Teori Mencar Ilmu Dan Model Pembelajaran Kreatif

TEORI BELAJAR DAN MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF
A.  Teori Belajar
Alasan mengapa seorang guru mesti menguasai teori-teori mencar ilmu:
Teori belajar akan sungguh membantu guru, supaya mempunyai kedewasaan dan kewibawaan dalam hal mengajar, mempelajari muridnya, meng¬gunakan prinsip-prinsip psikologi maupun dalam hal menilai cara mengajarnya sendiri. Dengan demikian, tujuan mempelajari psikologi mencar ilmu yakni: (Mahfud, 1991: 10)
·         Untuk membantu para guru, biar menjadi lebih bijaksana dalam bisnisnya membimbing murid dalam proses perkembangan belajar.
·         Agar para guru mempunyai dasar-dasar yang luas dalam hal mendidik, sehingga murid mampu bertambah baik dalam cara belajamya.
·         Agar para guru dapat menciptakan suatu tata cara pendidikan yang efisien dan efektif dengan jalan mempelajari, menganalisis tingkah laku murid dalam proses pendidikan untuk lalu mengarahkan proses-proses pendidikan yang berlangsung, guna memajukan ke arah yang lebih baik.
Seorang guru dikatakan kompeten bila beliau memiliki khasanah cara penyampaian yang kaya, mempunyai pula patokan yang dapat dipergunakan untuk memilih cara-cara yang sempurna di dalam menyuguhkan pengalaman berguru mengajar, sesuai dengan bahan yang akan disampaiakan. Kesemuanya itu cuma akan diperoleh bila guru menguasai teori-teori mencar ilmu.
Macam-macam teori berguru:
a.   Teori Belajar Menurut Thorndike (Teori Koneksionisme)
Menurut Thorndike, belajar merupakan insiden terbentuknya perkumpulan-perkumpulan antara insiden-kejadian yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus ialah suatu pergantian dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan tanggapandari ialah sembarang tingkah laku yang dimunculkan sebab adanya perangsang. Bentuk paling dasar dari berguru yaitu “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut aturan-aturan tertentu. Oleh alasannya itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi.
Thorndike memperoleh hukum-aturan mencar ilmu selaku berikut :
1)   Hukum Kesiapan (law of readiness), yakni kian siap sebuah organisme menemukan suatu pergantian tingkah laris, maka pelaksanaan tingkah laris tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga perkumpulan condong diperkuat.
Prinsip pertama teori koneksionisme ialah mencar ilmu suatu acara membentuk perkumpulan(connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak.
Masalah-persoalan yang terjadi dalam aturan Law of Readiness:
a)    Masalah pertama hukum law of readiness yakni jikalau kecenderungan bertindak dan orang melakukannya, maka beliau akan merasa puas. Akibatnya, dia tak akan melaksanakan tindakan lain.
b)    Masalah kedua, jikalau ada kecenderungan bertindak, namun ia tidak melakukannya, maka timbullah rasa ketidakpuasan. Akibatnya, beliau akan melakukan langkah-langkah lain untuk meminimalkan atau meniadakan ketidakpuasannya.
c)    Masalah ketiganya yakni bila tidak ada kecenderungan bertindak padahal ia melakukannya, maka timbullah ketidakpuasan. Akibatnya, beliau akan melaksanakan langkah-langkah lain untuk meminimalisir atau menghapus ketidakpuasannya.
2)      Hukum Latihan (law of exercise), yakni semakin sering tingkah laris diulang/ dilatih (dipakai) , maka perkumpulan tersebut akan kian kuat.
Prinsip law of exercise yakni koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat alasannya adalah latihan-latihan, namun akan melemah kalau koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau dilarang. Prinsip memperlihatkan bahwa prinsip utama dalam berguru ialah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.
3)      Hukum akibat (law of effect), yaitu kekerabatan stimulus respon condong diperkuat bila jadinya menyenangkan dan cenderung diperlemah  kalau kesannya tidak memuaskan.Hukum ini menunjuk pada makin besar lengan berkuasa atau kian lemahnya koneksi selaku hasil perbuatan. Suatu tindakan yang dibarengi akibat menggembirakan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, sebuah tindakan yang disertai balasan tidak menggembirakan condong dihentikan dan tidak akan diulangi.
b.  Teori Belajar Menurut Skinner
B.F. Skinner diketahui sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan versi kode pribadi dan meyakini bahwa sikap dikontrol melalui proses operant conditioning. Operant Conditioning yakni sebuah proses perilaku operant (penguatan aktual atau negatif) yang mampu menyebabkan perilaku tersebut mampu berulang kembali atau menghilang sesuai dengan harapan.
Skinner mengatakan bahwa komponen terpenting dalam berguru yaitu penguatan. Maksudnya ialah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus tanggapanakan semakin kuat jika diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua yaitu penguatan aktual dan penguatan negatif. Bentuk bentuk penguatan konkret berupa kado, sikap, atau penghargaan. Bentuk bentuk penguatan negatif antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan peran pemanis atau menawarkan perilaku tidak senang.
Beberapa prinsip Skinner antara lain :
1)    Hasil berguru mesti segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, bila bebar diberi penguat.
2)    Proses berguru harus mengikuti irama dari yang mencar ilmu.
3)    Materi pelajaran, dipakai tata cara modul.
4)    Dalam proses pembelajaran, tidak digunkan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya eksekusi.
5)    Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri.
6)    Tingkah laris yang diharapkan pendidik, diberi hadiah.
7)    Dalam pembelajaran digunakan shaping.
c.  Teori Belajar Menurut Robert M. Gagne
Gagne membagi proses mencar ilmu berjalan dalam empat fase utama, yakni
1)    Fase Receiving the stimulus situation (apprehending),ialah fase seseorang memperhatikan stimulus tertentu lalu menangkap artinya dan mengetahui stimulus tersebut untuk lalu ditafsirkan sendiri dengan berbagai cara.
2)    Fase Stage of Acquition, pada fase ini seseorang akan mampu menemukan sebuah kemampuan yang belum diperoleh sebelumnya dengan menghubung-hubungkan info yang diterima dengan wawasan sebelumnya.
3)    Fase storage /retensi yakni fase penyimpanan info, ada informasi yang disimpan dalam jangka pendek ada yang dalam jangka panjang, melalui pengulangan gosip dalam memori jangka pendek dapat dipindahkan ke memori jangka panjang.
4)    Fase Retrieval/Recall, adalah fase mengenang kembali atau memanggil kembali gosip yang ada dalam memori.
5)    Kemudian ada fase-fase lain yang dianggap tidak utama, adalah (5)fase motivasi sebelum pelajaran dimulai guru menawarkan motivasi terhadap siswa untuk berguru, (6) fase generalisasiialah  fase transfer info, pada suasana-situasi gres, biar lebih memajukan daya ingat, siswa dapat diminta mengaplikasikan sesuatu dengan isu gres tersebut. (7) Fase tampilan ialah fase dimana siswa mesti memperlihatkan sesuatu penampilan yang nampak sesudah mempelajari sesuatu, mirip mempelajari struktur kalimat dalam bahasa mereka dapat membuat kalimat yang benar, dan (8)  fase umpan balik, siswa mesti diberikan umpan balik dari apa yang telah ditampilkan (reinforcement).
d.  Teori Belajar Menurut Bruner
Bruner menyatakan belajar ialah suatu proses aktif yang memungkinkan insan untuk mendapatkan hal-hal gres di luar isu yang diberikan kepada dirinya. Agar pembelajaran mampu mengembangkan keahlian intelektual anak dalam mempelajari sesuatu wawasan (contohnya suatu rancangan matematika), maka bahan pelajaran perlu disuguhkan dengan memperhatikan tahap pertumbuhan kognitif/ wawasan anak semoga pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) orang tersebut. Proses internalisasi akan terjadi secara benar-benar (yang memiliki arti proses berguru terjadi secara optimal) jikalau wawasan yang dipelajari itu dipelajari dalam tiga model tahapan ialah versi tahap enaktif, versi ikonik dan versi tahap simbolik.
1.    Model Tahap Enaktif
Dalam tahap ini penyuguhan yang dilaksanakan lewat tindakan anak secara pribadi terlibat dalam memanipulasi (mengotak-atik) objek. Pada tahap ini anak mencar ilmu sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda faktual atau memakai suasana yang faktual.
2     Model Tahap Ikonik
Tahap ikonik, adalah suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana wawasan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imaginery), gambar, atau diagram, yang menggambarkan aktivitas realistis atau suasana kongkret yang terdapat pada tahap enaktif.
3.    Model Tahap Simbolis
Dalam tahap ini bahasa ialah pola dasar simbolik, anak memanipulasi simbul-simbul atau lambang-lambang objek tertentu. Pada tahap simbolik ini, pembelajaran direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol absurd (abstract symbols), yakni simbol-simbol arbiter yang dipakai menurut janji orang-orang dalam bidang yang bersangkutan, baik simbol-simbol verbal (misalnya huruf-aksara, kata-kata, kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang absurd yang lain.
e.  Teori belajar Menurut Piaget
Dalam pandangan Piaget, terdapat dua proses yang mendasari kemajuan dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian. Untuk menciptakan dunia kita diterima oleh pikiran, kita melakukan pengorganisasian pengalaman-pengalaman yang telah terjadi. Piaget percaya bahwa kita mengikuti keadaan dalam dua cara ialah asimiliasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi dikala individu menggabungkan isu gres ke dalam wawasan mereka yang sudah ada. Sedangkan fasilitas yaitu terjadi saat individu beradaptasi dengan info gres.
Piaget menyampaikan bahwa kita melampui perkembangan melalui empat tahap dalam memahami dunia, yaitu :
1.    Tahap sensorimotor (Sensorimotor stage), yang terjadi dari lahir hingga usia 2 tahun, ialah tahap pertama piaget. Pada tahap ini, perkembangan mental ditandai oleh perkembangan yang besar dalam kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi (seperti menyaksikan dan mendengar) lewat gerakan-gerakan dan langkah-langkah-langkah-langkah fisik.
2.    Tahap praoperasional (preoperational stage), yang terjadi dari usia 2 hingga 7 tahun, merupakan tahap kedua piaget, pada tahap ini anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Mulai timbul pemikiran egosentrisme, animisme, dan intuitif.
3.    Tahap operasional konkrit (concrete operational stage), yang berjalan dari usia 7 sampai 11 tahun, ialah tahap ketiga piaget. Pada tahap ini anak mampu melakukan akal sehat logis menggantikan anutan intuitif sejauh aliran dapat diterapkan ke dalam cotoh-teladan yang spesifik atau konkrit.
4.    Tahap operasional formal (formal operational stage), yang tampakpada usia 11 sampai 15 tahun, merupakan tahap keempat dan terkahir dari piaget. Pada tahap ini, individu melebihi dunia konkret, pengalaman-pengalaman konkrit dan berpikir secara abstrak dan lebih logis.
Perlu dikenang, bahwa pada setiap tahap tidak bisa berpindah ke tahap selanjutnya jikalau tahap sebelumnya belum akhir dan setiap umur tidak bisa menjadi tolok ukur utama seseorang berada pada tahap tertentu alasannya tergantung dari ciri perkembangan setiap individu yang bersangkutan
.
f. Teori Belajar Menurut Ausubel
Ausubel (dalam Dahar, 1988:137) mengemukakan bahwa belajar dikatakan berarti (meaningful) jikalau berita yang akan dipelajari akseptor asuh disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki akseptor bimbing sehingga akseptor latih mampu mengaitkan isu barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Ausubel (dalam Dahar,1988 :142)
Menurut Ausubel, Novak,dan Hanesian ada dua jenis belajar:
1.    Belajar bermakna (meaningful learning)
Belajar memiliki arti yaitu sebuah proses mencar ilmu dimana gosip gres dihubungkan dengan struktur penertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang berguru. Belajar memiliki arti terjadi jikalau pelajar mencoba menghubungkan fenomena baru dengan konsep yang telah ada sebelumnya.
2.    Belajar menghafal (rote learning)
Bila rancangan yang sesuai dengan fenomena gres itu belum ada maka informasi baru tersebut mesti dipelajari secara menghafal. Belajar menghafal ini perlu jikalau seseoarang mendapatkan informasi baru dalam dunia pengetahuan yang serupa sekali tidak berhubungan dengan apa yang ia ketahiu sebelumnya.
Menurut Ausubel berguru dapat diklasifikasikan kedalam dua dimensi. Dimensi pertama berafiliasi dengan cara isu atau materi pelajaran itu disuguhkan terhadap siswa lewat penerimaan atau inovasi. Selanjutnya dimensi kedua menyangkut bagaimana siswa mampu mengaitkan berita itu pada struktur kognitif yang telah ada. Jika siswa hanya mencoba menghafalkan berita gres itu tanpa menghubungkan dengan struktur kognitifnya, maka terjadilah berguru dengan hafalan. Sebaliknya jika siswa menghubungkan atau mengaitkan isu gres itu dengan struktur kognitifnya maka yang terjadi yakni belajar memiliki arti.
Langkah – langkah mencar ilmu mempunyai arti Ausubel yakni :
1.    Pengatur awal (advance organizer)
Pengatur permulaan mampu digunakan untuk membantu mengaitkan rancangan yang usang dengan konsep yang baru yang lebih tinggi maknanya.
2.    Diferensiasi Progregsif
Dalam pembelajaran mempunyai arti perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep- rancangan. Caranya bagian yang inklusif diperkenalkan terlebih dahulu lalu gres lebih mendetail.