Uang Nafkah Beda dengan Uang Belanja? Ini Penjelasan Ulama

Sebuah status Facebook booming , dibagikan lebih dari 60 ribu pengguna Facebook lainnya. Apa pasal? Ia mengunggah foto dua amplop berisi duit, yg satu bertuliskan duit shopping, satu lagi bertuliskan duit belanja. Lantas dia menuliskan bahwa duit nafkah berlainan dgn duit belanja. Benarkah demikian?

Kita awali dari pemahaman nafkah, apa saja yg termasuk nafkah, & benarkah nafkah ialah uang shopping alias duit jajan yg berlawanan dgn uang belanja.

Pengertian Nafkah

Nafkah berasal dari bahasa Arab an-nafaqaat (النفقات) yg merupakan bentuk jamak dari an-nafaqah (النفقة). An-nafaqah terambil dari kata al-infaq (الإنفاق), asalnya yaitu anfaqa-yunfiqu (انفق – ينفق) yg artinya mengeluarkan, menghabiskan. Dengan demikian, secara bahasa (etimologi), nafkah yakni sesuatu yg diinfakkan atau dikeluarkan oleh seseorang untuk kebutuhan keluarganya.

Syaikh Wahbah Az Zuhaili dlm Fiqih Islam Wa Adillatuhu menjelaskan, pengertian nafkah secara ungkapan (terminologi) berdasarkan syara’ adalah kecukupan yg diberikan seseorang dlm hal kuliner, pakaian, & daerah tinggal untuk keluarganya.

Menurut Sayyid Sabiq dlm Fiqih Sunnah, nafkah yakni menyggupi keperluan makan, kawasan tinggal, pembantu rumah tangga, & pengobatan istri. Se&gkan dlm Fiqih Manhaji dijelaskan, nafkah yaitu semua yg dibutuhkan manusia berupa makanan, busana, & kawasan tinggal.   

Dari pemahaman ini, nyatalah bahwa duit belanja (jikalau tujuannya ialah belanja untuk kebutuhan kuliner istri) termasuk nafkah. Jika belanjanya untuk keperluan konsumsi seluruh anggota keluarga & suami su& menawarkan yg cukup, itu juga termasuk nafkah.

Demikian pula, saat suami memberikan duit untuk istri membeli busana, itu juga termasuk nafkah. Dalam fiqih, istilahnya yakni nafkah bukan duit shopping.

Baca juga: Doa Iftitah Pendek

Apa Saja yg Termasuk Nafkah?

Para ulama sepakat, nafkah bukan cuma kuliner. Nafkah yg wajib minimal mencakup keperluan utama. Minimalnya yakni makanan, pakaian, & tempat tinggal. Bahkan, secara umum dikuasai ulama menambahkan beberapa hal lain selaku nafkah minimal.

  Bagian Tubuh Mana Saja yang Boleh Dilihat dari Wanita yang Dikhitbah?

1. Makanan

Mempertimbangkan keperluan & kesanggupan. Juga tradisi yg berlaku di penduduk setempat. Dalam penduduk kita, makanan artinya makan tiga kali sehari. Jika bisa, empat sehat lima sempurna.

2. Pakaian

Jika suami miskin, menurut ulama Syafi’iyah, minimal memperlihatkan dua busana. Setiap kali rusak, busana itu harus diganti. Dan busana di sini mesti menutup aurat secara sempurna.

Di kala sekarang, lebih banyak didominasi penduduk kita memiliki banyak busana. Bahkan pakaian tertentu hanya cocok untuk momen tertentu. Misalnya pakaian resmi, baju rumahan, busana ke walimah, seragam pengajian, & lain-lain. Di satu sisi menyesuaikan dgn kebutuhan, di sisi lain juga tak boros. Masalah merk, menyesuaikan dgn kemampuan suami, jangan berlebih-lebihan.

3. Tempat tinggal

Suami wajib memberikan daerah tinggal untuk istri yg tak bercampur dgn keluarga lain. Namun kalau istri rela untuk tinggal di rumah mertua, hal itu tak mengapa.

Idealnya daerah tinggal ini ialah rumah miliki sendiri, walaupun kecil. Namun, bila suami belum bisa membeli rumah, tempat tinggal bisa diperoleh dgn sewa atau persetujuan.

Termasuk dlm kewajiban tempat tinggal ini ialah perabot rumah tangga & alat kebersihan yg dibutuhkan istri.

4. Obat-obatan (kesehatan)

Sebagian ulama menyebut obat-obatan bukan kewajiban suami. Namun, pendapat ini tertolak. Bahkan banyak ulama menjelaskan, obat-obatan (kesehatan) lebih penting dibandingkan dgn makanan sebab kalau seseorang sakit, dia tak mampu menikmati makanan. Dan betapa buruknya seorang suami yg hanya menggemari & menafkahi istrinya di periode sehat, tetapi tak bertanggungjawab saat istrinya sakit.  

5. Make up

Memang para ulama dulu tak menyebut make up, karena ungkapan tersebut belum ada di waktu itu. Namun kita mampu memakai ungkapan ini untuk mengelompokkan alat-alat berhias yg disebutkan para ulama.

  Niat Puasa Arafah, Tata Cara, Keutamaan dan Jatuh Tanggal Berapa

Ulama Malikiyah berkata, “Suami juga wajib menawarkan alat-alat berhias yg penting untuk istri seperti celak, minyak, & sejenisnya.” Para ulama Syafi’iyah menyertakan sisir. Se&gkan ulama Hanabilah menyertakan sabun.

Makara, make up yg diperbolehkan bagi seorang muslimah ialah salah satu bentuk nafkah yg harus suami sediakan untuk istrinya. Ada pun jenis & brand-nya, tentu menyesuaikan dgn kesanggupan suami.

6. Pembantu

Para ulama sepakat bahwa seorang istri wajib menerima pembantu bila suami kaya & istri terbiasa dilayani sewaktu masih tinggal bersama orang tuanya. Atau istri memiliki harkat yg tinggi atau se&g sakit.

Bahkan berdasarkan pendapat ulama Malikiyah, suami yg kaya wajib menawarkan dua pembantu untuk istrinya. Satu pembantu di dlm rumah & satu pembantu untuk problem keluar rumah. Namun, menurut lebih banyak didominasi ulama tak wajib menawarkan pembantu lebih dari satu.

Nah, dari enam poin ini saja, sudahkah kita sebagai para suami memenuhinya? Ini yg wajib. Ada pun kalau mau menambahkan uang shopping khusus untuk jalan-jalan atau jajannya istri, pasti itu lebih baik.

Baca juga: Isi Kandungan Surat Al Kafirun

Bagaimana Ketentuan Besar Nafkah?

Lantas dari enam poin itu -terutama makanan, busana, & tempat tinggal- berapa besarnya? Bagaimana menentukan jumlahnya?

Al-Qur’an & Hadits tak merinci besarannya. Keduanya memakai perumpamaan ma’ruf. Bahwa nafkah itu mesti cukup, layak, & pantas. Kedua, diadaptasi dgn kesanggupan, sebagaimana dlm Surat Ath Talaq ayat 6 & 7. Ketentuan lazim mirip ini sesungguhnya menunjukkan akomodasi & kebaikan untuk seluruh keluarga muslim. Di satu sisi ia tak memberatkan suami, di sisi lainnya tak menzalimi istri.

Lalu bagaimana menentukan kadar ma’ruf nafkah suami kepada istri, berapa besaran minimalnya? Di sinilah para ulama berijtihad.

1. Sesuai Kebutuhan Istri

Pendapat pertama, besaran nafkah disesuaikan dgn keadaan & keperluan istri. Berdasarkan hadits Hindun binti Utbah yg Rasulullah persilakan mengambil harta suaminya yg bakhil, sebagian ulama memilih besarnya nafkah untuk istri diukur menurut kebutuhan istri dgn ukuran yg makruf.

  Tata Cara Shalat Gerhana Matahari, Niat, dan Sunnah-Sunnahnya

“Hadits ini menunjukkan bahwa jumlah nafkah diukur menurut keperluan istri dgn ukuran yg makruf, adalah ukuran yg persyaratan bagi setiap orang di samping mengamati kebiasaan yg berlaku pada keluarga istri,” terang Sayyid Sabiq dlm Fiqih Sunnah. “Karenanya, jumlah nafkah berlainan berdasarkan zaman, kawasan, & keadaan individunya.”

Baca juga: Asmaul Husna

2. Sesuai Kemampuan Suami

Pendapat kedua, besaran nafkah diadaptasi dgn kesanggupan suami, bukan kondisi istri. Kalangan Hanafiyah memutuskan jumlah nafkah istri sesuai dgn kesanggupan suami tanpa melihat keadaan istrinya. Mereka berdalil dgn Surat Ath Thalaq ayat 6 & 7.

Madzhab Syafi’i sejalan dgn Madzhab Hanafi ini. Bahwa memilih jumlah nafkah bukan berdasarkan keperluan namun diukur berdasarkan aturan syara’ dgn menimbang-nimbang kesanggupan suami. Maka dlm madzhab ini, suami yg kaya wajib memberikan nafkah dua mud per hari. Se&gkan suami yg miskin, wajib memberikan nafkah satu mud per hari. Antara keduanya, mampu 1,5 mud per hari.

Angka-angka ini yaitu kewajiban nafkah kuliner dlm kondisi genting. Yang kalau suami bakhil, qadhi (hakim) bisa memaksanya untuk mengeluarkan nafkah minimal tersebut. Tentu kekerabatan keluarga suami istri tak dibangun cuma dgn angka-angka minimal, namun harus serasi & saling melengkapi. Jika suami mampu, taklah layak dia menunjukkan nafkah minimal, alasannya adalah kaidahnya yaitu suami istri makan masakan yg sama & berpakaian dgn busana yg setara.

عَنْ مُعَاوِيَةَ الْقُشَيْرِىِّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا حَقُّ زَوْجَةِ أَحَدِنَا عَلَيْهِ قَالَ أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ – أَوِ اكْتَسَبْتَ – وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِى الْبَيْتِ

Dari Muawiyah al-Qusyairi, ia berkata, saya mengajukan pertanyaan, “Ya Rasulullah, apa hak istri kami?” Beliau bersabda, “Engkau memberinya makan apa yg kamu-sekalian makan. Engkau memberinya pakaian sebagaimana kamu-sekalian berpakaian. Janganlah kamu-sekalian pukul mukanya, janganlah kamu-sekalian menjelekannya, & janganlah kamu-sekalian meninggalkannya melainkan masih dlm satu rumah.”  (HR. Abu Dawud; hasan)

Demikian klarifikasi pemahaman nafkah, apa saja yg termasuk nafkah, & bagaimana ketentuan besarnya nafkah untuk istri. Penjelasan lengkap dgn dalilnya, jenis-jenis nafkah, & sebagainya, silakan baca artikel Nafkah. Wallahu a’lam bish shawab. [Ratih BK/Wargamasyarakatorg]