BAB I
PENDAHULUAN
Dalam pertumbuhan peradaban insan khususnya dalam hal bangunan, pasti kerap mendengar cerita ihwal kemampuan nenek moyang merekatkan kerikil-kerikil raksasa hanya dengan mengandalkan zat putih telur, ketan atau yang lain. Alhasil, berdirilah bangunan fenomenal, mirip Candi Borobudur atau Candi Prambanan di Indonesia ataupun jembatan di Cina yang menurut legenda memakai ketan selaku perekat. Ataupun memakai aspal alam sebagaimana peradaban di Mahenjo Daro dan Harappa di India ataupun bangunan kuno yang dijumpai di Pulau Buton. Benar atau tidak, kisah, legenda tadi menawarkan dikenalnya fungsi semen semenjak zaman dulu. Sebelum meraih bentuk mirip sekarang, perekat dan penguat bangunan ini awalnya merupakan hasil percampuran watu kapur dan debu vulkanis. Pertama kali ditemukan di zaman Kerajaan Romawi, tepatnya di Pozzuoli, bersahabat teluk Napoli, Italia. Bubuk itu lantas dinamai pozzuolana.
Pada zaman modern bikinan semen telah mengalami produksi yang cukup baik di Indonesia. Wilayah mengalami perkembangan yang cukup tinggi, seperti di Jawa, Sumatera 14%, Kalimantan 17%, Sulawesi 16% ,serta Bali- Nusa Tengggara 19%,. Sementara itu untuk daerah yang masih mengalami penurunan hanya terjadi di Papua yakni sekitar 29%, hal disebabkan alasannya masih sering terkendalanya angkutan semen ke beberapa pasar yang ada di sana akhir dari kurangnya fasilitas dan prasarana transportasi baik darat maupun bahari, sehingga distribusi semen sering terhambat. Kenaikan permintaan semen, akan dipacu oleh peningkatan kapasitas bikinan industri semen nasional sering dengan realisasi investasi pembangunan sebuah pabrik.
Bahan baku semen berasal dari alam yang terdiri dari gamping, lempung, pasir silica, dan pasir besi serta gypsum selaku zat aditif, yang hendak dibahas pada tinjauan pustaka. Semen mampu diproduksi dengan proses kering dan berair.
Sampah selalu mengakibatkan masalah hingga saat ini. Berbagai cara dilakukan untuk menanggulanginya. Mulai dari pembakaran sampah anorganik, pengerjaan pupuk kompos dari sampah organik, dan daur ulang sampah. Namun, masing-masing cara penanganan sampah tersebut memiliki kelemahan dan terjadi kekurangoptimalan dalam pemanfaatan produk hasil olahan sampah.
Saat ini, sampah hanya dikumpulkan untuk dibuang di kawasan pembuangan tamat (TPA), lalu ditumpuk atau dibakar begitu saja. Padahal, pembakaran sampah menimbulkan dilema baru. Pada pembakaran sampah secara biasa, mengakibatkan pencemaran udara alasannya sampah yang dibakar menghasilkan gas dioksin dan furan dalam jumlah besar yang berbahaya bagi kesehatan. Kedua gas itu bersifat karsinogenik dan mampu menyebabkan kanker. Bahkan, bila terakumulasi di dalam tubuh dapat menjadikan ajal (http://www.idionline.org.24 April 2007).
Pengomposan yang dipandang selaku salah satu penyelesaian penanganan sampah juga mempunyai banyak kelemahan. Dari sisi ekonomis, kompos kurang bernilai hemat. Selain itu, sampah yang akan dibentuk kompos jikalau tercampur dengan plastik, kemungkinan besar telah mengandung aneka macam racun dari plastik. Akibatnya, kompos yang dihasilkan yaitu kompos beracun yang berbahaya jikalau dipakai selaku pupuk tanaman pangan. Pengomposan juga membutuhkan lahan yang cukup luas untuk proses pembusukannya. Sedangkan daur ulang sampah hanya mampu dilakukan untuk sampah yang berasal dari jenis plastik dan kertas. Hal ini mengakibatkan keterbatasan lagi dalam pengelolaannya. Belum lagi, jumlah sampah yang dibuang sungguh banyak jumlahnya (http://www.beritaiptek. com. 14 April 2007). DiJakarta, sampah yang dihasilkan mencapai 6000 ton lebih per hari dengan volume 25.700 m3 per hari. Jika dijumlah dalam setahun, volume sampah meraih 170 kali lebih besar dari candi Borobudur, dengan volume candi Borobudur 55.000 m3. Belum lagi, volume sampah di daerah lain (Damanhuri, 2006).
Dengan meningkatnya populasi masyarakatdi setiap kawasan atau kota, maka jumlah sampah yang dihasilkan setiap rumah tangga kian meningkat. Hal ini menjadi problem besar bagi kota-kota besar yang padat penduduknya. Penanggulangan sampah secara tuntas belum dapat dijalankan dan umumnya dibuang pada penimbunan sampah terbuka (open dumping). Sampai saatini, Jakarta masih menyewa lahan di Bekasi untuk menempatkan sampahnya dengan biaya sewa yang cukup mahal per tahunnya.
Dampak negatif dari sampah-sampah tersebut mampu terjadi di kawasan penampungan sementara (TPS) maupun di tempat penampungan simpulan (TPA). Dampak negatif di TPS dan TPA lazimnya dalam bentuk busuk yang kurang sedap alasannya terjadi penguraian sampah secara anaerob. Selain itu, kumpulan lalat di atas sampah mampu mengakibatkan berjangkitnya penyakit.Yang lebih berbahaya lagi, akan terjadi rembesan logam-logam berbahaya dalam air tanah atau sumber air dari sampah. Cairan dari sampah yang merembestersebut disebut leachet. Air leachet ini jikalau terbawa pedoman air, kemudian terserap di dalam tanah akan mengakibatkan pencemaran air dan tanah sebab air dan tanah sudah mengandung kuman Escherechia coli yangsangat banyak (Rukaesih, 2002).
Bahkan, hasil observasi Dinas Kesehatan, Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa pencemaran di Bantar Gebang memperlihatkan derajat keasaman air sudah diambang batas, yakni sebesar 40 % dan 95 % dari daerah yang ada di sekitarnya ditemukan basil Escherechiacoli di dalam air tanah. Bakteri ini mampu menyumbat akses pernafasan dan mengakibatkan penyakit (Usman, 2007).
Melihat aneka macam permasalahan perihal sampah di atas, sangatlah perlu kita mengolah dan mempergunakan sampah untuk menimbulkan sampah lebih berkhasiat. Salah satunya, ialah pemanfaatan sampah untuk dipakai selaku materi dasar pengerjaan semen. Hal ini disebabkan karena semen memiliki harapan bisnis yang sangat elok di Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sampah
Sampah adalah suatu materi yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktifitas insan maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Secara garis besar, sampah dibedakan menjadi dua jenis. Pertama, sampah anorganik (kering), pola: logam, besi, kaleng,plastik, karet, botol, dan lain-lain yang tidak dapat mengalami pembusukan secara alami. Kedua, sampah organik (berair), contoh: sampah dapur, sampah kedai makanan, sisa sayuran, rempah-rempah atau sisa buah dan lain-lain yang dapat mengalami pembusukan secara alami (http://id.wikipedia.org/wiki/Semen.14 April 2007).
Pada biasanya,sebagian besar sampah yang dihasilkan di Indonesia merupakan sampah lembap,ialah mencakup 60-70% dari total volume sampah. Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas insan. Setiap aktifitas insan niscaya menciptakan buangan atau sampah. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi terhadap barang atau material yang di gunakan sehari-hari. Demikian juga dengan jenis sampah, sangat tergantung dari jenis material yang kita konsumsi. Oleh alasannya itu pegelolaan sampah tidak mampu lepas juga dari ‘pengelolaan’ pola hidup masyarakat.
Peningkatan jumlah penduduk dan gaya hidup sangat besar lengan berkuasa pada volume sampah. Sebagai contoh, kota Jakarta pada tahun 1985 menghasilkan sampah sejumlah 18.500 m3 per hari dan pada tahun 2000 berkembangmenjadi 25.700 m3 per hari. Jika dihitung dalam setahun, maka volume sampah tahun 2000 meraih 170 kali besar candi Borobudur (volume candi Borobudur = 55.000 m3). Selain Jakarta, jumlah sampah yang cukup besar terjadi di Medan dan Bandung. Kota metropolitan lebih banyak menghasilkan sampah daripada kota sedang atau kecil (Damanhuri,2006).
Pengelolaan Sampah di Indonesia
Selama ini pengelolaan persampahan, khususnya di perkotaan, tidak berjalan dengan efisien dan efektif karena pengelolaan sampah bersifat terpusat. Salah satu misalnya yakni sampah diseluruh Jakarta harus dibuang di tempat pembuangan tamat (TPA) di daerah Bantar Gebang, Bekasi. Hal tersebut pastinya memerlukan ongkos yang cukup besar.
Dalam penanganan sampah, mesti mengamati prinsip penanganan sampah, yakni prinsip 4R, selaku berikut:
1. Reduce (Mengurangi); ialah dengan melaksanakan minimalisasi barang atau material yang dipergunakan. Semakin banyak material yang digunakan, bertambah banyak sampah yang dihasilkan.
2. Reuse (Memakai kembali); adalah menentukan barang-barang yang mampu digunakan kembali. Menghindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang). Hal inidapat memperpanjang waktu pemakaian sebelum barang tersebut menjadi sampah.
3. Recycle (Mendaur ulang); barang-barang yang sudah tidak berkhasiat lagi, mampu didaurulang. Tidak semua barang mampu didaur ulang, namun saat ini telah banyak industri non-formal dan industri rumah tangga yang mempergunakan sampah menjadi barang lain.
4. Replace (Mengganti); mengubah barang-barang yang cuma mampu digunakan sekali dengan barang yang lebih tahan lama dan memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan, Misalnya, mengubah kantong plastik dengan keranjang karton bilaberbelanja dan tidak menggunakan styrofoam karena kedua bahan ini tidak mampu didegradasi secara alami.
Penanganan sampah terutama dikota-kota besar di Indonesia ialah salah satu urusan perkotaan yang hingga dikala ini merupakan tantangan bagi pengelola kota. Pertambahan pendudukdan peningkatan kegiatan yang demikian pesat di kota-kota besar, sudah menimbulkan meningkatnya jumlah sampah diikuti permasalahannya. Diperkirakan paling banyak hanya sekitar 60% – 70 % yang dapat terangkut ke tempatpembuangan selesai (TPA) oleh institusi yang bertanggung jawab atas masalah sampah dan kebersihan, mirip Dinas Kebersihan. Sampai ketika ini andalan utama sebuah kota dalam menyelesaikan persoalan sampahnya yaitu pemusnahan dengan landfilling pada sebuah TPA (Sumaiku,2006; Damanhuri, 2006). Pengelolaan dengan landfill bukan merupakan alternatif yang tepat, alasannya adalah landfill tidak berkesinambungan dan menjadikan dilema lingkungan (Damanhuri, 2006).
2.1 Semen
Kata semen berasal dari bahasa Latin caementum, yang artinya kira-kira memotong menjadi bab-bab kecil tak beraturan. Penggunaan sejenis semen untuk mengikat batuan dan krikil telah diterapkan sejak zaman kuno. Bangsa Assyria da Babylonia menggunakan tanah liat untuk tujuan itu. Orang-orang mesir memakainya pada Colloseum jaringan-jaringan aquaduct dan struktur-struktur lainnya.
Semen yakni sebuah adonan senyawa kimia yang bersifat hidrolisis artinya kalau diaduk degan air dalam jumlah tertentu akan mengikat materi-materi lain menjadi satu kesatuan massa yang mampu memadat dan mengeras. Secara biasa mampu didefinisikan sebagai bahan perekat yang mampu merekat bab-bab benda padat menjadi bentuk yang berpengaruh kompak dan keras.
Semen yaitu hasil industri yang menggunakan materi baku utama batu kapur atau gamping. Batu kapur ini diaduk lempung (tanah liat) atau bahan pengganti yang lain, yang kemudian akan menciptakan produk padat berupa bubuk. Batu kapur atau gamping adalah bahan alam yang mengandung senyawa Calcium Oksida (CaO), sedangkan lempung adalah materi alam yang mengandung senyawa Silika Oksida (SiO2), Alumunium Oksida (Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3), dan Magnesium Oksida (MgO). Untuk menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar hingga meleleh dan ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumlah tertentu.
Josep berkebangsaan Inggris mendapatkan paten untuk suatu semen produksi yang dibuat dengan mengkalsinasi watu gamping argilaseo, dan menamakannya semen portland, alasannya adalah beton yang dibentuk dengan semen ini sangat mirip batu bangunan yang terkenal, yang terdapat di Pulau Portland, Inggris. Peristiwa inilah yang menjadi perintis industri semen sampaumur ini. Klinker berangasan yang diperoleh dari pembakaran adonan lempung dan gamping, atau dengan semen alam, semen pozolan, atau semen lain. Beton dan semen adalah perumpamaan untuk dua barang yang berbeda. Beton yakni batuan yang dibuat dari gabungan semen, agregat halus dan berangasan (lazimnya pasir dan batuan bernafsu), secara kendali dengan teliti.
2.2 Jenis-Jenis Semen
Saat ini banyak jenis semen yang beredar di Indonesia. Untuk menambah wawasan Anda, berikut kami paparkan beberapa jenis senem :
1. Semen Portland ialah semen dari hasil penggilingan halus klinker yang terdiri khususnya dari kalsium silikat hidraulik, dan mengandung satu atau dua bentuk kalsium silikat selaku tambahan antargiling.
a. Semen Portlan Type I digunakan untuk kebutuhan kontruksi bangunan lazimyang tidak membutuhkan standar khusus, seperti bangunan rumah pemukiman, gedung-gedung sekolah dan perkantoran, bangunan pabrik, gedung bertingkat , dll.
b. Semen Portland Type II digunakan untuk kebutuhan beton yang membutuhkan ketahanan sulfat atau panas hidrasi sedang . Biasanya semen ini dipakai untuk bangunan pinggir laut ,pedoman irigasi, landasan jembatan, bangunan dibekas tanah rawa, beton massa untuk dam-dam.
c. Semen Portland Type III dipakai untuk konstruksi bangunan yang membutuhkan kekuatan tekan tinggi pada fase permulaan sehabis pengiatan terjadi. Biasanya dipakai untuk daerah yang bersuhu masbodoh, bangunan bertingkat , dan bangunan dalam air yang tidak memerlukan ketahanan terhadap sulfat.
d. Semen Portland Type IV penggunaannya memerlukan panas hidrasi rendah sebab mengandung C4AF dan C2S lebih banyak. Pergeseran dan pertumbuhan kekuatannya lambat. Digunakan untuk bangunan didaerah panas, pembuatan beton atau kontruksi berdimensi tebal.
e. Semen Portland Type V semen portland dengan daya tahan sulfat yang tinggi termasuk tahan kepada larutan garam sulfat dalam air. Digunakan untuk bangunan yang berhubungan dengan air bahari, air buangan industri, bangunan yang efek gas atau uap kimia yang agresif dan bangunan yang selalu berafiliasi dengan air panas.
2. Semen Putih
Semen putih yaitu semen yang dibentuk dengan materi baku watu kapur yang mengandung oksidasi besi dan oksidasi megnesia yang rendahn(kurang dari 1%) sehingga diharapkan pengawasan komplemen biar semen ini tidak terkontaminasi dengan Fe2O3 selama proses berlangsung. Pembakaran pada tanur putar menggunakan bahan bakar gas, hal ini maksudkan untuk mengurangi kontaminasi terhadap bubuk hasil pembakaran, juga kepada oksida mengan sehingga warna dari semen putih tersebut tidak mengaruh. Semen putih dipakai untuk bangunan arsitektur dan dekorasi.
3. Semen Masonry
Semen hidralik yang dipakai sebagai adukan konstruksi mansonry , mengandung satu atau lebih blast furnance slag cement (semen kerak dapur tinggi), semen portland pozzolan, semen alam atau kapur hidrolik dan materi penambhannya mengandung satu atau lebih bahan-bahan seperti : kapur padam, batu kapur, chalk calceous shell, talk, slag, atau tanah liat yang dipersiapkan untuk keperluan ini. Sifat semen ini memiliki peresapan air yang baik, berdaya plastissitas yang tinggi dan kuat tekan yang rendah.
4. Semen Berwarna
Semen ini sering diharapkan semen yang memiliki warna yang sama dengan materi atau material yang mau direkatkannya. Semen berwarna dibuat dengan menambahkan zat warna yang disertakan harus tidak menghipnotis selama penyimpanan atau selama pemakaian semen tersebut.
5. Semen Sumur Minyak
Semen sumur minyak yaitu semen portland yang diaduk dengan bahan retander khusus mirip lignin, asam borat, casein, gula atau organic hidroxid acid. Fungsi retarder disini yakni untuk menghemat kecepatan pengerasan semen atau memperlambat waktu pengerasan semen, sehingga adukan mampu dipompakan kedalam sumur minyak atau gas. Minyak digunakan antara lain untuk melindungi ruangan antara rangka sumur minyak karang atau tanah sekelilingnya, selaku neraka sumur minyak dari efek air yang korosif.
6. Semen Cat Semen
Cat merupakan tepung semen dari semen portland yang digiling bersama sama dengan zat warna , dan water repellent agent. Semen cat lazimnya dibentuk warna putih adalah dengan titanium oksida atau ZnS. Sebagai filter umumnya dipakai water repellet agent atau materi silika, sedangkan sebagai accelerator digunakan CaCl2 dan sebagai water repellent.
7. Semen Alam
Semen alam ialah semen yang dihasilakn dari proses pembakaran batu kapur dan tanah liat pada suhu 850-1000oC lalu tanah yang dihasilkan digiling menjadi semen halus.
8. Semen Portland Pozzolan
Semen Portland Pozzolan adalah materi yang mengandung senyawa silika dan alumina dimna bahan pozzolan itu sendiri tidak memiliki sifat mirip semen akan namun dalam bentuk halusnya dan dengan adanya air, maka senyawa –senyawa tersebut akan bereaksi membentuk kalsium aluminat hidrat yang bersifat hidraulis. Semen portland pozzolan ialah suatu materi pengikat hidraulis yang memiliki sifat pozzolan, atau mencampur secara merata abu semen portland dan abu bahan lain yang memiliki sifat pozzolan. Bahan pozzolan yang ditambahkan besarnya antara 15-40%.
9. Semen Alumina Tinggi
Semen Alumina tinggi pada dasarnya adalah sebuah semen kalsium aluminat yang dibentuk dengan meleburkan adonan batu gamping, bauksit, dan bauksit ini biasanya mengandung oksida besi, silika, magnesia, dan ketidak murnian lainnya. Cirinya adalah bahwa kekuatan semen ini berkembang dengan segera , dan ketahanannya terhadap air maritim dan air yang mengandung sulfat lebih baik.
10. Portland Blast Furnance Slag Cement
Semen yang dibuat dengan cara menggiling gabungan klinker semen portland dengan kerak dapur tinggi secara homogen. Kerak (slag) yakni bahan non metal hasil samping dari pabrik pengenceran besi dalam tanur yang mengandung adonan antara kapur (CaCO3), silika (SiO2) dan alumina. Sifat semen ini bila kehalusannya cukup, mempunyai kuat tekan yang serupa dengan semen portland, betonnya lebih stabil dari beton semen portland, permeabilitinya rendah, pemuaian dan penyusutan dalam udara kerng sama dengan semen portland.
11. Semen Sorel
Semen sorel yakni semen yang dibentuk melalui reaksi eksotermik larutan magnesium klorida 20% kepada sebuah ramuan magnesia yang ditemukan dari kalsinasi megnesit dan magnesia yang didapatkan dari larutan garam semen sorel memiliki sifat keras, dan kuat, gampang terjangkit air dan sangat korosif . Penggunaaanya utamanya yaitu semen lantai , dan selaku dasar pelantai dasar seperti ubin dan terazu.
12. Semen Belerang
Semen Belerang telah tersedia sejak tahun 1900 secara komersial dan digunakan selaku campuran pengisi, pada tahun 1930 selaku lempeng belerang berisi plastisida yang homogen dan mempunyai koefisien rendah. Semen Belerang sangat tahan terhadap garam dan asam yang tidak teroksidasi, namun dilarang dipakai jikalau ada alkali, minyak/lemah, dan pelarut. Penggunaannya teratas sebab adanya pergantian struktur kristal pada suhu 93oC. Semen sulfur berisi silica plastisasi tiokol sudah diterima sebagai bahan standart selaku perekat bata, ubin, dan piapa besi cor.
13. Semen Silikat
Semen silikat yang penuh silica dan set secara kimia tahan terhadap segala asam, anorganik dalam segala fokus , kecuali asam flouride. Semen ini tidak sesuai dengan pH diatas 7 atau dalam tata cara yang terbentuk kristal. Biasanya digunakan 2 bab berat silica yang digiling halus bareng dengan natrium silikat. Dua contoh penerapannya ialah sebagai bahan pelekat bata didalam tangki asam kromat dan tangki alun.
2.3 Alat dan Bahan Produksi Semen
a. Alat quarry
a. Traktor
Fungsi dari crawler traktor :
1. Sebagai tenaga penggerak untuk mendorong dan menawan beban.
2. Sebagai tenaga penggagas untuk winch dan alat angkut.
3. Sebagai tenaga pelopor blade (bulldozer)
4. Sebagai tenaga pelopor front-end bucket.
5. Sebagai alat penarik scrapper.
6. Untuk pembuatan ripping.
b. Bulldozer
Fungsi dari bulldozer :
1. Membersihkan medan dari kayu-kayuan ,tonggak-tonggak pohon dan batu-batuan.
2. Pembukaan jalan kerja dipegunungan maupun pada kawasan yang berbatu-kerikil.
3. Memindahkan tanah yang jauhnya sampai 300 ft.
4. Menarik scrapper.
5. Menghamparkan tanah irisan atau urugan
6. Menimbun kembali trencher
7. Membersihkan medan.
8. Pemeliharaan jalan kerja.
9. Menyiapkan material-material dari soil borrow pit dan quarry pit atau tempet pengambilan maerial.
10. Sebagai alat honor ,alat angkut dan alat dorong.
c. Belt Conveyer
Belt conveyer mampu dipakai untuk mengangkut material baik yang berbentukunit load atau bulk material secara mendatar ataupun miring, yang dimaksud dengan unit load adalah benda yang biasanya mampu dijumlah jumlahnya satu persatu. Sedangkan bulk material ialah material yang berupa butir-butir abu atau serbuk . Fungsi Belt conveyer yakni untuk menenteng material yang dimuat dari lokasi penambangan . Belt mampu dibentuk dari aneka macam macam materi , yaitu lapis tenunan benang kapas yang tebal yang lazimnya membentuk carcass.
d. Backhoe
Bagian dalam utama dari backhoe :
1. Bagian atas revolving unit ( bias berputar)
2. Bagian bawah travel unit (bias berlangsung)
3. Bagian attachment yang mampu diganti
Backhoe dikhususkan untuk penggalian yang letaknya dibawah backhoe itu sendiri. Backhoe dapat berfungsi sebagai alat gali yang memiliki tingkat kedalaman yang lebih seksama, juga dapat dipakai selaku alat pemuat bagi truck-truck.
b. Unit Pengolahan Bahan (Raw Mill)
a. Rotary Dryer
Fungsinya untuk mengeringkan materi baku. Pengeringan dikerjakan dengan mengalirkan gas panas sisa pembakaran dari kiln secara cocurrent.
b. Double Roller Chrusher
Fungsinya ialah untuk memperkecil ukuran limestone, sand clay, sand koreksi dan pasir besi setelah keluar dari dryer.
c. Hopper Raw Mix
Fungsinya ialah untuk mencampur dan menggiling materi baku yang akan diumpankan ke kiln.
d. Air Separator
Fungsinya untuk memisahkan material halus dengan material kasar dimana material halus akan keluar sebagai produk, sedangkan material bergairah dihaluskan lagi di raw grinding mill.
e. Tetra Cyclone
Fungsi alat ini ialah untuk memisahkan material halus dengan material bernafsu yang terbawa anutan gas keluar dari air separator.
f. Spray Tower
Fungsinya untuk mendinginkan gas panas hasil pembakaran di kiln yang berlebih dari suspension preheater.
g. Weighing Feeder
Fungsinya untuk menimbang limestone yang keluar dari bin supaya konstan jumlahnya.
h. Raw Grinding Mill
Fungsi alat ini ialah untuk menggiling materi baku yang diumpankan ke kiln.
i. Raw Mill Fan
Fungsi alat ini ialah untuk menawan material dari raw mill yang telah halus untuk dibawa bersama fatwa udara masuk ke cyclone
j. Electrostatic Presipitator
Fungsinya ialah untuk menangkap bubuk yang ada dalam pemikiran gas yang hendak dibuang melalui cerobong sehingga tidak mengakibatkan polusi.
k. Raw Meal Silo
– Blending Silo : untuk homogenisasi raw meal dengan bantuan udara.
– Storage silo :untuk menyimpan raw meal sebelum diumpankan ke kiln.
c. Unit Pembakaran
a. Suspention Prehater
Fungsinya yakni selaku penghangat permulaan umpan rotary.
b. Rotary Kiln
Fungsinya untuk proses kalsinasi dan sinterisasi tepung baku menjadi Clinker.
c. Kiln Feed Bin
Fungsinya yakni untuk menampung umpan kiln yang siap untuk diumpankan.
d. Air Quenching Cooler
Fungsinya untuk mendinginkan Clinker secara mendadak dari 1400oC menjadi 900-950oC pada chamber 1.
d. Unit Penggilingan Akhir
a. Clinker Storage Silo
Fungsinya ialah selaku daerah penampungan Clinker.
b. Finish Grinding Mill
Fungsinya adalah untuk menggiling adonan Clinker dengan Gypsum yang ditambahkan agar menjadi halus.
c. Air Separator
Fungsi alat ini ialah untuk memisahkan mineral halus dengan mineral bernafsu dimana pertikel halus akan keluar sebagai produk sedangakna partikel berangasan keluar untuk dihaluskan kembali di finish grinding mill.
e. Unit Pengisian Packing
a. Cement Silo
Fungsinya yakni untuk memuat semen yang berasal dari finish mill sebelum masuk ke unit pengemasan.
b. Vibrating Screen
Fungsinya ialah untuk menyaring semen dari pengotor sebelum masuk ke storage silo untuk pengepakan.
c. Storage Silo
Fungsinya yakni untuk memuat semen yang sudah melalui vibrating screen untuk berikutnya diumpankan ke rotary packer.
d. Rotary Feeder
Fungsinya yaitu untuk mengontrol pengumpanan semen.
e. Valve Bag Packing Machines
Fungsinya ialah untuk memasukkan semen kedalam kantong semen.
2.4 Proses Pembuatan Semen
Proses pengerjaan semen dapat dibedakan menurut:
1. Proses Basah
Pada proses basah semua bahan baku yang ada dicampur dengan air, dihancurkan dan diuapkan lalu dibakar dengan menggunakan materi bakar minyak, bakar (bunker crude oil). Proses ini jarang dipakai alasannya adalah persoalan kekurangan energi BBM.
2. Proses Kering
Pada proses kering digunakan teknik penggilingan dan blending lalu dibakar dengan materi bakar batubara.
Berikut secara garis besar proses kering pembuatan semen :
a. Quarry (penambangan)
Persiapan bahan baku baik penambangan limestone maupun clay. Tahapan penambangan mirip pada umumnya, ada drilling, blasting, haulage dan loading.
b. Crushing
Ukuran limestone hasil tambang biasanya masih besar, sehingga hasil tambang dibawa ke crusher. Crusher berfungsi untuk mengecilkan ukuran limestone hasil tambang. Maksimum ukuran limestone yang masuk kecruher yaitu 1500 mm dan sesudah keluar crusher menjadi sekitar 75mm.
c. Stronge
Setelah limestone melewati crusher, limestone tersebut ditampang disebuah kawasan (storage). Ditempat ini terjadi pre-homogenization. Limestone hasil dari crushing belum memiliki ukuran yang sama, sebagian ada yang terlalu kecil atau besar. Pada storage, limestone yang ukurannya berbeda tersebut disebut merata (komposisinya) seingga homogen.
d. Bin silo
Dari stronge tersebut limestone dibawa oleh belt conveyer menuju bin silo, demikian pula dengan clay, pasir silika dan pasir besi masuk ke bin silo masing-masing.
e. Raw mill preperetion
Pada tahap ini keempat materi baku dicampurkan. Setelah bahan baku tersebut diaduk maka gabungan tersebut disebut raw material. Bahan baku tersebut lalu masuk ke dalam unit operasi yang disebut raw mill.
Tujuan utama raw mill yaitu :
a. Grinding
Material campuran yang masuk dihaluskan lagi, yang semula 700 mm, sesudah keluar dari raw mill menjadi 9 mikro.
b. Drying
Material campuran dikeringkan sampai kelembapan 1%. Media pengeringan adalah hot gas yang berasal dari kiln.
c. Transport
Hot gas yang digunakan untuk mengeringkan material berfungsi untuk mentransportasikan material campuran.
d. Separating
Selama proses diraw mill, material yang sudah kemudian menuju tahapan proses berikutnya, sedangkan yang masih bergairah akan terus mengalami penggilingan (grinding) hingga halus.
Setelah keluar dari raw mill, materi material ini disebut dengan perumpamaan raw mix atau raw meal. Raw meal ini kemudian masuk lagi ke suatu storange atau biasa disebut Blending Silo. Selain bermaksud untuk penyimpanan sementara, blending silo berfungsi untuk daerah homogenization. Proses Homogenization ialah proses menyamakan ukuran dari materi penyusun. Pre-homogenization materialnya cuma limestone saja, sedangkan Homogenization terdiri dari empat materi baku semen. Sehingga proses homogenisasi yang dikerjakan bermaksud untuk memaksimalkan pencampuran dari keempat bahan tersebut.
f. Clinker Manufacture
Raw meal lalu asuk kesebuah unit operasi yang disebut Pre-heater. Pre-heater ini terdiri dari beberapa siklon, umunya terdiri dari 4-5 siklon.
Pre-heater
Fungsinya selaku pemanasan permulaan sebelum masuk ke proses berikutnya. Media pemanasan berasal dari hot gas dari kiln. Proses pemanasan ini bermaksud untuk terjadinya proses Pre-calcination. Dari proses kalsinasi ini mulai lah terbentuk oksida-oksida pembentuk klinker (hasil proses di kiln). Proses kalsinasi ialah selaku berikut :
CaCO3 → CaO + CO2
Reaksi ini terjadi pada suhu sekitar 800oC, untuk reaksi diatas, yang paling utama yaitu CaO, proses kalsinasi di Pre-Heater hanya sekitar 95%nya, sisanya dikerjakan di Kiln.
Setelah keluar dari Pre-heater, material ini disebut dengan Kiln Feed. Kiln Feed ini masuk ke unit operasi pembentuk klinker (terak) yang disebut dengan Rotary Kiln.
Rotary Kiln
Disini terjadi proses kalsinasi lanjutan. Suhunya meraih sekitar 1400oC. Suhu sebesar ini diperoleh dari pembakaran bahan bakar, biasanya digunakan batu bara, IDO (Industrial Diesel Fuel Oil), Natural Gas, Petroleum Coke, dan lain sebagainya. Pada suhu sebesar ini, di kiln terjadi reaksi-reaksi logam sehingga dihasilkan mineral-mineral gres , yaitu:
a. C3S (3CaO.SiO2)
b. C2S (2CaO.SiO2)
c. C3A (3CaO.Al2O3)
d. C4AF (4CaO.Al2O3.Fe2O3)
g. Cement Grinding
Setelah melewati cooler, Klinker ini kemudian dilewatkan ke Finish mill. Sebelum digiling, lazimnya komposisi Klinker ditambah oleh bahan-materi embel-embel seperti gipsum, Pozzolan, Trash dan lain sebagainya. Untuk membuat semen tipe I cukup ditambah gipsum saja dalam proses ini klinker berubah lagi menjadi powder.Dalam Cement Mill ini klinker ditumbuk, digerus menggunkan bola-bola besi, cement mill berputar sehingga bola-bola tersebut menggerus klinker menjadi powder lagi.
Setelah halus, klinker ini berubah namanya menjadi hasil final adalah semen , semen ini kemudian ditampung dicement silo sebelum karenanya dikirim ke Bin Cement untuk proses Packing and Dispatch.
h. Packing and Dispatch.
Langkah terakhir ialah pengepakan semen-semen. Setelah dari Cement Silo, semen ditransport ke Bin Cement dan hasilnya ada yang di pengemasan dan ada yang dimasukkan ke bulk (curah).
2.5 Flow Chart
2.6 Dampak Industri Semen Terhadap Lingkungan
Berdasarkan bahan baku dan bahan bakar yang digunakan serta proses produksi, industri semen menimbulkan pengaruh lingkungan sebagai berikut:
a. Lahan
Penurunan mutu kesuburan tanah akhir penambahan tanah liat. Perubahan tataguna tanah akhir kegiatan penebangan dan absorpsi lahan serta pembangunan kemudahan yang lain, menimbulkan penurunan kapasitas air tanah yang pada risikonya akan kuat pada kuantitas air sungai disekitarnya. Hal ini akan menyebabkan keseimbangan lingkungan lokal.
b. Air
Kualitas menurun akibat limbah cair dari pabrik dalam bentuk minyak dan sisa air dari kegiatan penambangan. Menimbulkan lahan kritis yang mudah terkena abrasi dan pendangkalan dasar sungai, yang pada hasilnya akan menimbulkan banjir pada isu terkini hujan.
Kuantitas air atau debit air menjadi berkurang karena hilangnya vegetasi pada suatu lahan akan menimbulkan peresapan air hujan oleh tanah ditempat itu menyusut, sehingga persediaan air tanah menipis. Sungai menjadi kering pada trend kemarau dan banjir pada trend hujan alasannya tanah tidak mampu menyerap air.
c. Udara
Debu yang dihasilkan pada waktu pengadaan materi baku dan selama proses pembakaran dan abu yang dihasilkan selama pengangkutan bahan baku ke pabrik dan materi jadi keluar pabrik, termasuk pengantongannya. Debu yang secara visual tampakdi tempat pabrik dalam bentuk kabut dan kepulan abu menyebabkan pencemaran udara serius. Suhu udara di sekitar pabrik naik. Gas yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar minyak dan bumi kerikil bara , berupa gas CO, CO2, SO2 dan gas yang lain yang mengandung hidrokarbon dan welirang.
2.7 Kualitas Ekosemen
Hingga saat ini, terdapat dua macam tipe ekosemen (menurut penambahan alkali dan kandungan klor) adalah tipe biasa dan tipe rapid hardening. Ekosemen tipe biasa mempunyai mutu sama baiknya dengan semen Portland biasa. Tipe ekosemen ini dipakai selaku ready mixed concrete sedangkan ekosemen tipe fast hardening memiliki kekuatan konkrit serta pengerasan yang lebih cepat dibanding semen Portland tipe high-early strength (lihat Fig 2). Ekosemen tipe fast hardening digunakan pada blok arsitektur, bahan genteng, pemecah ombak, dan lain sebagainya. Ekosemen tipe fast hardening telah melalui standardisasi JIS (Japanese Industrial Standard).
Fig 1. Perbandingan kekuatan ekosemen dibandikan dengan semen Portland
Manfaat Ekosemen
Pengolahan sampah menjadi semen akan menambah sistem alternatif pengolahan sampah yang lebih bernilai irit dan biaya pembuatan sampah akan menjadi lebih hemat biaya. Sebagai contohnya, di Jepang, biaya pembuatan sampah konvensional sebelum keberadaan teknologi ekosemen yakni sebesar 40,000 yen/ton dan sekarang turun menjadi 39,000 yen/ton.
Selain itu, teknologi ekosemen sungguh ramah lingkungan. Pada proses produksi ekosemen, sebagian CaO yang diharapkan mampu diperoleh dari debu insenerasi sehingga menghemat penggunaan kerikil kapur (CaCO2) yang selama ini merupakan sumber emisi gas CO2 pada industri semen. Atas keberhasilan dalam menghemat emisi CO2 ini, teknologi ekosemen menerima penghargaan dari menteri lingkungan Jepang atas peranannya dalam mencegah pemanasan global.
Fig 2. Flowchart pembuatan ekosemen