‘Umar bin Khaththab dilahirkan di Makkah tahun 40 sebelum hijrah Nabi ke kota Madinah. Ayahnya bernama Nufail bin ‘Abdil ‘Uzza al-Quraisy dr suku Bani Adi. Ibunya Hantamah binti Hasyim bin al-Mughirah bin ‘Abdillah. Silsilahnya berkaitan dgn Nabi Muhammad pada generasi kedelapan.
Ketika Nabi Muhammad diutus selaku Rasul, ‘Umar yaitu salah satu cowok yg dgn sungguh keras menentang pedoman Nabi Muhammad. Sebagaimana diketahui, keluarga ‘Umar dikenal mempunyai kecekataan dlm kepempimpinan, kecemerlangan berpikir, & tabiat keras yg sudah mendarah daging. Sehingga kebanyakan suku Quraisy segan pada ‘Umar & keluarganya.
Dengan perilaku kerasnya itu, ia ingin menghancurkan agama baru yg tiba-tiba timbul di dlm sukunya. Maka, ia pun berniat membunuh Nabi Muhammad yg menyebarkankan agama itu untuk pertama kalinya.
Dengan menahan kemarahan, ‘Umar berlangsung menuju rumah Nabi Muhammad. Namun, di tengah perjalanan, ia bertemu Nu’aim bin ‘Abdulllah dr Bani Zuhra.
“Hendak ke mana engkau, wahai ‘Umar? Kenapa wajahmu kelihatan begitu terbakar kebencian?”
“Aku akan membunuh Muhammad,” jawab ‘Umar dgn tegas.
“Apakah kau tak takut dgn Bani Hasyim & Bani Zuhrar?”
“Kenapa harus takut?! Kau yg harusnya takut dikarenakan telah keluar dr anutan nenek moyang kita.”
Nu’aim bin ‘Abdullah berkata, “Tak tahukah kau ‘Umar, bahwa ada hal yg lebih menawan untuk kamu pahami? Adik wanita & iparmu pun sudah keluar dr agamamu.”
Segeralah ‘Umar berbalik arah menuju rumah adiknya, Fathimah. Kala itu, Fathimah tengah khusyuk membaca Kalam Allah. ‘Umar langsung masuk rumah. Fathimah pun secepatnya menyembunyikan apa yg dibacanya. Namun, ‘Umar sempat mendengarnya tatkala hendak memasuki rumah itu.
“Apa yg kalian ucapkan tadi?” tanya ‘Umar.
“Kami tak mengucapkan apa-apa,” jawab Fathimah bergetar.
“Kudengar kalian sudah keluar dr agama nenek moyang?!” Kilatan kemarahan tampakdi mata ‘Umar.
Lalu, ipar ‘Umar pun berkata, “Wahai ‘Umar, apa yg akan kaulakukan jika kebenarana agam bukan pada agama yg kauanut ketika ini?”
Mendengar pertanyaan itu, ‘Umar marah & menyabit iparnya sampai terluka & berdarah. Melihat perbuatannnya sendiri, ia merasa bersalah & putus asa. Jujur saja, tatkala masuk ke dlm rumah & sempat mendengar adiknya membaca Kalam Allah, dadanya bergetar. Tapi, ia belum percaya dgn perasaannya.
“Wahai Fathimah, izinkan gue membaca apa yg kaubaca,” pintanya pada adiknya.
Fathimah menuruti dgn syarat ‘Umar mau berwudhu untuk mensucikan diri. ‘Umar pun memenuhi syarat itu. ia pun membaca setiap kata yg ada dlm surat Thaha. ‘Umar tergolong seorang yg akil & memahami betul sastra Arab. Maka dirinya begitu takjub alasannya ada yg lebih ahli dr segala sastra yg pernah dibacanya. Tidak ada manusia yg mampu melakukannya.
‘Umar pun meminta dikirim ke tempat tinggal Nabi Muhammad. Mendengar ‘Umar datang ke tempat tinggal Rasulullah, banyak sobat yg merasa khawatir. Namun, kecemasan itu berganti kebahagiaan tatkala ‘Umar bersyahadat. Seorang yg dulu paling keras & disegani Bani Quraisy itu, kini memilih jalan Allah & membantu Rasulullah. Dan, insiden itu membuat kaum Quraisy marah. Namun, bagi ‘Umar, yg terpenting yakni jalan gres tatkala mendapat cahaya.
Allah sungguh menunjukkan Kebesaran-Nya. Tidak peduli siapa saja, kalau Allah Berkehendak, maka ia tinggal mengatakan, “Jadilah”, maka terjadilah.
Sejak itulah ‘Umar yg dulunya ditakuti umat Islam, sekarang menjadi seorang yg dihormati. Selain itu, ia pula menjadi teman Nabi yg berjuang keras untuk perkembangan Islam.
‘Umar menjadi salah satu Khalifah yg meneruskan usaha Nabi Muhammad. Banyak jasa yg diberikan ‘Umar untuk kemajuan Islam pada masa itu. ia pula mengajarkan untuk senantiasa hidup sederhana, meski memiliki kekayaan yg berlimpah, selalu rendah hati, & suka menolong meski memilik jabatan tinggi.
Benci jadi cinta; Allah sangatlah mudah untuk melakukannya. Begitupun sebaliknya, cinta jadi benci. Maka seyogianya kita senantiasa mendekat pada Allah semoga mendapat rahmat & diberkahi. [Kazuhana El Ratna Mida/wargamasyarakat]
Srobyong, 11 Mei 2015
Editor: Pirman Bahagia