close

Ujian Petaka Dan Ujian Kenikmatan Mesti Dengan Kesabaran

Tak ada jalan yang tak berkelok Tak ada lautan yang tak berombak. Tak ada ladang yang tak beronak. Di mana ada kehidupan pasti di situ ada ujian dan ujian. Demikianlah sekelumit ihwal bagan kehidupan dunia yang fana ini. Allah Subhanahu wata’ala membuatnya sebagai medan tempaan (darul ibtila’), untuk menguji kualitas keteguhan dan penghambaan segenap hamba-Nya.
Al-Imam Ibnul Qayyim Al-jauziyah rahimahumallah berkata, “Sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala menguji hamba-Nya yang beriman tidak untuk membinasakannya, tetapi untuk menguji sejauh manakah kesabaran dan penghambaannya. Sebab, sebetulnya Allah Subhanahu wata’ala wajib diibadahi dalam kondisi sulit dan dalam hal-hal yang tidak diminati (oleh jiwa), sebagaimana pula Dia Subhanahu wata’ala wajib diibadahi dalam hal-hal yang digemari. Kebanyakan orang siap mempersembahkan penghambaannya terhadap Allah Subhanahu wata’ala dalam hal-hal yang disukainya. Karena itu, perhatikanlah penghambaan terhadap-Nya dalam hal-hal yang tak diminati. Sebab, di situlah letak perbedaan yang membedakan kualitas para hamba. Kedudukan mereka di segi Allah Subhanahu wata’ala pun sungguh bergantung pada perbedaan kualitas tersebut.” (al-Wabil ash-Shayyib, hlm. 5)
Setiap insan tidak lepas dari ujian, dan dikala menerima cobaan serta bencana alam seorang muslim diwajibkan untuk bersabar, menahan perasaan sehingga mendapatkan apa yang telah Allah takdirkan, menahan lisan sehingga tidak mengucapkan perkataan kecuali yang diridhai oleh Allah Ta’ala, menahan anggota badan sehingga tidak melakukan kecuali yang diridhai oleh Allah Ta’ala meskipun cobaan dan bencana alam bertubi-tubi menimpanya.
Alhamdulillah, ternyata salah satu buah bagus dan manfaaat yang sungguh luar biasa dari beriman kepada takdir Allah yaitu membuat seseorang lebih bersabar dalam menghadapi cobaan dan bencana alam dunia. 
Coba amati ayat dan hadits serta klarifikasi para ulama  di bawah ini:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ [التغابن: 11]
Artinya: “Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” QS. At Taghabun: 11.
Syaikh Abdurrahman bin Nashi As Sa’di rahimahullah berkata:
وقال تعالى: وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ [التغابن: 11] فهذه هداية عملية، هداية توفيق وإعانة على القيام بوظيفة الصبر عند حلول المصائب إذا علم أنها من عند الله فرضي وسلم وانقاد
“Firman Allah Ta’ala: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah, pasti Allah akan memperlihatkan pertunjuk terhadap hatinya”, ini ialah petunjuk yang berbentukamaliyah, petunjuk berupa taufik dan pemberian untuk melakukan kewajiban sabar dikala datangnya petaka-musibah kalau beliau mengetahui bahwa hal itu berasal dari Allah, maka ia ridha, mendapatkan dan taat.” Lihat kitab Taisir Al Lathif Al Manan Fi Khulashati Tafsir Al Alquran, 1/49.
Abu Al Laits Nashir bin Muhammad As Samarqandi (w: 373) berkata:
 وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يعني: يصدق بالله على المصيبة، ويعلم أنها من الله تعالى، يَهْدِ قَلْبَهُ يعني: إذا ابتلي صبر، وإذا أنعم عليه شكر، وإذا ظلم غفر. وروي، عن علقة بن قيس: أن رجلاً قرأ عنده هذه الآية، فقال: أتدرون ما تفسيرها؟ وهو أن الرجل المسلم، يصاب بالمصيبة في نفسه وماله، يعلم أنها من عند الله تعالى، فيسلم ويرضى. ويقال: مَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ للاسترجاع يعني: يوفقه الله تعالى لذلك. وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ أي: عالم بثواب من صبر على المصيبة.
“Dan Barangsiapa yang beriman terhadap Allah” tujuannya yakni mempercayai Allah dengan datangnya petaka dan mengetahui bahwa hal tersebut dari Allah Ta’ala, nicaya “Allah akan memperlihatkan isyarat terhadap hatinya”, maksudnya adalah jika ia diuji maka beliau bersabar dan jika beliau diberi lezat maka ia bersabar dan bila dia melakukan kezhaliman maka dia mengampuni, dan diriwayatkan, dari ‘Alqamah bin Qais bahwa pernah seseorang membaca dihadapannya ayat ini, kemudian ‘Alqamah bin Qais mengajukan pertanyaan: “Apakah kalian mengenali tafsirannya?, beliau yaitu seorang muslim yang tertimpa petaka pada diri dan hartanya, ia mengenali bahwa hal itu berasal dari Allah Ta’ala, maka ia akan menerima dan meridhainya, dan dibilang (juga) bahwa makna “Barangsiapa yang beriman niscaya ia akan memberikan isyarat kepada hatinya”, ialah untuk mengucapkan istirja’ (ucapan إنا لله وإنا إليه راجعون) ialah Allah Ta’ala akan memperlihatkan petunjuk akan hal itu. Dan maksud dari “Dan Allah mengenali segala sesuatu”, ialah (Allah) Maha mengenali akan pahala bagi seorang yang bersabar atas musibah.”  Lihat kitab Tafsir As Samarqandi, 3/457.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:
    وما أصاب العبد من المصائب فعليه أن يسلم فيها لله، ويعلم أنها مقدرة عليه، كما قال/ تعالى : مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَن يُؤْمِن بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ [ التغابن : 11 ] قال علقمة ـ وقد روي عن ابن مسعود : هو الرجل تصيبه المصيبة فيعلم أنها من عند الله فيرضى ويسلم . فالعبد مأمور بالتقوي والصبر، فالتقوى : فعل ما أمر به . ومن الصبر، الصبر على ما أصابه، وهذا هو صاحب العاقبة المحمودة،
“Dan apa saja yang didapati oleh seorang hamba dari musiba-musibah, maka hendaklah dia menerimanya karena Allah dan mengenali bahwa hal itu sudah ditakdirkan atasnya, sebagaimana Firman Allah Ta’ala: “Tidak ada petaka yang didapati seorang hamba meainkan dengan izin Allah dan barangsiapa yang beriman kepada Allah pasti Allah akan menunjukkan petunjuka terhadap hatinya.” QS. At Taghabun:11.  ‘Alqamah berkata: dan terlah diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata: “Ia adalah seseorang yang tertimpa petaka, kemudian beliau mengenali bahwa hal tersebut berasal dari Allah maka dia ridah dan mendapatkan.” Kaprikornus, seorang hamba ditugaskan untuk bertakwa dan bersabar, takwa yaitu melakukan apa yang ditugaskan dan termasuk dari ketabahan ialah bersabar atas apa yang menimpanya, dan ini ialah seorang yang mendapatkan ujuang yang terpuji.” Lihat kitab Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah, 5/113.
Sekarang, mari amati hadits-hadits berikut:
عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ قَالَ كُنَّا عِنْدَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ إِحْدَى بَنَاتِهِ تَدْعُوهُ وَتُخْبِرُهُ أَنَّ صَبِيًّا لَهَا – أَوِ ابْنًا لَهَا – فِى الْمَوْتِ فَقَالَ لِلرَّسُولِ « ارْجِعْ إِلَيْهَا فَأَخْبِرْهَا إِنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلُّ شَىْءٍ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمًّى فَمُرْهَا فَلْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ »
Artinya: “Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu berkata: “Kami pernah bersama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, salah seorang anak perempuannya menyuruh seseorang terhadap dia untuk memanggil beliau menginformasikan kepadanya bahwa anak bayinya –atau anak lelakinya- meninggal, maka Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda terhadap utusan tersebut: “Kembalilah kepadanya dan beritahukan kepadanya bahwa sebetulnya Allah memiliki apa yang Ia ambil dan memiliki apa yang dia berikan dan setiap sesuatu telah di tentukan waktunya di sisi-Nya, maka perintahkan ia untuk bersabar dan berharap pahala darinya.” HR. Muslim.
Imam An Nawawi rahimahullah menerangkan hadits di atas:
قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلُّ شيء عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمَّى مَعْنَاهُ الْحَثُّ عَلَى الصَّبْرِ والتسليم لقضاء الله تعالى وَتَقْدِيرُهُ أَنَّ هَذَا الَّذِي أَخَذَ مِنْكُمْ كَانَ لَهُ لَا لَكُمْ فَلَمْ يَأْخُذْ إِلَّا مَا هو له فينبغي أن لا تَجْزَعُوا كَمَا لَا يَجْزَعُ مَنِ اسْتُرِدَّتْ مِنْهُ وَدِيعَةٌ أَوْ عَارِيَّةٌ وَقَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم وله ما أعطى معناه أَنَّ مَا وَهَبَهُ لَكُمْ لَيْسَ خَارِجًا عَنْ مِلْكِهِ بَلْ هُوَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى يَفْعَلُ فِيهِ مَا يَشَاءُ وَقَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمَّى مَعْنَاهُ اصْبِرُوا وَلَا تَجْزَعُوا فَإِنَّ كُلَّ مَنْ يَأْتِ قَدِ انْقَضَى أَجَلُهُ الْمُسَمَّى فَمُحَالٌ تَقَدُّمُهُ أَوْ تَأَخُّرُهُ عَنْهُ فَإِذَا عَلِمْتُمْ هَذَا كُلَّهُ فَاصْبِرُوا وَاحْتَسِبُوا مَا نَزَلَ بِكُمْ وَاللَّهُ أَعْلَمُ وَهَذَا الْحَدِيثُ مِنْ قَوَاعِدِ الْإِسْلَامِ الْمُشْتَمِلَةِ عَلَى جُمَلٍ مِنْ أُصُولِ الدِّينِ وَفُرُوعِهِ وَالْآدَابِ
Sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam “bergotong-royong Allah mempunyai apa yang Ia ambil dan memiliki apa yang ia berikan dan setiap sesuatu telah di pastikan waktunya di sisi-Nya, maka perintahkan ia untuk bersabar dan berharap pahala dari-Nya, maknanya yakni perintah untuk sabar dan mendapatkan kepada takdir Allah Ta’ala, dan ungkapannya yaitu bahwa sesuatu yang diambil dari kalian ini ialah milik-Nya bukan milik kalian, maka Dia tidak mengambil kecuali yang merupakan milik-Nya. Makara semestinya kalian tidak gusar sebagai seorang tidak gelisah dari seseorang yang memninta kembali darinya barang titipan atau bantuan. Dan “Maksud dari “dan setiap sesuatu sudah di pastikan waktunya di sisi-Nya” yaitu bersabarlah dan jangan mengeluh, karen setiap yang datang sudah diputuskan batas waktunya, maka mustahil pemdahuluannya atau pengakhirannya, maka jika kalian mengetahui hal ini seluruhnya, maka bersabarlah dan berharaplah pahala dari apa yang tertimpa pada kalian. Wallahu a’lam. Hadits ini tergolong dari pokok-pokok fatwa Islam yang mencakup pokok-pokok dan cabang serta etika-adabnya. Lihat kitab Al Minhaj Syarah An Nawawi ‘ala Shahih Muslim, 6/225.
Ali Muhammad Ash Shallabi hafizhohullah:
Dan dari buah bagus dari beriman takdir ialah bersabar saat datangnya petaka-petaka, maka seorang yang beriman dengan takdir dia tidak akan dikuasai sifat bingung, resah dan tidak menyambutnya dengan menggerutu dan kepanikan, akan tetapi menyambut bencana alam-petaka setahun dengan perilaku tegar, mirip teguhnya gunung-gunung, sungguh sudah tetap pada leher-lehernya, Allah berfirman:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (22) لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (23) [الحديد: 22 – 24]
Artinya: “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lohmahfuz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu yaitu mudah bagi Allah.” “(Kami jelaskan yang demikian itu) agar kau jangan berduka cita kepada apa yang luput dari kamu, dan semoga kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menggemari setiap orang yang angkuh lagi membanggakan diri.” QS. Al Hadid: 22-24.
Maka beriman kepada Al Qadar termasuk dari obat yang paling hebat yang menolong seorang beriman untuk menghadapi keadaan susah, petaka dan bala, dan ini yaitu salah satu buah dari buah yang paling agung dari beriman terhadap takdir.” Lihat kitab Al Iman Bi Al Qadar.
Dan bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengajarkan doa kepada para shahabat radhiyallahu ‘anhum untuk menghadapi rasa galau gusar, bingung dengan doa yang di dalamnya di kaitkan dengan beriman terhadap takdir:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَا أَصَابَ أَحَداً قَطُّ هَمٌّ وَلاَ حَزَنٌ فَقَالَ اللَّهُمَّ إِنِّى عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وَابْنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِى بِيَدِكَ مَاضٍ فِىَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِىَّ قَضَاؤُكَ أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَداً مِنْ خَلْقِكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِى كِتَابِكَ أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِى عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِى وَنُورَ صَدْرِى وَجَلاَءَ حُزْنِى وَذَهَابَ هَمِّى. إِلاَّ أَذْهَبَ اللَّهُ هَمَّهُ وَحُزْنَهُ وَأَبْدَلَهُ مَكَانَهُ فَرَجاً ». قَالَ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلاَ نَتَعَلَّمُهَا فَقَالَ « بَلَى يَنْبَغِى لِمَنْ سَمِعَهَا أَنْ يَتَعَلَّمَهَا ».
Artinya: “Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah seorang tertimpa rasa gundah, duka, lalu beliau mengucapkan:
اللَّهُمَّ إِنِّى عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وَابْنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِى بِيَدِكَ مَاضٍ فِىَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِىَّ قَضَاؤُكَ أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَداً مِنْ خَلْقِكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِى كِتَابِكَ أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِى عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِى وَنُورَ صَدْرِى وَجَلاَءَ حُزْنِى وَذَهَابَ هَمِّى
(Wahai Allah, sebetulnya saya ini yaitu hamba-Mu dan anak dari hamba-Mu (yang lelaki) dan anak dari hamba-Mu (yang wanita), takdirku di tangan-Mu, keputusan-Mu sudah tetap padaku dan qadha-Mu yaitu adil untukku, aku memohon terhadap-Mu, dengan setiap nama yang Engkau miliki, yang sudah Engkau beri nama dengannya diri-Mu atau yang telah Engkau ajarkan nama tersebut kepada siapapun dari makhluk-MU atau yang telah Engkau turunkan di dalam kitab (suci)-Mu atau yang telah Engkau simpan di dalam Imu mistik milik-Mu, jadikanlah Al Quran sebagai penyejuk hatiku, cahaya di dalam dadaku dan penghilang kesedihanku serta pelenyap kegundahanku.” HR. Ahmad.
Setelah semua klarifikasi di atas, maka kita tak aneh kalau seorang beriman berhadapan dengan ujian bencana alam apapun bentuknya betatpun beratnya, beliau sangat kokoh, berpengaruh tegar sabar, tidak mudah patah arang, patah semangat apalagi hingga putus asa. Dan inilah salah satu buah termanis dari beriman kepada takdir.
Dan kebalikannya, seorang kafir, jika berhadapan dengan ujian atau petaka padahl sungguh kecil, remeh dan ringan, ia cepat sekali rapuh, lemah, lembek, gampang patah arang dan selalu berputus asa. Dan ini terbukti, di Negara-negara kafir aneka macam orang-orang yang bunuh diri gara-gara hanya sedikit menerima sandungan dalam hidup, hal ini alasannya mereka tidak beriman kepada takdir sehingga tidak mencicipi bauh manisnya.
Penjelasan seterusnya yakni “kesabaran menuntut ketabahan dalam menghadapi sesuatu yang sulit, berat, pahit yang mesti diterima dengan dengan sarat tanggung jawab. Berdasarkan kesimpulan tersebut para agamawan muslim merumuskan pemahaman tabah dalam Islam ialah “menahan diri atau membatasi jiwa dari keinginannya demi meraih sesuatu yang baik atau lebih baik (luhur)”.”
Sabar yaitu sesuatu yang diupayakan. Bila insan berupaya ingin kaya (di kehidupan dunia, bukan di darul baka) maka Allah akan menawarkan kekayaan, sedangkan jika manusia berusaha ingin sabar, maka Allah akan memperlihatkan ketekunan. Sesungguhnya tidak ada yang lebih baik dari menghendaki kelapangan dan kesabaran, sebab saat di alam baka akan menerima kehidupan yang lebih baik. Agar insan berupaya memajukan kesabaran, maka seharusnya bergaul dengan orang-orang sholeh semoga bisa saling menasehati ihwal ketabahan.
Ciri-ciri orang tabah adalah orang yang gemetar dikala mendengar nama Allah, jika menerima cobaan berlapang dada dan tidak bingung atau berkeluh kesah, melaksanakan perbuatan demi mengharap ridho Allah, mendirikan sholat, taat melakukan ibadah (sesuai anutan Islam), berusaha menahan hawa nafsunya untuk tidak mudah termakan hal-hal menyesatkan di dunia, membagikan sebagian rejeki terhadap yang membutuhkan, gampang memaafkan orang lain, membalas kejahatan dengan kebaikan, selalu minta ampun atas kesalahan-kesalahannya pada Allah. 
Apabila insan mendapat peristiwa (antara lain takut, kelaparan, kelemahan harta dan jiwa, dan cobaan hidup yang lain), hendaknya sholat dan bersikap sabar. Sesungguhnya peristiwa yaitu cobaan kesabaran bagi umat insan dari Allah. 0rang beriman dan bederma shaleh, cuma akan mendapat pahala dari Allah jika bersikap tabah atas semua insiden yang tidak menggembirakan yang menimpa dirinya. Bila orang mau bersikap sabar atas bencana yang menimpa dirinya, maka Allah akan memberi ampunan atas dosa-dosanya dan pahala yang besar. Karena semua yang ada di dunia ini tidak awet, maka orang tabah akan diberi daerah yang bagus, yaitu nirwana, ketika di darul baka kelak.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
لَهُمْ حِينَ نَفِدَ كُلُّ شَيْءٍ أَنْفَقَ بِيَدَيْهِ مَا يَكُنْ عِنْدِي مِنْ خَيْرٍ لَا أَدَّخِرْهُ عَنْكُمْ وَإِنَّهُ مَنْ يَسْتَعِفَّ يُعِفَّهُ اللَّهُ وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ وَلَنْ تُعْطَوْا عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنْ الصَّبْرِ
“Jika kami mempunyai kebaikan, maka kami tidak akan menyimpannya dari kalian semua, tetapi barangsiapa merasa cukup maka Allah akan mencukupkan baginya, barangsiapa berupaya sabar maka Allah akan menjadikannya tabah dan barangsiapa merasa (berusaha) kaya maka Allah akan mengayakannya. Dan sangat, tidaklah kalian diberi sesuatu yang lebik baik dan lebih lapang dari keteguhan.” (HR. Bukhari)
Allah berfirman
إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“kecuali orang-orang yang beriman dan melaksanakan amal saleh dan anjuran menasehati biar mentaati kebenaran dan usulan menasehati biar menetapi ketabahan.” (QS. Al Ashr[103] : 3)
Allah berfirman
الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَالصَّابِرِينَ عَلَى مَا أَصَابَهُمْ وَالْمُقِيمِي الصَّلَاةِ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ
“(ialah) orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang tabah terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezkikan terhadap mereka.” (QS. Al Hajj[22] : 3)
Allah berfirman
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
“Dan bersabarlah kamu bahu-membahu dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (alasannya adalah) mengharapkan pelengkap dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunyadan ialah keadaannya itu melalui batas.” (QS. Al Kahfi[18] : 28)
Allah berfirman
وَالَّذِينَ صَبَرُوا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً وَيَدْرَءُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُولَئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ
” Dan orang-orang yang sabar alasannya mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terperinci-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat daerah kesudahan (yang baik),” (QS. Ar Ra’du[13] : 22)
Allah berfirman
فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَلَا يَسْتَخِفَّنَّكَ الَّذِينَ لَا يُوقِنُونَ
“Dan bersabarlah kau, bergotong-royong kesepakatan Allah ialah benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kau.” (QS. Ar Ruum[30] : 60)
Allah berfirman
وَلَمَن صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
“Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, bergotong-royong (tindakan) yang demikian itu tergolong hal-hal yang diutamakan. ” (Asy Syuura[42] : 43)
Allah berfirman
الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ
“(yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap ta’at, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur.” (QS. Ali Imran[3] : 17)
Allah berfirman
وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit cemas, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah isu bangga kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al Baqarah[2] : 155)
Allah berfirman
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ
“Dan sesungguhnya Kami sungguh-sungguh akan menguji kamu supaya Kami mengenali orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu.” (QS. Muhammad[47] : 31)
Allah berfirman
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat selaku penolongmu, bantu-membantu Allah beserta orang-orang yang tabah.” (QS. Al Baqarah[2] : 153)
Allah berfirman
وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ لِّمَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا وَلَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الصَّابِرُونَ
“Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: “Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah yakni lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan berinfak saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar”. (QS. Al Qashash[28] : 80)
Allah berfirman
إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ
“kecuali orang-orang yang tabah (kepada tragedi), dan melaksanakan amal-amal saleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Huud[11] : 11)
Allah berfirman
مَا عِندَكُمْ يَنفَدُ وَمَا عِندَ اللَّهِ بَاقٍ وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِينَ صَبَرُوا أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah yaitu kekal. Dan bahwasanya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang tabah dengan pahala yang lebih baik dari apa yang sudah mereka lakukan.” (QS. An Nahl[16] : 96)
Allah Ta’ala mempersiapkan bekalan bagi setiap hamba-Nya dengan cobaan hidup. Ujian hidup yang dimaksud tersebut ada dua macam, ialah cobaan yang berbentukkesenangan, seperti harta kekayaan yang banyak, kesehatan, popularitas yang meroket, pangkat dan kedudukan, keayuan, atau kepandaian. Sementara cobaan yang berbentukkeburukan misalnya mirip kesakitan, kemiskinan, penderitaan, akhir hayat, dan sebagainya. Dua hal tersebut ialah ujian keimanan, sampai batas mana kesanggupan seseorang untuk senantiasa taat kepada Allah dan dalam menjauhi maksiat yang dibenci-Nya. Apakah seseorang tetap dalam keimanan dan ketaqwaan bilamana diberikan pnderitaan dan kemiskinan, ataukah sebaliknya?
Pengalaman yang panjang dalam sirah mujahid menandakan bahwa kesenangan hidup lebih singkat menyebabkan seseorang itu menjadi kafir dan munafik, dibandingkan kalau dia diuji dengan kemiskinan, kesakitan dan penderitaan. Oleh alasannya adalah itu keteguhan dalam menghadapi ujian ialah barometer iktikad bagi seorang muslim dan mu’min.
Umar bin Khattab ra berkata,
الصَّبْرُ صَبْرَانِ: صَبْرٌ عِنْدَ الْمُصَيْبَةِ حَسَنٌ وَ أَحْسَنُ مِنْهُ الصَّبْرُ عَنْ مَحَارِمِ اللهِ.
Artinya, “Sabar itu ada dua macam, sabar dalam menghadapi ujian yaitu baik, tetapi yang lebih baik lagi adalah menahan diri dari tindakan maksiat.” (Tafsir Ibnu Katsir)
Dalam Al-Jihad Sabiluna, Imam Ibnu Mubarak berkata,
إِنَّ الْمُصِيْبَةَ وَاحِدَةٌ, فَإِنْ جَزِعَ صَاحِبَهَا فَهُمَا إِعْنَتَانِ, لِاَنَّ إِحْدَهُمَا الْمُصِيْبَةُ بِعَيْنًا, وَاثَّانِيَاةُ ذَهَابُ أَجْرِهِ وَ هُوَ أَعْظَمُ مِنَ الْمُصِيْبَةِ.
Artinya, “Sesungguhnya musibah itu satu, apabila mengeluh maka hal itu menjadi dua, alasannya salah-satu dari keduanya yakni musibah itu sendiri dan yang kedua yakni hilangnya pahala, dan ia lebih besar dari petaka tersebut.”
Dan dibilang pula,
الصَّبْرُ مِفْتَاحُ الظُّفْرِ, وَالتَّوَكُّلِ عَلَى اللهِ تَعَالَى رَسُوْلُ النَّجَاحِ, وَ مَنْ لَمْ يَلْقَ نَوَاإِبَ الدَّهْرِ بِالصَّبْرِ طَالَ عَتْبُهُ عَلَيْهِ.
Artinya, “Sabar ialah kunci kemenangan dan tawakal kepada Allah adalah penyebab kesuksesan; dan barangsiapa belum pernah menghadapi petaka dengan keteguhan, maka akan kian lama gerutuan beliau diatasnya.”
Oleh sebab itu sudah sewajarnya bagi seorang mujahid yang sholeh untuk tekun dan bersungguh-sungguh di dalam ketaatannya serta menggunakan seluruh waktu luangnya untuk berdzikir terhadap Allah, berdo’a kepadanya, membaca al-qur’an, mengerti dien, memerintahkan yang ma’ruf dan melarang kemungkaran. Lalu wajib juga bagi seorang mujahid menjauhi maksiat, menghindari dan lari daripadanya, alasannya adalah maksiat itu dapat menghitamkan muka, menggelapkan hati, membebalkan akal dan akan menjauhkan dari Allah Yang Maha suci, serta menyebabkan kemarahan-Nya. Seorang mujahid juga diutamakan biar selalu tabah dalam menghadapi bala’ atau cobaan, serta bisa  menahan penderitaan, kesakitan, dan kesempitan hidup. Juga supaya mempunyai keteguhan di medan jihad, berani dan tangkas di depan pasukan lawan yang banyak, tanpa ada perasaan takut yang berlebihan.
Ali bin Abi Thalib ra pernah berkata,
الصَّبْرُ ثَلاَثَةٌ: فَصَبْرٌ عَلىَ الْمُصِيْبَةِ, وَ صَبْرٌ عَلَى الطَّاعَةِ, وَ صَبْرٌ عَنِ الْمَعْصِيَةِ, فَمِنْ صَبَرَ عَلَى الْمُصِيْبَةِ حَتَّى يَرُدُّهَا بِحُسْنِ عَزَائِهِ كَتَبَ اللهُ لَهُ ثَلَاثَمِا ئَةِ دَرَجَةً, مَا بَيْنَ الدَّرَجَةِ إِلَى الدَّرَجِةِ كَمَا بَسْنَ السَّمَاءِ وَالْاَرْضِ, وَ مَنْ صَبَرَ عَلَى الطَّاعَةِ كَتَبَ اللهُ لَهُ سِتَّ مِائَةِ دَرَجَةً, مَا بَيْنَ الدَّرَجَةِ كَمَا بَيْنَ تَخُوْمُ اْلأَرَضِيْنَ إِلَى مُنْتَهَى الْعَرْشِ مَرَّتَيْنِ.
Artinya, “Sabar itu ada tiga adalah sabar dalam bencana alam, tabah dalam taat, dan sabar dalam menjauhi maksiat. Barangsiapa bersabar dalam musibah sehingga dikembalikannya dalam keadaan baik atas apa yang menimpa dirinya (ia ridho atas bala’ yang diberikan-Nya), maka Allah akan menulis baginya 300 derajat yang tiap-tiap derajat jaraknya antara langit dengan bumi. Dan barangsiapa bersabar dalam melakukan taat, maka Allah akan menuliskannya 600 derajat, tiap dua derajat jaraknya antara langit dunia dengan Sidratul Muntaha. Dan barangsiapa yang bersabar dalam menjauhi maksiat, maka Allah tulis baginya 900 derajat yang jarak dua derajatnya seperti ‘Arasy dua kali.” (HR. Abu Dunya dan Abu Syaikh, Al-Firdaus bi Ma’tsuur al-Khittab)
Rasulullah saw bersabda,
وَ مَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللهُ, وَمَا أُعْتِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَ أَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ.
Artinya, “Barangsiapa yang sabar akan disabarkan Allah, dan tidak ada pinjaman Allah yang terluas dan lebih baik ketimbang keteguhan.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Dawud, Malik, Ad-Darimi)
Rasulullah saw juga pernah bersabda,
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَ لَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ, إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ, وَ إِنْ اَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ.
Artinya, “Menakjubkan semua permasalahan orang yang beriman. Sesungguhnya semua urusannya serba baik, hal ini tidak dimiliki oleh seorangpun, kecuali orang yang beriman. Apabila beliau mendapatkan kebaikan beliau bersyukur, maka hal itu menjadi kebaikan baginya. Jika ditimpa kesulitan beliau tabah, maka ini baik pula baginya.” (HR. Muslim)
Mensyukuri lezat Allah Ta’ala itu berencana mengakui bahwa lezat itu hadirnya dari Allah dan menggunakannya pada jalan yang juga diridhoi oleh-Nya. Dengan demikian, Allah akan menghadirkan lezat yang lebih banyak dari apa yang telah diberikan-Nya tersebut. Di sisi lain, Allah akan memperlihatkan pahala yang besar di akhirat dan inilah sebesar-besarnya kenikmatan. Tetapi jikalau seseorang tidak bisa mensyukuri nikmat Allah yang sedikit, maka kemungkinan besar dipastikan dia tidak akan dapat mensyukuri lezat Allah yang banyak. Dan bila hal ini terjadi, maka Allah akan menghadirkan bala’ dan ujian-Nya.
Bila seseorang bersabar dalam menghadapi bala’ yang ditimpakan Allah kepadanya, maka hal itu yakni lebih baik baginya, alasannya pahala kesabaran adalah lebih besar dari penderitaan yang dihadapi. Maka mensyukuri nikmat yang ada, kenyataannya jauh lebih berat dan lebih sulit ketimbang bersabar tatkala seseorang ditimpa bencana alam dan ujian. Oleh karena itu perkataan sabar disebutkan sesudah syukur, sebagai gambaran bahwa pelaksanaan syukur lebih berat dibandingkan dengan tabah. Tetapi bagi seorang mu’min kedua hal tersebut akan bisa dilaksanakannya dan keduanya itu mendatangkan kebaikan baginya.Wallahu a’lam.
Rasulullah bersabda,
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ, وَ إِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ, فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَ مَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ.
Artinya, “Sesungguhnya besarnya pahala itu bergantung dibandingkan dengan besarnya ujian. Barangsiapa yang ridho, mendapat keridhoan Allah dan barangsiapa yang murka, maka mendapat kemurkaan Allah.”( HR. Tirmidzi, Ibnu Majah)
Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah bersabda,
مَا يَزَالُ الءبَلاَءُ بِالْمُؤْمِنِ وَ الْمُؤْمِنَةِ فِيْ نَفْسِهِ وَ وَلَدِهِ وَ مَالِهِ حَتَّى يَلْقَى اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ وَ مَا عَلَيْهِ خَطِيْئَةٌ.
Artinya, “Tidak henti-hentinya bala’ menimpa kepada seorang mu’min pria dan perempuan, baik tentang dirinya maupun perihal keluarganya atau harta kekayaannnya, hingga ia menghadap terhadap Allah telah higienis daripadanya dosa.” (HR. Tirmidzi, Ahmad)
Abu Abdullah bin al-Art berkata, “Kami mengadu kepada Rasulullah ketika ia sedang berbaring di bawah suatu naungan dengan berbantalkan sorbannya. Maka kami berkata, “Tidakkah engkau mendo’akan dan memintakan perlindungan serta perlindungan untuk kami?” Maka Rasulullah bersabda,
لَقَدْ كَانَ مَنْ قَبْلَكُمْ لَيُمْشَطُ بِمِشَاطِ الحَدِيْدِ مَا دُيْنَ عِظَامِهِ مِنْ لَحِمٍ أَوْ عَصَبٍ مَا يَصْرِفُهُ َذَالِكَ عَنْ دِيْنِهِ, وَ يُوْضَعُ الْمِنْشَارُ عَلَى مَفْرِقِ رَأْسِهِ فَيُشَقُّ بِاثْنَيْنِ مَا يَصْرِفُهُ ذَالِكَ عَنْ دِيْنِهِ, وَ لَيُتِمَّنَّ اللهُ هَذَا الْاَمْرَ حَتَّى يَسِيْرَ الرَّاكِبُ مِنْ صَنْعَاءَ إِلَى حَضْرَمَوْتَ مَا يَخَافُ إِلاَّ اللهَ زَادَ بَيَانٌ وَالذِّئْبَ عَلَى غَنَمِهِ.
Artinya, “Dahulu orang-orang yang sebelum kau adakalanya ditanam hidup-hidup dan digergaji dari atas kepalanya sehingga terbelah menjadi dua. Dan adakalanya dikupas kulitnya dengan sisir dari besi yang tentang tulang dan daging, namun yang demikian itu tidak menggoyahkan akidah dan diennya. Demi Allah, Allah pasti akan menyempurnakan dien Islam ini hingga merata keselamatan, orang mampu berjalan dari Shan’a (Yaman) ke Hadramaut tanpa ada yang ditakutkannya, kecuali kemurkaan Allah, atau serigala yang dikhawatirkan menerkam kambingnya, namun kamu tergesa-gesa.”  (HR. Bukhari)
Rasulullah juga bersabda,
مَنْ يُرِدْ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ.
Artinya, “Barangsiapa yang diinginkan Allah padanya suatu kebaikan, maka diberinya penderitaan.” (HR. Bukhari, Ahmad, Malik)
Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah bersabda,
مَا يُصِيْبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَ لاَ وَصَبٍ وَ لاَ هَمِّ وَ لاَ حُزْنٍ وَ لاَ أَذًا وَ لاَ غَمِّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَّ كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ.
Artinya, “Tiada seorang muslim yang menderita capek atau kesulitan hati, bahkan gangguan yang berbentukduri melainkan semua peristiwa itu akan menjadi penebus dosa.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad)
Demikian besar karunia Allah terhadap seorang muslim yang menderita kelelahan atau penyakit, bahwa Allah Ta’ala bersedia menjadikannya sebagai penebus dosa asalkan disambut dengan jiwa keyakinan dan ketekunan.
Coba kita renungkan, bukankah kita senantiasa bisa untuk mampu sabar dalam mendapatkan cobaan-Nya yang berupa lezat hidup? Maka sudah seharusnya kita juga harus mampu sabar dalam menerima unjian-Nya yang berupa kehilangan nikmat hidup, istilahnya, jangan mau terima yang enak-yummy saja.
Wallohul Muwaffiq Ila Aqwamith Thoriq‎