close

Urgensi Metode Pengajaran Dalam Pendidikan Agama Islam (Pai)

URGENSI METODE PENGAJARAN DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

Dalam segala aktifitas, sistem memaenkan peranan yang penting untuk menunjang suksesnya suatu pekerjaan. Metode merupakan prosedur, langkah-langkah, cara atau tata cara dalam melaksanakan pekerjaan. Dalam dunia pendidikan, terdapat banyak metode yang bisa digunakan, demi tecapainya sebuah pengajaran yang epektif dan konprehensif. Pendidikan Islam yang diajrakan di madrasah-madrasah. Lembaga pendidikan mesti bisa memaenkan peranan yang sentral dalam membentuk insan atau masyarakat yang maju. Gerakan transformasi dan sivilisai penduduk pada dasarnya bertumpu pada pendidikan. Sehingga dengan fungsi yang demikian, forum pendidikan haruslah memiliki pasilitas pengajaran yang memadai, guru yang profesional dan lain sebagainya.

Pengajaran agama dalam sekoah ialah hal yang penting dan urgen untuk menolong penciptaan masyarakat yang maju dan berahlak. Islam selaku agama yang mempunyai pengikut paling besar di Negara ini harus berperan aktif dalam merealisasikan penduduk yang maju dan berahlak tersebut. Namun untuk meraih tujuan tersebut, pengajaran agama Islam di madrasah, sekolah biasa dan pondok pesantren harusalah melibatkan suatu sistem yang tepat guna dalam mengajar. Kelamahan beberapa pondok pesantren, terutama pesantren yang bercorak salafi yaitu menekankan sikap taklid dalam pembelajaran. Hal ini berpengaruh pada perilaku reseptif dan dogmatis dari para santi dalam mengetahui, meyakini dan mengamalkan Islam itu sendiri. Sehingga Islam selaku suatu agama cuma akan menjadi ideal dalam tataran normatifnya saja.

Suatu agama akan menjadi berdaya guna empirik atau rill dalam kehidupan jika pemeluk agama memiliki tingkat intlektualitas yang memadai. Untuk membentuk ummat yang kritis, maka pendidikan Islam haruslah benar-benar berperan aktif. Namun di samping itu, para pendidik Islam juga mesti memiliki kesanggupan mengajar yang baik pula. Karena itulah dalam goresan pena ini akan dikaji perihal orgensi metode mengajar.

Pengertian Metode Mengajar

Kata tata cara secara etimologis ialah arti dari bahasa Yunani, yang ialah gabungan dari kata meta yang bisa diartikan sebagai “ lewat ” dan kata hodos yang mampu diartikan selaku “ jalan yang dilalui ” dalam setiap desain yang dikemas dalam semua pendidikan, metode pendidikan ialah alat yang dipergunakan untuk meraih tujuan pendidikan. Sebenarnya dalam kamus besar bahasa Indonesia metode diartikan selaku “cara yang teratur dan terpikir baik untuk meraih maksud dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya atau juga mampu diartikan sebagai cara kerja yang bersistem untuk mudah dalam pelaksanaan sebuah aktivitas gunamencapai suatu tujuan yang diputuskan

Dalam bahasa Arab tata cara dikenal dengan ungkapan thraiqah yang mempunyai arti lagkah-langkah strategis yang dipersiapkan untuk melakukan sesuatu pekerjaan. Dengan demikian metode mengajar dapat diartikan selaku cara yang dipergunakan oleh guru dalam membelajarkan akseptor ajar dikala berlansungnya proses mencar ilmu. 

Secara terminologi para ahli mendefinisikan sistem selaku berikut:

  1. Hasan langgulung mendefinisikan tata cara sebagai cara atau jalan yang ditempuh untuk meraih tujuan pendidikan.
  2. Abdurrahman Ghunaimah tata cara merupakan cara-cara yang praktis untuk mencapai tujuan pengajaran.
  3. Ahmad Tafsir, metode yakni cara yang paling tepat dan cepat dalam mengajarkan pelajaran.1
Semua definisi tata cara diatas memperlihatkan pandangan bahwa tanpa sebuah tata cara dalam mengajar, maka mustahil tujuan pembelajaran akan tercapai. Metode memberikan jalan atau cara dalam mengajar sehingga pembelajaran terlaksanan dan tercapai secara sistematis dan konprehensif. Dengan demikian guru dalam mengajar tanpa menggunakan metode maka bukanlah guru professional.

Dalam filsafat pendidikan, sistem ialah alat yang dipergunakan untuk meraih tujuan pendidikan. Alat tersebut mempunyai fungsi ganda, yakni bersifat polipragmatis, yakni tata cara berkhasiat yang serba ganda. Sedangkan fungsi monopragmatis, yaitu metode memiliki satu daya guna untuk satu macam tujuan.2

Metode juga mempunyai dasar atau landasan, paling tidak terdapat empat dasar, yakni dasar agamis, dasar biologis, dasar psikologis dan dasar sosiologis.3 Selain itu sistem mengajar juga mesti mempunyai prinsif supaya proses pengajaran menjadi epektif. 

Paling tidak menurut Mahmud Syad Sultan terdapat 13 prinsif:

  1. Metode mesti memanpaatkan teori kegiatan berdikari.
  2. Metode harus memanpaatkan hukum pembelajaran.
  3. Metode harus berawal dari apa yang sudah diketahui penerima asuh.
  4. Metode mesti didasarkan atas teori dan praktek yang terpadu dengan baik yang bertujuan menyatukan kegiatan pembelajaran.
  5. Metode harus mengamati perbedaan individual dan memakai prosedur-mekanisme yang cocok dengan ciri-ciri pribadi seperti keperluan, minat serta kematangan mental dan pisik.
  6. Metode harus meransang kesanggupan berpikir dan nalar para penerima latih.
  7. Metode mesti disesuaikan dengan perkembangan penerima latih dalam hal keterampilan, kebiasaan, pengetahuan , gagasan, dan sikap peserta asuh, alasannya adalah semua ini merupakan dasar dalam psikologi perkembangan.
  8. Metode tersebut harus menyediakan bagi akseptor asuh pengalaman-pengalaman mencar ilmu lewat aktivitas belajar yang banyak dan beragam. Kegiatan-acara yang banyak dan bervariasi trsebut diberikan untuk menentukan pemahaman.
  9. Metode tersebut mesti menentang dan memotivasi peserta asuh ke arah kegiatan-kegiatan yang mencangkup proses deferensiasi dan integrasi. Proses penyatuan pengalaman sungguh membantu dalam terbentuknya tingkah laris terpadu. Ini paling baik di capai melaui penggunaan sistem pengajaran terpadu.
  10. Metode tersebut mesti memberi peluang bagi penerima bimbing untuk mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan. Dan memberi peluang pada guru untuk memperoleh kelemahan-kekurangan agar mampu di lakukan perbaikan dan pengayaan (remedial dan anrichment).
  11. Kelebihan suatu sistem mampu menyempurnakan kelemahan/kelemahan tata cara lain. Metode tanya jawab, tata cara demonstrasi, tata cara eksperiment, metode diskusi, dan tata cara proyek, kesemuanya mampu dipakai untuk mendukung kelemahan tata cara ceramah, kenyataan yang di terima secara lazim bahwa tata cara yang baik ialah sintesa dari banyak tata cara atau prosedur. Hal ini didasarkan atas dasar prinsip bahwa pembelajaran terbaik terjadi jika bertambah banyak indera yang mampu dirangsang.
  12. Satu tata cara dapat dipergunakan untuk aneka macam jenis materi atau mata pelajaran satu bahan atau mata pelajaran memerlukan banyak metode.
  13. Metode pendidikan Islam mesti digunakan dengan prinsif pleksibel dan dinamis.4
Selanjutnya dalam menggunakan tata cara, para pakar juga memberikan persepsi, contohnya Langgulung menunjukkan tiga aspek pokok;

  1. Sifat-sifat dan kepentingan yang berkenaan dengan tujuan utama pendidikan Islam yaitu training manusia mukmin yang mengaku selaku hamba Allah.
  2. Berkenaan dengan sistem-metode yang benar-benarberlaku yang disebutkan al-Quran atau disimpulkan dari padanya.
  3. Membicarakan wacana pergerakan dan disiplin dalam ungkapan al-Quran disebut ganjaran dan hukuman iqab.5
Pengertian Ilmu Pendidikan Islam

Secara etimologis, pendidikan berasal dari kata “asuh” yang mendapat awalan “pen” dan akhiran “an” yang berarti “proses, tindakan, cara mendidik, pelihara dan bimbing”.6 Istilah “pendidikan” diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan education yang mempunyai arti pengembangan atau panduan. Dalam bahasa Arab istilah ini sering diterjemahkan dengan tarbiyȃh yang berarti pendidikan.Dalam konteks Islam, perumpamaan pendidikan kadang abad digunakan dengan kata tarbiyậh, ta’lȋm, dan ta’dȋb. Tarbiyȃh dengan kata dasarnya rabbậ yang berarti “mendidik, membesarkan, mengasuh, berkembang dan meningkat (tumbuh)”.Kata tarbiyah utamanya dalam al-Qur’an menunjuk pada era bawah umur dan berhubungan dengan perjuangan yang wajib dilakukan, dan merupakan beban orang-orang dewasa, khususnya orang bau tanah terhadap anaknya.9

Selain kata tarbiyȃh, dalam konteks Islam, perumpamaan pendidikan kadang masa dipakai kata ta’lim dengan kata dasarnya ȃallimậ yang mempunyai arti mengajar (transfer of knowledge). Seperti yang termaktub pada Surat al-Baqarah [2] ayat 31:

وَعَلَّمَ ءَادَمَ الأَسْمَآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلاَئِكَةِ فَقَالَ أَنبِئُونِي بِأسَْمَآءِ هَؤُلآءِ إِن

كُنتُم صَادِقِينَ

“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) semuanya, lalu mengemukakannya terhadap para Malaikat kemudian berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!” (QS. Al-Baqarah [2]:

Herry Noer Ali mengutip pendapat Abdul Fattah Jalal, mengatakan bahwa ta’lȋm ialah proses pembelajaran secara terus-menerus yang terjadi sejak manusia itu lahir lewat pengembangan beberapa fungsi pendengaran, penglihatan dan hati. Dan pengembangan tersebut ialah tanggung jawab orang akil balig cukup akal saat seseorang masih kecil, tetapi sesudah mereka dewasa, hendaknya insan mencar ilmu secara berdikari hingga beliau tidak bisa lagi meneruskan belajarnya.10

Kata mendidik (tarbiyȃh) dan mengajar (ta’lȋm) memiliki pengertian yang berlainan. Menurut Mahmud Yunus, mendidik berarti menyiapkan anak dengan segala macam jalan semoga dapat mempergunakan tenaga dan bakatnya dengan sebaikbaiknya sehingga meraih kehidupan yang tepat dalam penduduk daerah tinggalnya. Sedangkan mengajar bermakna mentransfer ilmu wawasan kepada anak agar beliau berakal.11 Sehingga mampu dimengerti bahwa mendidik memiliki cakupan yang lebih luas dan mendalam dari mengajar. Sebagaimana yang diungkap oleh Mahmud Yunus bahwa mengajar ialah salah satu sisi dari beberapa sisi pendidikan. Dalam mengajar, pendidik menunjukkan ilmu, pertimbangan , dan asumsi kepada penerima bimbing berdasarkan sistem yang disukainya.

Pendidik berbicara, akseptor asuh mendengar; pendidik aktif, peserta latih pasif. Sedangkan di dalam mendidik, pendidik memberi dan penerima didik harus membalas, menyelidiki, dan memikirkan soal-soal sulit, mencari jalan mengatasi kesulitan tersebut.12 Selain kata tarbiyȃh dan ta’lȋm, ungkapan pendidikan dalam konteks Islam juga dipakai kata ta’dȋb, memiliki arti pendidikan yang berhubungan dengan sikap atau adat dalam kehidupan yang lebih mengacu pada kenaikan martabat manusia.13 Jika dibandingkan dari ketiga istilah pendidikan dalam konteks Islam di atas, maka perbedaan perumpamaan tersebut, tarbiyȃh mengandung makna lebih luas, tercakup di dalamnya pemahaman ta’lȋm dan ta’dȋb. Istilah ta’lȋm lebih bersifat informatif, yakni usaha pemberian ilmu pengetahuan sehingga seseorang menjadi akil (tahu). Sedangkan ta’dȋb mengesankan proses pelatihan terhadap perilaku watak dan akhlak dalam kehidupan yang lebih mengacu pada kenaikan martabat insan.

Sedangkan pendidikan ditinjau dari sisi terminologis juga memiliki banyak pemahaman. Di antaranya mirip yang diungkap oleh Crow, pendidikan selaku proses yang berisi selaku macam aktivitas yang sesuai dengan kegiatan seseorang untuk kehidupan sosialnya dan membantunya meneruskan kebiasaan-kebiasaan generasi. Dalam Ensiklopedi Pendidikan, ungkapan pendidikan diartikan dengan semua tindakan dan perjuangan dari generasi renta untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, serta keterampilannya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkannya biar mampu menyanggupi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniyah.14

Zakiah Daradjat mengartikan pendidikan dengan sebuah perjuangan dan kegiatan yang dikerjakan oleh orang akil balig cukup akal dalam menyampaikanpelajaran, memberi acuan, melatih keterampilan berbuat, memberi motivasi dan menciptakan lingkungan sosial yang mendukung pembentukan kepribadian penerima bimbing.15

Sementara itu, M. Arifin mengemukakan bahwa pendidikan adalah sebuah usaha untuk mengarahkan kemajuan dan perkembangan hidup insan (sebagai makhluk langsung dan sosial), kepada titik optimal kemampuannya untuk memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat.16 Ahmad D. Marimba mengartikan pendidikan sebagai tutorial atau pimpinan secara sadar oleh pendidik kepada kemajuan jasmani dan rohani terdidik menuju terbentuknya kepribadian utama. Dalam terminologi yang berlawanan, Ramayulis mendefenisikan pendidikan selaku segala usaha orang sampaumur dalam pergaulan dengan bawah umur untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. Sedangkan Zuhairini mendefenisikan pendidikan dengan acara untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian insan yang berlangsung seumur hidup.

Dengan kata lain, bahwa pendidikan tidak hanya berjalan di dalam kelas tetapi berlangsung pula di luar kelas. Pendidikan bukan bersifat formal saja, namun mencakup faktor non-formal.17 Secara lebih luas dan sederhana Nana Sudjana mendefenisikan pendidikan selaku usaha sadar yang bermaksud dan perjuangan mendewasakan penerima asuh (anak). Kedewasaan ini antara lain mencakup kedewasaan intelektual, sosial, tabiat, dan tidak semata-mata kedewasaan dalam arti fisik.

Pendidikan juga merupakan sebuah proses budaya untuk memajukan harkat dan martabat manusia, lewat proses yang panjang dan berjalan sepanjang hayat.18 Dari beberapa pengertian pendidikan yang dikemukakan oleh para mahir di atas, maka penulis berkesimpulan bahwa pendidikan ialah perjuangan yang dilaksanakan oleh seseorang atau sekelompok orang dalam rangka membina dan menyebarkan potensi peserta latih biar mampu mengenal diri, lingkungan dan Tuhannya, sehingga menjadi manusia yang bermartabat, bermoral dan terpelajar serta bisa menenteng dirinya terhadap keseimbangan hidup di dunia dan di akhirat.

Adapun Pendidikan Islam ialah suatu kegiatan pendidikan yang bersumber dari iman anutan Islam dengan nilai-nilai universal yang terkandung di dalamnya yang senantiasa mempertimbangkan pengembangan fitrah manusia atau potensi-kesempatanyang dimiliki manusia selaku makhluk. Dengan demikian segala perjuangan dalam mempelajari pendidikan Islam tidak mampu menghilangkan landasan historisnya yang merupakan bab integral dari sejarah Islam.

Pendidikan Islam bersumber pada ajaran Islam yang menggambarkan bahwa pendidikan Islam mempunyai perbedaan yang sangat esensial dan pokok dengan model pendidikan lain yang cenderung bersifat pragmatis-sekularistik yang cuma terbatas pada sumber dan penyebaran nilai-nilai kemanusian secara universal tanpa pernah mengaitkannya sama sekali dengan nilai-nilai ketuhanan.

Menurut M. Yusuf al-Qardhậwȋ, pendidikan Islam ialah pendidikan insan seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, adab dan keterampilannya. Sementara itu Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan wawasan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi insan untuk beramal di dunia dan memetik karenanya di darul baka.19 Sejalan dengan itu, Muhammad Ȃtiyậh Al-Ibrasyi beropini bahwa pendidikan Islam itu yaitu pendidikan yang berdasarkan pada akhlak Islam, pembentukan watak, dan latihan jiwa.20 Sehingga, tujuan akhir pendidikan Islam tersebut yakni membentuk insan yang bertakwa agar selamat dalam kehidupannya, sebagaimana terkandung dalam Surat Ali Imran [3] ayat 102:

يَاأَيُّها الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ


“ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kau mati melainkan dalam kondisi beragama Islam.” (QS. Ali Imran [3]: 102).

Pendidikan Islam dapat juga diartikan dengan pengembangan pikiran insan dan penataan tingkah laku serta emosinya berdasarkan Agama Islam, dengan maksud mewujudkan tujuan Islam dalam kehidupan individu dan masyarakat adalah dalam seluruh lapangan kehidupan.21

Endang Saefuddin Anshari melihat pendidikan Islam selaku proses panduan (pimpinan, tuntutan, tawaran) oleh subyek bimbing kepada perkembangan jiwa (anggapan, perasaan, kemauan, intuisi, dan sebagainya) dan raga obyek didik dengan bahan-bahan bahan tertentu, pada waktu tertentu, dengan tata cara tertentu dan dengan alat peralatan yang ada kearah terciptanya eksklusif tertentu disertai evaluasi sesuai dengan pedoman Islam.22

Endang Saifuddin Anshari secara lebih teksnis menunjukkan pengertian pendidikan Islam sebagai proses bimbingan (pimpinan, tuntutan, ajuan) oleh subjek asuh terhadap perkembangan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan, intuisi, dan sebagainya) dan raga objek bimbing dengan materi-bahan materi tertentu, pada jangka waktu tertentu, dengan tata cara tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada ke arah terciptanya langsung tertentu dibarengi evaluasi sesuai dengan fatwa Islam.23 Sedangkan yang dimaksud pendidikan Islam di sini ialah upaya mempersiapkan anak latih atau individu dan menumbuhkan baik jasmani maupun rohaninya semoga dapat mengerti dan menghayati hakekat kehidupan dan tujuan hidupnya mengapa beliau diciptakan, dan mampu menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi dirinya dan umatnya.

Sedangkan H. Haidar Putra Daulay menawarkan kesimpulan atas semua pendefinisian wacana pendidikan Islam, pendidikan Islam baginya ialah proses pembentukan manusia seutuhnya sesuai dengan Tuntunan Islam.24 Azyumardi Azra melihat pendidikan Islam selaku salah satu faktor dari aliran Islam secara keseluruhan, itulah sebabnya tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup insan dalam Islam; ialah untuk membuat eksklusif-langsung hamba Allah yang senantiasa bertakwa terhadap-Nya dan mampu mencapai kehidupan bahagiya di dunia dan akherat. Dalam hal ini Azra mengutif surat Al-Dzariat ayat 56 dan surat al-Imran ayat 102. Sehingga dia menyimpulkan bahwa tujuan hidup mansuia dalam Islam ialah tujuan dari pendidikan Islam itu sendiri. Dalam konteks, sosial penduduk , bangsa dan negara pribadi yang bertaqwa inilah yang menjadi rahmatận lil’ậlamȋn, baik dalam sekala kecil maupun dalam skala besar.25

Selain masalah definisi dan fungsi pendidikan Islam, hal lain yang penting untuk dilihat dari pendidikan Islam tersebut yakni persoalan paradigma atau bentuk dari pendidikan Islam tersebut, yang tentunya berlawanan dengan pendidikan lain, baik dari aspek definisi, sumber dan tujuannya. Pendidikan Islam haruslah berparadigma Ilậhiyah atau teosentrisme, mengenang pendidikan Islam yang ialah bab atau faktor dari agama Islam itu sendiri. Dengan demikian, pendidikan Islam harus mengacu pada tuntunan dan kandungan dari sumber fatwa Islam itu sendiri, ialah al-Qur’an dan al-Hadits, serta karya-karya besar para intlektual Islam. J

Jiika kiitta mengacu pada pendeffiiniisiian pendiidiikiian IIsllam iinii,, maka kiitta akan menemukan banyak sekallii deffiiniisii,, tetapi darii beberapa deffiiniisii ttersebutt dapatt diisiimpullkan bahwa pendiidiikan IIsllam berttujjuan unttuk menciipttakan ummatt IIsllam yang berttakwa kepada Allllah secara verttiikall sedangkan secara horiizonttall mampu menciipttakan kemajjuan yang sesuaii dengan ttunttunan IIsllam..

Macam-macam Metode dalam Mengajar

Dalam mengajar, seorang guru dituntut untuk menguasai tata cara mengajar. Sebab guru ialah sentra dari ilmu pengetahuan yang hendak diajarkan ke murid. Kata mendidik (tarbiyah) dan mengajar (ta’lim) mempunyai pemahaman yang berlainan. Menurut Mahmud Yunus, mendidik mempunyai arti menyiapkan anak dengan segala jenis jalan agar mampu mempergunakan tenaga dan bakatnya dengan sebaikbaiknya sehingga meraih kehidupan yang tepat dalam penduduk tempat tinggalnya. Sedangkan mengajar memiliki arti mentransfer ilmu wawasan terhadap anak semoga dia cerdik.26 Sehingga dapat diketahui bahwa mendidik memiliki cakupan yang lebih luas dan mendalam dari mengajar. Sebagaimana yang diungkap oleh Mahmud Yunus bahwa mengajar yakni salah satu segi dari beberapa segi pendidikan. Dalam mengajar, pendidik memperlihatkan ilmu, pertimbangan , dan fikiran kepada akseptor ajar berdasarkan tata cara yang disukainya.

Pendidik mengatakan, penerima ajar mendengar; pendidik aktif, akseptor ajar pasif. Sedangkan di dalam mendidik, pendidik memberi dan penerima latih harus membalas, menyelidiki, dan mempertimbangkan soal-soal sulit, mencari jalan menanggulangi kesusahan tersebut.27 Pembahasan sistem pendidikan utamanya pendidikan Islam, perlu melihat semua faktor dari aktivitas pendidikan dan pengajaran baik di lihat dari pendidik maupun anak didik.

  • Pendidik dengan metodenya harus mampu membimbing, mengarahkan dan membina anak latih menjadi insan yang matang atau dewasa dalam sikap dan kepribadiannya, sehingga tergambarlah dalam tingkah lakunya nilai-nilai pemikiran Islam dalam dirinya.
  • Anak latih yang tidak cuma menjadi obyek pendidikan atau pengajaran, melainkan juga menjadi subyek yang berguru, membutuhkan suatu tata cara mencar ilmu agar dalam proses belajarnya mampu searah dengan cita-cita pendidik atau pengajarnya.28
Secara lazim, mampu dibilang di dunia Muslim terdapat dua tata cara pendidikan yang mengikuti dua sistem pengajaran, yang terbaru dan tradisional. Menurut tata cara tradisional, para pelajar diharapkan telah menerima Qur’ȃn dan Sunnȃh sebagai kebenaran mutlak dan telah melanjutkan penjelajahan kepada sumber-sumber wawasan lain. Dengan demikian kerangka metafisika yang ditawarkan oleh Islam membantu pelajar untuk memakai logika sambil menerangkan atau menafsirkan sesuatu wangsit atau merumuskan konsep-konsep baru.29 HM Arifin menjabarkan metode pengajaran yang disandarkan pada khitab Allah di dalam al-Qur’ȃn sebagai berikut:

  • Mendorong manusia untuk memakai akal fikirannya dalam menelaah dan mempelajari tanda-tanda kehidupannnya sendiri dan tanda-tanda kehidupan alam sekitarnya.
  • Mendorong insan untuk mengamalkan ilmu wawasan dan mengaktualisasikan keimanan dan takwanya dalam kehidupan sehari-hari atau perintah dan larangan.
  • Mendorong berjihad, dalam kekerabatan ini maka tata cara yang di gunakan memakai pendekatan motivatif dari tiga aspek yaitu: teogenetis yang memperlihatkan dorongan menurut nilai agama, sosiogenetis yang memberikan dorongan berdasarkan nilai-nilai dari kehidupan masyarkat serta motivasi biogenetis yang mendorongnya berdasarkan kehidupan biologisnya selaku manusia.
  • Dalam perjuangan meyakinkan manusia bahwa Islam merupakan kebenaran yang hak, Tuhan sering pula menggunakan tata cara derma situasi pada suatu keadaan tertentu.
  • Metode mendidik secara kalangan yang dapat disampaikan dengan metode mutual education, mirip nabi mengajarkan shalat dengan mendemonstrasikan gerakan-gerakan shalat di depan para sahabat.
  • Metode pendidikan dengan menggunakan cara instruksional, bersifat mengajar yang lebih menitik beratkan pada kecerdasan dan ilmu pengetahuan, contohnya Allah mengajarkan perihal ciri-ciri orang yang beriman dalam bersikap dan bertingkah laku biar mereka mengetahui bagaimana bekerjsama cara bersikap dan berperilaku laris.30
  Idul Adha 2020, Ini Niat Dan Bacaan, Serta Sistem Sholatnya
Ibnu Khaldun berpendapat ihwal perbedaan tata cara yang diajarkan pada anak-anak diberbagai kota Islam: mengajar bawah umur mendalami al Qur’ȃn merupakan suatu simbol dan pekerti Islam. Orang Islam mempunyai al Qur’ȃn dan mempraktekkan ajarannya, dan menjadikannya pengajaran, tȃ’lȋm, disemua kota mereka. Hal ini akan mengilhami hati dengan suatu keimanan, dan memperteguh akidah kepada Allah dan matan-matan hadits.

Beberapa metode pengajaran yang dimungkinkan dapat dipergunakan dalam pengajaran agama Islam yaitu diantaranya :

a. Metode Ceramah

Dalam metode ceramah ini murid duduk sambil mendengarkan serta yakin bahwa apa yang disampaikan guru itu adalah benar. Murid mengutif intisari dari apa yang disampaikan oleh guru serta mampu menguasai dan menghafalnya kemudian mengaplikasikannya. Metode ceramah ini dari dahulu hingga sekarang masih dilaksanakn dan paling banyak dikerjakan. Metode ini memiliki kekurangan, adalah; 1. Perhatian hanya terpusat pada guru dan guru dianggap oleh murid selaku yang senantiasa benar. Terdapat bagian paksaan sebab guru berbicara aktif, sementara murid cuma mendengar, melihat dan mengutif apa yang disampaikan guru. 3. Murid cendrung reseptif tanpa ada daya logika.

b. Metode Diskusi

Metode ini sangat akrab kaitannya dengan tata cara yang lain. Dalam metode ini menerima perhatian, karna dengan diskusi akan merangsang murid-murid berpikir atau mengeluarkan pertimbangan sendiri, sehingga menimbulkan anak yang aktif baik itu berpikir maupun berbicara. Proses hidup dan kehidupan manusia dalam kesehariannya terutama dibidang pendidikan sering kali dihadapkan kepada persoalan-masalah, dimanapersoalan tersebut adakala tak dapat dituntaskan oleh cuma satu balasan atau dengan satu cara, akan tetapi membutuhkan semacam pengetahuan untuk kemudian disusun pemecahan yang mungkin jaran yang terbaik. Oleh alasannya adalah itu tata cara diskusi ini bukanlah cuma percakapan atau debat biasa saja, tetapi diskusi muncul sebab ada problem yang membutuhkan balasan atau pertimbangan yang macam-macam. Dalam sistem ini tugas semua anggota diskusi sangatlah penting dalam membangkitkan kegairahan berdiskusi. Kelebihan dari tata cara ini ialah 1. Untuk meransang murid-muridnya berpikir dan mengeluarkan pendapatnya sendiri serta mampu menyumbangkan Ibnu Khaldun beropini ihwal perbedaan tata cara yang diajarkan pada belum dewasa diberbagai kota Islam: mengajar belum dewasa mendalami al Qur’ȃn ialah suatu simbol dan pekerti Islam. Orang Islam mempunyai al Qur’ȃn dan mempraktekkan ajarannya, dan menjadikannya pengajaran, tȃ’lȋm, disemua kota mereka. Hal ini akan mengilhami hati dengan sebuah keimanan, dan memperteguh kepercayaan kepada Allah dan matan-matan hadits.31

Beberapa sistem pengajaran yang dimungkinkan mampu dipergunakan dalam pengajaran agama Islam adalah diantaranya :

a. Metode Ceramah

Dalam sistem ceramah ini murid duduk sambil mendengarkan serta percaya bahwa apa yang disampaikan guru itu yakni benar. Murid mengutif intisari dari apa yang disampaikan oleh guru serta bisa menguasai dan menghafalnya lalu mengaplikasikannya. Metode ceramah ini dari dahulu hingga sekarang masih dilaksanakn dan paling banyak dilakukan. Metode ini mempunyai kekurangan, adalah; 1. Perhatian hanya terpusat pada guru dan guru dianggap oleh murid selaku yang selalu benar. Terdapat unsur paksaan karena guru berbicara aktif, sementara murid hanya mendengar, melihat dan mengutif apa yang disampaikan guru. 3. Murid cendrung reseptif tanpa ada daya akal.

b. Metode Diskusi

Metode ini sungguh dekat kaitannya dengan tata cara yang lain. Dalam metode ini menerima perhatian, karna dengan diskusi akan merangsang murid-murid berpikir atau mengeluarkan pendapat sendiri, sehingga menimbulkan anak yang aktif baik itu berpikir maupun mengatakan. Proses hidup dan kehidupan manusia dalam kesehariannya terutama dibidang pendidikan seringkali dihadapkan terhadap persoalan-dilema, dimanapersoalan tersebut adakala tak mampu dituntaskan oleh hanya satu tanggapan atau dengan satu cara, akan tetapi membutuhkan semacam wawasan untuk lalu disusun pemecahan yang mungkin jaran yang terbaik. Oleh alasannya itu metode diskusi ini bukanlah cuma percakapan atau debat biasa saja, tetapi diskusi timbul alasannya adalah ada dilema yang memerlukan balasan atau usulan yang macam-macam. Dalam sistem ini tugas semua anggota diskusi sangatlah penting dalam menghidupkan kegairahan berdiskusi. 

Kelebihan dari tata cara ini yaitu 

  1. Untuk meransang murid-muridnya berpikir dan mengeluarkan pendapatnya sendiri serta mampu menyumbangkan pikiran-pikiran dalam problem bareng . 
  2. Untuk mengambil satu balasan aktual atau satu rangkaian tanggapan yang didasarkan atas usulanyang seksama. Jika diamati, terdapat beberapa jenis diskusi, diantaranya yaitu diskusi informal, diskusi formal, diskusi panel dan diskusi simposium.32
c. Metode Eksperimen

Metode ini lazimnya dipakai dalam sebuah pelajaran tertentu seperti ilmu alam, kimia, dan sejenisnya. Baaik dijalankan diluar maupun didalam suatu laboratorium tertentu. Metode eksperimen ini hendaknya diterapkan bagi pelajaran yang belum diterangkan sehingga muncul keingin tahuan apa yang akan terjadi, sehingga memotivasi murid dalam memperhatikannya. Dan daya mengngingat atau hafalannya otomatis sangat kuat karna pengaplikasiannya real atau konkret.

d. Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi ialah sistem megajar yang menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu penjelasan dalam membawakan pelajaran kepada anak bimbing. Dengan sistem demonstrasi guru dan murid memberikan pada seluruh anggota kelas, misalkan bagaimana cara shalat yang tepat dengan pedoman Rasulullah saw. Sebaiknya dalam mendemontrasikan pelajaran tersebut yaitu guru apalagi dulu mendemonstrasikan yang sebaik-baiknya, lalu diikuti oleh murid mempraktikannya sesuai dengan petunjuk.

Metode ini memiliki kelebihan, diantaranya: 

  1. Perhatian anak ajar mampu dipusatkan dan titik berat yang dianggap penting oleh guru dapat diperhatikan secara tajam. 
  2. Perhatian anak asuh akan lebih terpusat terhadap apa yang didemonstrasikan, sehingga proses berguru lebih terarah. 
  3. Keaktifan anak asuh dalam suatu uji coba demonstratif akan mendapatkan pengalaman yang menempel pada jiwanya.33
e. Metode Pemberian Tugas

Maksudnya disini yaitu memberi tugas tertentu dan dikerjakan oleh murid, lalu tugas tersebut dipertanggung jawabkannya kepada guru. Dengan demikian diperlukan murid mencar ilmu secara bebas namun bertanggung jawab dan murid akan berpengalaman dalam banyak sekali suasana atau kesulitan lalu berupaya untuk mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut. Sekolah berkewajiban merencanakan murid-murid supaya tidak canggung hidup ditengah-tengah penduduk . Oleh sebab itu guru mesti berusaha melatih tehnik kemampuan anak untuk mencocokkan aneka macam problem yag mungkin akan dihadapinya kelak.

Pemberian tugas dapat dilaksanakan dalam beberapa hal: 

  1. Murid diberi tugas mempelajari bab dari suatu buku teks, baik secara kelompok atau indivdu. 
  2. Tugas yang diberikan bertujuan untuk melatih kecakapan mental dan motorik. 
  3. Untuk melakukan eksperimen. 
  4. Untuk mengatasi dilema tertentu. 
  5. Untuk membiasakan murid dalam mempertanggungjawabkan masalah. 

Dalam menawarkan tugas, mesti ada ajaran, yakni: 

  1. Menyadari adanya sesuatu yang menjadi masalah. 
  2. Agar murid menyuguhkan sebuah hipotesa. 
  3. Megumpulkan data. 
  4. Anlitis dan sintesis data. 
  5. Mengambil kesimpulan. 
  6. Menilai/mengecek semua proses pemecahan problem. 
  7. Menilai kembali masalah yang telah disimpulkan.34
f. Metode Sosiodrama

Drama atau sandiwara yang dilakukan oleh sekelompok orang, untuk memainkan suatu dongeng yang sudah disusun naskah dimana critanya dipelajari sebelum dimainkan. Adapun para pelakunya harus mengerti lebih dulu perihal peranan masing-masing yang mau dibawakannya. Metode sosiodrama tergolong juga semacam drama atau sandiwara, akan tetapi tidak disiapkan naskahya terlebih dahulu. Tidak pula diadakan pembagian tugas, tetapi dijalankan dipanggung dengan tujuan menerima keterampilan sosial sehingga nantinya dibutuhkan tidak canggung dalam kehidupan sehari-hari.

g. Metode Drill ( latihan )

Penggunaan istlah “latihan” sering disamakan dengan ungkapan “ulangan” . padahal maksudnya berbeda . latihan berencana biar supaya pengetahuan dan kecakapan tertentu dapat menjadi anak ajar dan sikuasai sepenuhnya, sedangkan ulangan hanyalah untuk mengetahui sejauhmana beliau sudah menyerap pengajaran tersebut.

h. Metode Kerja Kelompok

Pembagian murid lazimnya merupakan sistem kerja golongan untuk memecahkan sebuah masalah. Pengelompokan mampu dikerjakan oleh guru maupun murid, tetapi pengelompokkan oleh murid sendiri lazimnya lebih menguntungkan dalam proses mencar ilmu, ialah menimbulkan fokus dalam bekajar, karena membuat lebih mudah korelasi kepribadian dan mampu menibulkan kegairahan gres.35

i. Metode Tanya Jawab

Metode tanya jawab ialah salah satu tehnik mengajar yang mampu membantu kekurangan yang terdapat pada sistem ceramah. Ini disebabkan sebab guru mampu menemukan gambaran sejauhmana murid mampu mengerti dan dapat mengungkapkan apa yang sudah diceramahkan.36 Metode tanya jawab ini mampu dipakai oleh guru untuk memutuskan asumsi secara biasa apakah anak didik yang menerima giliran pertanyaan sudah mengerti bahan pelajaran yang diberikan.37

Dalam masalah metode mengajarakan agama Islam pada peserta latih, guru dapat mengggunakan metode-metode tersebut, pastinya sesuai dengan bahan yang akan diajarkan. Kemampuan memakai sistem inilah yang mau menciptakan nilai yang bagus atau prestasi belajar siswa ajar.

Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Yang penting untuk dibicarakan ialah media pembelajaran. Media pembelajaran merupakan bagian integral dari sebuah proses pendidikan di sekolah. Secara harfiah media memiliki arti perantaraatau pengantar atau wahana atau pun penyaluran pesan atau informasi belajar. Pengertian secara harfiah ini memperlihatkan bahwa media pembelajaran Pendidikan Agama Islam ialah wadah dari pesan yang disampaikan oleh sumber adalah guru terhadap target atau akseptor pesan yaitu siswa yang mencar ilmu pendidikan agama Islam. Secara khusus, media pembelajaran Agama Islam yakni alat, metode dan teknik yang digunakan dalam rangka mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran PAI di sekolah. Sedangkan tujuan penggunaan media pembelajaran PAI tersebut adalah agar proses pembelajaran PAI dapat berlangsung dengan baik. Seperti sudah disinggung di awal, media pembelajaran pendidikan agama Islam merupakan wadah dari pesan yang disampaikan oleh guru kepada siswa yang mencar ilmu Pendidikan Agama Islam.

Dari jenisnya media pembelajaran ini mampu diklasifikasikan menjadi.

  1. Media Audio
  2. Media Cetak dan
  3. Media Elektronik.
  Sistem Puasa Bulan Syawal
Beberapa media elektronik yang dimaksud antara lain: slide dan film strip, film, rekaman pendidikan, radio pendidikan, serta televisi pendidikan. Dengan demikian, media pembelajaran pendidikan Agama Islam sebagai sarana dan prasarana pendidikan agama Islam yang dipergunakan untuk menolong tercapainya tujuan pembelajaran pendidikan agam Islam di sekolah.

Relevansi Metode-tata cara Pengajaran Agama Islam

Dalam setiap proses belajar mengajar sedikitnya terdapat komponen tujuan yang akan diraih, pelajar yang aktif belajar, guru yang aktif membimbing murid, tata cara mencar ilmu mengajar dan situasi belajar. Pelajaran sebagai suatu tata cara menuntut agar semua komponen tersebut saling berafiliasi satu sama lain atau dengan kata lain tak ada satu unsur yang dapat ditinggalkan tanpa menyebabkan kepincangan dalam proses mencar ilmu mengajar.38

Dalam bagian ini akan dibahas tentang relevansi sistem pengajaran agama Islam dengan berbagai bagian yang lain mirip yang dijelaskan tadi. Relevansi yang dimaksud yaitu kesesuaian atau keserasian sistem belajar mengajar dengan unsur tujuan yang hendak diraih, dengan bahan yang akan diajarkan.

Dalam mengajar guru harus mengenali wacana standar dalam menggunakan sistem mengajar sehingga dia akan lebih gampang dalam memilih tata cara. Pemilihan sistem mengajar ini diadaptasi dengan materi pelajaran, situasi dan kondisi dan lainnya. Seorang guru yang menggunakan sistem mengajar secara beragam hendaknya dapat mengajak siswa untuk terlibat aktif dalam belajar, sehingga siswa tersebut lebih gampang mengetahui pelejaran tersebut. Metode mengajar memegang peranan penting dalam mencapai tujuan atau kesuksesan pengajaran. Seorang guru akan sukses dalam tugas mengajar, bila dengan metode atau teknik yang digunakannya ia bisa memotivasi serta memancing daya dan gairah belajar murid-muridnya.

DAFTAR PUSTAKA

  • Ali, Noer, Herry, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Logos, 1999).
  • Al-Ibrasyi, Atiyah, Muhammad, Dasar-Dasar Pendidikan Islam. Terj. Tasirun Sulaiman, cet. II (Ponorogo: PSIA, 1991).
  • Anshari, Saefuddin, Endang, Pokok-pokok Pikiran Tentang Islam, (Jakarta: Usaha Enterprise, 1976).
  • An-Nahlawi, Abdurrahman, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam. Terj. Herry Noer Ali (Bandung: CV. Diponegoro, 1989).
  • Daulay, Putra, Haidar, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), cet. I.
  • Dzakiah Darajat dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001).
  • H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010).
  • Khaldun, Ibnu, Mukaddimah terj Ahmadie Thoha (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), Cet. III, 759.
  • Langgulung, Hasan, Beberapa Pemikiran perihal Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma`pandai, 1980).
  • Maksum, Madrasah, Sejarah, dan Perkembangannya, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), cet. II.
  • M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teori dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, cet. IV (Jakarta: Bumi Aksara, 1996).
  • Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: GayaMuda Pratama, 2005).
  • Sudjana, Nana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru, 1991), cet. II.
  • Soegarda Poerbakawatja dan A. H. Harahap, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1981).
  • Tafsir, Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 19996).
  • Yunus, Mahmud, Kamus Arab-Indonesia, cet. III (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990).
  • Yunus, Mahmud, Pendidikan dan Pengajaran, cet. III (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990).
  • Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995).

CATATAN KAKI ARTIKEL DI ATAS :

  • Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 19996), h. 9.
  • H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), h. 185.
  • Untuk lebih jelasnya, baca, H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), h.185-188.
  • H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, h. 190.
  • Sebagaimana yang dikutif dalam, H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, h. 190-191.
  • Tim Penyusun Kamus Pusat, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 204.
  • Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), h. 1; Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 25.
  • Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, cet. III (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), h. 138; Munjid, (Beirut: Dar el-Machreq, 1986), h. 247.
  • Maksum, Madrasah, Sejarah, dan Perkembangannya, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), cet. II. h. 16
  • 10 Herry Noer Ali, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Logos, 1999), h. 9.
  • 11 Mahmud Yunus, Pendidikan dan Pengajaran, cet. III (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), h. 19
  • 12 Yunus, Pendidikan dan Pengajaran, h. 25.
  • 13 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: GayaMuda Pratama, 2005), h. 9.
  • 14 Soegarda Poerbakawatja dan A. H. Harahap, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1981), h. 257.
  • 15 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, h. 27.
  • 16 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teori dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, cet. IV (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 12.
  • 17 Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 149.
  • 18 Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru, 1991), cet. II, 2.
  • 19 Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma`pandai, 1980), 94.
  • 20 Muhammad Atiyah Al-Ibrasyi, Dasar-Dasar Pendidikan Islam. Terj. Tasirun Sulaiman, cet. II (Ponorogo: PSIA, 1991), 1.
  • 21 Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam. Terj. Herry Noer Ali (Bandung: CV. Diponegoro, 1989), 49.
  • 22 Endang Saefuddin Anshari, Pokok-pokok Pikiran Tentang Islam, (Jakarta: Usaha Enterprise, 1976), 85.
  • 23 Endang Saefuddin Anshari, Pokok-pokok Pikiran Tentang Islam, 85.
  • 24 Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), cet. I., h. 15.
  • 25 Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, h. 8
  • 26 Mahmud Yunus, Pendidikan dan Pengajaran, cet. III (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), h. 19
  • 27 Yunus, Pendidikan dan Pengajaran, h. 25; Senada dengan itu, Azra mengemukakan bahwa pendidikan lebih daripada sekedar mengajar. Pendidikan salah satu proses transformasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspeknya. Pengajaran cuma selaku sebuah proses transfer ilmu belaka, lebih berorientasi pada pembentukan para spesialis yang terkurung dalam ruang spesialisasinya yang sempit. Lihat; Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi, h. 3.
  • 28 Ibid, 91.
  • 29 Ali Ashraf, Horizon, 75.
  • 30 HM. Arifin, Filsafat, 103-107.
  • 31 Ibnu Khaldun, Mukaddimah terj Ahmadie Thoha (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), Cet. III, 759.
  • 32 Dzakiah Darajat dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), h. 289-284.
  • 33 H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, h. 195.
  • 34 Dzakiah Darajat dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, h. 295-300.
  • 35 Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, h. 304.
  • 36 Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, h. 304
  • 37 Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, h. 307.
  • 38 Zakiah Daradjat, Metodologi Pengajaran Agama Islam, h. 258