A. Latar Belakang Pendidikan Karakter
Pendidikan Karakter ialah upaya membangun karakter (character building) penerima didik untuk menjadi yang lebih baik. Secara etimologis karakter mampu dimaknai sesuatu yang bersifat pembawaan yang mempengaruhi tingkah laku, akal pekerti, budpekerti, ataupun perangai.
Sedangkan secara terminologis, abjad dapat dimaknai sebagai sifat kejiwaan, budbahasa atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sebuah kalangan, yang bermaksud untuk menciptakan abjad penerima latih yang paripurna, sampai mendekati titik terwujudnya manusia kamil. Sebagai upaya untuk merealisasikan kecerdasan spiritual, emosional, intelektual, dan estetika.
Sedangkan secara terminologis, abjad dapat dimaknai sebagai sifat kejiwaan, budbahasa atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sebuah kalangan, yang bermaksud untuk menciptakan abjad penerima latih yang paripurna, sampai mendekati titik terwujudnya manusia kamil. Sebagai upaya untuk merealisasikan kecerdasan spiritual, emosional, intelektual, dan estetika.
Menyadari pentingnya karakter, sehingga remaja ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan mutu pelaksanaan pendidikan huruf pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang meningkat , ialah meningkatnya kenakalan dewasa dalam masyarakat, seperti perkelahian massal antar sekolah, antar warga, antar kampung dan aneka macam kasus dekadensi sopan santun yang lain. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut sudah hingga pada taraf yang sungguh meresahkan penduduk biasa . Sekolah selaku lembaga pendidikan formal merupakan wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat memajukan perannya dalam pembentukan kepribadian penerima bimbing selaku generasi penerus lewat kenaikan intensitas dan mutu pendidikan aksara. Bahasan mengenai dasar aturan pendidikan abjad ini, dimaksudkan biar akseptor didik (generasi muda bangsa) memiliki karakter mulia sesuai dengan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adab istiadat, bisa mengikuti keadaan dan mampu menyesuaikan diri dimana beliau berada mirip kata pepatah “dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung”
B. Dasar Hukum Pendidikan Karakter
Dasar hukum dalam pelatihan pendidikan karakter antara lain:
Pancasila Sebagai dasar negara mengandung nilai-nilai: Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954
“Tujuan pendidikan dan pengajaran yakni membentuk manusia budpekerti yang piawai dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab perihal kemakmuran masyarakat dan tanah air”
Undang-undang RI Nomor 2 Tahun 1989
“Tujuan pendidikan adalah mencerdasakan kehidupan bangsa dan membuatkan insan Indonesia seutuhnya yaitu insan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, mempunyai pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribandian yang mantap dan mandiri serta rasa taggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”
UUD 1945 Amandemen.
· Bab XIII ( Pendidikan dan KebudayaanI) Pasal 31 Ayat 3
“Pemerintah mengusahakan dan mengadakan satu metode pendidikan nasional, yang memajukan keimanan dan ketakwaan serta budbahasa mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang dikelola dengan undang-undang”
· Bab XIII ( Pendidikan dan KebudayaanI) Pasal 31 Ayat 5
“Pemerintah mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk pertumbuhan peradaban serta kemakmuran umat insan”
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 ihwal Sistem Pendidikan Nasional.
· Bab I (Ketentuan Umum) Pasal 1 Ayat 1
“Pendidikan yaitu usaha sadar dan berkala untuk merealisasikan situasi mencar ilmu dan proses pembelajaran supaya penerima latih secara aktif berbagi potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, budpekerti mulia, serta keahlian yang dibutuhkan dirinya, penduduk , bangsa dan negara”
· Bab I (Ketentuan Umum) Pasal 1 Ayat 2
“Pendidikan nasional adalah pendidikan yang menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap permintaan perubahan zaman”
· Bab II (Dasar, Fungsi, dan Tujuan) Pasal 1
“Pendidikan nasional menurut Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945”
· Bab II (Dasar, Fungsi, dan Tujuan) Pasal 2
“Pendidikan nasional berfungsi menyebarkan kesanggupan dan membentuk budpekerti serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta latih semoga menjadi insan
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, arif, mahir, kreatif, berdikari, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”
Undang-undang RI Nomor 17 Tahun 2007 ihwal RPJPN 2005-2025)
“Tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya, dan berorientasi ipteks berdasarkan pancasila dan dijiwai oleh keyakinan dan takwa terhadap yang kuasa yang maha esa.”
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
Bab II (lingkup, Fungsi, dan Tujuan) Pasal 4
“Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin kualitas pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk budbahasa serta peradaban bangsa yang bermartabat”
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 wacana Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Bab III (Penyelenggaraan Pendidikan Formal)
Bagian Pertama (Pendidikan Anak Usia Dini)
Pasal 61 Ayat 2
Pendidikan anak usia dini bertujuan:
a. membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta latih semoga menjadi insan beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia berkepribadian luhur, sehat, pandai, cakap, kritis, inovatif, inovatif, berdikari, percaya diri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab; dan
b. membuatkan kesempatankecerdasan spiritual, intelektual, emosional, kinestetis, dan social penerima latih pada kurun emas pertumbuhannya dalam lingkungan bermain yang edukatif dan menyenangkan.
Tujuan Pendidikan Tingkat Selanjutnya
Pasal 67 Ayat 3 : Pasal 77 : Pasal 84 Ayat 2
Pendidikan dasar bermaksud membangun landasan bagi berkembangnya potensi akseptor didik semoga menjadi insan yang:
· beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur;
· berakal, mahir, kritis, inovatif, dan inovatif;
· sehat, mandiri, dan percaya diri; dan
toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab.
Kepres RI Nomor 145
“Tujuan pendidikan semoga : melahirkan negara sosialis Indonesia yang akhlak, yang bertanggungjawab atas terselenggaranya masyarakat sosialis Indonesia, adil dan sejahtera baik spiritual maupun materil dan berjiwa pancasila”
Ketetapan MPRS No.XXVII/MPR/1966
“Tujuan pendidikan yaitu membentuk insan Pancasila Sejati menurut ketentuan-ketentuan seperti yang diinginkan oleh pembukaan UUD 1945 dan isi Undang-undang Dasar 1945”
Ketetapan MPR No.IV/MPR/1973
“Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar untuk menyebarkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Sesuai dengan hakekat pembnagunan yang menekankan terhadap “Pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan penduduk Indonesia”
Ketetapan MPR No.II/MPR/1988
“memformulasikan tujuan pendidikan sebagai berikut : untuk meningkatkan kualitas manusia Indonsia yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, bersusah payah, handal, bertanggung jawab, mandiri, pandai, dan cekatan serta sehat jasmani dan rohani, juga mesti bisa menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta pada tanah air, mempertebal semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial”
Ketetapan MPR No.11/MPR/1983
“Tujuan pendidikan nasional yaitu memajukan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan dan kemampuan, mempertinggi kebijaksanaan pekerti, memperkuat kepribadian, mempertebal semangat kebangsaan dan cita tanah air, semoga mampu menumbuhkan insan-insan pembangunan yang dapat membnagun dirinya sendiri serta gotong royong bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”
Permendiknas No 39 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kesiswaan.
Bab I (Tujuan, Sasaran, dan Ruang Lingkup) Pasal 1
Tujuan training kesiswaan :
a. Mengembangkan kesempatansiswa secara maksimal dan terpadu yang mencakup talenta, minat, dan kreativitas;
b. Memantapkan kepribadian siswa untuk mewujudkan ketahanan sekolah selaku lingkungan pendidikan sehingga terhindar dari usaha dan dampak negatif dan berlawanan dengan tujuan pendidikan;
c. Mengaktualisasikan kesempatansiswa dalam pencapaian prestasi unggulan sesuai talenta dan minat;
d. Menyiapkan siswa semoga menjadi warga masyarakat yang berakhlak mulia, demokratis, menghormati hak-hak asasi manusia dalam rangka mewujudkan penduduk madani (civil society).
Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi .
Bab I (Pendahuluan) Pafagraf 1
“Pendidikan nasional yang menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk budpekerti serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi penerima bimbing supaya menjadi insan yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, terpelajar, piawai, kreatif, mampu berdiri diatas kaki sendiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah mengadakan sebuah sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 ihwal Sistem Pendidikan Nasional.”
Bab I (Pendahuluan) Paragraf 2
“Pendidikan nasional mesti bisa menjamin pemerataan potensi pendidikan, peningkatan kualitas dan relevansi serta efisiensi administrasi pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program wajib mencar ilmu 9 tahun. Peningkatan kualitas pendidikan diarahkan untuk memajukan mutu insan Indonesia seutuhnya lewat olahhati, olahpikir, olahrasa dan olahraga semoga mempunyai daya saing dalam menghadapi tantangan global. Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan permintaan keperluan berbasis kesempatansumber daya alam Indonesia. Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dijalankan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan pembaharuan pengelolaan pendidikan secara berkala, terarah, dan berkesinambungan.”
Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan.
· Pendidikan Dasar, yang mencakup SD/MI/SDLB/Paket A dan SMP/MTs./ SMPLB/Paket B bertujuan: Meletakkan dasar kecerdasan, wawasan, kepribadian, etika mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
· Pendidikan Menengah yang terdiri atas Sekolah Menengan Atas/MA/SMALB/Paket C bertujuan: Meningkatkan kecerdasan, wawasan, kepribadian, budpekerti mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut .
· Pendidikan Menengah Kejuruan yang terdiri atas SMK/MAK bermaksud: Meningkatkan kecerdasan, wawasan, kepribadian, budpekerti mulia, serta kemampuan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya
Undang Undang RI Nomor 20 Tahun 2003
Dalam UU No 20 Tahun 2003
Bab I Pasal 1 Ayat ke 2
“Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap kepada tuntutan pergeseran zaman.”
Pancasila yang ialah falsafah bangsa. Namun, fenomena keseharian kita memperlihatkan bahwa sikap masyarakat belum sejalan dengan abjad bangsa yang dijiwai oleh falsafah Pancasila. Kondisi ini menyebabkan munculnya cita-cita pemerintah dan berbagai kalangan masyarakat untuk merevitalisasi tugas Pancasila dalam membangun karakter bangsa.
Tujuan dari pembangunan huruf adalah untuk mengembangkan abjad bangsa semoga bisa mewujudkan nilai-nilai luhur Pancasila. Pembangunan karakter ini berfungsi untuk menyebarkan peluangdasar agar berbaik hati, berpikiran baik, dan bertingkah baik; memperbaiki sikap yang kurang baik dan menguatkan perilaku yang sudah baik; serta menyaring budaya yang kurang sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila.
Dalam UU No 20 Tahun 2003
Bab II Pasal 3
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk susila serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi penerima ajar biar menjadi insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, arif, cakap, kreatif, berdikari, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Tujuan pendidikan yang mencakup tiga dimensi. Yaitu dimensi ketuhanan, eksklusif dan sosial. Artinya, pendidikan bukan diarahkan pada pendidikan yang sekuler, bukan pada pendidikan individualistik, dan bukan pula pada pendidikan sosialistik. Tapi pendidikan yang diarahkan di Indonesia itu ialah pendidikan mencari keseimbangan antara ketuhanan, individu dan sosial. Dimesi ketuhanan yang menjadi tujuan pendidikan ini tak menjadikan pendidikan menjadi pendidikan yang sekuler. Karena dalam pendidikan sekuler, agama hanya akan dijadikan selaku salah satu mata pelajaran tanpa menjadikannya dasar dari ilmu yang dipelajari.
Namun kadang-kadang kita besar hati menyaksikan corak dan karakteristik pendidikan Barat yang unik dan maju. Tetapi tidak bisa mengesampingkan kebobrokan etika dan budbahasa yang merusak sendi-sendi kehidupan sosial manusia yang agung. Dan juga menghilangkan fitrah asal insan itu sendiri. Seperti teori Darwin. Makara pendidikan di Indonesia tidak memisahkan antara agama dan pendidikan, tetapi keduanya disandingkan untuk mencapai generasi yang berotak Jerman dan berhati Mekkah. Sehingga generasi yang terbentuk itu tidak menjunjung tinggi nilai-nilai materialistik saja. Dengan menimbulkan agama sebagai landasasan, generasi Indonesia menjadi generasi mempunyai karakterisitik sendiri sebagaimana yang sering disebut dalam pendidikan huruf.
Orang sering terjebak, pendidikan karakter itu diterjemahkan cuma selaku budbahasa. Padahal lebih dari itu. Yang mau dibangun yaitu karakter-budaya yang menumbuhkan kepenasaranan intelektual (intellectual curiosity) sebagai modal untuk membuatkan kreativitas dan daya inovatif yang dijiwai dengan nilai kejujuran dan dibingkai dengan kesopanan dan kesantunan.
Dalam UU No 20 Tahun 2003 di sebutkan bahwa
“Pendidikan yaitu usaha sadar dan bersiklus untuk mewujudkan suasana berguru dan proses pembelajaran supaya peserta latih secara aktif membuatkan potensi dirinya untuk mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, budbahasa mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”
Berdasarkan pasal diatas ditemukan 3 (tiga) pokok fikiran utama yang terkandung di dalamnya, ialah: (1) perjuangan sadar dan berkala; (2) mewujudkan suasana berguru dan proses pembelajaran semoga penerima bimbing aktif mengembangkan peluangdirinya; dan (3) memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, adat mulia, serta kemampuan yang diperlukan dirinya, penduduk , bangsa dan negara.Di bawah ini akan dipaparkan secara singkat ketiga pokok pikiran tersebut.
· Usaha sadar dan terpola.
Pendidikan selaku perjuangan sadar dan bersiklus menawarkan bahwa pendidikan yakni suatu proses yang disengaja dan dipikirkan secara masak-masak (proses kerja intelektual). Oleh alasannya adalah itu, di setiap level manapun, aktivitas pendidikan mesti disadari dan dijadwalkan, baik dalam tataran nasional (makroskopik), regional/provinsi dan kabupaten kota (messoskopik), institusional/sekolah (mikroskopik) maupun operasional (proses pembelajaran oleh guru).
· Mewujudkan situasi mencar ilmu dan proses pembelajaran supaya penerima bimbing aktif membuatkan peluangdirinya
Pada pokok fikiran yang kedua adanya pengerucutan ungkapan pendidikan menjadi pembelajaran. Jika dilihat secara sepintas mungkin seperti pendidikan lebih dimaknai dalam setting pendidikan formal semata (persekolahan). Terlepas dari benar-tidaknya pengerucutan makna ini, pada pokok anggapan kedua ini, menangkap pesan bahwa pendidikan yang dikehendaki yakni pendidikan yang bercorak pengembangan (developmental) dan humanis, yakni berupaya menyebarkan segenap potensi bimbing, bukan bercorak pembentukan yang bergaya behavioristik. Selain itu, saya juga melihat ada dua kegiatan (operasi) utama dalam pendidikan: (a) merealisasikan situasi belajar, dan (b) mewujudkan proses pembelajaran.
· Memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, budpekerti mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pokok fikiran yang ketiga ini, selain ialah bagian dari definisi pendidikan sekaligus menggambarkan pula tujuan pendidikan nasional kita, yang menurut hemat aku telah demikian lengkap. Di sana tertera tujuan yang berdimensi ke-Tuhan-an, eksklusif, dan sosial. Artinya, pendidikan yang diinginkan bukanlah pendidikan sekuler, bukan pendidikan individualistik, dan bukan pula pendidikan sosialistik, tetapi pendidikan yang mencari keseimbangan diantara ketiga dimensi tersebut.
Jika belakangan ini gencar disosialisasikan pendidikan huruf, dengan menyaksikan pokok asumsi yang ketiga dari definisi pendidikan ini maka bergotong-royong pendidikan abjad sudah implisit dalam pendidikan, jadi bukanlah sesuatu yang gres.
Makara bukan sekuler, bukan individualistik dan bukan sosialistik, namun penyeimbangan dari ketiganya. Pendidikan dalam UU no 20 tahun 2003 itu adalah mengembangkan potensi akseptor latih yang mengakibatkan agama selaku landasan utama hidupnya, tidak mementingkan kepentingan sendiri dan mempunyai keahlian yang berguna untuk dirinya dan orang-orang sekitarnya. Dan tidak hanya sekedar menggambarkan apa pendidikan itu, namun memiliki makna dan implikasi yang luas perihal siapa sesunguhnya pendidik itu, siapa penerima ajar (siswa) itu, bagaimana seharusnya mendidik, dan apa yang ingin diraih oleh pendidikan.
C. Tujuan dan Sasaran Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter bermaksud untuk mengembangkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter atau budpekerti mulia peserta latih secara utuh, terpadu, dan sepadan, sesuai patokan kompetensi lulusan.
Pendidikan aksara pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, adalah nilai-nilai yang melandasi sikap, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan penduduk sekitar sekolah, dan masyarakat kebanyakan.
Sasaran Pendidikan Karakter yaitu seluruh warga sekolah di Indonesia Negeri maupun Swasta. Semua warga sekolah, mencakup para penerima ajar, guru, karyawan manajemen, dan pimpinan sekolah.
Dasar Hukum Pendidikan Karakter Secara Umum:
1. Pancasila
2. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954
3. Undang-undang RI Nomor 2 Tahun 1989
4. UUD 1945 Amandemen
5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 ihwal Sistem Pendidikan Nasional
6. Undang-undang RI Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025)
7. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
8. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 wacana Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
9. Kepres RI Nomor 145
10. Ketetapan MPRS No.XXVII/MPR/1966
11. Ketetapan MPR No.IV/MPR/1973
12. Ketetapan MPR No.II/MPR/1988
13. Ketetapan MPR No.11/MPR/1983
14. Permendiknas No 39 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kesiswaan.
15. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi .
16. Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan.
D. Harapan Pada Pendidikan Karakter
Diharapkan disamping memberi materi pembelajaran, tidak cuma sekedar memberi materi saja. Tapi juga strategi pembelajaran yang dipakai turut serta dalam pembentukan aksara siswa, alasannya adalah melalui pendidikan abjad dibutuhkan peserta asuh bisa secara mandiri memajukan dan memakai pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai aksara dan adat mulia sehingga terwujud dalam sikap hidup sehari-hari.
Agar lulusan siswa mempunyai keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus mempunyai kepribadian yang bagus sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Pada tataran yang lebih luas, pendidikan karakter diperlukan menjadi budaya sekolah.