Teori Konsentris Untuk Tata Ruang Kota

Teori konsentris – Manusia sebagai makhluk sosial tentunya membutuhkan interaksi baik dgn sesama manusia maupun dgn lingkungan di sekitarnya. Berbagai pola interaksi yg terbentuk antara insan & lingkungan menciptakan aneka macam bentuk penggunaan lahan yg berlawanan-beda. Keberagaman ini dipengaruhi oleh keadaan lahan yg berlawanan, sehingga insan harus memperlakukan lahan tersebut dgn cara yg berbeda pula.

Sebelum membentuk tata guna lahan, banyak sekali aspek harus diamati mirip sosial, ekonomi, kebudayaan, budbahasa istiadat, aturan, & kelembagaan. Hal ini akan berguna dlm membangun planning tata ruang wilayah di masa depan, terutama untuk wilayah kota yg lebih kompleks dibandingkan dgn wilayah desa.

Oleh karena itu, timbul banyak sekali teori struktur ruang kota seperti teori inti ganda, teori konsentris, teori sektoral, & lain sebagainya. Dalam pembahasan kali ini, kita akan fokus membahas dengan-cara mendalam salah satu teori struktur ruang yg banyak dipraktekkan di beberapa kota di dunia, yaitu teori konsentris.

Table of Contents

Teori Konsentris

Teori konsentris mulanya dianjurkan oleh seorang sosiolog asal Amerika Serikat, Ernest W. Burgess, pada tahun 1920 tatkala ia melaksanakan penelitian di kota Chicago. Burgess menyatakan bahwa kota Chicago telah meningkat & meningkat pesat seiring waktu & peningkatan jumlah penduduk, yg mengakibatkan perkembangan wilayah yg kian meluas sampai ke wilayah pinggiran. Ia menggambarkan pola pemekaran wilayah yg terjadi di kota Chicago selaku sebuah bulat.

Baca juga: Memahami Sifat Air & Manfaatnya Bagi Manusia

Teori konsentris pula terjadi di beberapa kota lain di seluruh dunia, seperti London, Kalkuta, & Adelaide, di mana lingkungan kota membuat lebih mudah pembangunan jalur transportasi. Namun, di Indonesia, menerapkan teori konsentris dlm membangun kota cukup sukar lantaran topografi alam Indonesia yg tak rata, banyak pegunungan, lembah, sungai, & wilayah yg dipisahkan oleh lautan.

Baca juga: Cara Mengaktifkan Notifikasi Email Dengan Gmail di OJS 3

Seperti yg kita ketahui, kota yaitu suatu wilayah yg di dalamnya terdapat penduduk dgn kehidupan yg kompleks & sudah mengalami interaksi antara manusia & lingkungannya.

Ciri Teori Konsentris

Dalam teori konsentris, terdapat ciri utama yakni kecenderungan wilayah di dlm untuk memperluas ke wilayah berikutnya (ke arah luar) dgn mengikuti rangkaian invasi tertentu. Kecepatan kemajuan kota tergantung pada laju pertumbuhan ekonomi & penduduk.

Baca juga: Tempat Download E-Book Dalam Bahasa Indonesia

Namun, bila jumlah penduduk mengalami penurunan, wilayah di luar sentra kota akan tetap sama, sedangkan daerah transisi akan mengalami penyusutan ke arah sentra bisnis. Penyusutan ini akan menciptakan kawasan kumuh komersial & permukiman.

Baca juga: 3R: Reduce, Reuse, & Recycle

Dalam teori konsentris, terutama dlm aspek ekonomi, semakin akrab dgn pusat kota maka harga tanah akan kian mahal.

Pembagian Zona Pada Teori Konsentris

Teori konsentris memiliki bentuk yg ibarat dgn serangkaian bundar yg saling tumpang tindih, yg terdiri dr 5 zona atau wilayah. Wilayah terkecil terletak di tengah sebagai pusat, & wilayah paling besar berada di luar.

Baca juga: Pancasila Sebagai Dasar Negara: Makna, Arti, & Fungsi

Berdasarkan gambaran yg pernah diterangkan oleh Ernest W. Burgess, teori konsentris membagi zona atau kawasan menjadi 5 wilayah yg berbeda. Berikut adalah klarifikasi rinci wacana model tersebut.

Zona 1: Daerah Pusat Bisnis

Wilayah atau zona ini ialah pusat aktivitas yg meliputi berbagai aspek mirip politik, ekonomi, sosial, & budaya. Semua kegiatan penting di kota berpusat di sini, & zona ini diisi dgn banyak bangunan komersial seperti perkantoran, mal, & pusat perbelanjaan. Karena sifatnya yg strategis, sentra kota seringkali ramai & sibuk sepanjang waktu seperti kota metropolitan yg tak pernah tidur.

Zona 2: Daerah Peralihan

Setelah meninggalkan daerah bisnis, akan terdapat suatu daerah yg mayoritas terdiri dr jalan raya besar, jalan tol, & jembatan, yg dihuni oleh sebagian besar orang-orang tunawisma di sekitarnya.

Zona 3: Daerah Pemukiman Pekerja

Kawasan ini banyak dihuni oleh pekerja yg biasanya memilih untuk tinggal erat dgn tempat kerja mereka. Biaya hidup di daerah ini lebih terjangkau dibandingkan dgn tempat elit, & ini dipengaruhi oleh tingkat gaji atau pendapatan para pekerja di daerah tersebut.

Zona 4: Daerah Pemukiman Yang Lebih Baik

Kawasan ini lazimnya ditempati oleh orang-orang dgn finansial yg lebih stabil dibandingkan dgn penduduk di tempat lain. Karena jaraknya yg jauh dr pusat kegiatan kota, lingkungan permukiman di tempat ini terasa lebih hening, nyaman, & bersih. Hal ini menyebabkan harga properti di daerah ini menjadi lebih mahal.

Zona 5: Daerah Para Penglaju

Pada kawasan terluar dr model lingkaran, biasanya terdiri dr wilayah pinggiran atau dapat pula merupakan perbatasan dgn kota atau provinsi lainnya. Daerah pinggiran seperti tepi pantai, pelabuhan, & sejenisnya kalau kota tersebut mempunyai pantai. Atau dapat menjadi daerah yg menjadi batas peralihan dua kota, mirip Tangerang & Depok.

Baca juga: Mengulas Perbedaan Politik Nasi Bungkus & Politik Panjat Pinang

Di tempat kelima, pada kota yg padat penduduknya, umumnya memiliki tingkat kepadatan penduduk yg lebih tinggi ketimbang keempat daerah sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh kombinasi jenis pekerjaan & asal permintaan penduduk di kawasan tersebut.

Tahap Penataan Kota Berdasarkan Teori Konsentris

Zona 1 dlm teori konsentris merupakan sentra kegiatan utama di mana terdapat banyak sekali aspek kehidupan mirip sosial, ekonomi, politik, & budaya. Wilayah ini umumnya dilengkapi dgn bangunan-bangunan penting yg berafiliasi dgn kegiatan ekonomi, sosial, politik, & budaya, sehingga Burgess menamakannya “The area of dominance”. Dalam menerangkan teori konsentris, Burgess memakai ungkapan ekologis seperti dominasi, invasi, & suksesi. McKenzie lalu menguraikan konsep invasi menjadi tiga tingkatan, yaitu:

Initial Stage (Tahap Permulaan)

Dalam konteks teori konsentris, proses ini ditandai dgn perluasan geografis yg berasal dr golongan sosial tertentu & dibarengi dgn adanya tantangan dr penduduk yg terdampak oleh perluasan tersebut.

Secondary Stage (Tahap Lanjutan)

Pada tahap ini, terjadi persaingan yg menimbulkan terjadinya proses displacement atau perpindahan, seleksi, & asimilasi. Kelompok yg kalah dlm persaingan akan melakukan ekspansi ke wilayah lain yg lebih lemah.

Climax Stage (Tahap Klimak)

Dalam tahap ini, terjadi suksesi baru sehabis golongan yg kalah bersaing melaksanakan ekspansi menuju wilayah yg lebih lemah. Proses ini menunjukan bahwa wilayah yg lemah tersebut sudah memasuki tahap klimaks.

Proses konsentris terus berlangsung & zona-zona yg melingkar kian melebar dlm suatu kota. Hal ini menghasilkan “Natural Area” yg mempunyai ciri khas yg serupa di setiap zona. Sebagai contoh, teori ini mampu diterapkan pada kota Jakarta.

Kesimpulan

Dalam teori konsentris, kota terbagi menjadi beberapa zona melingkar dgn sentra kegiatan sosial, ekonomi, politik, & budaya di zona satu. Proses konsentris ini ditandai dgn perluasan geografis kalangan sosial, kompetisi, displacement, seleksi, & asimilasi yg berujung pada suksesi gres & meluasnya zona-zona ke arah luar. Setiap zona mempunyai keseragaman sifat & condong dihuni oleh penduduk dgn karakteristik yg mirip.

  1. Burgess, E. W. (1925). The Growth of the City: An Introduction to a Research Project. University of Chicago Press.
  2. Park, R. E., Burgess, E. W., & McKenzie, R. D. (1925). The City. University of Chicago Press.
  3. Hoyt, H. (1939). The Structure and Growth of Residential Neighborhoods in American Cities. Federal Housing Administration.
  4. Harris, C. D., & Ullman, E. L. (1945). The Nature of Cities. Annals of the American Academy of Political and Social Science, 242(1), 7-17.
  5. Berry, B. J. L. (1964). Cities as Systems within Systems of Cities. Papers and Proceedings of the Regional Science Association, 13, 147-163.
  6. Soja, E. W. (2011). Seeking Spatial Justice. University of Minnesota Press.
  7. Wirth, L. (1938). Urbanism as a Way of Life. American Journal of Sociology, 44(1), 1-24.
  8. Gottmann, J. (1961). Megalopolis: The Urbanized Northeastern Seaboard of the United States. Twentieth Century Fund.
  9. Sjoberg, G. (1960). The Preindustrial City: Past and Present. Free Press.
  10. Chisholm, M. (1965). The Geography of Settlement. Holt, Rinehart and Winston.

  Pencemaran Tanah: Pengertian, Penyebab, dan Dampak