Kisah Penuh Hikmah : Tiga Soal Di Jawab Tuntas
Ada seorang santri yang sudah usang mencar ilmu disebuah pesantren. santri ini tidak cuma shaleh, tapi cerdas. Banyak orang tergolong kyai yang berharap banyak dari santri ini.
sebuah dikala, santri muda ini menerima beasiswa untuk belajar di Amerika. Dia berguru disana cukup lama untuk menuntaskan program magister dan doktornya berturut-turut.
Tidak terasa, tujuh tahun sudah berlalu. Santri ini pulang ke tanah air. Tiba di kampung halaman, dia langsung menyalami saudara, sahabat dan tetangga akrab. Dulu santri ini pemalu, bahkan cenderung rendah diri. Tetapi sekarang tingkahnya begitu percaya diri. Kata-katanya selalu becampur memakai bahasa inggris atau minimal ada kata-kata aneh. Supaya terkesan keren dan ilmiah.
Beberpa hari dirumah, dia merasa jenuh. Pada sebuah hari, santri ini meminta izin terhadap orang tuanyauntuk berkunjung ke pesantren tempatnya dulu mengaji. Dengan gembira, santri ini bercerita banyak. Terakhir beliau mendatangi kyai, guru yang sangat dikaguminya.
“Pak Kyai, bolehkah saya mengajukan beberpa petanyaan?” tanya santri memulai obrolannya dengan kyai.
“Ya, silahkan saja. Tidak perlu sungkan.”
“Pertanyaan saya tidak banyak, cuma tiga. Tetapi maaf pertanyaannya saya ini sepertinya susah dijawab.”
“Begitu, ya?! insya Allah, aku akan coba menjawab pertanyaanmu dengan sebaik-baiknya.”
“Pak Kyai begitu percaya, profesor saja tidak bisa menjawab pertanyaan aku.”
“Silahkan kemukakan saja!”
“Tiga pertanyaan saya yakni pertama, jikalau Allah itu memang ada coba tunjukkan wujud-Nya kepada aku. Kedua, apakah takdir itu? dan ketiga, setan diciptakan dai api, namun mengapa Allah menghukum setan dengan memasukannya ke dalam neraka yang yang dibuat dari api pula. Itu percuma saja. Setan tidak akan merasa sakit, alasannya adalah mereka memiliki komponen yang sama, yakni api. Apakah hal ini tidak terpikirkan oleh ALlah?”
Belum juga lisan si ekspresi santri kering, datang-datang sang kyai menampar pipi santri dengan keras.
Sudah pasti si santri merasa kesakitan. Mulutnya meringis menahan nyeri akibat tamparan kyai.
“kenapa Pak Kyai murka dan menampar saya? APa salah saya?”
“aku tidak murka, justru tamparan itu ialah tanggapan atas pertanyan yang kau ajukan.”
“aku tidak memahami apa yang kyai maksudkan.”
“Bagaimana tamparan aku? sakit?’
“tentu saja sakit, tamparan Pak Kyai sangat keras.”
“Jadi kau percaya bahwa sakit itu ada?”
“Iya jelaS. Hal ini sudah lazimterjadi.”
“Kalau begitu, tunjukkan kepada saya wujud sakit itu!”
“Wah, tidak bisa pak Kyai.”
“Itu jawaban untuk pertanyaan pertama. ALlah itu ada. Bukti-buktinya terasa, tetapi kita tidak mampu melihat wujud-Nya.”
‘Apakah tadi malam kau berimajinasi ditampar oleh tangan aku?”
Santri ini cuma menggeleng.
“Pernahkah terpikir jikalau kamu akan menerima suatu tamparan dari saya pada hari ini?”
“sama sekali tidak. Tidak terbayangkan seorang penyantun mirip Pak Kyai akan menampar aku.”
“Nah, itulah takdir.”
“Tangan yang aku gunakan untuk menamparmu terbuat dari apa?”
“Kulit.”
“Terus, pipimu yang saya tampar, yang dibuat dari apa?”
“Sama dari kulit juga.”
“Bagaimana rasanya tamparan aku?”
“Wah sakit sekali Pak Kyai.”
“Itulah jawaban untuk pertanyaanmu yang ketiga. Setan diciptakan dari api. Neraka terbuat dari api. Praktis saja bagi Allah menimbulkan api neraka itu sungguh menyakitkan untuk setan.”
Santri ini cuma termenung. Benar juga, katanya dalam hati.
Sumber : Buku “Like Father Like Son” Penulis Mohamad Zaka Al Farisi