Salah satu karakteristik dalam pembangunan ekonomi ialah pergantian jangka panjang populasi dan buatan dari sektor pertanian menjadi sektor industri dan sektor jasa. Konsep seni manajemen pembangunan berimbang (balanced growth), adalah pembangunan di sektor primer (berbasis sumber daya alam) dan sektor industri secara serentak merupakan tujuan pembangunan yang paling ideal. Pada kenyataannya rancangan taktik pembangunan berimbang tidak dapat dilaksanakan oleh negara berkembang, hal ini dikarenakan sumber daya yang tidak memadai untuk melaksanakan pembangunan di sektor primer maupun sektor industri sekaligus (Lynn, 2003). Selain itu Lynn juga menjelaskan, bahwa peran sentral sektor primer (pertanian, perikanan, kehutanan, peternakan) dalam proses pembangunan ekonomi menyiratkan bahwa memajukan kehidupan petani akan memajukan dan menciptakan peluang bagi mereka untuk berperan di sektor jasa dan industri.
Teori pembangunan tak sepadan ini pertama kali dikemukakan oleh Hirschman dan Streeten dalam kritikannya terhadap teori pembangunan sebanding yang diartikan selaku pembangunan banyak sekali jenis industri secara bersamaan (simultaneous) sehingga industri tersebut saling membuat pasar bagi lainnya
atau teori ini mampu diartikan juga selaku keseimbangan pembangunan di aneka macam sektor. Menurut Hirschaman rancangan pembangunan seimbang tidaklah cocok bila dipraktekkan di NSB, sebab NSB tidak akan sanggup melakukan acara pembangunan mirip itu tanpa adanya pinjaman dari luar , sebab pelaksanaan pembangunan memerlukan tenaga-tenaga ahli yang besar sekali jumlahnya, yang notebene sangat terbatas sekali jumlahnya di NSB. Disamping itu rancangan pembangunan sepadan ini kalau dikerjakan mampu mengakibatkan eksternalitas disekonomis, karena mampu merusak cara-cara melakukan pekerjaan masyarakat yang justru akan menawarkan kerugian bagi penduduk .
Oleh alasannya adalah itu pembangunan tak seimbang menurut Hirschman ialah acuan pembangunan yang lebih cocok untuk mempercepat proses pembangunan di NSB. Pertimbangannya adalah selaku berikut:
1) secara historis pembangunan ekonomi yang terjadi coraknya tidak seimbang;
2) untuk mempertinggi efisiensi penggunaan sumberdaya-sumberdaya yang tersedia, dan
3) pembangunan tak sepadan akan mengakibatkan kemacetan (bottleneck) atau gangguan-gangguan dalam proses pembangunan yang mau menjadi pendorong bagi pembangunan berikutnya.
Menurut Hirschman bila kita mengamati proses pembangunan yang terjadi antara dua era waktu tertentu akan tampak bahwa aneka macam sektor acara ekonomi mengalami perkembangan dengan laju yang berbeda, yang dalam perkembangannya akan menciptakan sektor pemimpin yang mau merangsang perkembangan sektor lainnya. Kemudian pembangunan tak sebanding ini dianggap lebih sesuai untuk dikerjakan di NSB alasannya adalah negara-negara tersebut menghadapi masalah kekurangan sumber daya. Dengan melakukan program pembangunan tak sepadan maka usaha pembangunan pada sebuah masa waktu tertentu dipusatkan pada beberapa sektor yang hendak mendorong penanaman modal yang terpengaruh di aneka macam sektor pada era waktu selanjutnya. Oleh karena itu sumber daya-sumber daya yang sangat langka itu mampu digunakan secara lebih efisien pada setiap tahap pembangunan. Dalam pendapatnya Hirschman melaksanakan pengelompokan sektor-sektor perekonomian berdasarkan dampak kaitan ke belakang (Backward Linkage) dan efek kaitan ke depan (Forward Linkage).
Selain Hirschman, beberapa penulis juga berbagi pendefinisian dalam mengukur imbas keterkaitan antar sektor dalam perekonomian, ialah Rasmussen (1956), Chenery dan Watanabe (1958), Yotopoalos dan Nugent (1973) dan Jones 1976 (dalam Miller and Blair, 1985). Pengukuran kedua imbas keterkaitan ini intinya untuk memilih sektor unggulan dari sebuah perekonomian, alasannya jikalau sebuah sektor mempunyai imbas keterkaitan ke depan dan ke belakang tinggi dibanding dengan sektor yang lain maka mampu menyimpulkan bahwa investasi di sektor tersebut akan memberi efek yang lebih menguntungkan terhadap perekonomian secara keseluruhan, jikalau dibandingkan dengan investasi pada sektor-sektor yang imbas keterkaitan ke depan dan ke belakang yang lebih rendah.
Selain menghipnotis buatan secara keseluruhan di dalam perekonomian, keterkaitan antar sektor juga akan menghipnotis jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan (imbas keterkaitan tenaga kerja) dan pendapatan (efek keterkaitan pemasukan). Hal ini terjadi alasannya adalah untuk memproduksi output di sektor tersebut diperlukan tenaga kerja dan tenaga kerja tersebut akan menerima perhiasan pemasukan dari acara tersebut. Dengan demikian mampu disimpulkan bahwa dengan keterkaitan antar sektor dalam perekonomian
tidak cuma akan menghipnotis hasil produksi di dalam sektor-sektor perekonomian secara keseluruhan, namun juga akan mensugesti jumlah tenaga kerja dan pendapatan di dalam perekonomian secara keseluruhan.