Umar bin Khattab berduka. Suami Hafshah, Khunais bin Hudzafah as Sahmi, meninggal dunia.
Setelah berlalu masa iddah, Umar yg tidak mau putrinya usang menjadi janda pun menawarkan Hafshah pada sahabat-sahabat terdekatnya.
“Aku fikirkan dahulu,” jawab Utsman bin Affan tatkala Umar memberikan Hafshah kepadanya.
Umar memiliki impian pada Utsman, salah seorang sahabat utama yg dermawan & berakhlak mulia. Namun cita-cita itu segera sirna sehabis mendengar jawaban Utsman beberapa hari setelahnya.
“Aku sudah memutuskan untuk tak menikah ketika ini,” kata teman pemalu yg menciptakan para malaikat malu itu.
Tentu Umar kecewa, tetapi ia berusaha mengerti sikap Utsman. Lalu ia pun bergegas menemui pria yg ia harap menjadi prioritas kedua kandidat menantunya; Abu Bakar Ash Shiddiq.
“Jika kamu-sekalian mau, gue akan menikahkan Hafshah denganmu,” kata Umar.
Mendengar itu, Abu Bakar cuma diam. Ia tak menjawab apa pun. Tak ada komentar apa pun.
“Saat itu gue lebih kecewa pada Abu Bakar daripada pada Ustman,” kata Umar mengingat peristiwa itu. Bagaimana tidak, Utsman terperinci-jelas menjawab jikalau ia tidak ingin menikah, sementara Abu Bakar hanya membisu saja. Tidak keluar balasan yg terang apakah ia mau menikahi Hafshah atau tidak.
Beberapa hari kemudian, kesedihan Umar bin Khattab sirna berganti kebahagiaan tak terkira. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melamar putrinya.
Setelah Hafshah menjadi istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar datang menemui Umar.
“Apakah kamu-sekalian murka kepadaku tatkala kau-sekalian memperlihatkan Hafshah tetapi gue tak berkomentar apa pun?”
“Tentu saja,” jawab Umar.
“Sesungguhnya tak ada sesuatu yg menghalangiku untuk menerima tawaranmu kecuali gue tahu bahwa Rasulullah telah menyebut-nyebut Hafshah. Aku tidak ingin berbagi belakang layar Rasulullah. Seandainya beliau tak menikahi Hafshah, pasti gue mendapatkan tawaranmu,” terang Abu Bakar menciptakan Umar memahami betapa bijak sikap sahabatnya itu.
Sepenggal cerita nyata ini memberikan banyak pelajaran berguna bagi kita. Bahwa selayaknya seorang ayah mencarikan jodoh lelaki shalih untuk putrinya. Di antaranya dgn cara menawarakan putrinya pada lelaki yg telah ia kenal baik agama & akhlaknya. Sikap ini agaknya sudah dianggap tabu di zaman kini padahal telah dicontohkan oleh orang-orang terbaik di masa terbaik.
Dalam dongeng ini kita pula menemukan keteladanan dr Abu Bakar; semoga kita mempertahankan diam-diam sesama muslim terutama para ulama & pemimpin orang-orang yg beriman. Tatkala mereka mempunyai satu planning, janganlah kita menyebarkannya kecuali atas izin mereka. [Muchlisin BK/wargamasyarakat]