close

Titik Temu Antara Nilai-Nilai Syariat Dan Budpekerti

Titik Temu Antara Nilai-nilai Syariat dan Adat – Pergumulan antara syariat islam dan norma masih berjalan hingga-hingga ketika ini, khususnya dalam konteks islam di pulau Jawa. Banyak penduduk jawa yng walaupun sudah berada dalam lingkup dunia modern, masih memegang besar lengan berkuasa aturan-aturan norma yng diwariskan secara bebuyutan oleh nenek moyang orang-orang. Islamnya orang-orang Jawa masih Amat kental yang dengannya nuansa norma. Bahkan aturan-hukum norma yng terkadang berlawanan yang dengannya syariat cenderung lebih mendominasi keyakinan penduduk dibandingkan yang dengannya syariat. Maka di sinilah butuh upaya mencari titik temu antara nilai-nilai syariat dan norma menjdai bentuk persiapan dan dekonstruksi doktrin agar menjdai orang islam tak terjerumus terhadap kesyirikan.
Misi utama Nabi Muhammad saw. merupakan bagi atau mampu juga dikatakan untuk menyempurnakan budaya umatnya. Beliau berusaha menebarkan rahmat (beri sayang) yng menjadi satu-satunya misi risalah. Allah SWT berfirman:
وَماَ اَرْسَلْنكَ إلا رَحْمَةُ للْعالمين
“Dan tiadalah kami menyuruh kau, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiyâ’: 107).
Sejarah telah menunjukkan, bahu-membahu Islam cuma mampu dikembangkan yang dengannya nilai-nilai santun dan penuh budpekerti. Ia akan mengakar besar lengan berkuasa di tengah-tengah komunitas penduduk kalau mampu bersinergi yang dengannya budaya setempat tanpa menyebabkan gejolak. Hal mana pun dibuktikan oleh kearifan dan kecerdikan Wali Songo yng dalam dakwahnya bisa memposisikan budaya (‘âdah) menjdai jembatan ataupun sarana dakwah, menjadikan mampu membumikan anutan-ajarannya di hamparan bumi Nusantara sampai kini. Jauh-jauh hari Nabi saw sudah bersabda:
إنما بُعثْتُ لأُتَممَ مَكاَرمَ الأَخْلاَق
“Niscaya aku hanyalah diutus guna menyempurnakan moralitas yang mulia” (HR. Baihaqi).
Dalam hadis yang sudah di sebutkan Nabi Muhammad saw memastikan bergotong-royong dia diperintahkan bagi atau mampu juga dikatakan untuk menyempurnakan akhlâqul karîmah yng pun berkhasiat budaya, tradisi dan norma penduduk , bukan sebaliknya, bahkan melenyapkannya. Hal ini sebagaimana disabdakan ia:
إتق اللهَ حَيْثُما كُنْتَ وَأَتْبع السيئة الْحَسَنَةَ تَمْحُها وَخَالق الناسَ بخُلُق حَسَن
“Bertakwalah kepada Allah di mana saja anda berada, ikutilah kejelekan yang dengannya kebajikan yng mampu meleburnya dan berprilakulah kepada orang lain yang dengannya sikap yng baik”. (HR. Turmudzi dan Hakim)
Adapun maksud dari perilaku yng baik yang sudah di sebutkan merupakan “pembiasaan dengan budaya masyarakat.” Hal ini sebagaimana ditegaskan Sayyidina Ali bin Abi Thalib kala ditanya perihal maksud prilaku baik dalam hadis yang telah di sebutkan, ia mengatakan:
هُوَ مُوَافَقَةُ الناس فى كُل شَيْء مَا عَدَا الْمَعَا صيْ
“(Maksud sikap baik tersebut yakni) menyesuaikan diri dengan masyarakat dalam setiap hal selama bukan maksiat”.[1]
Dari statemen Ali ini ia lantas belakangan terkemuka menjadi peribahasa:
لَوْ لاَ الْوئَامُ لَهَلَكَ الْأَنَامُ
“Andaikan tidak ada adaptasi (dalam pergaulan) pasti manusia akan sirna”.
Berdasarkan penjelasan di atas, menjadi terang kiranya, sesungguhnya pedoman Islam harus disampaikan yang dengannya santun dan menghargai budaya. Nilai-nilai toleransi, penyesuaian, akomodasi dan pembaruan pada budaya yang dengannya sendirinya akan menciptakan penduduk lebih mencintainya. Kendati begitu, tak setiap budaya bisa ditoleransi. Sebab, kadang-kadang budaya yng meningkat di tengah-tengah penduduk berlawanan yang dengannya fithrah kita-kita sendiri dan disinyalir berseberangan yang dengannya nilai-nilai agama, semisal “pitungan jodo”, sesajen, dan mitos-mitos semisalnya. Oleh akibatnya, diperlukan filter yng terang semoga budaya dan agama mampu beriringan menuntun masyarakat ke arah kepercayaan yng benar. Filter dimaksud ialah Filter Akidah dan Filter Amaliyah. Filter dogma menjadi factor utama lantaran adalah dasar keimanan para pelaku budaya dan filter amaliyah ialah penerang apakah suatu budaya mampu memperoleh legalitasnya ataupun tak.

  Pengertian Budaya Setempat