AL-Khawarizmi “Bapak ALjabar”
Dari buku “Ensiklopedi Islam” & “Ensiklopedi Matematika“
Mungkin kita sudah sering mendengar perumpamaan algoritma, Dalam kamus besar bahasa Indonesia algoritma bermakna prosedur sistematis untuk memecahkan problem matematis dlm langkah-langkah terbatas. Sebenarnya nama algoritma diambil dr nama julukan penemunya yaitu al-Khawarizmi seorang matematikawan muslim yg dilahirkan di Khawarizm, Uzbekistan.
Al-Khawarizmi (Khawarizm,Uzbekistan, 194 H/780 M-Baghdad, 266 H/850 M). Ilmuwan muslim, andal di bidang ilmu matematika, astronomi, & geografi. Nama lengkapnya yakni Abu Ja’far Muhammad bin Musa al-Khawarizmi & di barat ia lebih dikenal dgn nama Algoarisme atau Algorisme.
Karya Aljabarnya yg paling monumental berjudul al-Mukhtasar fi Hisab al-Jabr wal-Muqabalah (Ringkasan Perhitungan Aljabar & Perbandingan) Dalam buku ini diuraikan pemahaman-pemahaman geometris. Ia pula menyumbangkan teorema segitiga sama kaki yg tepat, perkiraan tinggi serta luas segitiga, & luas jajargenjang serta bulat. Dengan demikian, dlm beberapa hal al-Khawarizmi telah membuat aljabar menjadi ilmu eksak.
Buku ini diterjemahkan di London pada tahun 1831 oleh F. Rosen seorang matematikawan Inggris, lalu diedit ke dlm bahasa Arab oleh Ali Mustafa Musyarrafa & Muhammad Mursi Ahmad, ahli matematika Mesir, pada tahun 1939. Sebagian dr karya al-Khawarizmi ini pada masa ke-12 pula diterjemahkan oleh Robert, matematikawan dr Chester, Inggris, dgn judul Liber Algebras et Al-mucabola (Buku Aljabar & Perbandingan), yg lalu diedit oleh L.C. Karpinski, seorang matematikawan dr New York, Amerika Serikat. Gerard dr Cremona (1114–1187) seorang matematikawan Italia, menciptakan model kedua dr buku Liber Algebras di atas dgn judul De Jebra et Almucabola (Aljabar & Perbandingan). Buku versi Gerard ini lebih baik & bahkan memenangkan buku F. Rozen.
Dalam bukunya al-Khawarizmi memperkenalkan pada dunia ilmu wawasan angka 0 (nol) yg dlm bahasa arab disebut sifr. Sebelum al-Khawarizmi memperkenalkan angka nol, para ilmuwan mempergunakan abakus, semacam daftar yg menunjukkan satuan, puluhan, ratusan, ribuan, & seterusnya, untuk mempertahankan agar setiap angka tak saling tertukar dr tempat yg sudah ditentukan dlm hitungan. Akan tetapi, hitungan seperti ini tak mendapat sambutan dr kalangan ilmuwan Barat tatkala itu & mereka lebih tertarik untuk memanfaatkan raqam al-binji (daftar angka arab, tergolong angka nol), hasil penemuan al-khawarizmi. Dengan demikian angka nol gres diketahui & dipergunakan orang Barat sekitar 250 tahun sehabis didapatkan al-Khawarizmi.
Karya lain dr al-Khawarizmi yakni geografi yg berjudul Kitab Surah al-Ard (Buku Gambaran Bumi). Buku ini menampung daftar koordinat beberapa kota penting & ciri-ciri geografisnya. Kitab ini dengan-cara tak pribadi mengacu pada buku Geography yg disusun oleh Claudius Ptolomaeus (100–178), ilmuwan Yunani. Namun beberapa kesalahan dlm buku tersebut dikoreksi & dibetulkan oleh al-Khawarizmi dlm bukunya Zij as-Sindhind sebelum ia menyusun Kitab Surah al-Ard.
Dari beberapa bukunya al-Khawarizmi mewariskan beberapa istilah matematika yg masih banyak dipergunakan sampai sekarang, seperti sinus, kosinus, tangen & kotangen.
Karya-karya al-Khawarizmi di bidang matematika sebetulnya banyak mengacu pada goresan pena tentang aljabar yg disusun oleh Diophantus (250 SM) dr Yunani. Namun, dlm meneliti buku-buku aljabar tersebut al-Khawarizmi memperoleh beberapa kesalahan & permasalahan yg masih kabur. Kesalahan & permasalahan ini diperbaiki, dijelaskan, & dikembangkan oleh al-Khawarizmi dlm karya-karya aljabarnya. Oleh alasannya itu, tidaklah mengherankan apabila ia dijuluki “Bapak Aljabar”. Bahkan menurut Gandz, matematikawan Barat dlm bukunya The Source of al-Khawarizmi’s Algebra, al-Khawarizmi lebih berhak menerima julukan “Bapak Aljabar” dibandingkan dgn Diophantus lantaran dialah orang pertama yg mengajarkan aljabar dlm bentuk elementer serta menerapkannya dlm hal-hal yg berhubungan dengannya. Di bidang ilmu ukur, al-Khawarizmi pula diketahui selaku peletak rumus ilmu ukur & penyusun daftar logaritma serta hitungan desimal. Namun beberapa sarjana matematika Barat, mirip John Napier (1550–1617) & Simon Stevin (1548–1620), menilai penemuan di atas merupakan hasil ajaran mereka.