MENGENAL MANUSIA PURBA
Pernahkah kamu mendengar insan purba tentang Situs Sangiran? Kini situs Manusia Purba Sangiran telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia, tentu ini sungguh membanggakan bangsa Indonesia. Peninggalan manusia purba untuk sementara ini yang paling banyak ditemukan berada di pulau Jawa. Meskipun di daerah lain tentu juga ada, tetapi para peneliti belum sukses memperoleh peninggalan tersebut atau masih sedkit yang berhasil didapatkan.
Dibawah ini akan saya paparkan beberaa inovasi penting fosil insan di beberapa daerah :
1. SANGIRAN
Perjalanan dongeng kemajuan insan di dunia tidak mampu kita lepaskan dari eksistensi bentangan luas perbukitan tandus yang berda di perbatasan Kabupaten Sragen dan Kabupaten Karanganyar. Lahan itu diketahui dengan nama Situs Sangiran. Di dalam buku Harry Widianto dan Truma Simanjuntak, Sangiran menjawab Dunia dijelaskan bahwa Sangiran merupakan sebuah kompleks situs insan purba dari abad Pleistones yang paling lengkap dan paling penting di Indonesia, dan bahkan di Asia. Lokasi tersebut ialah sentra berkembanganya insan dunia, yang menawarkan isyarat tentang eksistensi insan semenjak 150.000 tahun yang lalu.
Sangiran pertama kali didapatkan oleh P.E.C. Schemulling tahun 1864, dengan laporan inovasi fosil vertebrata dari kalioso, bagian dari wilayah Sangiran. Semenjak dilaporkan Schelmulling situs iniu seolah-olah terlupakan dalam waktu yang usang. Eugene Dubois juga pernah tiba di Sangiran, akan tetapi beliau kurang kepincut dengan temuan-temuan di wilayah Sangiran. Pada tahun 1934, Gustav Heindrich Ralph von Koeningswald menemukan artefak litik di wilayahNgebung yang terletak sekitar dua km di barat maritim kubah Sangiran. Artefak litik itulah yang lalu menjadi temuan penting bagi situs Sangiran.
2. TRINIL, NGAWI, JAWA TIMUR
Sebelum penemuannya di Trinil, Eugene Dubois mengawali temuan Pithecantropus erectus di Desa Kedungbrubus, sebuah desa terpencil di kawasan Pilangkeceng, Madiun, Jawa Timur. Desa itu berada tepat di tengah hutan jati di lereng selatan pengunungan Kendeng. Pada dikala Dubois meneliti dua horizontal/lapisan berfosil di Kedungbrubus diteukan sebuah fragmen rahang yang pendek dan sangat kekar;dengan sebagian prageraham yang masih tersisa. Prageraham itu memberikan ciri gigi manusia bukan gigi kera, sehingga diyakini bahwa fragmen rahang bawah tersebut mempunyai rahang hominid. Pithecantropus itu lalu dikenal dengan Pithecantropus A.
Berdasarkan observasi yang dilaukan oleh para ahli, dapatlah dirkontruksi beberapa jenis insan purba yang pernah hidup di zaman pra-huruf.
1. Jenis Megantrhopus
Jenis insan purba ini khususnya menurut penelitian von Koeningswald di Sangiran tahun 1936 dan 1941 yang menemukan fosil rahang insan yang berskala besar. Jenis insan purba ini memiliki ciri rahang yang berpengaruh dan badannya tegap. Diperkirakan kuliner jenis manusia purba ini ialah berkembang-tanaman. Masa hidupnya diperkirakan pada zaman Pleistosen permulaan.
2. Jenis Pithecanthropus
Jenis insan ini didasarkan pad observasi Eugene Dubois tahun 1890 di dekat Trinil, di suatu desa di pinggiran Bengawan Solo, diwilayah Ngawi. Setelah dikontruksi terbentuk kerangka insan, tetapi masih terlihat tanda-tanda kera. Oleh karena itu jenis ini dinamakan Pithecanthopus erectus, artinya insan simpanse yang berlangsung tegak, jenis ini juga di dapatkan di Mojokerto, sehingga disebut Pithecnthropus Mojokertesis.
3. Jenis Homo
Fosil hasil Homo ini pertama diteliti oleh Von Reitschoten di wajak. Penelitian dilanjutkan oleh Eugene Dubois bersama mitra-kawan dan menyimpulan selaku jenis homo. ciri-ciri jenis manusia ini muka lebar, hidung dan mulutnya menonjol. Dahi juga masih menonjol, sekalipun tidak semenonjol jenis Pithecanthropus.
Beberapa spesimen (penggolongan) manusia Homo Sapiens mampu dikelompojjab selaku berikut :
a. Manusia Wajak
Manusia Wajak (Homo wajakensis) ialah satu-satunya temuan di Indonesia yang untuk sementara dapat disejajarkan perkembangannya dengan insan terbaru awal dari tamat era Pleistosen.
b. Manusia Liang Bua
Pengumuman perihal penemuan insan Homo Floresiensis tahun 204 menggemparkan dunia ilmu pengetahuan. Sisa-sisa insan yang didapatkan di suatu gua Liang Bua oleh tim peneliti campuran Indonesia dan Autralia suatu gua permikiman prasejarah di Flores.
3. PERDEBATAN ANTARA PITHECANTHROPUS KE HOMO ERECTUS
Penemuan fosil-fosil Pithecanthropus oleh Dubois dihubungkan dengan teori evolusi insan yang dituliskan oleh Charles Darwin. Harry Widiyanto menuliskan perdebatan seperti berikut. Penemuan fosil Pithecanthropus oleh Dubois yang dipublikasikan pada tahun 1894 dalam banyak sekali majalah ilmiah elahirkaan perdebatan. Dalam publikasinya itu Dubois menyatakan bahwa , berdasarkan teori evolusi Darwin, Pithecanthropus erectus adalah peralihan kera ke insan. Kera ialah moyang manusia. Pernyataan Dubois itu lalu menjadi perdebatan, apakah benar atap tengkorak dengan volume kecil, gigi-gigi berskala besarm dan tulang paha yang berciri modern itu berasal dari satu individu? sementara berasal dari satu individu? Sementara orang menduga bahwa tengkorak tersebut merupakan tengkorak seekor gibon, gigi-gigi merupakan milik pongo sp., dan tulang pahanya yang milik manusia terbaru? Lima puluh tahun lalu terbukti bahwa gigi-gig tersebut memang berasal dari gigi Pongo SP., dan menurut ciri-ciri yang berukuran besar , akar gigi yang besar lengan berkuasa dan terbuka, dentikulasi yang tidak individual, dan permukaan occulsal yang sungguh bekerut-kerut.
Perdebatan itu kemudian berlanjut sampai ke Eropa , saat Dubois memresentasikan inovasi tersebut dalam seminar internasional zoologi pada tahun 1895 di Leiden, Belanda, dan dalam bazar publik British Zoology Society di London. Tahun 1920-an ialah periode yang hebat lagi teori evolusi insan. Teori itu terus menjadi perdebatan, para hebat paleontologi berbicara ihwal ontogenesa dan heterokronis, Seorang sahabat Duboism Bolk melaksanakan formulasi teori Foetalisasi yang sangat populer. Seorang jago biologi menyatakan bahwa tolok ukur zoologis tidak dimungkinkan memisahkan Pithecntropus erectus dan Sinanthropus pekinensis dengan genus yang berbeda dengan insan terbaru.
Referensi :
Buku “SEJARAH INDONESIA” Kelas X. KEMENTERIAM PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI 2014. halaman 18-32.