paksa ini Belanda sudah mengeruk keuntungan & kekayaan dr tanah Hindia. Dari tahun 1831 hingga tahun 1877 perbendaharaan kerajaan Belanda telah mencapai 832 juta gulden, utang-utang lama VOC mampu dilunasi, kubu-kubu & benteng pertahanan dibangun. Belanda menikmati keuntungan di atas penderitaan sesama insan. Memang mesti diakui beberapa faedah adanya Tanam Paksa, contohnya, dikenalkannya aneka macam macam tumbuhan gres yg menjadi tanaman ekspor, dibangunnya aneka macam kanal irigasi, & pula dibangunnya jaringan rel kereta api. Beberapa hal ini sungguh berarti dlm kehidupan penduduk kelak.
c. Sistem usaha swasta
Pelaksanaan Tanam Paksa memang sudah berhasil memperbaiki perekonomian Belanda. Kemakmuran pula makin meningkat. Bahkan keuntungan dr Tanam Paksa sudah mendorong Belanda meningkat selaku negara industri. Sejalan dgn hal ini sudah mendorong pula tampilnya kaum liberal yg didukung oleh para pengusaha. Oleh lantaran itu, mulai timbul perdebatan wacana pelaksanaan Tanam Paksa. Masyarakat Belanda mulai mempertimbangkan baik buruk & untung ruginya Tanam Paksa. Timbullah pro & kontra mengenai pelaksanaan Tanam Paksa.
Pihak yg pro & sepakat Tanam Paksa tetap dilaksanakan yakni golongan konservatif & para pegawai pemerintah. Mereka setuju lantaran Tanam Paksa sudah mendatangkan banyak keuntungan. Begitu pula para pemegang saham perusahaan NHM (Nederlansche Handel Matschappij), yg mendukung pelaksanaan Tanam Paksa karena mendapat hak monopoli untuk memuat hasil-hasil Tanam Paksa dr Hindia Belanda ke Eropa. Sementara, pihak yg menentang pelaksanaan Tanam Paksa merupakan kelompok penduduk yg merasa kasihan terhadap penderitaan rakyat pribumi. Mereka biasanya golongan-golongan yg dipengaruhi oleh anutan agama & penganut asas liberalisme. Kaum liberal mengharapkan tak adanya campur tangan pemerintah dlm urusan ekonomi. Kegiatan ekonomi seharusnya diserahkan pada pihak swasta.
Nederlansche Handel Matschappij: perusahaan dagang yg didirikan oleh Raja William I di Den Haag pada 9 Maret 1824 selaku promosi antara lain bidang jual beli & perusahaan pengiriman, & memegang peran penting dlm mengembangkan jual beli Belanda-Indonesia.
Pandangan & pedoman kaum liberal itu kian meningkat & pengaruhnya kian kuat. Oleh karena itu, tahun 1850 Pemerintah mulai ragu-ragu. Apalagi sesudah kaum liberal mendapatkan kemenangan politik di Parlemen (Staten Generaal). Parlemen mempunyai peranan lebih besar dlm urusan tanah jajahan. Sesuai dgn asas liberalisme, maka kaum liberal menuntut adanya perubahan & pembaruan. Peranan pemerintah dlm kegiatan ekonomi harus dikurangi, sebaliknya perlu diberikan keleluasaan pada pihak swasta untuk mengorganisir kegiatan ekonomi. Pemerintah berperan selaku pelindung warga, menertibkan tegaknya aturan, & membangun fasilitas prasarana biar semua aktivitas masyarakat berjalan tanpa gangguan.
Kaum liberal menuntut pelaksanaan Tanam Paksa di Hindia Belanda diakhiri. Hal tersebut didorong oleh terbitnya dua buah buku pada tahun 1860 yakni buku Max Havelaar goresan pena Edward Douwes Dekker dgn nama samarannya Multatuli, & buku berjudul Suiker Contractor (Kontrak-kontrak Gula) goresan pena Frans van de Pute. Kedua buku ini memberikan kritik keras terhadap pelaksanaan Tanam Paksa. Penolakan terhadap Tanam Paksa sudah menjadi usulan biasa .
|
E. Douwes Dekker |
Oleh lantaran itu, dengan-cara berangsur-angsur Tanam Paksa mulai dihapus & mulai dipraktekkan tata cara politik ekonomi liberal. Hal ini pula didorong oleh isi persetujuan di dlm Traktat Sumatera yg ditandatangani tahun 1871. Di dlm Traktat Sumatera itu antara lain dijelaskan bahwa Belanda diberi kelonggaran untuk meluaskan daerahnya hingga ke Aceh. Tetapi sebagai imbangannya Inggris meminta pada Belanda agar menerapkan ekonomi liberal semoga pihak swasta tergolong Inggris mampu menanamkan modalnya di tanah jajahan Belanda di Hindia.
Penetapan pelaksanan tata cara politik ekonomi liberal menampilkan potensi pihak swasta untuk ikut mengembangkan perekonomian di tanah jajahan. Seiring dgn upaya pembaruan dlm menanggulangi perekonomian di negeri jajahan, Belanda telah mengeluarkan banyak sekali ketentuan & peraturan perundang-seruan.
- Tahun 1864 dikeluarkan Undang-undang Perbendaharaan Negara (Comptabiliet Wet). Berdasarkan Undang-undang ini setiap budget belanja Hindia Belanda mesti dimengerti & disahkan oleh Parlemen.
- Undang-undang Gula (Suiker Wet). Undang-undang ini antara lain menertibkan wacana monopoli flora tebu oleh pemerintah yg kemudian dengan-cara sedikit demi sedikit akan diserahkan pada pihak swasta.
- Undang-undang Agraria (Agrarische Wet) pada tahun 1870. Undang-Undang ini mengontrol wacana prinsip-prinsip politik tanah di negeri jajahan. Di dlm undang-undang itu ditegaskan, antara lain :
- Tanah di negeri jajahan di Hindia Belanda dibagi menjadi dua pecahan. Pertama, tanah milik penduduk pribumi berupa persawahan, kebun, ladang & sebagainya. Kedua, tanah-tanah hutan, pegunungan & lainnya yg tak tergolong tanah penduduk pribumi dinyatakan selaku tanah pemerintah.
- Pemerintah mengeluarkan surat bukti kepemilikan tanah.
- Pihak swasta mampu menyewa tanah, baik tanah pemerintah maupun tanah penduduk. Tanah-tanah pemerintah bisa disewa usahawan swasta hingga 75 tahun. Tanah penduduk bisa disewa selama lima tahun, ada pula yg disewa hingga 30 tahun. Sewa-menyewa tanah ini mesti didaftarkan pada pemerintah.
Sejak dikeluarkan UU Agraria itu, pihak swasta kian banyak memasuki tanah jajahan di Hindia Belanda. Mereka memainkan peranan penting dlm mengeksploitasi tanah jajahan. Oleh karena itu, mulailah era imperialisme modern. Berkembanglah kapitalisme di Hindia Belanda. Tanah jajahan berfungsi selaku : (1) tempat untuk mendapatkan bahan mentah untuk kepentingan industri di Eropa, & tempat penanaman modal ajaib, (2) tempat pemasaran barang-barang hasil industri dr Eropa, (3) pemasoktenaga kerja yg murah.
Usaha perkebunan di Hindia Belanda makin meningkat . Beberapa jenis tumbuhan perkebunan yg dikembangkan misalnya tebu, tembakau, kopi, teh, kina, kelapa sawit, & karet. Hasil barang tambang pula meningkat. Industri ekspor terus meningkat pesat seiring dgn usul dr pasaran dunia yg makin meningkat.
Untuk mendukung pengembangan sektor ekonomi, dibutuhkan sarana & prasarana, contohnya irigasi, jalan raya, jembatan-jembatan, & jalan kereta api. Hal ini semua dimaksudkan untuk membantu kelangsungan pengangkutan hasil-hasil perusahaan perkebunan dr daerah pedalaman ke wilayah pantai atau pelabuhan yg akan diteruskan ke dunia luar. Pada tahun 1873 dibangun serangkaian jalan kereta api. Jalan-jalan kereta api yg pertama dibangun adalah antara Semarang & Yogyakarta, kemudian antara Batavia & Bogor, & antara Surabaya & Malang. Pembangunan jalan kereta api pula dijalankan di Sumatera pada simpulan periode ke-19. Tahun 1883 Maskapai Tembakau Deli sudah berinisiatif pembangunan jalan kereta api. Pembangunan jalan kereta api ini direncanakan untuk wilayah-wilayah yg sudah dikuasai & yg akan dikuasai, misalnya Aceh. Oleh karena itu, pembangunan jalan kereta api di Sumatra ini, pula menurut pertimbangan politik & militer. Jalur kereta api pula dibangun untuk kepentingan pertambangan, mirip di wilayah pertambangan kerikil bara di Sumatra Barat.
Di samping transportasi darat, transportasi maritim pula mengalami peningkatan. Tahun 1872 dibangun Pelabuhan Tanjung Priok di Batavia, Pelabuhan Belawan di Sumatra Timur, & Pelabuhan Emmahaven (Teluk Bayur) di Padang. Jalur bahari ini kian ramai & efisien khususnya sehabis adanya pembukaan Terusan Suez pada tahun 1869.
Bagi rakyat Bumiputera pelaksanaan perjuangan swasta tetap membawa penderitaan. Pertanian rakyat kian merosot. Pelaksanaan kerja paksa masih terus dilaksanakan seperti pembangunan jalan raya, jembatan, jalan kereta api, saluran irigasi, benteng-benteng & sebagainya. Di samping melaksanakan kerja paksa, rakyat masih mesti mengeluarkan uang pajak, sementara hasil-hasil pertanian rakyat banyak yg menurun. Kerajinan-kerajinan rakyat mengalami kemunduran lantaran terdesak oleh alat-alat yg lebih maju. Alat transportasi tradisional, mirip dokar, gerobak pula makin terpinggirkan. Dengan demikian rakyat tetap hidup menderita.
d. Perkembangan agama Kristen.
Perkembangan agama Kristen di Indonesia dengan-cara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni Kristen Nasrani & Kristen Protestan. Seperti halnya agama Hindu, Buddha & Islam, penyebaran agama Kristen pula melalui agenda pelayaran & jual beli. Aktivitas pelayaran & jual beli waktu itu sudah meraih ke seluruh wilayah Kepulauan Indonesia. Dalam kenyataannya agama Kristen Nasrani & Kristen Protestan meningkat di aneka macam kawasan. Bahkan di wilayah Indonesia cuilan Timur seperti di Papua, kawasan Minahasa, Timor, Nusa Tenggara Timur, pula kawasan Tapanuli di Sumatera, agama Kristen menjadi mayoritas.
Kemudian bagaimana proses masuknya agama Kristen itu ke Indonesia?. Mengenai proses masuknya agama Kristen ke Indonesia ini dapat dikatakan dlm dua gelombang atau dua kurun waktu. Pertama dikatakan bahwa agama Kristen masuk di Indonesia sudah semenjak zaman antik. Menurut Cosmas Indicopleustes dlm bukunya Topographica Christiana, diceritakan bahwa pada era ke-6 sudah ada komunitas Kristiani di India Selatan, di pantai Malabar, & Sri Lanka. Dari Malabar itu agama Kristen menyebar ke aneka macam wilayah. Pada tahun 650 agama Kristen sudah mulai meningkat di Kedah (Semenanjung Malaya) & sekitarnya. Pada era ke-9 Kedah meningkat menjadi pelabuhan dagang yg sungguh ramai di jalur pelayaran yg menghubungkan India-Aceh-Barus- Nias-lewat Selat Sunda-Laut Jawa & terus ke Cina. Jalur inilah yg disebut sebagai jalur penyebaran agama Kristen dr India ke Nusantara. Diberitakan bahwa agama Kristen kemudian mulai berkembang di Barus (Fansur). Di kawasan ini terdapat gereja yg dimengerti dgn Gereja Bunda Perawan Murni Maria. Disebutkan pula bahwa di Lobu Tua dekat Kota Barus terdapat desa renta yg dinamakan “Desa Janji Mariah”.
Dari uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa agama Kristen (Nasrani & Protestan) masuk dgn cara hening lewat kegiatan pelayaran & jual beli. Agama ini tumbuh di wilayah-wilayah pantai di Semenanjung Malaya & pula pantai barat di Sumatera. Penganut agama Kristen hidup di kota-kota pelabuhan sambil beraktivitas sebagai pedagang. Mereka kemudian pula membangun pemukiman di wilayah itu.
Periode berikutnya, penyebaran agama Kristen menjadi lebih intensif seiring dgn hadirnya bangsa-bangsa Barat ke Indonesia pada kurun ke-16. Kedatangan bangsa-bangsa Barat itu makin memantapkan & mempercepat penyebaran agama Kristen di Indonesia. Orang-orang Portugis mengembangkan agama Kristen Nasrani (selanjutnya disebut Nasrani). Orang-orang Belanda menjinjing agama Kristen Protestan (selanjutnya disebut Kristen). Telah dijelaskan dlm uraian sebelumnya bahwa pada era ke-16 sudah terjadi penjelajahan samudra untuk menemukan dunia gres. Oleh karena itu, periode ini sering disebut The Age of Discovery. Kegiatan penjelajahan samudra untuk mendapatkan dunia gres itu dipelopori oleh orang-orang Portugis & Spanyol dgn semboyannya; gold, glory, & gospel. Dengan motivasi & semboyan itu maka penyebaran agama Katolik yang dibawa oleh Portugis tak mampu terlepas dr kepentingan ekonomi & politik. Setelah menguasai Malaka tahun 1511 Portugis kemudian meluaskan eksploitasi ke Kepulauan Maluku dgn maksud mengejar rempah-rempah. Pada tahun 1512 pertama kali kapal Portugis mendarat di Hitu (di Pulau Ambon) Kepulauan Maluku. Pada waktu itu jual beli di Kepulauan Igis ramai. Melalui kegiatan peradagangan ini pula Islam sudah meningkat di Maluku. Kemudian tiba Portugis untuk berbagi agama Katholik. Berkembanglah agama Nasrani di beberapa wilayah di Kepulauan Maluku. Para penyiar agama Nasrani diawali oleh para pastor (dalam bahasa Portugis, padre yang berarti imam). Pastor yg terkenal waktu itu yakni Pastor Fransiscus Xaverius SJ dr ordo Yesuit. Ia aktif mengunjungi desa-desa di sepanjang Pantai Leitimor, Kepulauan Lease, Pulau Ternate, Halmahera Utara & Kepulauan Morotai. Usaha penyebaran agama Katolik ini kemudian dilanjutkan oleh pastor-pastor yg lain. Kemudian di Nusa Tenggara Timur mirip Flores, Solor, & Timor agama Kristen meningkat tak terputus hingga kini.
Berikutnya pula berkembang agama Kristen di Kepulauan Maluku khususnya sesudah VOC menguasai Ambon. Pada waktu itu para zendeling aktif membuatkan agama gres ini dgn semangat piesme, yaitu menekankan pertobatan orang-orang Kristen. Penyebaran agama Kristen ini pula makin intensif ketika Raffles berkuasa. Agama Kristen & Kristen meningkat pesat di Indonesia cuilan timur.
|
Salah acuan Gereja di Indonesia Timur |
Agama Katholik pula meningkat di Minahasa sesudah Portugis singgah di tempat itu pada era ke-16. Penyebaran agama Katholik di wilayah Minahasa dipimpin oleh pastor Diogo de Magelhaens & Pedro de Mascarenhas. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1563, yg mampu dikatakan selaku tahun masuknya agama Kristen di Sulawesi Utara. Tercatat pada ekspedisi itu sejumlah rakyat & raja menyatakan masuk agama Kristen & dibabtis. Misalnya Raja Babontehu bareng 1.500 rakyatnya sudah dibabtis oleh Magelhaens. Agama Kristen pula masuk & meningkat di tanah Minahasa.
Agama Katolik & Kristen meningkat di daerah-wilayah Papua, wilayah Timur Kepulauan Indonesia pada umumnya, Sulawesi Utara & tanah Batak di Sumatera. Singkatnya agama Katholik & Kristen mampu meningkat di banyak sekali tempat di Indonesia, tergolong di Batavia & Jawa pada umumnya. Bahkan di Jawa ada sebutan Kristen Jawa.
KESIMPULAN
- Periode kemaharajaan kolonialisme & imperialisme mampu dipahami lewat dua fase: fase keserakahan atau kezaliman kongsi jualan & fase dominasi pemerintahan kolonial.
- VOC yg bermula selaku kongsi dagang untuk mencari keuntungan, kemudian meningkat menjadi kekuatan monopoli & intervensi
- di bidang politik & pemerintahan kerajaan-kerajaan yg ada di Nusantara.
- VOC kesudahannya bubar karena problem tata kelola, utang & korupsi.
- Pemerintahan Komisaris Jenderal yg mengawali dominasi pemerintahan kolonial Belanda mengambil kebijakan jalan tengah.
- Pelaksanaan Tanam Paksa di bawah Van den Bosch telah menenteng penderitaan rakyat Indonesia yg kepanjangan.
- Sistem perjuangan swasta Belanda sudah berhasil mengeruk keuntungan dr bumi Indonesia, sementara rakyat tetap menderita.
- Seiring dgn munculnya bangsa Barat pula sudah mempunyai dampak pada perkembangan agama Kristen Kristen & Kristen Protestan di Indonesia.
Akhirnya, postingan kali ini membahas wacana Antara Kolonialisme Dan Imperialisme. Admin sudah membagikan buat anda sekalian. Tapi sebelum kami menutup mengakhiri postingan di atas, kami mengajak pada anda untuk membaca artikel sebelumnya mengenai Islamisasi Dan Silang Budaya di Nusantara. Sekian & terima kasih, sudah mengunjungi blog tercinta kami.