Dalam sebuah hadits hasan yg diriwayatkan oleh Imam Abu Ya’la & Imam Abdun bin Humaid, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ditanya, “Manakah sobat terbaik kami?” Beliau menjawab, “(Teman) yg melihatnya saja menciptakan kalian teringat Allah Ta’ala, yg ucapannya memperbesar ilmu kalian, yg amalnya memotivasi kalian untuk meraih akhirat.”
Menjelaskan hadits ini, Imam at-Tirmidzi menjelaskan, “Apabila seseorang menyaksikan salah seseorang di antara mereka, maka dia eksklusif teringat pada Allah Ta’ala lantaran kemuliaan yg terpancar darinya.”
Wajah yg bercahaya ialah gambaran iktikad yg bersemayam di dlm hati. Ialah mereka yg mewakafkan sebagian besar waktunya untuk Allah Ta’ala. Mereka beribadah di sepanjang masa, bahkan selalu bangkit dlm rukuk & sujud ketika orang-orang tengah teledor dlm tidur & kesia-siaan.
“Ketika Anda memandangnya,” lanjut Imam at-Tirmidzi dlm Nawadhir al-Ushul, “niscaya Anda teringat pada kebajikan & ketaqwaan; darinya Anda pun merasa hormat pada keshalihan & pengetahuan perihal perintah-perintah Allah Ta’ala.”
Sebab, mereka mengetahui ayat al-Qur’an & hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Bukan sekadar membaca atau menghafal, tetapi berupaya sekuat tenaga untuk mengamalkannya dlm kehidupan sehari-hari. Mereka berusaha menjadi mirip Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yg disebut oleh Ummul Mukminin ‘Aisyah binti Abu Bakar selaku ‘al-Qur’an yg berlangsung’.
Cahaya dlm hati mereka memantul ke wajah. Wajah-muka itulah yg menyejukkan ketika dipandang. Wajah yg teduh lantaran perenungannya kepada ayat-ayat qauliyah & kauniyah yg terbentang di alam semesta. Wajah yg murni & bersih dr segala macam prasangka buruk pada sesama.
Puncaknya, muka-muka penuh cahaya ini bisa mencegah seorang hamba dr melaksanakan dosa & kesalahan. “Apabila cahaya Allah Ta’ala masuk ke dlm hati seseorang, maka melihat muka orang tersebut membuat Anda tercegah dr segala dosa & kesalahan.”
Inilah klarifikasi yg menyeluruh. Diungkapkan oleh Syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah ketika menjelaskan Risalah al-Mustarsyidin tulisan Imam al-Harits al-Muhassibi.
Kini, kita hidup di kiamat. Jarak kita amatlah jauh dgn Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam & sahabat-sahabatnya yg agung, jauh pula dr zamannya para tabi’in & pengikut tabi’in.
Akan namun, sosok-sosok ini akan selalu ada. Ada orang-orang shalih di zaman ini yg bisa membuat kita ingat pada Allah Ta’ala dikala menatap wajahnya, bahkan mampu menghindarkan kita dr perbuatan salah & dosa dikala bareng dengannya.
Jika memang stoknya menipis, tidakkah kita berdoa & berupaya untuk menjadi golongan orang-orang langka ini?
Wallahu a’lam. [Pirman/Wargamasyarakat]