Teori Belajar Kognitif Menurut Piaget
1. Biografi Jean Piaget
Jean Piaget lahir di Neuchatel, Swiss, yang berbahasa Perancis pada 9 Agustus 1896 dan meninggal 16 September 1980 pada umur 84 tahun. Dia yakni seorang filsuf, ilmuwan, dan psikolog pertumbuhan Swiss, yang terkenal alasannya hasil penelitiannya tentang bawah umur dan teori pertumbuhan kognitifnya.
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai penggerak aliran konstruktivisme. Salah satu pinjaman pemikirannya yang banyak dipakai selaku referensi untuk mengerti perkembangan kognitif individu ialah teori perihal tahapan pertumbuhan individu. Menurut Piaget bahwa pertumbuhan kognitif individu mencakup empat tahap ialah : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget perihal proses rekonstruksi pengetahuan individu adalah asimilasi dan fasilitas. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi yaitu “the process by which a person takes material into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan kemudahan yaitu “the difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation”
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil jika diubahsuaikan dengan tahap perkembangan kognitif penerima bimbing. Peserta latih hendaknya diberi potensi untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak menawarkan rangsangan terhadap penerima latih biar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
2. Prinsip Dasar Teori Jean Piaget
Jean Piaget dikenal dengan teori perkembangan intelektual yang menyeluruh, yang mencerminkan adanya kekuatan antara fungsi biologi & psikologis ( perkembangan jiwa ). Piaget menandakan inteligensi itu sendiri sebagai penyesuaian biologi terhadap lingkungan. Contoh : manusia tidak mempunyai mantel berbulu lembut untuk melindunginya dari cuek; manusia tidak memiliki kecepatan untuk lari dari hewan pemangsa; manusia juga tidak mempunyai keahlian dalam memanjat pohon. Tapi manusia mempunyai kepandaian untuk memproduksi pakaian & kendaraan untuk transportasi.
Faktor yang besar lengan berkuasa dalam pertumbuhan kognitif, yakni :
1. Fisik
Interaksi antara individu dan dunia luar merupakan sumber pengetahuan baru, tetapi kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk mengembangkan pengetahuan kecuali bila intelegensi individu mampu memanfaatkan pengalaman tersebut.
2. Kematangan
Kematangan tata cara syaraf menjadi penting karena memungkinkan anak mendapatkan manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan membuka kemungkinan untuk perkembangan sedangkan bila kurang hal itu akan membatasi secara luas prestasi secara kognitif. Perkembangan berjalan dengan kecepatan yang berbeda tergantung pada sifat kontak dengan lingkungan dan kegiatan belajar sendiri.
3. Pengaruh sosial
Lingkungan sosial tergolong peran bahasa dan pendidikan, pengalaman fisik mampu memacu atau menghalangi pertumbuhan struktur kognitif.
4. Proses pengaturan diri ( ekuilibrasi )
Proses pengaturan diri dan pengoreksi diri, mengontrol interaksi spesifik dari individu dengan lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman sosial dan pertumbuhan jasmani yang menyebabkan perkembangan kognitif berjalan secara terpadu dan tersusun baik.
3. Aspek Intelegensi Jean Piaget
Menurut Piaget, inteligensi dapat dilihat dari 3 perspektif berlawanan :
1. Struktur ( skemata atau schemas )
Struktur dan organisasi terdapat di lingkungan, tapi asumsi insan lebih dari menjiplak struktur kenyataan eksternal secara pasif. Interaksi asumsi insan dengan dunia luar, mencocokkan dunia ke dalam “mental framework”-nya sendiri. Struktur kognitif ialah mental framework yang dibangun seseorang dengan mengambil gosip dari lingkungan & menginterpretasikannya, mereorganisasikannya serta mentransformasikannya ( Flavell, Miller & Miller )
Dua hal penting yang harus diingat perihal membangun struktur kognitif :
- Seseorang terlibat secara aktif dalam membangun proses.
- Lingkungan dimana seseorang berinteraksi penting untuk kemajuan struktural.
2. Isi ( content )
Isi yaitu teladan tingkah laris spesifik tatkala individu menghadapi sesuatu dilema. Merupakan materi kasar, alasannya Piaget kurang kepincut pada apa yang anak-anak ketahui, tetapi lebih tertarik dengan apa yang mendasari proses berpikir. Piaget melihat “isi” kurang penting dibanding dengan struktur dan fungsinya, bila isi yakni “apa” dari inteligensi, sedangkan “bagaimana” dan “mengapa” diputuskan oleh kognitif atau intelektual.
3. Fungsi ( fungtion )
Yaitu suatu proses dimana struktur kognitif dibangun. Semua organisme hidup yang berinteraksi dengan lingkungan memiliki fungsi melalui proses organisasi dan pembiasaan. Organisasi cenderung untuk mengintegrasi diri dan dunia ke dalam sebuah bentuk dari bagian-bagian menjadi satu kesatuan yang sarat arti, selaku sebuah cara untuk menghemat kompleksitas.
Adaptasi terhadap lingkungan terjadi dalam 2 cara :
- Organisme memanipulasi dunia luar dengan cara menjadikannya menjadi serupa dengan dirinya. Proses ini disebut dengan asimilasi. Asimilasi mengambil sesuatu dari dunia luar dan mencocokkannya ke dalam struktur yang sudah ada. pola: manusia mengasimilasi makanan dengan membuatnya ke dalam bagian nutrisi, masakan yang mereka makan menjadi bagian dari diri mereka.
- Organisme memodifikasi dirinya sehingga menjadi lebih menggemari lingkungannya. Proses ini disebut kemudahan. Ketika seseorang mengakomodasi sesuatu, mereka mengubah diri mereka sendiri untuk menyanggupi keperluan eksternal. pola: tubuh tidak cuma mengasimilasi makanan namun juga mengakomodasikannya dengan mensekresi cairan lambung untuk menghancurkannya & kontraksi lambung mencernanya secara involunter.
Melalui kedua proses adaptasi tersebut, tata cara kognisi seseorang berganti dan meningkat sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian tersebut dikerjakan seorang individu alasannya dia ingin meraih keadaan equilibrium, yakni berupa kondisi sepadan antara struktur kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya biar kondisi sepadan tersebut senantiasa tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas.
4. Teori Perkembangan Piaget
|
Periode-Periode Perkembangan Secara Umum
|
|
|
|
|
Periode I
|
:
|
kepandaian sensorik motorik (semenjak lahir – 2 th).
|
|
|
Bayi mengorganisasikan denah tindakan fisik seperti
|
|
|
menghisap,
|
|
|
Menggenggam dan menghantam untuk menghadapi
|
|
|
dunia yang timbul dihadapannya.
|
Periode II
|
:
|
anggapan pra operasional (2-7 th).
|
|
|
Anak-anak belajar berpikir-memakai symbol-
|
|
|
simbol dan
|
|
|
Pencitraan batiniah-namun fikiran masih blm
|
|
|
sistematis dan logis
|
Periode III
|
:
|
Operasi berpikir faktual (7-11 th).
|
|
|
Anak-anak mengembangkan kemampuan berpikir
|
|
|
sistematis, namun hanya pada ketika mengacu pada
|
|
|
objek dan kegiatan positif
|
Periode IV
|
:
|
Operasi berpikir formal (11 th-akil balig cukup akal)
|
|
|
Mengembangkan kemampuan untuk berpikir
|
|
|
sistematis dan sesuai
|
|
|
Rancangan yang murni abstrak dan hipotetis.
|
Proses-proses penting selama tahapan operasional konkrit yaitu :
1) Pengurutan
kesanggupan untuk mengurutan objek berdasarkan ukuran, bentuk, atau ciri yang lain. Contohnya, jikalau diberi benda berlawanan ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang terbesar ke yang paling kecil.
2) Klasifikasi
kesanggupan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda berdasarkan tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk pemikiran bahwa serangkaian benda-benda mampu menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki kekurangan logika berupa animisme (pikiran bahwa semua benda hidup dan berperasaan).
3) Decentering
anak mulai memikirkan beberapa faktor dari suatu persoalan untuk mampu memecahkannya. Sebagai teladan anak tidak akan lagi menilai cangkir lebar tetapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
4) Reversibility
anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda mampu diubah, kemudian kembali ke kondisi awal. Untuk itu, anak mampu dengan segera menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
5) Konservasi
mengetahui bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berafiliasi dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai pola, jika anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu kalau air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berlawanan, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
6) Penghilangan sifat Egosentrisme
kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan ketika orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, lalu Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan menyampaikan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
5. Implementasi Teori Perkembangan Kognitif Piaget Dalam Pembelajaran
- Bahasa dan cara berfikir anak berlainan dengan orang akil balig cukup akal. Oleh alasannya itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang tepat dengan cara berfikir anak.
- Anak-anak akan belajar lebih baik apabila mampu menghadapi lingkungan dengan baik. Guru mesti membantu anak biar mampu berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
- Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dicicipi gres namun tidak aneh.
- Berikan potensi semoga anak berguru sesuai tahap perkembangannya.
- Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling mengatakan dan diskusi dengan sahabat-temanya.
Inti dari implementasi teori Piaget dalam pembelajaran antara lain sebagai berikut :
- Memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental anak tidak sekedar pada produknya. Di samping kebenaran jawaban siswa, guru mesti mengetahui proses yang dipakai anak sehingga sampai pada jawaban tersebut.
- Pengenalan dan pengakuan atas peranan bawah umur yang penting sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegaiatan pembelajaran. Dalam kelas Piaget penyajian materi jadi (ready made) tidak diberi pementingan, dan belum dewasa didorong untuk menemukan untuk dirinya sendiri lewat interaksi impulsif dengan lingkungan.
- Tidak menekankan pada praktek – praktek yang diarahkan untuk menjadikan bawah umur mirip orang dewasa dalam pemikirannya.
- Penerimaan terhadap perbedaan individu dalam perkembangan perkembangan, teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh anak meningkat melalui urutan perkembangan yang serupa namun mereka memperolehnya dengan kecepatan yang berlawanan.
Model dan Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Menurut Pandangan Vygotsky
Tiga konsep yang dikembangkan dalam teori vygotsky (Tappan,1998): (1) keahlian kognitif anak mampu dimengerti apabila di analisis dan ketahui kalau dianalisis dan di interpretasikan secara developmental; (2) kemampuan kognitif yang di mediasi dengan kata, bahasa, dan bentuk diskursus yang berfungsi sebagai alat psikologis untukmembantu dan menstraformasi aktivitas mental; dan (3) kesanggupan kognitif berasal dari korelasi social dan dipengaruhi oleh latarbelakag sosiokultural. Vygotsky berpendapat bahwa pada masa kanak kanak awal (early childhood ), bahasa mulai digunakan selaku alat yang membantu anak untuk mendesain aktivitas dan memecahkan masalah. Vygotsky yakin bahwa kesanggupan kognitif berasal dari kekerabatan social dan kebudayaan. Oleh karena itu alasannya itu pertumbuhan anak tidak bisa dipisahkan dari kegiatan social dan cultural ( Holland, dkk 2001 ). Dia percaya bahwa pertumbuhan memori , perhatian dan akal, melibatkan pembelajaran untuk memakai alat yang ada dalam penduduk , seperti bahasa, system matematika, dan strstegi memori. Pada satu kultur, desain ketiga ini dimaksudkan mungkin berbentukpelajaran menghitung dengan menggunkan computer, tetapi dalam kultur yang berlainan, pembelajaran ini mungkin berbentukpelajaran berhitung memakai Batu dan jari.
Teori vygotsky mengandung pandangan bahwa pengetahuan itu dipengaruhi suasana dan bersifat kolaboratif, artinya pengetahuan didistribusikan di antara orang dan lingkungan, yang meliputi objek artifak, alat, buku, dan komunitas tempat orang berinteraksi dengan orang lain. Sehingga dapat dibilang bahwa pertumbuhan kognitif berasal dari situasi social.
Vygotsky mengemukakan beberapa inspirasi tentang zone of proxsimal development (ZPD). Zone of proximal development (ZPD) yaitu serangkaian peran yang terlalu susah dikuasai anak secara sendirian, tapi mampu dipelajari dengan derma orang sampaumur atau anak yang lebih bisa. Untuk memahami batas-batas ZPD anak, terdapat batasan atas, adalah tingkat tanggung jawab atau tugas perhiasan yang mampu dilaksanakan anak dengan pinjaman instruktur yang mampu, dibutuhkan pasca bantuan ini anak tatkala melaksanakan peran sudah bisa tanpa santunan orang lain dan batas bawah, yang dimaksud ialah tingkat problem yang mampu dipecahkan oleh anak seorang diri. ZPD berdasarkan vygotsky memperlihatkan akan pentingnya dampak social, utamanya efek isyarat atau pengajaran kepada pertumbuhan kognitif anak ( Hasse, 2001). Vygotsky member acuan cara menilai ZPD anak. Misalnkan pada tes kecerdasan, usia mental dari dua orang anak yaitu 8 tahun. Menurut vygotsky, kita tidak bisa berhenti sampai disini saja. Kita harus menentukan bagaimana masing- masing anak akan berusaha menyelesaikan persoalan yang dimaksudkan untuk anak yang lebih renta. Kita membantu masing-masing anak dengan memberikan, mengajukan pertanyaan, dan memperkenalkan komponen permulaan dari penyelesaian.
Dengan tunjangan atau kerjasama dengan orang akil balig cukup akal ini, salah satu anak berasil memecahkan duduk perkara yang bahu-membahu untuk level anak usia 12 tahun, sedangkan anak yang satunya memecahkan dilema untuk level anak usia 9 tahun. Perbedaan antara usia mental dan tingkat kinerja yang mereka capai dengan bekerjasama dengan orang cukup umur akan mendefinisikan ZPD. Kaprikornus, ZPD melibatkan kemampuan kognitif anak yang berada dalam proses pendewasaan dan tingkat kinerja mereka dengan santunan orang yang lebih hebat (Panofsky, 1999). Vygotsky (1987) menyebut ini selaku “kembang” kemajuan, untuk membedakannya dengan perumpamaan :buah” perkembangan, yang telah diraih anak secara independen.
Salah satu Contoh aplikasi konsep ZPD yakni panduan tatap paras yang diberikan pada guru Selandia Baru dalam acara Reading Recovery. Tugas ini dimulai dengan peran membaca yang telah dikenal dengan baik, kemudian pelan-pelan memperkenalkan taktik membaca yang belum dikenal dan lalu menyerahkan control acara kepada si anak sendiri ( Clay & Cazden dalam Santrocks, 2008 ). Scaffolding yakni teknik untuk mengubah tingkat bantuan. Selama sesi pengajaran, orang yang lebih ahli ( guru atau siswa yang lebih bisa ) menyesuaikan jumlah bimbingannya dengan level kinerja siswa yang di capai. Ketika peran siswa yang mau di pelajari merupakan tugas gres, maka orang yang lebih mahir dapat menggunakan teknik intruksi eksklusif. Saat kemampuan sisa meningkat, maka makin sedikit bimbingan yang diberikan. Dialog ialah alat penting dalam teknik ini di dalam ZPD .
Didalam hal ini vygotsky menilai anak memmpunyai konsep yang banyak, tetapi tidak sistematis, tidak terencana, dan impulsif. Tatkala anak menerima tutorial dari para mahir, mereka akan membahas desain yang lebih sitematis, logis ,dan rasional. Bahasa dan anutan. Vygotsky berkeyakinan bahwa anak menggunakan bahasa bukan hanya untuk berkomunkikasi saja, melainkan juga untuk mempersiapkan, memonitor perilaku mereka dengan caranya sendiri. Penggunaan bahasa untuk menertibkan diri sendiri, dinamakan obrolan batin (inner speech) atau mengatakan sendiri (private speech).
Menurut piaget, mengatakan sendiri bersifat egosentris dan tidak cukup umur namun berdasarkan vygotsky adalah alat penting bagi aliran selama periode kanak kanak. Tatkala anak sering meakukan obrolan batin, ia justru akan lebih kompeten secara social. Karena anak menginternalisasikan obrolan egosentrisnya dalam bentuk obrolan batin lalu obrolan batin ini menjadi pedoman mereka. Oleh alasannya adalah itu pembicaraa batin mampu mempresentasikan transisi awal untuk menjadi lebih komuniktif secara social.
Pandangan vygotsky menentang pemikiran piaget tentang bahasa dan fatwa. Vygotsky mengatakan bahwa bahasa, bahkan dalam bentuknya yang paling awal sekalipun, berbasis social, sedangkan piaget lebih menilai obrolan anak sebagai nonsosial dan egosentris. Menurut vygotsky, ketika anak kecil bicara kepada dirinya sendiri, mereka menggunakan bahasa untuk mengontrol sikap mereka sendiri, sedangkan piaget percaya bahwa aktivitas bicara dengan diri sendiri itu mencerminkan ketidakdewasaan (immaturity).
Para periset mendapatkan bukti yang mendukung persepsi vygotsky wacana peran aktual dari private speech dalam perkembangan anak (Winsler,Diaz & Montero, 1997). Dalam teori Vygotsky, orang lain dan bahasa merupakan bab tugas penting dalam kemajuan kognitif seorang anak. Teori Vygotsky merupakan pendekatan konstruktivis sosial yang menekankan konteks sosial pembelajaran dan konstruksi wawasan lewat interaksi sosial.
Bagi Vygotsky, anak-anak mengonstruksi pengetahuan melalui interaksi sosial. Perkembangan kognitif seseorang disamping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga diputuskan oleh lingkungan social secara aktif. Menurut Vygotsky faktor kognitif anak akan berkembang dengan sangat baik bilamana bawah umur tidak cuma bermain melaksanakan eksperimen pada alat-alat mainnya tetapi juga berinteraksi dengan orang remaja dan sahabat-sobat sebayanya yang memiliki wawasan lebih banyak darinya. Pada saat anak bermain didampingi oleh guru yang menunjukkan tutorial mulut, dukungan fisik, dan pertanyaan-pertanyaan terbuka akan mampu menolong anak memajukan keterampilan dan menemukan wawasan. Demikian pula teman sebaya yang memiliki keahlian lebih akan menolong anak-anak berguru lewat pinjaman contoh dan percakapan.
Menurut Vygotsky, apa yang mampu belum dewasa lakukan dengan sumbangan orang lain mampu menawarkan gambaran akurat ihwal kemampuan anak ketimbang jika ia melakukannya sendiri. Bermain dengan anak atau orang lain menawarkan potensi pada anak untuk merespon nasehat-anjuran , komentar, pertanyaan, tindakan, dan contoh-pola dari orang tersebut.
Implikasi Dalam Pembelajaran
Pembelajaran akan lebih efektif tatkala seorang guru mengajar dengn memakai teori vygotsky sebagai landasan, bentuk pembelajaran yang dimaksud yaitu :
- Sebelum mengajar, seorang guru hendaknya mampu mengetahui ZPD siswa batas bawah sehingga bermanfaat untuk menyusun struktur mteri pembelajaran. Implikasinya guru lebih akuat tatkala menyusun strategi mengajarnya, sehingga tidak melulu selalu menawarkan tutorial kepada siswa. Dampak pengiringnya yaitu siswa dapat mencar ilmu hingga tingkat keterampilan yang dibutuhkan dan meraih ZPD pada batas atas.
- Untuk berbagi pembelajaran yang komunitas seorang guru perlu memanfaatkan tutor sebaya didalam kelas.
- Dalam pembelajaran seorang guru hendaknya memakai teknik scaffolding dengan tujuan siswa dapat mencar ilmu atas inisiatifnya sendiri, sehingga mereka mampu meraih keahlian pada batas atas ZPD.
Model dan Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Menurut Pandangan Bruner
Jerome S. Bruner (1915) yakni seorang ahli psikologi kemajuan dan andal psikologi berguru kognitif. Pendekatannya ihwal psikologi yaitu eklektik. Penelitiannya yang demikian banyak itu meliputi pandangan manusia, motivasi, belajar, dan berpikir. Dalam mempelajari manusia, Ia menilai insan sebagai pemproses, pemikir, dan pencipta info (dalam Wilis Dahar, 1988; 118).
Beberapa ciri khas teori mencar ilmu berdasarkan Bruner :
- Mengemukakan pentingnya arti wawasan, dengan struktus pengetahuan kita mampu melihan bagaimana fakta-fakta yang kelihatanya tidak ada hubunganya dapat dihubungkan satu dengan lainnya.
- Menekankan kesiapan untuk berguru, terdiri atas penguasaan kertampilan yang sederhana yang mampu mengijinkan seseorang untuk mencapai ketrampi yang lebih tinggi.
- Menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan
- Menekankan pentingnya motivasi atau impian untuk mencar ilmu dan cara-cara yang tersedia untuk merangsang motivasi itu.
Pendekatan Bruner kepada belajar didasari pada dua asumsi :
- Perolehan pengetahuan ialah sebuah proses interaktif.
- Orang mengkontruksi pengetahuan dengan menghubungkan info yang masuk dengan informasi yang disimpan dan diperoleh sebelumnya.
Menurut bruner pertumbuhan kognitif seseorang melalui tiga tahap yang diputuskan oleh caranya melihat lingkungan yaitu enaktif, ikonik dan symbolic.
- Tahap enaktif, adalah suatu tahap pembelajaran sesuatu wawasan di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda kongkret atau memakai situasi yang aktual.
- Tahap Ikonik, ialah sebuah tahap pembelajaran sesuatu wawasan di mana pegetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar, atau diagram, yang menggambarkan acara nyata atau situasi nyata yang terdapat pada tahap enaktif tersebut di atas.
- Tahap simbolik, adalah suatu tahap pembelajaran di mana wawasan itu direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (Abstract symbols yakni simbol-simbol arbiter yang dipakai menurut janji orang-orang dalam bidang yang bersangkutan), baik simbol-simbol verbal (Misalnya aksara-abjad, kata-kata, kalimat-kalimat) lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang absurd yang lain
Implikasi Teori Bruner dalam mencar ilmu dan pembelajaran.
- Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kesanggupan berguru, minat, gaya mencar ilmu siswa dan sebagainya)
- Menentukan tujuan pembelajran
- Memilih bahan pembelajaran
- Mkenentukan topic-topik yang mampu dipelajari oleh siswa secara edukatif ( dari acuan-pola ke generalisasi)
- Mengembangkan materi-bahan berguru yang berupa teladan-acuan ilustrasi, peran dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
- Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana kekompleks, dari yang faktual ke absurd, atau dari tahap enaktif, ekonik sampai ke simbolik.
- Melakukan penilaian proses dan hasil mencar ilmu siswa.
Sumber Referensi:
- Crain, W.C. (1985). Theories of Development, Concepts and Aplications 3th Edition.NewJersey:Prentice-Hall.
- Santrock, John.W. 2007. Psikologi Pendidikan Edisi 2. Jakarta: Prenada Group.